GAYA GELOMBANG TSUNAMI PADA BANGUNAN BERPENGHALANG

dokumen-dokumen yang mirip
Bangunan Bertingkat pada Kawasan Pesisir sebagai Pereduksi Run-up Tsunami

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

1.1 Latar Belakang. Gambar 1.1 Tsunami di berbagai kedalaman. Sumber: Pengenalan Tsunami, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

UJI MODEL GEOMETRI KONSTRUKSI PELINDUNG KOLAM PELABUHAN BIRA KABUPATEN BULUKUMBA

BAB II TEORI TERKAIT

TUGAS BAHASA INDONESIA

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

Kondisi Kestabilan dan Konsistensi Rencana Evakuasi (Evacuation Plan) Pendekatan Geografi

BAB 3. Metodologi Penelitian. 3.1 Rencana Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA WRPLOT View (Wind Rose Plots for Meteorological Data) WRPLOT View adalah program yang memiliki kemampuan untuk

SEDIMENTASI AKIBAT PEMBANGUNAN SHEET PILE BREAKWATER TELUK BINTUNI, PAPUA BARAT

PENGARUH PASIR TERHADAP PENINGKATAN RASIO REDAMAN PADA PERANGKAT KONTROL PASIF (238S)

PENGAMATAN PENJALARAN GELOMBANG MEKANIK

PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS KARAKTERISTIK GELOMBANG PECAH DI PANTAI NIAMPAK UTARA

ABSTRAK. Unjuk Kerja Bangunan Pemecah Gelombang Ambang Rendah Blok Beton Berkait

1 BAB 1 PENDAHULUAN. tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA

KOEFISIEN SERET GAYA GELOMBANG PADA APO DENGAN TAMBAHAN GEDHEK

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga

STUDI DIFRAKSI GELOMBANG MENGGUNAKAN PERSAMAAN HIPERBOLA. Rama Kapitan1)

BAB IV METODE PENELITIAN

Rancangan Peta Rute Evakuasi Bancana Tsunami Pantai Puger Jember

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater Tipe Catamaran

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

STABILITAS STRUKTUR PELINDUNG PANTAI AKIBAT PEMANASAN GLOBAL

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

KONDISI GELOMBANG DI WILAYAH PERAIRAN PANTAI LABUHAN HAJI The Wave Conditions in Labuhan Haji Beach Coastal Territory

BAB V RENCANA PENANGANAN

Soal :Stabilitas Benda Terapung

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

Modul Praktikum I. Profil Gelombang LABORATORIUM GELOMBANG PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

STUDI KARAKTERISTIK GELOMBANG PADA DAERAH PANTAI DESA KALINAUNG KAB. MINAHASA UTARA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

EFEKTIVITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG DENGAN VARIASI BATU PELINDUNG DOLOS DAN TETRAPOD PADA KONDISI TENGGELAM ABSTRAK

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

UM UGM 2017 Fisika. Soal

Gejala Gelombang. gejala gelombang. Sumber:

METODE SEDERHANA PENENTUAN DIMENSI GEOTEXTILE TUBE (GEOTUBE) SEBAGAI STRUKTUR PELINDUNG PANTAI

Model Refraksi-Difraksi Gelombang Air oleh Batimetri dengan Mengerjakan Persamaan Kekekalan Energi

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Dan Proses Terjadi Tsunami

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

BAB 1. Pemanfaatan Energi Kinetik Hempasan Ombak

BAB IV PENGUJIAN HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI

Aplikasi Hukum Newton

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Kata kunci : Tsunami, Tsunami Travel Time (TTT), waktu tiba, Tide Gauge

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas

Analisis Dinamik Struktur dan Teknik Gempa

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB II STUDI PUSTAKA

METODOLOGI PENENTUAN PARAMETER TEKNIS GEOTEXTILE TUBE (GEOTUBE) SEBAGAI STRUKTUR PELINDUNG PANTAI

K13 Antiremed Kelas 11 Fisika

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Rambu evakuasi tsunami

BAB V ANALISIS DATA. Tabel 5.1. Data jumlah kapal dan produksi ikan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

