BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri"

Transkripsi

1 BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri internal manusia yang berkaitan dengan aspek orisinalitas, imajinasi, aspirasi, kecerdasan, dan daya cipta. Setiap masyarakat memiliki modal budaya takbenda yang diartikulasikan melalui bentuk fisik dan nonfisik. Pemanfaatan kreativitas manusia telah berkembang lebih jauh pada saat ini, karena persentuhan antara kreativitas, kebudayaan dan ekonomi. Hal ini diistilahkan dengan ekonomi kreatif yang berintikan industri kreatif. Paradigma baru ini diperkuat dengan kemudahan akses informasi di dunia yang semakin terglobalisasi. Kemajuan teknologi dan informasi yang dialami sebuah negara dapat dengan mudah dan cepat ditransfer ke negara lain. Sesuatu yang tengah menjadi tren dan digemari di sebuah negara dapat dengan relatif mudah diadopsi oleh negara lain. Globalisasi akibat dorongan kemajuan teknologi dan informasi telah menciptakan interkoneksi antarmanusia sedemikian rupa sehingga mengubah karakter, gaya hidup, serta perilaku masyarakat. Selera masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi maupun yang dikonsumsinya pun mengalami perubahan. Perubahan ini berlangsung dengan cepat dan semakin bertambah cepat dari hari ke hari. Perubahan yang berlangsung cepat menuntut manusia merespon dengan cepat supaya tidak tertinggal. Di sinilah peranan kreativitas dan inovasi sangat diperlukan. Manusia yang kreatif dan inovatif akan bisa merespon perubahan dengan cepat yang kemudian menyesuaikan diri dengan cepat pula, 1

2 sehingga bisa mendapatkan keuntungan karenanya. Lebih jauh lagi, perubahan selera masyarakat membuat barang atau jasa yang dikonsumsi bukan lagi hanya dipandang dari fungsi primernya saja, tetapi ada tuntutan akan nilai-nilai tambah tertentu yang menjadikan sebuah barang atau jasa memiliki keunikan. Sebagai contoh, jika dahulu pakaian hanya memiliki manfaat primer yakni sebagai pelindung tubuh, sekarang pakaian bukan lagi hanya memiliki fungsi primer saja, tetapi memiliki nilai tambah lain, yakni menjadi bagian dari gaya hidup di mana kreasi pakaian yang unik akan memiliki nilai ekonomi tertentu dan bisa menjadi industri yang berkontribusi besar bagi perekonomian negara. Keunikan yang memunculkan nilai tambah ini membutuhkan kreativitas dan inovasi dari para pembuatnya. Keunikan-keunikan yang terkandung pada barang atau jasa inilah yang bisa diberi identitas produk industri kreatif. UNCTAD dan UNDP mempublikasikan laporan bersama yang berjudul Creative Economy Report 2008 (The Challenge of Assessing the Creative Economy towards Informed Policy-Making) pada tahun Laporan ini memberikan data bahwa selama periode waktu tahun , perdagangan barang-barang dan jasa kreatif telah meningkat pesat sekitar 8,7 persen per tahun. Perkiraan yang dilakukan menunjukkan ekspor produk-produk kreatif nilainya telah meningkat dari sebesar USD 227,5 miliar di tahun 1996 menjadi USD 424 miliar di tahun Pertumbuhan yang lebih tinggi terjadi pada sektor jasa kreatif yang mengalami laju pertumbuhan 8,8 persen selama periode waktu tahun Produk desain menempati urutan teratas dalam kontribusi terhadap 2

