Laporan Akhir. Kata Pengantar

dokumen-dokumen yang mirip
Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

1.1 LATAR BELAKANG. Periklanan. Arsitektur BAB I PENDAHULUAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

Pemerintah Provinsi Bali

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Mata Kuliah - Advertising Project Management-

Industri Kreatif Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 2 KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

8.1. Keuangan Daerah APBD

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO EKONOMI KREATIF KOTA DEPOK 2014

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

Keuangan Daerah APBD BAB VI EKONOMI

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PARIPURNA, 20 NOPEMBER 2015 KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2016

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

mutualisme begitupun dengan para pelaku industri marmer dan onix di Tulungagung, Jawa Timur. Tentunya dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

A. Gambaran Umum Daerah

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A

DAFTAR ISI. Daftar Isi- i. Daftar Tabel... ii Daftar Grafik... iii

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB VIII EKONOMI DAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Ekonomi Kreatif

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis

NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

III. METODE PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

Transkripsi:

Laporan Akhir Kata Pengantar

Penyusunan Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Salatiga KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Penyusunan Rencana Aksi Ekonomi Kreatif Kota Salatiga yang menguraikan tentang pendahuluan; analisis kondisi umum dan potensi ekonomi kreatif, kerangka kerja pengembangan ekonomi kreatif, tujuan, sasaran dan strategi serta rencana aksi pengembangan ekonomi kreatif Kota Salatiga. Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi kreatif ini merupakan rencana pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari dokumen perencanaan pembangunan Kota Salatiga yang akan menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan pemerintah Kota Salatiga dalam menyusun rencana pembangunan, baik rencana pembangunan jangka menengah maupun perencanaan tahunan, diantaranya RPJMD, RKPD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. Rencana aksi ini juga akan menjadi acuan bagi para cendekiawan dan masyarakat dalam upaya pengembangan ekonomi kreatif di Kota Salatiga. Peran pemerintah daerah, cendekiawan dan masyarakat tersebut saling melengkapi untuk mendorong tumbuhnya usaha-usaha ekonomi kreatif di Kota Salatiga, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan rencana aksi pengembangan ekonomi kreatif Kota Salatiga ini. Kami juga mohon kritik dan saran demi perbaikan dokumen rencana aksi pengembangan ekonomi kreatif kota Salatiga ini. Harapan kami rencana aksi pengembangan ekonomi kreatif Kota Salatiga ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi SKPD dalam menyusun rencana pembangunan di Kota Salatiga pada tahun-tahun mendatang. Salatiga, 10 Desember 2010 Bappeda Kota Salatiga i

Laporan Akhir Daftar Isi

Penyusunan Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Salatiga DAFTAR ISI Bab I Pendahuluan... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Tujuan... I-2 1.3 Ruang Lingkup... I-3 1.4 Hasil yang diharapkan... I-3 1.5 Sistematika Laporan Akhir... I-4 Bab II Kondisi Daerah dan Potensi Ekonomi Kreatif Kota Salatiga... II-1 2.1 Gambaran Umum Kota Salatiga... II-1 2.2 Potensi Ekonomi Kreatif Kota Salatiga... II-13 Bab III Kerangka Kerja Pengembangan Ekonomi Kreatif... III-1 3.1 Pondasi dan Pilar Pengembangan Ekonomi Kreatif... III-1 3.2 Aktor Utama Penggerak Ekonomi Kreatif... III-3 3.3 Peran Masing-Masing Aktor Utama Penggerak Ekonomi Kreatif... III-3 Bab IV Tujuan, Sasaran Dan Strategi Serta Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif... IV-1 4.1 Arah Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia... IV-1 4.2 Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan (SWOT) Ekonomi Kreatif... IV-10 4.3 Arah Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Salatiga... IV-13 4.4 Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif... IV-17 Bab V Penutup... V-1 i

Laporan Akhir Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan bebas dan krisis ekonomi global mengharuskan setiap negara, termasuk Indonesia berupaya keras untuk dapat bersaing baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Kondisi tersebut dapat dipecahkan dengan mendorong suatu bentuk perekonomian yang lebih berdaya saing, sumber daya yang terbarukan dan berkesinambungan berbasis kreatifitas, dimana ide atau gagasan dapat memberikan kesejahteraan secara ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Pengembangan ekonomi dan ekonomi kreatif di Indonesia diperlukan agar siap memanfaatkan dan merebut peluang pasar yang semakin kompetitif. Pengembangan ekonomi kreatif merupakan pilihan tepat untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam kondisi krisis global. Ekonomi Kreatif perlu dikembangkan karena ekonomi kreatif berpotensi besar dalam memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan; menciptakan iklim bisnis yang positif; membangun citra dan identitas bangsa; berbasis pada sumberdaya yang terbarukan; menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa; dan memberikan dampak sosial yang positif. Menyadari peran penting ekonomi, Presiden RI telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional yang mulai berlaku tanggal 7 Mei 2008. Dalam Perpres tersebut, Pemerintah menetapkan beberapa kelompok industri prioritas, diantaranya adalah industri pengolahan seperti industri batu mulia dan perhiasan, industri gerabah dan keramik hias, industri minyak atsiri dan industri makanan ringan. Secara khusus, Presiden mengajak mengembangkan produk ekonomi yang berbasis seni budaya dan kerajinan, berbasis pada warisan, benda-benda sejarah dan purbakala, tradisi dan adat, sebagai titik tolak untuk meningkatkan daya saing dalam era ekonomi kreatif. Pada tanggal 22 Desember 2008 pemerintah juga telah mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif (TIK). Tujuan dari program ini adalah terbukanya wawasan seluruh pemangku kepentingan akan kontribusi ekonomi kreatif terhadap ekonomi Indonesia dan terciptanya citra bangsa yang positif. Presiden Republik Indonesia juga telah memerintahkan kepada 28 instansi pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009- I - 1