Studi Eksperimen; Analisa Redaman Gelombang pada Floating Concrete Breakwater tipe Catamaran

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

MODEL PREDIKSI GELOMBANG TERBANGKIT ANGIN DI PERAIRAN SEBELAH BARAT KOTA TARAKAN BERDASARKAN DATA VEKTOR ANGIN. Muhamad Roem, Ibrahim, Nur Alamsyah

BAB I PENDAHULUAN. maju di dukung dengan aplikasi-aplikasi berbasis multimedia untuk mempercantik

PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG. Ariestides K. T. Dundu ABSTRAK

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

EVALUASI DAYA DUKUNG TIANG PANCANG BERDASARKAN METODE DINAMIK

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan air laut yang membentuk kurva/ grafik sinusoidal. Salah satunya

DISTRIBUSI BEBAN LATERAL PADA STRUKTUR AKIBAT BEBAN GEMPA

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 02 (2016), Hal ISSN :

KISI DIFRAKSI (2016) Kisi Difraksi

PENGARUH VARIASI KETINGGIAN PENEMPATAN RAKIT BUDIDAYA RUMPUT LAUT GANDA DALAM MEREDUKSI GELOMBANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

GAYA GELOMBANG TSUNAMI PADA BANGUNAN BERPENGHALANG 1) Any Nurhasanah Mahasiswa Program Doktor Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada, Dosen Universitas Bandar Lampung Email : any_nurhasanah@yahoo.com 2) Radianta Triatmadja Profesor pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada Email : radiantatoo@yahoo.com 3) Nizam Profesor pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada Email : nizam@ugm.ac.id Intisari Bencana tsunami dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur, seperti pada tsunami Aceh 2004, tsunami Pangandaran 2006, dan tsunami Samoa 2009. Banyak usaha dilakukan untuk melindungi struktur akibat gempuran gelombang tsunami, salah satunya adalah dengan membuat penghalang di depan struktur. Bentuk penghalang di depan struktur mempengaruhi gaya gelombang yang diterima bangunan di belakangnya. Hal ini diakibatkan oleh kecepatan aliran yang mengenai bangunan di belakang pelindung berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya gaya gelombang tsunami pada bangunan di belakang berbagai bentuk penghalang. Penelitian ini adalah penelitian simulasi model fisik yang dilakukan di Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi Pusat Studi Ilmu Teknik UGM. Saluran gelombang tsunami berukuran 25 x 1.25 x 1.5 meter dilengkapi dengan pembangkit gelombang tsunami berbasis dam break. Model bangunan berbentuk kotak dan solid tanpa lubang, sedangkan bentuk penghalang berupa penghalang dengan penampang berbentuk bujursangkar (sudut 0 o dan 45 o ), lingkaran, dan elips, dan setengah elips. Model bangunan diletakkan di tengah saluran dan penghalang dipasang pada jarak 20 cm dari model bangunan. Pengukuran gaya gelombang tsunami menggunakan strain gauge yang dipasang pada model, sedangkan pengukuran tinggi gelombang tsunami menggunakan wave probe. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh bentuk bangunan penghalang terhadap gaya gelombang tsunami. Reduksi gaya gelombang besar pada model penghalang berpenampang bujursangkar yaitu sebesar 55,25%- 62,40% dan reduksi gaya gelombang terkecilpada model berpenghalang dengan penampang elips yaitu sebesar 12,72%-15,96%. Nilai Cf bangunan berpenghalang yang mendekati Cf* (tanpa penghalang) adalah bangunan berpenghalang berpenampang elips (1.1x Cf*) dan yang tertinggi adalah bangunan berpenghalang berpenampang bujursangkar 45 o (2.4x Cf*)