3 total ekspor barang dan jasa kreatif, sedangkan jasa media menempati urutan terkecil. Lebih jauh peranan negara-negara maju dalam hal ekspor produk kreatif lebih besar dibandingkan dengan negara berkembang dan negara yang masih berada dalam masa transisi ekonomi. Namun demikian, negara berkembang tampak lebih unggul dalam hal ekspor produk seni dan kerajinan dibandingkan dengan negara maju, pada sisi lain negara maju tampak jauh lebih unggul dalam hal ekspor audiovisual, musik, publishing dan visual arts. Dalam konteks sesama negara berkembang untuk ekspor produk kreatif, Indonesia berada di urutan 10 besar. Sementara itu posisi teratas ditempati oleh China. Porsi Indonesia dalam hal ekspor produk kreatif di dunia di tahun 2005 baru mencapai 0,84 persen dengan laju pertumbuhan antara tahun mencapai 0,1 persen. Dekomposisi ekspor produk kreatif menunjukkan bahwa khususnya pada ekspor barang seni dan kerajinan Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat yakni mencapai 14,2 persen, meskipun dengan porsi pasar yang masih sekitar 1,14 persen dan berada dalam urutan ke-10 di antara negara berkembang yang termasuk pengekspor terbesar lainnya pada tahun Dalam hal visual art Indonesia berada dalam urutan ke-7 dan untuk kategori publishing material, Indonesia berada dalam urutan ke-8 dengan laju tumbuh yang bernilai negatif yaitu -3,6 persen. Dalam hal ekspor desain, Indonesia berada dalam rangking 8 dengan porsi terhadap pasar ekspor dunia mencapai 0,8 persen dan laju tumbuh mencapai 0,9 persen (UNCTAD, 2008). Perkembangan terbaru perdagangan barang dan jasa kreatif dunia diperoleh dari laporan bersama UNDP dan UNESCO pada tahun Pada laporan yang 3

4 berjudul Creative Economy Report 2013 Special Edition (Widening Local Development Pathways), perdagangan barang dan jasa kreatif dunia terhitung sebesar USD 624 miliar pada tahun 2011, naik dari USD 559 miliar pada tahun Ekspor dunia untuk barang dan jasa seperti seni dan kerajinan, buku, karya grafis dan desain interior, fesyen, film, musik, media baru, media cetak, visual, serta produk audiovisual naik dari USD 536 miliar pada tahun 2009 menjadi sebesar USD 559 miliar pada tahun Secara keseluruhan, perdagangan produk kreatif dunia naik lebih dari dua kali lipat dari tahun Tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata selama periode itu 8,8 persen. Pertumbuhan ekspor negara berkembang lebih besar lagi, rata-rata 12,1 persen per tahun untuk periode tersebut. Di Indonesia, ekonomi kreatif merupakan sebuah era baru ekonomi setelah ekonomi pertanian, ekonomi industri, ekonomi informasi, yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Ekonomi kreatif ini digerakkan oleh industri kreatif yang didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, bakat individu untuk menciptakan lapangan pekerjaan melalui penciptaan untuuk memanfaatkan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Indonesia telah menjadikan ekonomi kreatif sebagai salah satu sektor pembangunan yang ditunjukkan dengan dikeluarkannya laporan Studi Industri Kreatif Indonesia 2007 pada tahun 2008 oleh Kementerian Perdagangan, dan Instruksi Presiden No.6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif yang 4

5 menginstruksikan kepada seluruh instansi dan lembaga pemerintah yang terkait pengembangan ekonomi kreatif untuk mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia yang terdiri dari 14 sektor industri kreatif. Mengacu pada Instruksi Presiden No.6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, maka ekonomi kreatif Indonesia dikelompokkan menjadi: (1) arsitektur; (2) desain; (3) fesyen(mode); (4) film, video, dan fotografi; (5) kerajinan; (6) musik; (7) pasar seni dan barang antik; (8) penerbitan dan percetakan; (9) periklanan; (10) permainan interaktif; (11) penelitian dan pengembangan; (12) seni pertunjukan; (13) teknologi informasi dan piranti lunak; dan (14) televisi dan radio. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengeluarkan laporan tentang industri kreatif Indonesia yang berjudul Ekonomi Kreatif, Kekuatan Baru Indonesia 2025 pada tahun Di laporan ini disebutkan ekonomi kreatif Indonesia selama periode , rata-rata menyumbang 7,8 persen terhadap pendapatan domestik bruto Indonesia. Kontribusi sektor ekonomi kreatif masih relatif lebih rendah dibandingkan kontribusi sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan dan restoran, ataupun sektor jasa, namun lebih tinggi dibandingkan sektor pertambangan dan penggalian, keuangan, serta pengangkutan dan informasi. Nilai tambah yang dihasilkan oleh ekonomi kreatif juga mengalami peningkatan setiap tahun. Nilai tambah ekonomi kreatif mencapai Rp641,8 triliun pada tahun 2013 dengan pertumbuhan sekitar 5,76 persen, di atas pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih; pertambangan dan penggalian; pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan; jasa-jasa; dan industri pengolahan. 5