2015 melalui Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Dijelaskan dalam Inpres tersebut bahwa pengembangan kegiatan ekonomi dilakukan berdasarkan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dalam Inpres Nomor 6 tahun 2009, presiden juga mengamanatkan kepada masing-masing Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur, Bupati/Walikota untuk menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif. Pengembangan ekonomi kreatif di Kota Salatiga sangat diperlukan untuk menjawab tantangan permasalahan pembangunan, diantaranya pertumbuhan ekonomi yang relatif konstan atau bahkan cenderung rendah pasca krisis ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi, dan daya saing industri yang masih rendah. Untuk menentukan arah pengembangan ekonomi kreatif, sekaligus memenuhi Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2009, diperlukan Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Salatiga. Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Salatiga ini disusun dengan tetap mendasarkan pada arah kebijakan pembangunan ekonomi dan industri di Kota Salatiga yang telah tercantum dalam RPJMD Kota Salatiga tahun 2007-2012, dan RPJPD Kota Salatiga tahun 2005-2005, serta memperhatikan RPJM Nasional, RPJP Nasional, RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2008-2013 dan RPJPD Provinsi Jawa Tengah 2005-2025. Selanjutnya Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Salatiga ini menjadi masukan dalam menyusun RKPD, Renja SKPD dan RAPBD. 1.2 Tujuan Tujuan Penyusunan Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Salatiga adalah : 1. Menyusun arah pengembangan ekonomi kreatif di Kota Salatiga. 2. Menyusun kerangka kerja pengembangan ekonomi kreatif di Kota Salatiga. 3. Menyusun sasaran, strategi, rencana program dan kegiatan pengembangan ekonomi kreatif di Kota Salatiga. I - 2

1.3 Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diperoleh dari kegiatan Penyusunan Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Salatiga adalah : 1. Tersusunnya arah pengembangan ekonomi kreatif di Kota Salatiga sebagai pedoman bagi SKPD terkait dalam pengambilan kebijakan pembangunan daerah. 2. Tersusunnya kerangka kerja pengembangan ekonomi kreatif untuk meningkatkan partisipasi aparatur pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengembangan ekonomi kreatif di Kota Salatiga. 3. Tersusunnya strategi, rencana program dan kegiatan pengembangan ekonomi kreatif di Kota Salatiga sebagai pedoman dalam penyusunan program dan kegiatan di SKPD terkait, sehingga terjadi kolaborasi dan sinergi yang positif. 1.4 Ruang Lingkup Ekonomi Kreatif Menurut Departemen Perdagangan RI (2008) ekonomi kreatif merupakan era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonomi. Ekonomi kreatif merupakan wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas. Berkelanjutan diartikan sebagai suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumberdaya yang terbarukan. Pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumberdaya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas. Dalam ekonomi kreatif itu sendiri terdapat bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif, yaitu industri kreatif. Menurut John Howkins dalam The Creative Economy: How People Make Money From Ideas, ekonomi kreatif diartikan sebagai segala kegiatan ekonomi yang menjadikan kreativitas (kekayaan intelektual), budaya dan warisan budaya maupun lingkungan sebagai tumpuan masa depan (Warta Ekonomi, No.12/Tahun XX/9 Juni 2008). Lebih lanjut Simatupang (2007) menjelaskan bahwa ekonomi kreatif diartikan sebagai sistem kegiatan lembaga dan manusia yang terlibat dalam produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik, dan hiburan. Pelanggan mempunyai ikatan estetika, intelektual, dan emosional yang memberikan nilai terhadap produk kreatif di pasar. Menurut DCMS (Creative Digital Industries National Mapping Project ARC Centre of Excellent for Creative Industries and Innovation, 2007) industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat I - 3

individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut (BPEN/WRT/001/I/2009 edisi Januari). Hal senada juga disampaikan oleh Mohammad Adam Jerusalem (2009), bahwa industri kreatif adalah industri yang mempunyai keaslian dalam kreatifitas individual, ketrampilan dan bakat yang mempunyai potensi untuk mendatangkan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja melalui eksploitasi kekayaan intelektual. Industri Kreatif dapat diartikan pula sebagai sebuah industri yang mempunyai ide-ide baru, SDM yang kreatif dan juga mempunyai kemampuan dan bakat yang terus dikembangkan dalam menyelesaikan setiap pekerjaan (Setyoso Hardjowisastro, 2009). Cokorda Istri Dewi (2009) menjelaskan bahwa industri kreatif berasal dari ide manusia yang merupakan sumber daya yang selalu terbaharukan. Berbeda dengan industri yang bermodalkan bahan baku fisikal, industri kreatif bermodalkan ide-ide kreatif, talenta dan keterampilan. Menurut United Nations Conference on Trade and Development/UNCTAD (2008) dalam Mohammad Adam Jerusalem (2009), industri kreatif adalah : 1. siklus kreasi, produksi, dan distribusi dari barang dan jasa yang menggunakan modal kreatifitas dan intelektual sebagai input utamanya; 2. bagian dari serangkaian aktivitas berbasis pengetahuan, berfokus pada seni, yang berpotensi mendatangkan pendapatan dari perdagangan dan hak atas kekayaan intelektual; 3. terdiri dari produk-produk yang dapat disentuh dan intelektual yang tidak dapat disentuh atau jasa-jasa artistik dengan muatan kreatif, nilai ekonomis, dan tujuan pasar; 4. bersifat lintas sektor antara seni, jasa, dan industri; dan 5. bagian dari suatu sektor dinamis baru dalam dunia perdagangan. Menurut Betti Alisjahbana (2009) terdapat tiga hal potensial dalam ekonomi kreatif, yaitu Knowledge Creative (Pengetahuan yang kreatif), Skilled Worker (pekerja yang berkemampuan), Labor Intensive (kekuatan tenaga kerja) untuk dapat dipergunakan kepada begitu banyak ruang dalam industri produk kreatif yang terus berkembang di Indonesia, seperti crafts, advertising, publishing and printing, television and radio, architecture, music, design, dan fashion. Terdapat 14 (empat belas) subsektor ekonomi kreatif yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai fokus pengembangan ekonomi kreatif hingga tahun 2025, meliputi: I - 4