Kata kunci: tsunami, gaya gelombang, penghalang, Cf 1. Pendahuluan Bencana tsunami tidak mungkin dicegah dan dihindari karena merupakan bencana alam yang sulit diperkirakan kapan terjadinya serta terlalu besar untuk dihentikan. Dalam 10 tahun terakhir ini saja telah terjadi beberapa kali bencana tsunami, yaitu tsunami Chile 2010, tsunami Samoa 2009, tsunami pangandaran 2006, dan tsunami Aceh 2004. Sepanjang tahun 2010 (sampai Juni 2010), beberapa kejadian gempa berpotensi terjadi tsunami, misalnya gempa Biak (16 Juni 2010), beberapa gempa di Aceh (7 April, 9 Mei, dan 13 Juni 2010), dan gempa Papua Barat (14 Januari 2010). Bencana tsunami dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur. Banyak usaha dilakukan untuk melindungi struktur akibat gempuran gelombang tsunami seperti membangun tembok laut ( sea wall) atau pemecah gelombang ( break water), selain itu bangunan yang berada di kawasan pesisir juga dapat berfungsi sebagai penahan gelombang tsunami. Pada tsunami Pangandaran 2006, kerusakan infrastruktur yang terjadi lebih ringan dibandingkan kerusakan pada tsunami Aceh 2004. Hal ini disebabkan kerena banyak bangunan bertingkat dengan struktur yang relatif kuat sehingga mampu meredam gelombang tsunami dan melindungi struktur yang ada di belakangnya. Penelitian yang banyak dilakukan saat ini merupakan penelitian tentang gaya gelombang tsunami pada struktur pelindungnya bukan penelitian gaya gelombang pada bangunan yang berada di belakang struktur pelindung. Penghalang yang berada di depan bangunan akan mempengaruhi besarnya gaya gelombang yang diterima bangunan di belakangnya. Penghalang akan menahan laju gelombang tsunami sehingga terdapat perubahan pola aliran dan juga perubahan kecepatan aliran. Bentuk penghalang yang berbeda akan berpengaruh terhadap pola aliran yang dibentuk, kecepatannya juga berubah, sehingga gaya gelombang yang diterima pada bangunan di belakang penghalang akan berbeda. Pada penelitian ini bentuk penghalang dibuat beberapa macam, yaitu penampang lingkaran, bujursangkar dengan sudut 0 o dan 45 o, elips, dan setengah elips.

Gelombang yang menabrak penghalang akan tertahan di depan penghalang sedangkan pada bagian yang tidak tertahan akan terus mengalir di samping kiri kanan penghalang. Sebagian air terus melaju dan sebagian lagi mengalir ke arah bangungan yang terletak dibelakang penghalang. Air mengisi bagian belakang penghalang dan akhirnya menabrak bangunan, saat itulah gaya gelombang diukur. Penelitian ini membahas pengaruh bentuk penghalang terhadap gaya gelombang tsunami pada bangunan di belakang struktur. 2. Tujuan dan Arah Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan gaya gelombang tsunami telah dilakukan oleh beberapa peneliti, berikut beberapa contoh penelitian terkait. Triatmadja, dkk (2009) meneliti pengaruh porositas terhadap gaya gelombang tsunami. Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh porositas bangunan (0%, 20%, 40%, dan 60%) terhadap gaya gelombang tsunami. Makin besar porositas, maka penurunan besarnya gaya gelombang tsunami makin kecil. Lukkunaprasit, dkk (2009) juga meneliti gaya gelombang pada bangunan berlubang 25% dan 50%. Pada penelitian ini reduksi gaya akibat adanya lubang pada bangunan sebesar 15%-30%. Arnason, dkk (2009) meneliti pengaruh gelombang bore pada struktur. Penelitian ini mengukur gaya yang terjadi pada kolom berpenampang bujursangkar, lingkaran, dan bujursangkar dengan sudut 45 o. Hasil yang diperoleh, nilai koefisien hambatan (C R ) pada kolom silinder antara 1-2, C R pada kolom berpenampang bujursangkar dengan sudut 45 o berkisar 2 dan C R pada kolom berpenampang bujursangkar 2-3. Osnack, dkk (2009) meneliti efektifitas sea wall kecil dalam mereduksi gaya gelombang tsunami. Pada penelitan ini reduksi gaya gelombang tsunami berkisar 23%-84% untuk tinggi gelombang yang meningkat sampai 4 kali dari tinggi sea wall. Pradono (2008), meneliti tentang keamanan struktur dalam menahan gelombang tsunami. Pada penelitian ini menunjukkan gaya maksimum yang terjadi ketika kedalaman aliran tsunami sekitar setengah kedalaman maksimum.