6 Pertumbuhan PDB industri kreatif juga di atas pertumbuhan PDB nasional. PDB ekonomi kreatif disumbang sebagian besar dari subsektor kuliner (32,5 persen); fesyen (28,3 persen); kerajinan (14,4 persen); dan penerbitan dan percetakan (8,11 persen). Laporan ini juga memberikan data bahwa industri kreatif Indonesia berkontribusi sebesar 10,72 persen terhadap total penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian pada tahun Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan tahuntahun sebelumnya. Penyerapan tenaga kerja yang cukup besar ini didorong oleh peran industri kreatif yang relatif penting dalam perekonomian. Pada tahun yang sama, jumlah industri kreatif tercatat sebanyak 5,4 juta usaha yang menyerap angkatan kerja sebanyak 11,8 juta orang. Patut dicatat bahwa berdasarkan estimasi ini, kontribusi penyerapan tenaga kerja ekonomi kreatif relatif sama dalam beberapa tahun terakhir, mengikuti tren penyerapan tenaga kerja nasional, pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sedikit melambat. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pada tahun 2011 sebesar 1,46 persen, pada tahun 2013 melambat hingga 0,62 persen. Namun demikian, dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penyerapan tenaga kerja nasional, pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor ekonomi kreatif masih lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga kerja nasional yang justru mengalami perlambatan sebesar 0,01 persen pada tahun Beberapa subsektor dalam ekonomi kreatif seperti kuliner, kerajinan dan mode adalah subsektor kreatif yang padat tenaga kerja, yaitu memiliki rata-rata penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan subsektor lainnya. 6

7 Sembilan puluh persen penyerapan tenaga kerja dalam industri kreatif dikontribusikan oleh tiga subsektor yaitu subsektor fesyen (32,33 persen), kuliner (31,48 persen) dan kerajinan (26,2 persen), sementara sisanya dikontribusikan oleh dua belas subsektor lainnya. Total jumlah usaha di Indonesia yang bergerak dalam industri kreatif sangatlah besar yang sebagian besar adalah UKM. Pada tahun 2013 mencapai 5,4 juta unit usaha yang merupakan lapangan usaha terbesar ke-3 di bawah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan (31 juta unit usaha); serta perdagangan hotel dan restoran (10 juta unit usaha). Dari 15 subsektor ekonomi kreatif, sebagian besar usaha kreatif bergerak di subsektor kuliner (3 juta unit usaha), fesyen (1,1 juta unit usaha) dan kerajinan (1 juta unit usaha). Berdasarkan hasil studi Departemen Perdagangan (2008b) terkait industri kreatif Indonesia dengan menggunakan indikator berbasis pada variabel makro yang meliputi PDB dan ketenagakerjaan, serta variabel mikro yang mencakup aktivitas perusahaan dan dampak terhadap sektor lainnya (baik angka pengganda maupun linkage antarsektor) terdapat tujuh sektor industri kreatif indonesia yang dapat dijadikan pilihan untuk dikembangkan lebih lanjut ialah arsitektur, fesyen, periklanan, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, riset dan pengembangan, serta kerajinan. Apabila melihat klasifikasi industri ke tujuh sektor tersebut, maka yang termasuk dalam industri pengolahan adalah sektor industri fesyen dan sektor industri kerajinan. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu mengenai industri kreatif Indonesia dan TFP belum 7

8 banyak dilakukan, beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 1.1 Hasil Penelitian Terdahulu Terkait dengan Industri Kreatif dan TFP No Penulis Alat Analisis Kesimpulan 1. Fariani (2009) Analisis input output 2. Riyanto (2009) Analisis struktur, perilaku, dan kinerja 3. Putra (2009) Analisis struktur, perilaku, dan kinerja Industri kreatif di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2007 memberikan kontribusi sebesar 89,813 triliun rupiah atau 15,52 persen terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta. Dibandingkan dengan nilai industri kreatif nasional pada tahun 2006 sebesar Rp 104,638 triliun rupiah, maka nilai industri kreatif Indonesia paling besar berasal dari Provinsi DKI Jakarta. Penelitian mengklasifikasikan sektor industri k reatif di Provinsi DKI Jakarta b e r d a s a r k a n yang mempunyai nilai angka pengganda tinggi, yang memiliki dampak pengganda tinggi, yang mempunyai angka pengganda tinggi tetapi belum mempunyai dampak pengganda tinggi. Keberadaan industri kreatif di Indonesia pada dasarnya telah menyatu dengan berbagai sektor industri yang sudah ada. Pemerintah Indonesia mencanangkan tahun 2009 sebagai tahun Industri Kreatif, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur pasar, perilaku kerjasama, serta kinerja dari industri yang tergolong baru di Indonesia ini dengan pendekatan analisis SCP (Structure- Conduct-Performance). Dengan menggunakan data panel dari 42 industri kreatif di Indonesia tahun 2000 dan 2005 dan metode random effect model, penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara struktur, perilaku, terhadap kinerja industri kreatif yang lebih baik dibanding dengan industri manufaktur. Penelitian ini menganalisis kinerja industri kerajinan di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan adalah data panel dari tahun untuk 30 kelompok industri kerajinan. Hasil analisis memperlihatkan bahwa kinerja industri kerajinan dalam periode dapat dilihat dari ratarata nilai PCM (keuntungan atas biaya langsung) sebesar 27,78 persen dan nilai rata-rata XEFF (efisiensi) sebesar 108,93 persen. Disimpulkan bahwa industri kerajinan merupakan industri yang sangat efisien di mana nilai tambah pada setiap barang yang dihasilkan sangat tinggi. Berdasarkan hasil analisis panel data dengan menggunakan Hausman test, pemilihan model ini kemudian digunakan untuk mengestimasi nilai PCM. 8