1. Periklanan Beberapa definisi yang dikemukakan oleh berbagai sumber mengenai sub sektor industri periklanan adalah sebagai berikut: a. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar dan majalah), dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia BPS, 2005). b. Segala bentuk pesan tentang suatu produk disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Departemen Perdagangan RI, 2007). c. Deskripsi atau presentasi dari produk ide ataupun organisasi dalam membujuk individu untuk membeli, mendukung atau sepakat suatu hal. Berdasarkan ketiga pengertian diatas, Departemen Perdagangan RI (2009) menyimpulkan bahwa sub sektor periklanan merupakan industri/jasa yang mengemas bentuk komunikasi tentang suatu produk, jasa, ide, bentuk promosi, informasi, layanan masyarakat, individu maupun organisasi yang diminta oleh pemasang iklan (individu, organisasi swasta/pemerintah) melalui media tententu (misalnya televisi, radio, cetak, digital signage, internet) yang bertujuan mempengaruhi, membujuk target individu/masyarakat untuk membeli, mendukung atau sepakat atas hal yang ingin dikomunikasikan. 2. Arsitektur Departemen Perdagangan (2009) mengidentifikasi beberapa sumber yang menjelaskan mengenai pengertian sub-sektor industri arsitektur, yaitu sebagai berikut: a. Menurut kamus Bahasa Indonesia, arsitektur diartikan sebagai seni dan ilmu membangun bangunan. Dengan kata lain arsitektur diartikan sebagai suatu pengungkapan hasrat kedalam suatu media yang mengandung keindahan. b. Menurut Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI), arsitektur didefinisikan sebagai wujud hasil penetapan pengetahuan, ilmu, teknologi, dan seni secara utuh I - 5

dalam mengubah ruang dan lingkungan binaan, sebagai bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia. c. Menurut Wikipedia, arsitektur adalah aktivitas desain dan membangun sebuah gedung serta struktur fisik lainnya, yang memiliki tujuan utama untuk menyediakan tempat berteduh bagi kepentingan sosial. d. Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (BPS, 2005), industri arsitektur adalah jasa konsultasi arsitek, mencakup desain bangunan, pengawasan konstruksi, perencanaan kota dan sebagainya. Ekonomi kreatif yang termasuk subsektor arsitektur antara lain: arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, dokumentasi lelang, dll. 3. Pasar barang seni Subsektor industri pasar barang seni dan barang antik adalah kegiatan yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang seni asli (orisinil), unik, langka dan berasal dari masa lampau (bekas) yang dilegalkan oleh undangundang (bukan palsu atau curian) serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi. Industri pasar barang seni dan barang antik tidak mengandalkan penggandaan dari kreativitas, pemilik galeri justru mengandalkan faktor kelangkaan dari barang seni tersebut dan didistribusikan melalui lelang, galeri, art shop, baik secara tradisional maupun secara online (Departemen Perdagangan, 2009). Dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (BPS, 2005), jenis usaha yang termasuk dalam sub sektor pasar seni dan barang antik yaitu kelompok usaha perdagangan eceran barang antik, seperti guci bekas, bokor bekas, lampu gantung bekas, dan meja/kursi marmer bekas. 4. Kerajinan Menurut Departemen Perdagangan (2009) sub sektor industri kerajinan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga pengrajin, berawal dari proses desain sampai dengan proses penyelesaian produknya, meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat dan kapur. I - 6

Berdasarkan hasil simposium nasional UNESCO/ITC (1997), sub sektor industri kerajinan adalah industri yang menghasilkan produk-produk, baik secara keseluruhan dengan tangan atau menggunakan peralatan biasa, peralatan mekanis, mungkin juga digunakan sepanjang kontribusi para perajin tetap lebih substansial pada komponen produk akhir. Produk kerajinan tersebut terbuat dari bahan baku dalam jumlah yang tidak terbatas, berupa produk kegunaan, estetika, artistik, kreatif, pelestarian budaya, dekoratif, fungsional, tradisional, religius dan simbol-simbol sosial. 5. Desain Subsektor industri desain adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, interior, produk, industri, pengemasan, dan konsultasi identitas perusahaan (Departemen Perdagangan, 2009). Ada tiga kelompok yang termasuk dalam subsektor desain, yaitu desain grafis/desain komunikasi visual, desain industri, dan desain interior. a. Desain grafis adalah proses kreatif yang menggabungkan seni dan teknologi dalam mengkomunikasikan suatu gagasan atau ide. Desain grafis harus bekerjasama dengan perangkat-perangkat komunikasi berupa gambar dan tipografi agar dapat menyampaikan pesan dari klien ke sasaran audiensnya. b. Desain industri adalah seni terapan yang mengkolaborasikan faktor estetika dan kegunaan dari produk yang harus dioptimalkan agar dapat diproduksi dan dijual. Desain industri berperan dalam menciptakan dan menetapkan solusisolusi desain terhadap permasalahan yang ada pada bagian teknik, faktor penggunaan, pemasaran, pengembangan merek dan penjualan. c. Desain interior adalah segala macam aktivitas yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berada didalam dimensi ruang dan dinding, jendela, pintu, dekorasi, tekstur, pencahayaan, perabotan dan furnitur dengan tujuan menciptakan ruangan yang optimal bagi penghuni bangunan yang bersangkutan. 6. Fesyen (Fashion) Subsektor fesyen adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen (Departemen Perdagangan, 2009). I - 7

7. Video, Film dan Fotografi Menurut Wikipedia (2010), video adalah teknologi pengiriman sinyal elektronik dari suatu gambar bergerak (film). Sementara itu fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya menggunakan alat berupa kamera. Subsektor industri video, film dan fotografi adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video, film. Termasuk didalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film (Departemen Perdagangan, 2009). 8. Permainan Interaktif (Interactive Games) Departemen Perdagangan (2009) mendefinisikan subsektor permainan interaktif sebagai kegiatan rekreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan dan edukasi. Permainan interaktif dilakukan secara interaktif melalui jaringan internet, sehingga dukungan ketersediaan teknologi informatikan mutlak diperlukan. Permainan interaktif didefinisikan sebagai permainan yang memiliki kriteria sebagai berikut: a. Berbasis elektronik, baik berupa aplikasi software pada komputer (online maupun stand olone), console (Playstation, XBOX, Nitendo dll), mobile handset dan arcade. b. Bersifat menyenangkan dan memiliki unsur kompetisi. c. Memberikan interaksi kepada pemain (feedback), baik antar pemain atau pemain dengan alat. d. Memiliki tujuan atau dapat membawa satu atau lebih konten atau muatan dengan pesan yang disampaikan bervariasi misalnya unsur edukasi, entertainment, promosi produk (advertisment), sampai kepada pesan yang destruktif. 9. Musik Sub-sektor musik adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan musik, reproduksi, distribusi, dan ritel rekaman suara, hak cipta rekaman, promosi musik, penulis lirik, pencipta lagu atau musik, pertunjukan musik, penyanyi, dan komposisi musik (Departemen Perdagangan, 2009). I - 8