Setengah kedalaman dari aliran tsunami terjadi pada saat permulaan serangan gelombang tsunami. Koji (2007), melakukan penelitian gaya gelombang pada sekelompok bangunan dengan variasi jarak bangunan dari garis pantai. Posisi bangunan ada yang diletakkan tegak lurus pantai dan ada yang membentuk sudut terhadap garis pantai. Fujima (2006) melakukan penelitian yang cukup komprehensif tentang gaya gelombang pda bangunan. Gelombang tsunami dimodelkan dengan flume yang panjangnya sekitar 11m. Walaupun panjang gelombang tsunami yang dihasilkan jauh dari kenyataan, gaya gelombang yang pertama mengenai bangunan cukup relevan dengan kondisi yang sebenarnya. Penelitian di atas menunjukkan peneliti hanya meneliti gaya gelombang tsunami pada struktur yang langsung diterjang gelombang tsunami, baik yang berupa model bangunan maupun model bangunan pelindung seperti seawall. Sebagian dari peneliti di atas menggunakan gelombang tsunami dalam bentuk gelombang bor dan sebagian lagi menggunakan gelombang tsunami dalam bentuk gelombang solitair. Pada penelitian ini, gelombang tsunami yang digunakan adalah gelombang tsunami berbentuk bor karena dibangkitkan melalui pembangkit gelombang berbasis dam break. Gelombang tsunami yang dimodelkan merupakan gelombang tsunami yang banyak dijumpai pada beberapa daerah di Indonesia. Gelombang tsunami ini juga merupakan pendekatan gelombang tsunami yang terjadi pada tunami Aceh 2004 dan pada tsunami pangandaran 2006. Gelombang tsunami yang sudah mencapai daratan kebanyakan berupa bor, sehingga pendekatan dengan menggunakan gelombang bor cocok dengan kenyataan. Penelitian kali ini bertujuan untuk memperoleh besarnya gaya gelombang tsunami pada struktur di belakang penghalang akibat bentuk penghalang yang berbeda. Bentuk penghalang akan mempengaruhi besarnya gaya gelombang tsunami yang diterima bangunan di belakanya. Besarnya gaya gelombang tsunami yang diterima bangunan dapat digunakan untuk merencanakan bangunan pelindung tsunami.