9 4. Eskani (2009) Regresi data panel, growth accounting 5. Kamil (2012) Analisis struktur, perilaku, dan kinerja 6. Gunanto (2012) Regresi data time series, growth accounting Berdasarkan estimasi tersebut, seluruh variabel yang digunakan, yaitu Growth (pertumbuhan nilai produksi), LnPROD (produktivitas) dan XEFF berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen. LnPROD dan XEFF berpengaruh positif sedangkan Growth berpengaruh negatif. Di antara seluruh variabel yang berpengaruh terhadap PCM adalah XEFF yang merupakan perbandingan antara nilai tambah dan biaya input. Dapat disimpulkan bahwa hal utama yang harus ditingkatkan dalam industri kerajinan adalah efisiensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode , besarnya TFP rata-rata sektor industri pengolahan besar dan sedang di Indonesia adalah 1,39 yang berarti output yang dihasilkan sebesar 1,39 kali dari total input yang digunakan. Hasil analisis growth accounting menunjukkan bahwa pertumbuhan TFP rata-rata adalah 1,52 persen dengan kontibusi terhadap pertumbuhan output sebesar 5 persen sehingga kapital memberikan peran yang paling besar dalam pertumbuhan output industri pengolahan besar dan sedang di Indonesia dibandingkan dengan pertumbuhan TFP dan tenaga kerja. Berdasarkan nilai TFP dan pertumbuhannya tersebut dapat diketahui subsektor industri yang produktivitasnya tinggi dan berteknologi maju, yaitu subsektor industri makanan dan minuman, industri tembakau, industri kertas dan barang dari kertas, industri kendaraan bermotor dan industri alat angkut. Peran industri kreatif indonesia dilihat dari tenaga kerja dan tingkat produktivitas pekerja industri kreatif pada tahun cukup baik. Hal ini terlihat dari tingginya penyerapan tenaga kerja dari sektor industri kreatif, memiliki nilai tambah dan tingkat pertumbuhan produktivitas yang tinggi. Sesuai dengan karakteristik industri kreatif, yaitu industri berbasis pada intelektualitas SDM. Analisis tren kinerja yang merupakan proksi dari produktivitas industri kreatif menunjukkan rata-rata tren yang meningkat. Faktor yang berpengaruh terhadap kinerja industri kreatif Indonesia yang diproduksikan produktivitas secara signifikan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, upah untuk pekerja dan kandungan input lokal. Sementara itu kosentrasi rasio tidak berpengaruh secara signifikan tetapi mempunyai korelasi positif terhadap kinerja industri kreatif Indonesia Dengan menggunakan data time series Provinsi Jambi tahun diperoleh hasil penelitian sebagai berikut. (1) Rata-rata pertumbuhan TFP adalah 2,907 persen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ruang bagi kemajuan teknologi dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi. (2) Rata-rata kontribusi pertumbuhan TFP terhadap 9

10 7. Aisah (2014) Regresi data time series, growth accounting 8. Awalia (2015) Regresi data panel pertumbuhan ekonomi adalah 49,17 persen. Hal ini menunjukkan pentingnya pertumbuhan TFP terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi. (3) Dari analisis korelasi diperoleh kesimpulan bahwa skala ekonomi menentukan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja, kemajuan teknologi bergerak ke arah yang sama dengan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja, dan perdagangan luar negeri berkorelasi sangat lemah dengan kemajuan teknologi di Provinsi Jambi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Total Factor Productivity Provinsi Jawa Barat sebagai Provinsi dengan share PDRB terbesar ketiga di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series Provinsi Jawa Barat Tahun , yang dianalisis menggunakan teknik ekonometrika. Alat analisis yang digunakan adalah regresi dan perhitungan pertumbuhan dengan metoda growth Accounting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan TFP selama Tahun sebesar 0,64 persen dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi diperiode yang sama sebesar 4,8 persen. Pertumbuhan TFP selama periode penelitian berkontribusi sebesar 13,26 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara itu pertumbuhan kapital dan tenaga kerja masingmasing berkontribusi sebesar 81,86 persen dan 4,89 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari analisis pertumbuhan TFP sektor-sektor ekonomi, diperoleh hasil bahwa pertumbuhan TFP di semua sektor bernilai negatif, kecuali untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran yang bernilai 0,09 persen. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa pertumbuhan TFP yang positif menunjukkan kemajuan teknologi cukup berperan dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat, salah satunya karena tingginya akumulasi kapital yang berdampak pada adanya transfer teknologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subsektor industri kreatif dengan kontribusi paling tinggi yaitu fesyen dan kerajinan. Pada tahun 2013, subsektor industri fesyen menyumbang PDB sebesar 65.1 triliun rupiah (42.2 persen), menyerap tenaga kerja sebanyak 3.8 juta orang (47.2 persen), menyumbang ekspor sebesar 76.7 triliun (71.7 persen), dan memiliki jumlah usaha sebanyak 1.1 juta unit (46.5 persen). Selanjutnya, subsektor industri kerajinan menyumbang PDB sebesar 25.4 triliun rupiah (15.1 persen), menyerap tenaga kerja sebanyak 3.1 juta orang (38.2 persen), menyumbang ekspor sebesar 21.7 triliun (20.3 persen), dan memiliki jumlah usaha sebanyak 1 juta unit (45.2 persen). Sementara itu, subsektor dengan kontribusi terendah yaitu pasar barang seni, periklanan, dan seni pertunjukan dengan kontribusi 10

11 yang belum mencapai 1 persen. Berdasarkan perhitungan TFP, terdapat 4 subsektor industri kreatif yang memiliki tren pertumbuhan teknologi yang negatif, yaitu arsitektur, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak, serta riset dan pengembangan. Selanjutnya, hasil regresi model PDB industri kreatif Indonesia menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja, pendidikan (jumlah SMK dan perguruan tinggi), pertumbuhan TFP, dan dummy kebijakan pembentukan Kemenparekraf berpengaruh nyata secara positif terhadap PDB industri kreatif Indonesia, sedangkan jumlah usaha tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis yang terakhir yaitu uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas dua arah antara PDB dan ekspor industri kreatif Indonesia. Dengan demikian, mendukung hipotesis bahwa PDB industri kreatif dalam negeri dan ekspor saling mempengaruhi. Perbedaan mendasar penelitian ini dengan penelitian yang tersebut di atas adalah pemilihan jenis sektor industri, periode waktu penelitian dan metodologi penelitian yang digunakan. Kelebihan penelitian ini adalah penggunaan prosedur regresi data panel yang lebih komprehensif. 1.3 Rumusan Masalah Selama ini beberapa kajian industri kreatif Indonesia sudah dilakukan oleh berbagai pihak terkait, namun dibutuhkan lebih banyak lagi data, informasi, dan kajian yang lebih mendalam untuk memperkaya pemahaman tentang industri kreatif Indonesia. Penelitian ini memilih kajian aspek produktivitas sektor industri fesyen dan kerajinan Indonesia melalui perhitungan Total Factor Productivity (TFP) dan pertumbuhannya yang belum pernah dilakukan sebelumnya. 1.4 Pertanyaan Penelitian berikut. Berdasarkan rumusan masalah di atas, perlu diketahui hal-hal sebagai 11

12 1. Berapa besarnya nilai TFP subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan di Indonesia tahun ? 2. Berapa pertumbuhan TFP dan kontribusi faktor-faktor produksi yaitu kapital, tenaga kerja dan TFP terhadap pertumbuhan output subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan di Indonesia tahun ? 3. Subsektor industri mana yang mempunyai produktivitas tinggi berdasarkan besarnya TFP dan pertumbuhannya. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menghitung besarnya nilai TFP subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan di Indonesia tahun Menghitung besarnya pertumbuhan TFP dan kontribusi faktor-faktor produksi yaitu kapital, tenaga kerja dan TFP terhadap pertumbuhan output subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan di Indonesia tahun Menentukan subsektor industri yang mempunyai produktivitas tinggi berdasarkan besarnya TFP dan pertumbuhannya. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Memberikan masukan bagi Pemerintah Indonesia tentang karakteristik pertumbuhan subsektor industri pada sektor industri fesyen dan kerajinan 12

13 Indonesia. Hal ini bertujuan supaya Pemerintah Indonesia bisa menyusun strategi kebijakan yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan subsektor ini sebagai bagian dari pengembangan industri kreatif Indonesia. 2. Menjadi masukan bagi para praktisi pada sektor industri fesyen dan kerajinan tentang karakteristik pertumbuhan industri untuk dapat membantu menentukan langkah meningkatkan kinerja usaha. 3. Menjadi bahan referensi bagi pihak lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai TFP dan industri kreatif. 1.7 Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan, dalam bab ini dideskripsikan mengenai latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penelitian. Bab 2 Survei Literatur yang memuat landasarn teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab 3 Metodologi Penelitian, memuat metode pengumpulan data, definisi operasional, model penelitian, instrument penelitian, dan metode analisis data. Bab 4 Analisis, memuat analisis dan pembahasan. dan Bab 5 Simpulan dan Saran, memuat simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran. 13

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga sebagai penghasil sumber daya alam yang melimpah, terutama di sektor pertanian dan perkebunan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan menjadikan segala sektor di Indonesia mengalami persaingan yang lebih ketat terutama sektor industri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, adalah menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini menginstruksikan: Kepada : 1. Menteri

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan banyaknya kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak terjadinya suatu kelangkaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekonomi kreatif yang digerakkan oleh industri kreatif, didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia telah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan jatuhnya perekonomian nasional. Banyak usaha-usaha skala besar pada berbagai sektor termasuk industri, perdagangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peradaban ekonomi dunia terbagi dalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern sekarang ini, industri memiliki peran yang besar dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Khususnya di Indonesia yang sering di bahas oleh

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Total Factor Productivity (TFP)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Total Factor Productivity (TFP) BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Total Factor Productivity (TFP) Provinsi Jawa Barat tahun 1987-2012 yang telah dibahas di bab sebelumnya, dapat ditarik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang, termasuk pembangunan di bidang ekonomi adalah sektor perindustrian. Dalam era globalisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam rencana pengembangan industri kreatif Indonesia tahun 2025 yang dirumuskan oleh Departemen Perdagangan RI dijelaskan adanya evaluasi ekonomi kreatif. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 LATAR BELAKANG

BAB 1 LATAR BELAKANG BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Pemilihan Usaha Definisi Ekonomi Kreatif menurut Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia adalah penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan zaman saat ini yang ada di Indonesia telah banyak sekali pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi pengembangan industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan A. Dari hasil Analisa Input Output 1. Dari analisa input output yang dilakukan, maka nilai Industri Kreatif di DKI Jakarta pada Tahun 2007 memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan modal kreatifitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Presiden Susilo Bambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari bisnis itu sendiri. Menurut Peter Drucker (1954) 2 fungsi dalam bisnis itu adalah marketing dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis perekonomian global yang dampaknya dirasakan oleh seluruh dunia saat ini. Tidak ada satu

Lebih terperinci

INDUSTRI KREATIF: MOTOR PENGGERAK UMKM MENGHADAPI MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN. Vita Kartika Sari 1 ABSTRAK

INDUSTRI KREATIF: MOTOR PENGGERAK UMKM MENGHADAPI MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN. Vita Kartika Sari 1 ABSTRAK INDUSTRI KREATIF: MOTOR PENGGERAK UMKM MENGHADAPI MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN Vita Kartika Sari Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS Surakarta E-mail: kartikavirgo@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 berisikan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang diangkatnya penelitian ini, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika dalam penulisan laporan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah ekonomi di dunia tergambar sejak revolusi industri di Inggris antara tahun 1750-1850 masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin industri yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran Era Pertanian ke Era Industrialisasi dan semakin majunya Era komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari seluruh pola pikir dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. A 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis 21 sektor perekonomian pada tabel Input-Ouput Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 dan 2008 pada penelittian ini, beberapa kesimpulan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri yang besar di dunia dan salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini dunia telah memasuki era industri pada gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di negara-negara maju sendiri mereka