10. Seni Pertunjukan Subsektor seni pertunjukkan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan konten, produksi pertunjukan, pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musikteater, opera, termasuk tur musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan (Departemen Perdagangan, 2009). 11. Penerbitan dan Percetakan Sub-sektor penerbitan dan percetakan adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita (Departemen Perdagangan, 2009). Lapangan usaha yang termasuk dalam subsektor penerbitan dan percetakan sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha 2005: a. Penerbitan buku, buku pelajaran, atlas/peta, brosur, pamflet, buku musik, dan publikasi lainnya. b. Penerbitan surat kabar, jurnal, tabloid, majalah umum dan teknis, komik dan sebagainya. c. Penerbitan khusus, seperti perangko, materai, uang kertas, blangko cek, giro, surat andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, paspor dan tiket pesawat terbang. d. Penerbitan lainnya, seperti penerbitan foto-foto, grafir, dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan dan barang-barang cetakan lainnya. e. Pelayanan jasa percetakan surat kabar, majalah, jurnal, buku, pamflet, peta atau atlas, poster dan lainnya, termasuk kegiatan fotokopi atau thermocopy, juga mencetak ulang melalui komputer, mesin stensil dan sejenisnya. f. Perdagangan besar lainnya yang mencakup usaha perdagangan besar komoditi hasil percetakan dan penerbitan. g. Perdagangan eceran hasil percetakan, penerbitan dan perangkat buletin, kamus, buku ilmu pengetahuan, dan buku bergambar. h. Perdagangan ekspor lainnya yang mencakup usaha mengekspor komoditi hasil percetakan dan penerbitan. i. Kegiatan kantor berita yang mencakup kegiatan pemerintah dalam usaha mencari, mengumpulkan, mengolah, sekaligus mempublikasikan berita melalui I - 9

media cetak elektronik, dengan tujuan menyampaikan kepada masyarakat sebagai informasi yang dikelola swasta. j. Pencari berita yang mencakup usaha mencari berita yang dilakukan oleh perseorangan sebagai bahan informasi. 12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak Subsektor komputer dan piranti lunak yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal (Departemen Perdagangan, 2009). 13. Televisi dan Radio Subsektor televisi dan radio yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan, penyiaran, dan transmisi televisi dan radio. Televisi dan radio dalam hal ini adalah segenap produk kreasi bahan dan materi siaran radio dan televisi serta usaha penyiarannya kepada masyarakat umum, seperti penyelenggaraan siaran TV dan siaran radio milik pemerintah/ pemerintah daerah maupun swasta di Kota Salatiga. 14. Riset dan Pengembangan Sub-sektor riset dan pengembangan merupakan kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Pengertian mengenai riset dan pengembangan dijelaskan pula dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Menurut undang-undang tersebut, penelitian diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu pengembangan diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan I - 10

teknologi yang bertujuan memanfaatkan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru. 1.5 Sistematika Sistematika penulisan laporan akhir rencana aksi pengembangan ekonomi kreatif Kota Salatiga adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, hasil yang diharapkan, dan sistematika laporan akhir. Bab II Gambaran umum Kota Salatiga, menguraikan tentang kondisi geografis, kondisi demografis, dan kondisi perekonomian daerah. Bab III Kerangka Kerja Pengembangan Ekonomi Kreatif, menguraikan tentang pengertian ekonomi kreatif; Potensi Ekonomi Kreatif Kota Salatiga; dan Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan (SWOT) Ekonomi Kreatif Kota Salatiga. Bab IV Arah, Sasaran dan Strategi serta Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif, berisi tentang arah pengembangan ekonomi kreatif indonesia; sasaran pengembangan ekonomi kreatif indonesia; sasaran dan strategi pengembangan ekonomi kreatif kota salatiga; dan rencana aksi pengembangan ekonomi kreatif Kota Salatiga. Bab V Penutup, menguraikan tentang kesimpulan dan beberapa rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam pengembangan ekonomi kreatif di Kota Salatiga. I - 11

Bab II Kondisi Daerah dan Potensi Ekonomi Kreatif Kota Salatiga Laporan Akhir

BAB II KONDISI DAERAH DAN POTENSI EKONOMI KREATIF KOTA SALATIGA 2.1 Gambaran Umum Kota Salatiga 2.1.1 Kondisi Geografis Kota Salatiga terletak antara 007.17 dan 007.17.23 Lintang Selatan, dan antara 110.27.56,81 dan 110.32.4,64 Bujur Timur. Dilihat dari topografi wilayahnya, Kota Salatiga dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu daerah bergelombang (65%), daerah miring (25%), dan daerah datar (10%). Secara administratif Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan dan 22 kelurahan dan dikelilingi wilayah Kabupaten Semarang. Gambaran Kota Salatiga secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.1 Peta Kota Salatiga II - 1

Secara rinci batas-batas wilayah Kota Salatiga adalah sebagai berikut: Sebelah utara : 1. Desa Pabelan dan Desa Pejanten Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang. 2. Desa Kesongo dan Desa Watu Agung Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Sebelah timur : 1. Desa Ujung-ujung, Desa Sukoharjo dan Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. 2. Desa Bener, Desa Tegal Waton dan Desa Nyamat Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Sebelah selatan : 1. Desa Sumogawe, Desa Samirono dan Desa Jetak Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. 2. Desa Patemon dan Desa Karang Duren Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Sebelah barat : 1. Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa Sraten dan Desa Gedongan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. 2. Desa Polobogo Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Luas wilayah Kota Salatiga pada tahun 2008 tercatat sebesar 5.678,110 hektar. Dari total luas wilayah tersebut, 798,932 hektar (14,07%) berupa lahan sawah, 4.680,195 hektar (82,43%) berupa lahan kering, dan sisanya 198,983 hektar (3,50%) adalah lahan lainnya. Menurut penggunaannya, sebagian besar lahan sawah di Kota Salatiga digunakan untuk sawah pengairan teknis (46,49%), lainnya sawah pengairan setengah teknis, sawah pengairan sederhana, dan sawah tadah hujan. Sementara itu lahan kering sebagian besar digunakan untuk pekarangan (65,85%), dan sisanya untuk tegalan (kebun). Rincian penggunaan lahan di Kota Salatiga dapat dilihat pada tabel berikut: II - 2

No Kecamatan Tabel 2.1 Penggunaan Lahan di Kota Salatiga Tahun 2004 2008 Lahan Sawah Lahan Kering Lahan Lainnya Jumlah 1. Sidorejo 388,750 1.176,359 59,611 1.624,720 2. Tingkir 315,771 703,544 35,535 1.054,850 3. Argomulyo 29,911 1.749,135 73,644 1.852,690 4. Sidomukti 64,500 1.051,175 30,193 1.145,850 Jumlah 2008 798,932 4.680,195 198,983 5.678,110 Jumlah 2007 800,932 4.681,435 198,743 5.678,110 Jumlah 2006 802.297 4.680,070 195,743 5.678,110 Jumlah 2005 803.590 4.678,777 195,743 5.678,110 Jumlah 2004 805.335 4.677,032 195,743 5.678,110 Sumber: BPS Kota Salatiga (2008). 2.1.2 Kondisi Demografis Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Salatiga sebanyak 167.033 jiwa, terdiri dari 82.541 jiwa laki-laki dan 84.492 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk Kota Salatiga pada tahun 2008 sebesar 2,703 jiwa per kilometer persegi. Dilihat dari kelompok umur, sebagian besar penduduk Kota Salatiga adalah kelompok penduduk produktif (usia 15 tahun s.d 60 tahun), yaitu sebanyak 117.186 orang (70,16%), dan lainnya penduduk non produktif (usia 0-14 tahun dan usia 60 tahun keatas) sebanyak 49.847 orang (29,84%). Jumlah penduduk Kota Salatiga tahun 2004-2008 secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kota Salatiga Tahun 2004 2008 No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah 1. 0-4 3.277 3.279 6.556 2. 5-9 6.444 6.132 12.576 3. 10-14 6.634 6.295 12.929 4. 15-19 5.585 6.287 11.872 5. 20-24 6.954 7.095 14.049 6. 25-29 9.133 9.291 18.424 7. 30-39 15.357 15.158 30.515 8. 40-49 11.995 13.007 25.002 9. 50-59 8.727 8.597 17.324 10. 60 s.d keatas 8.435 9.351 17.786 82.541 84.492 167.033 II - 3

No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah 2008 Jumlah 2007 82.762 84.499 167.261 Jumlah 2006 87.386 89.409 176.795 Jumlah 2005 87.109 89.074 176.183 Jumlah 2004 85.270 90.832 176.102 Sumber: BPS Kota Salatiga (2008). 2.1.3 Kondisi Perekonomian Daerah Pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000) Kota Salatiga dalam kurun waktu empat tahun berapa pada kisaran 4,15% - 5,39%. Pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan penurunan pada kisaran 10,68% - 12,52%. Perkembangan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 di Kota Salatiga selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Gambar 2.2 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dan Atas Dasar Harga Berlaku di Kota Salatiga Tahun 2005-2008 (%) 14,00 12,00 12,29 12,12 12,52 10,00 10,68 Persentase 8,00 6,00 4,00 4,15 4,17 5,39 4,98 PDRB ADHK tahun 2000 PDRB ADHB 2,00 0,00 2005 2006 2007 2008 Sumber: BPS Kota Salatiga (2008). Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku di Kota Salatiga dalam kurun waktu empat tahun menunjukkan peningkatan, dari sebesar Rp 1.104.131,85 juta pada tahun 2005 menjadi 1.237.905,23 juta II - 4

pada tahun 2006, sebesar 1.370.166,64 juta pada tahun 2007, dan 1.541.682,46 juta pada tahun 2008. Perkembangan PDRB Kota Salatiga atas dasar harga berlaku selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kota Salatiga Tahun 2005-2008 (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 1. Pertanian 62.547,34 65.380,02 76.343,79 85.585,96 2. Pertambangan dan Penggalian 712,06 806,35 863,62 948,29 3. Industri Pengolahan 216.927,88 229.572,93 251.617,36 273.701,34 4. Listrik, Gas & Air Minum 68.653,68 78.008,68 83.037,30 96.485,05 5. Konstruksi 57.604,25 66.557,10 74.677,07 86.218,07 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 193.552,56 216.153,57 242.100,15 279.806,09 7. Angkutan & Komunikasi 135.210,32 146.925,75 157.078,58 177.287,37 8. Lembaga Keuangan, Persewaan, dan Jasa Persewaan 115.351,36 123.711,78 137.250,66 158.613,37 9. Jasa-jasa 253.572,40 310.789,05 347.198,11 383.036,92 Jumlah 1.104.131,85 1.237.905,23 1.370.166,64 1.541.682,46 Sumber: BPS Kota Salatiga (2008). Sama seperti PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB Kota Salatiga Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000 juga menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu tahun 2005-2008. Pada tahun 2005 PDRB Kota Salatiga hanya sebesar Rp 722.063,95 juta, selanjutnya meningkat menjadi Rp 752.149,22 juta pada tahun 2006, sebesar Rp 792.680,44 juta pada tahun 2007, dan Rp 832.154,86 juta pada tahun 2008. Perkembangan PDRB Kota Salatiga secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.4 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Kota Salatiga Tahun 2005-2008 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 1. Pertanian 46.967,81 44.458,18 47.952,75 51.150,86 2. Pertambangan dan Penggalian 500,18 514,89 524,05 525,83 3. Industri Pengolahan 150.764,76 159.333,13 168.536,20 171.322,03 4. Listrik, Gas & Air Minum 35.866,17 38.088,53 39.898,17 43.952,08 5. Konstruksi 38.841,41 41.113,63 44.114,92 47.746,46 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 136.764,90 143.150,91 150.996,88 159.005,89 7. Angkutan & Komunikasi 103.368,25 111.009,76 118.950,30 127.110,14 8. Lembaga Keuangan, Persewaan, dan Jasa Persewaan 68.514,74 70.142,46 74.450,47 80.439,11 9. Jasa-jasa 140.475,73 144.337,73 147.256,70 150.902,46 Jumlah 722.063,95 752.149,22 792.680,44 832.154,86 II - 5

Sumber: BPS Kota Salatiga (2008). Dalam kurun waktu empat tahun (2005-2008) perekonomian Kota Salatiga didominasi oleh sektor industri pengolahan (kisaran 20,59% - 21,26%). Pada kurun waktu tersebut terjadi pergeseran dua sektor yang memberikan kontribusi PDRB terbesar kedua dan terbesar ketiga. Pada tahun 2005 dan 2006 sektor jasa-jasa memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap PDRB, namun pada tahun 2007 dan 2008 kontribusinya lebih rendah dibandingkan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Perkembangan kontribusi PDRB atas dasar harga konstan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Gambar 2.3 Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2005-2008 (Persen) 22,00 21,18 21,26 Persentase 21,00 20,00 19,00 18,00 20,88 19,45 19,18 18,94 19,03 19,05 18,58 20,59 19,11 18,13 Industri Pengolahan Perdagangan, Hotel & Restoran Jasa-jasa 17,00 16,00 2005 2006 2007 2008 Sumber: BPS Kota Salatiga (2008). Kontribusi sektor PDRB terhadap total PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 juga menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu didominasi oleh sektor industri pengolahan. Pada tahun 2005 dan tahun 2006 sektor jasa memberikan kontribusi terbesar kedua, namun pada tahun 2007 dan 2008 persentase kontribusi lebih rendah dibandingkan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kota Salatiga menunjukkan perkembangan yang positif. II - 6

Secara rinci perkembangan kontribusi tiga sektor PDRB terbesar adalah sebagai berikut: Gambar 2.4 Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2008 (Persen) Persentase 22,00 21,00 20,00 19,00 18,00 20,88 19,45 18,94 21,18 19,18 19,03 21,26 19,05 18,58 20,59 19,11 18,13 Industri Pengolahan Perdagangan, Hotel & Restoran Jasa-jasa 17,00 16,00 2005 2006 2007 2008 Sumber: BPS Kota Salatiga (2008). Perkembangan laju inflasi barang dan jasa di Kota Salatiga pada tahun 2008 masih tinggi, yaitu mencapai 10,20%. Kelompok jenis barang dan jasa yang berkontribusi paling tinggi terhadap laju inflasi umum adalah perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (14,02%). Inflasi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan juga tergolong tinggi, mencapai 9,81%. Secara rinci nilai inflasi per kelompok barang dan jasa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.5 Laju Inflasi menurut Kelompok Jenis Barang dan Jasa Kota Salatiga Tahun 2008 No Kelompok Jenis Barang dan Jasa Inflasi 1. Bahan makanan 9,04 2. Makanan jadi, minuman, rokok 7,69 3. Perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 14,02 4. Sandang 6,29 5. Kesehatan 5,32 6. Pendidikan, rekreasi, dan olah raga 7,54 7. Transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 9,81 Laju inflasi 10,20 Sumber: BPS Kota Salatiga (2008). II - 7

Laju inflasi di Kota Salatiga dalam kurun waktu lima tahun menunjukkan kecenderungan meningkat. Nilai inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2005, yaitu mencapai 17,8%, dan terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar 4,26%. Jika dibandingkan dengan laju inflasi nasional dan laju inflasi Kota Semarang, laju inflasi Kota Salatiga lebih tinggi, kecuali tahun 2004 dan 2008. Jika dibandingkan dengan Kota Surakarta, laju inflasi di Kota Salatiga juga lebih tinggi, kecuali tahun 2004. Kondisi ini menunjukkan bahwa dibandingkan kota-kota besar di Jawa Tengah dan Nasional, tingkat perubahan harga barang dan jasa di Kota Salatiga sangat tinggi. Perbandingan laju inflasi antara Kota Salatiga dengan Kota Semarang, Kota Surakarta dan Nasional secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.5 Grafik Perbandingan Laju Inflasi Nasional, Kota Semarang, Kota Salatiga dan Kota Surakarta 2004-2008 (%) 20 18 17,11 16,46 17,8 Inflasi (%) 16 14 12 10 8 6 4 2 11,06 6,59 6,4 6,6 10,34 10,2 6,75 7,22 6,79 6,08 5,98 4,26 13,88 6,96 6,18 5,15 3,28 2004 2005 2006 2007 2008 0 Nasional Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Sumber: BPS Kota Salatiga (2008). 2.1.4 Kondisi Keuangan Daerah Kota Salatiga memiliki kapasitas fiskal yang rendah (pendapatan daerah dibawah 800 milyar rupih), yaitu hanya Rp 302.688.638.675,00 pada tahun 2007; Rp390.721.283.861,00 pada tahun 2008, dan Rp 375.192.777.000,00. Pendapatan II - 8

daerah sebagian besar berasal dari dana perimbangan pemerintah pusat, dengan proporsi sebesar 83,7% pada tahun 2007, sebesar 70,9% pada tahun 2008, dan sebesar 78,2%. Sementara itu belanja daerah Kota Salatiga sebesar Rp 253.773.747.814,00 pada tahun 2007; Rp 368.393.972.667,00 pada tahun 2008; dan Rp 432.656.545.000,00 pada tahun 2009. Pada tahun 2007 dan 2008 sebagian besar belanja digunakan untuk belanja tidak langsung dengan proporsi mencapai 61,6% pada tahun 2007, dan sebesar 52,2% pada tahun 2008 dan sisanya digunakan untuk belanja langsung (belanja pembangunan). Pada tahun 2009 proporsi belanja langsung mengalami perbaikan yaitu mencapai 52,8%, dan sisanya untuk belanja tidak langsung. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembelanjaan keuangan daerah untuk pembangunan daerah semakin baik. Perkembangan APBD Kota Salatiga tahun 2007-2009 selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.6 Ringkasan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Salatiga Tahun 2007-2009 No Uraian 2007 R P (%) 2008 R P (%) 2009 R P (%) A PENDAPATAN DAERAH 1 Pendapatan Asli 36.192.748.028 12,0 45.149.901.979 11,6 52.053.155.000 13,9 Daerah a. Pajak daerah 7.065.860.976 22,1 7.995.573.127 17,7 8.243.033.000 15,8 b. Retribusi daerah 19.427.777.942 61,7 22.321.901.734 49,4 6.843.378.000 13,1 c. Hasil pengel. Kekada yg 684.131.589 4,0 1.451.640.514 3,2 1.637.844.000 3,1 dipisahkan d. Lain - lain PAD yang sah 9.014.977.521 37,0 13.380.786.604 29,6 35.328.900.000 67,9 2 Dana Perimbangan 253.276.996.203 83,7 277.098.276.684 70,9 293.570.138.000 78,2 a. Dana bagi hasil pajak 18.466.486.203 7,3 20.685.561.684 7,5 24.834.796.000 8,5 /Bukan Pajak b. Dana alokasi umum 212.614.000.000 83,9 225.384.715.000 81,3 236.691.342.000 80,6 c. Dana alokasi khusus 22.196.510.000 8,8 31.028.000.000 11,2 32.044.000.000 10,9 3 Lain - lain pendapatan 13.218.894.444 4,4 68.473.105.198 17,5 29.569.484.000 7,9 daerah a. Hibah 0 0,0 0 0,0 0 0,0 b. Dana darurat 0 0,0 0 0,0 0 0,0 c. Dana bagi hasil pajak dari 10.493.436.444 79,4 12.190.578.848 17,8 13.545.559.000 45,8 propinsi DL d. Bagi Hasil Lainnya 2.725.458.000 20,6 0 0,0 0 0,0 e. Pendapatan lainnya 0 0,0 4.685.093.750 6,8 0 0,0 f. Dana penyesuaian & 0 0,0 51.597.432.600 75,4 4.480.275.000 15,2 otonomi khusus g. Bantuan keuangan dari 0 0,0 0 0,0 11.543.650.000 39,0 propinsi Jumlah Pendapatan daerah 302.688.638.675 390.721.283.861 375.192.777.000 II - 9