3. Karakteristik Gelombang Tsunami Gelombang tsunami merupakan gelombang panjang. Gelombang panjang adalah gelombang air yang panjang gelombangnya melebihi 20 kali kedalaman yang dilewatinya. Gelombang panjang juga seringkali disebut sebagai gelombang air dangkal, kh < /10. Gelombang panjang menjalar dengan kecepatan C gh Kecepatan gelombang adalah jarak yang ditempuh puncak gelombang tiap satuan waktu. Sifat gelombang tsunami sebagai gelombang panjang maka kecepatan jalar energi sama dengan kecepatan jalar gelombang. Akibat adanya proses shoaling, tinggi gelombang cenderung tidak menurun bahkan mungkin bertambah. Hal inilah yang menyebabkan gelombang tsunami tetap berbahaya ketika sampai di pantai meskipun gelombangnya terjadi jauh di tengah laut. Semakin besar kedalaman semakin besar kecepatan rambatnya. Efek shoaling mengakibatkan gelombang tsunami yang menjalar dari laut dalam menuju laut dangkal teramplifikasi. Fluk energi tsunami yang masuk ke suatu titik seimbang dengan fluk energi yang keluar dari titik tersebut tanpa adanya kehilangan energi atau adanya tambahan energi. Kecepatan transportasi energi di laut yang lebih dalam lebih cepat daripada di laut yang dangkal. Oleh karena itu energi tsunami di laut yang lebih dangkal lebih besar dari pada energi yang tsunami di laut yang lebih dalam. Konsekuensinya, tinggi tsunami di laut yang lebih dangkal menjadi besar. Gaya Gelombang Tsunami pada Bangunan di Belakang Penghalang Gaya gelombang tsunami pada bangunan dibelakang penghalang dihitung misalnya dengan menggunakan Persamaan (1). 1 F C f A u 2 2 Dimana F adalah gaya gelombang dibelakang penghalang, A merupakan luasan bidang terkena gelombang, adalah masa jenis air, u adalah kecepatan aliran, dan C f adalah koefisien gaya gelombang. (1)

Pada bangunan berpenghalang arah aliran tidak tegak lurus terhadap bangunan. Aliran membentuk sudut tertentu akibat adanya pengaruh penghalang di depan bangunan. Hal ini mengakibatkan kecepatan gelombang yang menabrak bangunan berubah sehingga gaya gelombang pada bangunan berpenghalang berbeda dengan gaya gelombang pada bangunan tanpa penghalang. Gaya gelombang yang diterima oleh bangunan di belakang penghalang juga akan tereduksi. Demikian juga dengan kecepatan awal gelombang akan tereduksi sebelum menghantam penghalang. Jarak antara penghalang dengan bangunan juga akan mempengaruhi gaya yang diterima bangunan di belakang penghalang. Jika penghalang letaknya jauh terhadap bangunan, maka pengaruh penghalang hampir tidak ada. 4. Metodologi Penelitian Simulasi Model Penelitian ini adalah penelitian simulasi model fisik yang dilakukan di Laboratorium Hidraulika dan Hidrologi Pusat Studi Ilmu Teknik UGM. Saluran gelombang tsunami berukuran 25 x 1.25 x 1.5 meter dilengkapi dengan pembangkit gelombang tsunami berbasis dam break. Model bangunan berbentuk kotak dan solid tanpa lubang, sedangkan bentuk penghalang berupa penghalang berpenampang bujur sangkar (dengan variasi sudut 0 o, dan 45 o ), lingkaran, elips, dan setengah elips dengan tinggi tiga kali model bangunan. Model bangunan diletakkan di tengah saluran dan penghalang dipasang pada jarak tertentu dari model bangunan. Pengukuran gaya gelombang tsunami menggunakan strain gauge yang dipasang pada model yang dihubungkan dengan komputer melalui data logger dan amplifier. Pengukuran tinggi gelombang tsunami menggunakan wave probe yang diletakkan di depan penghalang dan di depan model bangunan.

Wave probe dam break system Model bangunan penghalang Model bangunan penghalang Wave probe dam break system Arah gelombang Gambar 1. Mekanisme pembangkitan gelombang tsunami Dam break system Quick relies mecanism Gambar 2. Saluran pembangkitan gelombang tsunami Model dibuat dengan kesebangunan geometrik dengan skala 1:20. Model bangunan berupa bangunan solid berbentuk kubus dengan ukuran 20x20x20 cm. Model penghalang terdiri dari penghalang dengan penampang bujursangkar 20x20cm, lingkaran (diam eter 20 dan 40 cm), elips (20:30 dan 20:40), dan setengah elips (20:30 dan 20:40) yang memiliki tinggi 3 kali tinggi model bangunan (60cm). Simulasi tinggi gelombang ada 3 variasi, dan jarak bangunan ke penghalang 20 cm.

Kalibrasi Kalibrasi pada penelitian ini terdiri dari 2, yaitu kalibrasi strain gauge dan kalibrasi wave probe. Kalibrasi strain gauge dilakukan dengan cara memberi beban secara bertahap dan pencatatan dilakukan secara digital dengan menggunakan sensor yang telah dihubungkan dengan data loger. Kalibrasi terhadap wave probe dilakukan dengan menaikkan dan menurunkan probe pada kedalaman tertentu. Wave probe dihubungkan dengan data loger dan pencatatan dilakukan secara digital. Strain gauge 5. Hasil dan Pembahasan Bentuk Gelombang Tsunami Bentuk gelombang tsunami Gambar 3. Strain gauge dan wave probe yang dihasilkan dengan metoda pembangkit gelombang sistem dam break menghasilkan gelombang bor yang mirip dengan gelombang tsunami (Gambar 4). Wave probe Gambar 4. Gelombang tsunami di dalam saluran

Bentuk gelombang berpengaruh terhadap gaya yang bekerja pada bangunan. Gambar 5 menunjukkan tipikal bentuk gelombang tsunami yang dihasilkan oleh metoda yang digunakan. Bagian paling depan gelombang yang digunakan untuk menghitung besarnya gaya yang besar pada bangunan. Gambar 5. Tipikal front gelombang tsunami pada h = 80 cm Gaya Gelombang Tsunami pada Bangunan berpenghalang Bangunan penghalang akan mereduksi gaya gelombang tsunami yang diterima bangunan di belakangnya. Hal ini disebabkan karena ada proses difraksi dan refleksi di depan penghalang, sehingga ada sebagian gaya gelombang teredam. Saat gelombang menabrak penghalang, aliran akan dibelokkan ke kiri dan ke kanan (Gambar 6a), kemudian gelombang tertahan di depan penghalang dan terjadi refeleksi, sebagian air tetap mengalir di sebelah kiri dan kanan penghalang. Aliran mengisi kekosongan ruang di antara penghalang dan bangunan, dan menggempur bangunan yang berada di belakang penghalang Gambar 6b). a) b) Arah gelombang Gambar 6. Pola aliran saat gelombang menabrak penghalang a) aliran didepan penghalang dibelokkan b) aliran mengenai bangunan dibelakangnya

Hasil pengukuran gaya gelombang dan reduksi gaya gelombang akibat adanya penghalang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Reduksi Gaya gelombang tsunami akibat penghalang. Gaya gelombang Ratarata MODEL PENGHALANG 60 70 80 Tanpa penghalang 99.85 127.42 166.81 131.36 Reduksi Gaya (%) Bujursangkar sudut 0 o 62.01 51.90 62.44 58.78 55.25 Bujursangkar sudut 45 o 47.23 51.70 49.23 49.39 62.40 Lingkaran 20 59.45 58.05 59.76 59.09 55.02 Lingkaran 40 64.49 82.89 112.98 86.78 33.94 elips 1:2 95.88 116.68 131.39 114.65 12.72 elips 2:3 93.03 102.10 136.05 110.40 15.96 setengah elips 1-2 61.90 83.75 87.78 77.81 40.77 setengah elips 2-3 71.96 84.02 83.86 79.95 39.14 Reduksi gaya gelombang tsunami akibat adanya penghalang cukup bervariasi. Pada penghalang berpenampang bujursangkar reduksi gaya gelombang tsunami berkisar 55,25%-62,40%. Pada penghalang berpenampang lingkaran, reduksi gaya gelombang tsunami 33,94%-55,02%. Pada penghalang elips reduksi gaya gelombang tsunami 12,72%-15,96%,dan pada penghalang setengah elips reduksi gaya gelombang tsunami berkisar 29,14% -40.77%. Koefisien Gaya Gelombang Tsunami (Cf) pada Bangunan Berpenghalang Gaya seret dihitung dengan menggunakan persamaan (1) pada saat terjadinya gaya maksimum. Gaya ini terjadi pada saat front gelombang tsunami pertama kali mengenai bangunan di belakang penghalang. Penghalang yang disimulasi adalah penghalang berpenampang bujursangkar, lingkaran, elips dan setengah elips (Gambar 8). Hasil perhitungan nilai Cf disajikan pada Tabel 2. (a)

(b) (c) (d) Gambar 7. Model bangunan dengan berbagai berpenghalang saat terhantam gelombang tsunami. a) penampang lingkaran, b) penampang elips, c) penampang setengah elips, d) penampang bujur sangkar sudut 45 o Tabel 2. Nilai Cf pada bangunan bepenghalang MODEL PENGHALANG Cf Ratarata 60 70 80 Cf*/Cf Tanpa penghalang 0.631 0.666 0.715 0.671 sudut 0 0.416 0.288 0.293 0.333 2.0 sudut 45 0.274 0.320 0.233 0.276 2.4 Lingkaran 20 0.386 0.312 0.271 0.323 2.1 Lingkaran 40 0.465 0.494 0.569 0.510 1.3 elips 1:2 0.615 0.620 0.590 0.608 1.1 elips 2:3 0.600 0.545 0.614 0.586 1.1 setengah elips 1-2 0.394 0.441 0.391 0.409 1.6 setengah elips 2-3 0.459 0.444 0.374 0.426 1.6 Cf* adalan nilai Cf tanpa penghalang Dari hasil perhitungan, rata-rata nilai Cf pada bangunan solid tanpa penghalang adalah 0.671. Nilai Cf pada bangunan berpenghalang yang mendekati

nilai Cf pada bangunan tanpa penghalang adalah pada penghalang berpenampang elips (1.1x Cf tanpa penghalang). Hal ini disebabkan penghalang berbentuk elips mengarahkan aliran langsung tanpa ada yang menyebar. Sedangkan nilai Cf yang paling jauh adalah nilai Cf pada penghalang berpenampang bujursangkar 45 o (2.4x Cf tanpa peghalang). Hal ini disebabkan karena aliran mengarah ke kiri dan kanan akibat penampang sudut 45 o, dan air yang mengalir ke bangunan lebih sedikit. Hal ini juga yang mengakibatkan gaya yang di reduksi paling besar (62.4%) 6. Kesimpulan a. Koefisien gaya seret gelombang tsunami pada bangunan di belakang penghalang sangat dipengaruhi oleh bentuk penghalang. b. Reduksi gaya gelombang besar pada model penghalang berpenampang bujursangkar yaitu sebesar 55,25%-62,40% dan reduksi gaya gelombang terkecilpada model berpenghalang dengan penampang elips yaitu sebesar 12,72%-15,96%. c. Nilai Cf bangunan berpenghalang yang mendekati Cf* (tanpa penghalang) adalah bangunan berpenghalang berpenampang elips (1.1x Cf*) dan yang tertinggi adalah bangunan berpenghalang berpenampang bujursangkar 45 o (2.4x Cf*) 7. Pustaka Dean.R.G., Dalrymple. R.A., (1984), Water Wave Mechanics for Engineers and Scientists, Prentice-Hall Inc, New Jersey Fujima. K, Achmad.F, Shigihara. Y, and Mizutani.N., (2009), Estimation of Tsunami Force Acting on Rectangular Structures, Journal of Disaster Research Vol.4, No.6 Fujima K., 2006, Measurement of Wave Force Acting on Buildings, National Defense Academy of Japan, Japan Triatmadja R., Nizam, Nurhasanah A., 2009, Pengaruh Porositas Bangunan terhadap Gaya Gelombang Tsunami, Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober.