BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

STRATEGI PENGUATAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MELALUI KERJASAMA KEMITRAAN POLA CSR. I Wayan Dipta *)

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

GUBERNUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

RENCANA KERJA TAHUN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

pemberdayaan koperasi dan usaha mikro di kabupaten Lamongan Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan Kabupaten Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

BAB I. Pendahuluan. Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) mencerminkan

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 3 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO. dan BUPATI MOJOKERTO MEMUTUSKAN :

BAB I PENDAHULUAN. upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

A. SASARAN PEMBANGUNAN EKONOMI KABINET INDONESIA BERSATU

RPJM PROVINSI JAWA TIMUR (1) Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia. memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ekonomi Indonesia.

PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM PROVINSI SULAWESI TENGGARA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Transkripsi:

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM dan koperasi yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, terdiri dari kontribusi usaha mikro dan kecil sebesar 41,1 persen dan skala usaha menengah sebesar 15,6 persen. Atas dasar harga konstan tahun 1993, laju pertumbuhan PDB UMKM pada tahun 2003 tercatat sebesar 4,6 persen atau tumbuh lebih cepat daripada PDB nasional yang tercatat sebesar 4,1 persen. Sementara pada tahun yang sama, jumlah UMKM adalah sebanyak 42,4 juta unit usaha atau 99,9% dari jumlah seluruh unit usaha, yang bagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM tersebut dapat menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5% dari jumlah tenaga kerja, meliputi usaha mikro dan kecil sebanyak 70,3 juta tenaga kerja dan usaha menengah sebanyak 8,7 juta tenaga kerja. UMKM berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja. A. PERMASALAHAN Rendahnya produktivitas. Perkembangan yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM yang memadai khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya produktivitas, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Atas dasar harga konstan tahun 1993, produktivitas per unit usaha selama periode 2000 2003 tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, yaitu produktivitas usaha mikro dan kecil masih sekitar Rp 4,3 juta per unit usaha per tahun dan usaha menengah sebesar Rp 1,2 miliar, sementara itu produktivitas per unit usaha besar telah mencapai Rp 82,6 miliar. Demikian pula dengan perkembangan produktivitas per tenaga kerja usaha mikro dan kecil serta usaha menengah belum menunjukkan perkembangan yang berarti yaitu masing-masing berkisar Rp 2,6 juta dan Rp 8,7 juta, sedangkan produktivitas per tenaga kerja usaha besar telah mencapai Rp 423,0 juta. Kinerja seperti itu berkaitan dengan: (a) rendahnya kualitas sumber daya manusia UMKM khususnya dalam bidang manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran; dan (b) rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Peningkatan produktivitas UMKM sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan antarpelaku, antargolongan pendapatan dan antardaerah, termasuk penanggulangan kemiskinan, selain sekaligus mendorong peningkatan daya saing nasional. Terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif. Akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar. Dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UMKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing. Disamping persyaratan pinjamannya juga tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak, maka dunia perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UMKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi. Pada tahun 2003, untuk skala jumlah pinjaman dari perbankan sampai dengan Rp 50 juta, terserap hanya sekitar 24 persen ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif. Bagian IV.20 1

Bersamaan dengan itu, penguasaan teknologi, manajemen, informasi dan pasar masih jauh dari memadai dan relatif memerlukan biaya yang besar untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Sementara ketersediaan lembaga yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Peran masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan kepada UMKM juga belum berkembang, karena pelayanan kepada UMKM masih dipandang kurang menguntungkan. Masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Sementara itu sampai dengan akhir tahun 2003, jumlah koperasi mencapai 123 ribu unit, dengan jumlah anggota sebanyak 27,3 juta orang. Meskipun jumlahnya cukup besar dan terus meningkat, kinerja koperasi masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2003 adalah sebanyak 93,8 ribu unit atau hanya sekitar 76% dari koperasi yang ada. Diantara koperasi yang aktif tersebut, hanya 44,7 ribu koperasi atau kurang dari 48% yang menyelenggarakan rapat anggota tahunan (RAT), salah satu perangkat organisasi yang merupakan lembaga (forum) pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi koperasi. Selain itu, secara rata-rata baru 27% koperasi aktif yang memiliki manajer koperasi. Tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi. Kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practices) telah menimbulkan berbagai permasalahan mendasar yang menjadi kendala bagi kemajuan perkoperasian di Indonesia. Pertama, banyak koperasi yang terbentuk tanpa didasari oleh adanya kebutuhan/ kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari para anggotanya, sehingga kehilangan jati dirinya sebagai koperasi sejati yang otonom dan swadaya/mandiri. Kedua, banyak koperasi yang tidak dikelola secara profesional dengan menggunakan teknologi dan kaidah ekonomi moderen sebagaimana layaknya sebuah badan usaha. Ketiga, masih terdapat kebijakan dan regulasi yang kurang mendukung kemajuan koperasi. Keempat, koperasi masih sering dijadikan alat oleh segelintir orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur serta prinsip-prinsip koperasi. Sebagai akibatnya: (i) kinerja dan kontribusi koperasi dalam perekonomian relatif tertinggal dibandingkan badan usaha lainnya, dan (ii) citra koperasi di mata masyarakat kurang baik. Lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan terkikisnya kepercayaan, kepedulian dan dukungan masyarakat kepada koperasi. Kurang kondusifnya iklim usaha. Koperasi dan UMKM pada umumnya juga masih menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, di antaranya adalah: (a) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perijinan dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (b) praktik bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; dan (c) lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UMKM, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata. Sejumlah daerah telah mengidentifikasi peraturan-peraturan yang menghambat sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dan bahkan telah meningkatkan pelayanan kepada koperasi dan UMKM dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap. Namun masih terdapat daerah lain yang memandang koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru yang tidak perlu sehingga biaya usaha koperasi dan UMKM meningkat. Disamping itu kesadaran tentang hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan pengelolaan lingkungan masih belum berkembang. Oleh karena Bagian IV.20 2

itu, aspek kelembagaan perlu menjadi perhatian yang sungguh-sungguh dalam rangka memperoleh daya jangkau hasil dan manfaat (outreach impact) yang semaksimal mungkin mengingat besarnya jumlah, keanekaragaman usaha dan tersebarnya UMKM. B. SASARAN Koperasi dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya. Sementara itu UMKM berperan dalam memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Dengan perspektif peran seperti itu, sasaran umum pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam lima tahun mendatang adalah: 1. Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional; 2. Meningkatnya proporsi usaha kecil formal; 3. Meningkatnya nilai ekspor produk usaha kecil dan menengah dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya; 4. Berfungsinya sistem untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi; dan 5. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai dengan jatidiri koperasi. C. ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan sasaran tersebut, pemberdayaan koperasi dan UMKM akan dilaksanakan dengan arah kebijakan sebagai berikut: 1. Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) yang diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 2. Memperkuat kelembagaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender terutama untuk: memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan; memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan; memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi. 3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan : meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan tekonologi; Bagian IV.20 3

mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif; mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM; mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah. 4. Mengembangkan UMKM untuk makin berperan sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. 5. Membangun koperasi yang diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk: (i) membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat; (ii) meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan (iii) meningkatkan kemandirian gerakan koperasi. D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN Sasaran dan arah kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM tersebut diatas dijabarkan ke dalam program-program pembangunan yang merupakan strategi implementasi pada tataran makro, meso dan mikro. 1. PROGRAM PENCIPTAAN IKLIM USAHA BAGI UMKM Tujuan program ini adalah untuk memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, dan non-dikriminatif bagi kelangsungan dan peningkatan kinerja usaha UMKM, sehingga dapat mengurangi beban administratif, hambatan usaha dan biaya usaha maupun meningkatkan rata-rata skala usaha, mutu layanan perijinan/pendirian usaha, dan partisipasi stakeholders dalam pengembangan kebijakan UMKM. Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: 1. Penyempurnaan peraturan perundangan, seperti UU tentang Usaha Kecil dan Menengah, dan UU tentang Wajib Daftar Perusahaan, beserta ketentuan pelaksanaannya dalam rangka membangun landasan legalitas usaha yang kuat, dan melanjutkan penyederhanaan birokrasi, perijinan, lokasi, serta peninjauan terhadap peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM, termasuk peninjauan terhadap pemberlakuan berbagai pungutan biaya usaha, baik yang sektoral maupun spesifik daerah; 2. Fasilitasi dan penyediaan kemudahan dalam formalisasi badan usaha; 3. Peningkatan kelancaran arus barang, baik bahan baku maupun produk, dan jasa yang diperlukan seperti kemudahan perdagangan antardaerah dan pengangkutan; 4. Peningkatan kemampuan aparat dalam melakukan perencananaan dan penilaian regulasi, kebijakan dan program; 5. Pengembangan pelayanan perijinan usaha yang mudah, murah dan cepat termasuk melalui perijinan satu atap bagi UMKM, pengembangan unit penanganan pengaduan serta penyediaan jasa advokasi/mediasi yang berkelanjutan bagi UMKM; Bagian IV.20 4

6. Penilaian dampak regulasi/kebijakan nasional dan daerah terhadap perkembangan dan kinerja UMKM, dan pemantauan pelaksanaan kebijakan/regulasi; 7. Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan kebijakan dan program UMKM dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait; dan 8. Peningkatan penyebarluasan dan kualitas informasi UMKM, termasuk pengembangan jaringan pelayanan informasinya. 2. PROGRAM PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG USAHA BAGI UMKM Program ini bertujuan untuk mempermudah, memperlancar dan memperluas akses UMKM kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Sistem pendukung dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung/penyedia jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin tersebar dan bermutu untuk meningkatkan akses UMKM terhadap pasar dan sumber daya produktif, seperti sumber daya manusia, modal, pasar, teknologi, dan informasi, termasuk mendorong peningkatan fungsi intermediasi lembaga-lembaga keuangan bagi UMKM. Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup: 1. Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumber daya produktif, termasuk sumber daya alam; 2. Peningkatan peranserta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi dan konsultan usaha melalui penyediaan sistem insentif, kemudahan usaha serta peningkatan kapasitas pelayanannya; 3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP) antara lain melalui pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam perijinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder; 4. Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim kredit investasi bagi koperasi dan UMKM, dan peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan UMKM nasional dan daerah, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya; 5. Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah pusat, daerah dan BUMN; 6. Dukungan terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit (kesenjangan skala, formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UMKM; 7. Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi dan perkuatan lembaga-lembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan; 8. Pengembangan dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang) teknis dan informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk berperan sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UMKM; dan 9. Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi. Bagian IV.20 5

3. PROGRAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEUNGGULAN KOMPETITIF UKM Program ini ditujukan untuk mengembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan dan meningkatkan daya saing UKM sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang, produktivitas meningkat, wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi meningkat jumlahnya, dan ragam produk-produk unggulan UKM semakin berkembang. Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup: 1. Pemasyarakatan kewirausahaan, termasuk memperluas pengenalan dan semangat kewirausahaan dalam kurikukulum pendidikan nasional dan pengembangan sistem insentif bagi wirausaha baru, terutama yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/ijin usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan dan informasi pasar; 2. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan serta fasilitasi untuk memacu pengembangan UKM berbasis teknologi termasuk wirausaha baru berbasis teknologi, utamanya UKM berorientasi ekspor, subkontrak/penunjang, agribisnis/agroindustri dan yang memanfaatkan sumber daya lokal; 3. Penyediaan sistem insentif dan pembinaan untuk meningkatkan kesadaran UKM tentang HaKI dan pengelolaan lingkungan yang diikuti upaya peningkatan perlindungan HaKI milik UKM; 4. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan lembaga pengembangan kewirausahaan; 5. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan inkubator teknologi dan bisnis, termasuk dengan memanfaatkan fasilitas litbang pemerintah pusat/daerah dan melalui kemitraan publik, swasta dan masyarakat; 6. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan kemitraan investasi antar UKM, termasuk melalui aliansi strategis atau investasi bersama (joint investment) dengan perusahaan asing dalam rangka mempercepat penguasaan teknologi dan pasar; 7. Fasilitasi dan pemberian dukungan serta kemudahan untuk pengembangan jaringan produksi dan distribusi melalui pemanfaatan teknologi informasi, pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar UMKM dalam wadah koperasi serta jaringan antara UMKM dan usaha besar melalui kemitraan usaha; dan 8. Pemberian dukungan serta kemudahan terhadap upaya peningkatan kualitas pengusaha kecil dan menengah, termasuk wanita pengusaha, menjadi wirausaha tangguh yang memiliki semangat kooperatif. 4. PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SKALA MIKRO Program ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin dalam rangka memperoleh pendapatan yang tetap, melalui upaya peningkatan kapasitas usaha sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Program ini akan memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus mendorong adanya kepastian, perlindungan dan pembinaan usaha. Program ini memuat kegiatan-kegiatan pokok antara lain mencakup: 1. Penyediaan kemudahan dan pembinaan dalam memulai usaha, termasuk dalam perizinan, lokasi usaha, dan perlindungan usaha dari pungutan informal; 2. Penyediaan skim-skim pembiayaan alternatif dengan tanpa mendistorsi pasar, seperti sistem bagi-hasil dari dana bergulir, sistem tanggung-renteng atau jaminan tokoh masyarakat setempat sebagai pengganti anggunan; Bagian IV.20 6

3. Penyelenggaraan dukungan teknis dan pendanaan yang bersumber dari berbagai instansi pusat, daerah dan BUMN yang lebih terkoordinasi, profesional dan institusional; 4. Penyediaan dukungan terhadap upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan mikro (LKM); 5. Penyelenggaraan pelatihan budaya usaha dan kewirausahaan, dan bimbingan teknis manajemen usaha; 6. Penyediaan infrastruktur dan jaringan pendukung bagi usaha mikro serta kemitraan usaha; 7. Fasilitasi dan pemberian dukungan untuk pembentukan wadah organisasi bersama di antara usaha mikro, termasuk pedagang kaki lima, baik dalam bentuk koperasi maupun asosiasi usaha lainnya dalam rangka meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha; 8. Penyediaan dukungan pengembangan usaha mikro tradisional dan pengrajin melalui pendekatan pembinaan sentra-sentra produksi/klaster disertai dukungan penyediaan infrastruktur yang makin memadai; dan 9. Penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif bagi usaha mikro/sektor informal dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi pedesaan terutama didaerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. 5. PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS KELEMBAGAAN KOPERASI Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi agar koperasi mampu tumbuh dan berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya menjadi wadah kepentingan bersama bagi anggotanya untuk memperoleh efisiensi kolektif, sehingga citra koperasi menjadi semakin baik. Dengan demikian diharapkan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat primer dan sekunder akan tertata dan berfungsi dengan baik; infrastruktur pendukung pengembangan koperasi semakin lengkap dan berkualitas; lembaga gerakan koperasi semakin berfungsi efektif dan mandiri; serta praktek berkoperasi yang baik (best practices) semakin berkembang di kalangan masyarakat luas. Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup: 1. Penyempurnaan undang-undang tentang koperasi beserta peraturan pelaksanaannya; 2. Peninjauan dan penyempurnaan terhadap berbagai peraturan perundangan lainnya yang kurang kondusif bagi koperasi; 3. Koordinasi dan pemberian dukungan dalam rangka penyempurnaan kurikulum pendidikan perkoperasian di sekolah-sekolah; 4. Penyuluhan perkoperasian kepada masyarakat luas yang disertai dengan pemasyarakatan contohcontoh koperasi sukses yang dikelola sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi; 5. Peningkatan kualitas administrasi dan pengawasan pemberian badan hukum koperasi; 6. Pemberian dukungan untuk membantu perkuatan dan kemandirian lembaga gerakan koperasi; 7. Pemberian dukungan dan kemudahan kepada gerakan koperasi untuk melakukan penataan dan perkuatan organisasi serta modernisasi manajemen koperasi primer dan sekunder untuk meningkatkan pelayanan anggota; 8. Pemberian dukungan dan kemudahan untuk pengembangan infrastruktur pendukung pengembangan koperasi di bidang pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan, keuangan dan pembiayaan, teknologi, informasi, promosi dan pemasaran 9. Pengembangan sistem pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perkoperasian bagi anggota dan pengelola koperasi, calon anggota dan kader koperasi, terutama untuk menanamkan nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip koperasi dalam kehidupan koperasi, yang mengatur secara jelas adanya pembagian tugas dan tanggung jawab antara Pemerintah dan gerakan koperasi; 10. Penyediaan insentif dan fasilitasi dalam rangka pengembangan jaringan kerjasama usaha antar koperasi; Bagian IV.20 7

11. Peningkatan kemampuan aparat di Pusat dan Daerah dalam melakukan penilaian dampak regulasi, kebijakan dan program pembangunan koperasi; dan 12. Peningkatan kualitas penyelenggaraan koordinasi dalam perencanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan koperasi dengan partisipasi aktif para pelaku dan instansi terkait. Bagian IV.20 8