No Uraian 2007 R P (%) 2008 R P (%) 2009 R P (%) B BELANJA DAERAH 1 Belanja Tidak Langsung 156.272.088.715 61,6 192.398.743.710 52,2 204.203.364.000 47,2 a. Belanja pegawai 144.585.251.511 57,0 181.687.845.024 49,3 184.174.595.000 42,6 b. Belanja bunga 64.036.574 0,0 0 0,00 0 0,00 c. Belanja subsidi 0 0,0 0 0,0 0 0,0 d. Belanja hibah 0 0,0 0 0,0 7.890.030.000 1,8 e. Belanja bantuan sosial 10.748.296.630 4,2 10.388.207.886 2,8 11.182.034.000 2,6 f. Belanja bagi hasil kepada 89.113.000 0,1 0 0 0 0 pemdes g. Belanja bantuan keu. Kpd 785.391.000 0,5 263.718.800 0,1 823.235.000 0,2 pemdes h. Belanja tidak terduga 0 0,0 58.972.000 0,0 133.470.000 0,0 2 Belanja Langsung 97.501.659.099 38,4 175.995.228.957 47,8 228.453.181.000 52,8 a. Belanja pegawai 0 0 0,0 17.381.655.000 7,6 b. Belanja Barang dan jasa 42.058.087.421 43,1 49.513.954.722 28,1 60.576.119.000 26,5 c. Belanja modal 55.443.571.678 56,9 126.481.274.235 71,9 150.495.407.000 65,9 Jumlah Belanja 253.773.747.814 368.393.972.667 432.656.545.000 Surplus / (Defisit) 48.914.890.861 22.327.311.194 (59.101.612.000) C PEMBIAYAAN DAERAH 1 Penerimaan 75.202.710.897 113.355.743.562 131.355.079.000 Pembiayaan Silpa tahun sebelumnya 74.926.324.197 112.742.565.630 Pencairan dana cadangan 0 0 Hasil penjualan kekada yg 0 5.617.600 dipisahkan Penerimaan pinjaman 0 0 daerah Penerimaan kembali 276.386.700 116.830.092 pemberian pinjaman daerah Penerimaan piutang 0 490.730.240 daerah 2 Pengeluaran 11.375.036.128 5.400.000.000 10.500.000.000 Pembiayaan Pembentukan dana 10.000.000.000 2.000.000.000 cadangan Penyertaan modal 406.000.000 2.000.000.000 (investasi) daerah Pembayaran pokok utang 419.036.128 0 Pemberian pinjaman 550.000.000 1.400.000.000 daerah Pembayr. utang kepada pihak ketiga Pembiayaan netto 63.827.674.769 107.955.743.562 120.855.079.000 Sisa Lebih Pembiayaan Angg. (SILPA) 112.742.565.630 130.283.054.756 63.391.312.000 Dilihat dari nilai nominalnya, pendapaten asli daerah Kota Salatiga menunjukkan peningkatan dari sebesar Rp 36.192.748.028,00 pada tahun 2007, menjadi Rp 45.149.901.979,00 pada tahun 2008, dan Rp 52.053.155.000,00 pada tahun 2009. Pada tahun 2007 dan 2008 peningkatan PAD lebih banyak disebabkan II - 10

oleh peningkatan retribusi daerah, yang sasarannya lebih banyak pada masyarakat kalangan menengah kebawah. Pada tahun 2009 kontribusi terbesar berasal dari lain-lain PAD yang sah, sedangkan retribusi daerah kontribusinya menurun. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah melakukan upaya-upaya pengurangan pengeluaran masyarakat kalangan bawah, dan meningkatkan keuntungan dari sumber-sumber pendapatan daerah yang lain, diantaranya laba BUMD. Dalam kurun waktu yang tiga tahun dana perimbangan mengalami peningkatan dari sebesar Rp 253.276.996.203,00 (2007) menjadi Rp 277.098.276.684,00 (2008) dan Rp 293.570.138.000,00 (2009). Peningkatan ini lebih banyak disebabkan oleh peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Lain-lain pendapatan daerah yang sah juga menunjukkan peningkatan dari sebanyak Rp 13.218.894.444,00 pada tahun 2007 menjadi Rp 68.473.105.198,00 pada tahun 2008, namun pada tahun 2009 menurun menjadi Rp 29.569.484.000,00. Perkembangan nilai PAD, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah Kota Salatiga selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.6 Trend Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Kota Salatiga Realisasi Tahun 2007-2009 Tingkat ketergantungan kota Salatiga terhadap pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk membiayai pembangunan masih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari dua indikator, yaitu derajat desentralisasi fiskal dan kemandirian keuangan daerah. Besarnya derajat desentralisasi fiskal Kota Salatiga pada tahun 2007 sebesar 12%, menurun pada tahun 2008 menjadi 11,6%, dan II - 11

meningkat menjadi 13,9% pada tahun 2009. Kemandirian keuangan daerah Kota Salatiga pada tahun 2007 sebesar 13,6%, menurun menjadi 13,1% pada tahun 2008, dan meningkat menjadi 16,1%. Kondisi ini menunjukkan bahwa semangat otonomi daerah untuk kemandirian keuangan daerah sesuai dengan arah kebijakan keuangan daerah dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah Kota Salatiga belum terlihat. Perkembangan derajat desentralisasi fiskal dan kemandirian keuangan daerah selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.7 Grafik Kemampuan Keuangan Daerah Kota Salatiga Tahun 2007-2009 Proporsi belanja langsung (belanja pembangunan) pada tahun 2007 dan 2008 masih lebih rendah dibandingkan belanja tidak langsung, namun pada tahun 2009 proporsinya lebih tinggi dibandingkan belanja tidak langsung. Proporsi belanja langsung menunjukkan peningkatan dari sebesar 38,4% pada tahun 2007 menjadi 47,8% pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 mencapai 52,8%. Perkembangan proporsi belanja langsung dan belanja tidak langsung dapat dilihat pada gambar berikut: II - 12

Gambar 2.8 Grafik Proporsi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung Kota Salatiga Tahun 2007-2009 2.2 Potensi Ekonomi Kreatif Kota Salatiga Kota Salatiga sebagai salah satu dari enam kota di Jawa Tengah, memiliki potensi untuk mengembangkan ekonomi kreatif bagi perkembangan perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Potensi ekonomi kreatif yang terdapat di Kota Salatiga dapat dirinci berdasarkan sub-sektor, sebagai berikut : 1. Periklanan Usaha yang khusus menangani jasa periklanan di Kota Salatiga belum begitu menonjol. Usaha pembuatan media iklan sebagian besar masih tergabung dengan usaha percetakan (poster, leaflet, spanduk, baliho dan sebagainya). Usaha biro iklan dan penyedia media iklan (kolom iklan) yang diselenggarakan oleh pengusaha lokal juga belum begitu terlihat. Hal ini salah satunya disebabkan di Kota Salatiga tidak memiliki koran harian, penerbitan majalah dan media TV. Sebagian besar media massa yang beredar di Salatiga berasal dari kota besar, seperti Semarang, Jakarta dan Surabaya serta Surakarta. II - 13

2. Arsitektur Perkembangan arsitektur di Kota Salatiga belum begitu berkembang. Jumlah perusahaan yang bergerak dalam bidang arsitektur di Kota Salatiga hanya sebanyak 1 unit, yaitu PT. 3 Indonesia Dea. Kondisi ini menunjukkan bahwa desain arsitektur bangunan di Kota Salatiga masih bergantung jasa perusahaan arsitektur dari kota lain disekitarnya, seperti Kota Semarang, Jakarta, Surabaya dan Kota Surakarta. 3. Pasar barang seni Keberadaan pasar barang seni (lukisan, patung, keramik dan lain-lalin) serta barang antik seperti galeri seni di Kota Salatiga belum ada. Selama ini perdagangan kerajinan barang seni, galery dan barang antik dilakukan di kota lain secara perseorangan yang memiliki hobby sama. 4. Kerajinan Kota Salatiga memiliki berbagai potensi kerajinan yang potensial untuk terus dikembangkan menjadi produk-produk kreatif sehingga memiliki nilai jual tinggi dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kerajinan tersebut antara lain kerajinan kaca, kerajinan bambu, kerajinan batu pahat, kerajinan emas, dan kerajinan aksesoris cina. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Salatiga, jumlah usaha kerajinan kaca sebanyak 1 unit dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 2 orang dan modal usaha sebesar 20 juta rupiah. Usaha kerajinan bambu sangat berkembang di Kota Salatiga dengan jumlah usaha mencapai 105 unit yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 142 orang, dan modal kerja sebesar 113 juta rupiah. Kerajinan bambu di Kota Salatiga berada di Dukuh Karangpete Kelurahan Kotawinangun Kecamatan Tingkir. Produk yang dihasilkan antara lain sumpit, vas bunga, anyaman kere untuk pelindung panas, hingga hiasan berbentuk hewan seperti bebek, pinguin, kucing dan kiwi, atau sesuai dengan pesanan. Pemasarannya meliputi wilayah Pulau Jawa bahkan pernah menerima pesanan dari korea selatan. II - 14

Gambar 3.1 Kerajinan Bambu Kota Salatiga Usaha kerajinan batu Bong Pay adalah kerajinan batu pahat atau ukir dengan berbagai ornament untuk hiasan interior maupun eksterior yang biasanya dipakai pada pemakaman cina. Usaha kerajinan batu Bong Pay di Kota Salatiga sebanyak 10 unit dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 32 orang, dan modal sebesar Rp 360 juta. Kerajinan ini berada di sepanjang jalan Fatmawati Kelurahan Blotongan Kecamatan Sidorejo. Pemasarannya selain di Salatiga dan sekitarnya juga menjangkau beberapa daerah di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakarta, juga ekspor ke luar negeri. Gambar 3.2 Hasil Kerajinan Batu Pok Pay di Kota Salatiga II - 15

Gambar 3.3 Kerajinan Aksesoris China Kota Salatiga 5. Desain Usaha desain di Kota Salatiga meliputi desain grafis, desain web, dan desain interior. Jumlah masing-masing jenis desain belum terdata secara jelas oleh pemerintah Kota Salatiga. Namun demikian, dilihat dari informasi di media informasi internet perkembangan usaha desain ini sudah cukup berkembang. Gambar 3.4 Hasil Desain website oleh Rimlight Design Kota Salatiga 6. Fesyen (Fashion) Fesyen di Kota Salatiga sangat berkembang, diantaranya pembuatan aksesoris pakaian, pembuatan pakaian jadi, pembuatan sepatu dan sandal, dan pembuatan batik. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Salatiga pada tahun 2009 terdapat sebanyak 7 unit usaha dibidang aksesoris II - 16

fesyen, dengan penyerapan tenaga kerja sejumlah 31 orang dan modal usaha sebesar 170 juta rupiah. Usaha pembuatan pakaian jadi di Kota Salatiga sebanyak 6 unit usaha dengan tenaga kerja sebanyak 24 orang dan modal sebesar Rp. 150 juta. Di Kota Salatiga terdapat 2 perusahaan konveksi besar, yaitu PT. Damatex dan PT. Timatex. Sentra industri konveksi skala kecil terdapat di Kecamatan Tingkir. Jenis produk-produk industri konveksi Kota Salatiga antara lain celana hawai (celana pendek bersaku banyak), aneka pakaian anak dan dewasa, sprei, sarung bantal, dan guling. Gambar 3.5 Produk Konveksi Kota Salatiga Jumlah usaha pembuatan sepatu dan sandal kulit di Kota Salatiga sebanyak 3 unit dengan tenaga kerja sebanyak 6 tenaga kerja dan modal usaha sebesar 30 juta rupiah. Usaha pembuatan sepatu dan sandal kulit ini memiliki kualitas yang bagus dari kulit asli, namun wilayah pemasarannya masih terbatas di Kota Salatiga, belum dapat menjangkau kabupaten lain di sekitarnya. Gambar 3.6 Poduk Sepatu, Sandal dan Tas Kulit Salatiga II - 17