Lebih terperinci

Industri Kreatif Jawa Barat

Industri Kreatif Jawa Barat Industri Kreatif Jawa Barat Dr. Togar M. Simatupang Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB Masukan Kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat 2007 Daftar Isi Pengantar Industri Kreatif Asal-usul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau regional khususnya di bidang ekonomi. Angka-angka pendapatan regional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. atau regional khususnya di bidang ekonomi. Angka-angka pendapatan regional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang pertumbuhan perekonomian mengalir dalam era ilmu pengetahuan dan ide yang menjadi motor dalam perkembangan ekonomi. Era tersebut pada saat ini dikatakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.38/08/12/Th.VII, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN II-2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II-2012 secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, M. Ali Fahmi, SE, MM yang dikutip dalam artikel koran Kedaulatan Rakyat 24 Agustus 2015, selain Yogyakarta mendapat predikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan global dalam transformasi ekonomi, baik secara regional maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu dari era pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setidaknya sejak beberapa dekade terakhir, perekonomian dunia bergerak

BAB I PENDAHULUAN. Setidaknya sejak beberapa dekade terakhir, perekonomian dunia bergerak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setidaknya sejak beberapa dekade terakhir, perekonomian dunia bergerak ke arah yang baru, yaitu model perekonomian yang tidak lagi dilakukan secara konvensional.

Lebih terperinci

EKONOMI KREATIF DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN, HAMBATAN DAN PERAN PERGURUAN TINGGI

EKONOMI KREATIF DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN, HAMBATAN DAN PERAN PERGURUAN TINGGI EKONOMI KREATIF DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN, HAMBATAN DAN PERAN PERGURUAN TINGGI Dedi Budiman Hakim dan Muhammad Fazri, Bogor, 29 Desember 2015 Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF Dr. Sabartua Tampubolon (sabartua.tampubolon@bekraf.go.id, sabartuatb@gmail.com) Direktur Harmonisasi Regulasi dan Standardisasi Badan Ekonomi

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.21/05/12/Th.VII, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN I-2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan I-2012 secara triwulanan (q-to-q) mencapai

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan kontribusi penting bagi perekonomian negara. Industri kreatif global diperkirakan tumbuh 5% per

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, industri kreatif dibagi menjadi 15 subsektor, diantaranya: mode,

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, industri kreatif dibagi menjadi 15 subsektor, diantaranya: mode, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri kreatif merupakan salah satu faktor yang menjadi penggerak perekonomian nasional. Industri kreatif Indonesia semakin berkembang dan diminati pasar global. Di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi statistik yang akurat dan tepat waktu. Informasi tersebut selain menunjukkan perkembangan

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2003

INDIKATOR MAKRO EKONOMI USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2003 No. 21 / VII / 24 Maret 2004 INDIKATOR MAKRO EKONOMI USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2003 (Disusun melalui kerjasama BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dapat dipandang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan rangkuman dari Indeks Perkembangan dari berbagai sektor ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan rangkuman dari Indeks Perkembangan dari berbagai sektor ekonomi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan rangkuman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat diperlukan oleh suatu negara dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung Gambar 1.1 Logo Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK)

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA Sumarno Dwi Saputra Fakultas Ekonomi UNISRI Surakarta ABSTRAK Modal utama dalam menghadapi era globalisasi adalah keatifitas. Untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi ekonomi inovatif mulai bermunculan seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat di Indonesia. Potensi ini memberikan dampak pada perkembangan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, sektor ekonomi Indonesia mengalami perubahan. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor pertanian. Namun seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis LQ dan DLQ dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Sektor pertanian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009 No. 09/02/15/Th. IV, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi pada tahun meningkat sebesar 6,4 persen dibanding tahun 2008. Peningkatan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu upaya untuk mencapai pertumbuhan kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % No, 11/02/13/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 meningkat sebesar 6,2 persen terhadap 2012, terjadi pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 55/08/Th. XVI, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013 TUMBUH 5,81 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era keterbukaan ekonomi saat ini, setiap Negara berupaya seoptimal mungkin menggali potensi perekonomian yang memiliki keunggulan daya saing, sehingga mampu membawa

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci