Jurnal MITSU Media Informasi Teknik Sipil UNIJA Volume 3, No. 1, April ISSN :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

PMRI: Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa 1 oleh Tatag Yuli Eko Siswono FMIPA UNESA Surabaya

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS V SD NEGERI 2 AMBON

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

BAB II. sumber belajar, lingkungan belajar dan pendekatan pembeajaran yang digunakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan model pengembangan ADDIE yaitu tahap analysis (analisis),

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Penguasaan dan pengembangan Ilmu

KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DAN MEKANISTIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA DI KELAS. Abstrak

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

SEKILAS TENTANG PMRI. Oleh Shahibul Ahyan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

PROSIDING ISBN :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

KETERKAITAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI LIMAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 1

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

Transkripsi:

LUAS LINGKARAN DI KELAS VIII SMP ( Suatu Kerangka Konseptual ) Oleh : Sulaiman Guru SMPN 2 Pasongsongan Dosen Tehnik Sipil UNIJA ABSTRAK Sebagai upaya untuk mengatasi masalah pembelajaran matematika di atas adalah melalui pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Di Indonesia dikenal dengan istilah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). RME dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal pada tahun 1971 (Yuwono, 2001). Menurut Freudenthal (Hadi, 2005 : 20) pembelajaran matematika harus dihubungkan dengan kenyataan yang berdekatan dengan peserta didik, dan relevan dengan kehidupan masyarakat agar memiliki nilai manusiawi. Penekananya pada materi matematika harus dapat ditransmisikan sebagai aktivitas manusia ( human activity ) dan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menemukan/menciptakan kembali matematika melalui praktek ( doing it ). Sehingga pendidikan matematika sebagai suatu aktivitas dalam proses matematisasi. Tulisan ini mendeskripsikan implementasi pembelajaran matematika realistik pada materi luas, didalamnya memuat langkah-langkah pembelajaran dengan mengintegrasikan prinsipprinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik. Kata Kunci : Matematika Realistik, Luas Lingkaran 1. PENDAHULUAN Pendidikan dalam arti luas meliputi penyelenggaraan sistem pendidikan yang melembaga melalui sistem persekolahan. Dalam sistem pendidikan nasional, ada penjenjangan pendidikan jalur sekolah, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah (umum dan kejuruan), serta pendidikan tinggi. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di semua sekolah, mulai di jenjang pendidikan dasar sampai dengan jenjang pendidikan menengah, bahkan sekarang matematika sudah dikenalkan di tingkat Taman Kanak-Kanak. Hal ini dikarenakan pentingnya peranan matematika dalam pembelajaran matematika itu sendiri dan mata pelajaran lain, dan yang sangat penting adalah kemampuan pola pikir matematis sangat bermanfaat bagi siswa dalam menghadapi masalahnya dalam kehidupan seharihari. Matematika yang diberikan di jenjang persekolahan disebut matematika sekolah. Menurut Soedjadi (1999:12) matematika sekolah adalah 5 unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasar dan diorientasikan kepada : (1) Makna kependidikan, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian peserta didik. (2) Tuntutan perkembangan yang nyata dari lingkungan hidup yang senantiasa berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika sekolah diharapkan dapat membentuk pribadi siswa dan berorientasi kepada perkembangan ilmu dan teknologi. Dalam dokumen kurikulum 2004 (2003 : 2) disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika SMP/MTs adalah : 1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsistensi. 2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imaginasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, garafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran matematika di atas maka seyogyanya dikembangkan model-model pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan, sehingga dapat memotivasi siswa untuk berpikir logis, kritis, analitis, sistematis dan kreatif, serta menumbuhkan sikap positif yaitu jujur, disiplin, obyektif, dan gigih dalam memecahkan permasalahan baik dalam bidang matematika sendiri, bidang lain maupun dalam kehidupan seharihari. Tetapi pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas masih sering dijumpai hal-hal berikut berikut : 1. Guru menyampaikan materi cenderung banyak disamapaikan dengan ceramah. 2. Setelah memberikan rumus guru memberi contoh guru menyurh siswa mengerjakan soal. 3. Guru tidak melibatkan siswa pada saat menumukan konsep terhadap materi yang sedang dipelajari. 4. Contoh soal langsung dikerjakan guru sendiri tanpa melibatkan siswa. 5. Guru tidak menggunakan media/alat peraga dalam pembelajaran. 6. Siswa banyak diam pada waktu pembelajaran berlangsung, dan cenderung hanya mendengarkan penjelasan dari guru tanpa

banyak tanya, serta hanya mengiyakan apa yang dikatakan oleh guru. 7. Guru kurang memahami kecepatan berpikir siswa dalam memahami materi yang sangat bervariasi; 8. Pada saat siswa mengerjakan soal guru kurang membantu siswa secara merata, guru banyak membantu siswa yang pandai sementara siswa yang kurang pandai dibiarkan. 9. Materi disampaikan berdasarkan kemampuan berpikir guru yang belum tentu sama dengan kemampuan dengan berpikir siswa; 10. Materi banyak disampaikan dengan ceramah dan langsung dengan pemberian latihan soal,sehingga pembelajaran terpusat pada guru dan ini membosankan siswa. 11. dalam pembelajaran guru kurang memberikan ruang yang cukup bagi siswa untuk mengembangkan potensinya, mengkonstruksi sendiri konsep yang ingin dipelajari, menemukan, berdiskusi serta mengkomunikasikan apa yang ia temukan; Hal ini sangat bertentangan dengan tujuan pembelajaran matematika sebagaimana disebutkan di atas, oleh karena itu maka penulis mencoba mendesain pembelajaran suatu pembelajaran yang memenuhi tujuan pembelajaran Matematika di SMP/MTs sebagaimana terdapat dalam dokumen kurikulum tahun 2004. Pembelajaran yang penulis maksud adalah pembelajaran Matematika Realistik dengan materi luas. Pembelajaran luas daerah di kelas VIII SMP/MTs, merupakan pembelajaran materi yang esensial. Karena konsep luas daerah akan digunakan sebagai pengetahuan prasyarat untuk mempelajari materi selanjutnya, dalam bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam pembelajaran luas daerah siswa diharapkan dapat mengkonstruksi sendiri konsep luas daerah, sehingga terjadi proses matematisasi yang horisontal maupun vertikal (Suryanto, 2001 : 2 ). Agar proses matematisasi bisa optimal dalam pembelajaran luas, maka siswa melakukan proses pembelajaran yang bersifat penemuan secara melalui model yang dipotongpotong menjadi beberapa juring, kemudian dikonstruksi menjadi bangun datar lain yang telah dikuasai konsep luasnya oleh siswa. Sehingga siswa menemukan konsep baru tentang luas. Proses pembelajaran ini merupakan proses pembelajaran luas secara horisontal, karena siswa mengalami tahap pemodelan melalui alat peraga yang berkaitan dengan dunia nyata yang didesain oleh guru pada awal pembelajran. Selanjutnya siswa mengorganisasi kembali konsep matematika tentang luas daerah yang telah ditemukan ke dalam sistem matematika formal, bergerak dalam dunia simbol yang berupa lambang-lambang dan angka-angka yang abstrak. Proses ini merupakan proses pembelajaran luas secara vertikal. Penilaian pembelajaranya dilakukan secara authentik ( authentic assesment) baik proses maupun hasil pembelajaran. Penilaian proses menggunakan rubrik pengamatan, sedangkan penilaian hasil melalui tes tulis untuk mengukur kemajuan hasil belajar siswa. Pembelajaran seperti inilah yang selanjutnya penulis anggap sebagai PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TENTANG LUAS LINGKARAN DI KELAS VIII SMP. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan pertanyaan dalam tulisan ini adalah Bagaimanakah implementasi pembelajaran matematika realistik tentang luas di kelas VIII SMP? Sejalan dengan rumusan pertanyaan di atas, maka tujuan pembahasan dalam tulisan ini adalah memberikan contoh perangkat pembelajaran matematika realistik tentang luas di kelas VIII SMP. Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penulisan makalah ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi calon guru dan guru matematika khususnya dalam menggunakan model pembelajaran realistik untuk pokok bahasan luas daerah. 2. Untuk meningkatkan kreativitas calon guru dan guru matematika dalam mengelola proses belajar mengajar matematika. 3. Untuk memberikan motivasi pada peserta didik dalam belajar matematika yang selama ini menganggap bahwa matematika itu sulit dipahami. 2. PEMBAHASAN 2.1 Pembelajaran Matematika Realistik Salah satu masalah mendasar dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah model pembelajaran yang mekanistik masih menjadi idola guru matematika Indonesia serta buruknya sistem penilaian. Pembelajaran matematika mekanistik dimulai oleh guru yang memberitahu siswa tentang suatu prinsip ( rumus ). Selanjutnya guru memberikan contoh cara menggunakan rumus untuk menyelesaikan soal dan diikuti dengan latihan sebanyak banyaknya atau drill tentang menggunakan rumus tersebut pada berbagai soal. Untuk pengembangan guru memberikan contoh cara menyelesaikan soal cerita, yang selanjutnya diikuti oleh siswa dengan menyelesaikan soal-soal cerita yang diberikan guru. Kelemahan pembelajaran mekanistik adalah proses pembelajaran cenderung dipisahkan dari konteksnya, sehingga tidak terjadi proses matematisasi baik horisontal maupun vertikal. 6

Sebagai upaya untuk mengatasi masalah pembelajaran matematika di atas adalah melalui pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Di Indonesia dikenal dengan istilah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). RME dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal pada tahun 1971 (Yuwono, 2001). Menurut Freudenthal (Hadi, 2005 : 20) pembelajaran matematika harus dihubungkan dengan kenyataan yang berdekatan dengan peserta didik, dan relevan dengan kehidupan masyarakat agar memiliki nilai manusiawi. Penekananya pada materi matematika harus dapat ditransmisikan sebagai aktivitas manusia ( human activity ) dan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menemukan/menciptakan kembali matematika melalui praktek ( doing it ). Sehingga pendidikan matematika sebagai suatu aktivitas dalam proses matematisasi. Sebagaimana pada pendahuluan menurut Suryanto (2001 : 2) bahwa proses matematisasi terdiri dari 2 tipe yaitu : Proses matematisasi horisontal, adalah munculnya cara atau alat matematis oleh siswa dalam usahanya memecahkan masalah oleh guru pada awal pembelajaran. Singkatnya proses matematisasi horisontal adalah perubahan dari dunia nyata ke arah simbolsimbol atau lambang-lambang matematika. Proses matematisasi vertikal, proses reorganisasi dalam sistem matematika itu sendiri. Sebagai contoh adalah menemukan cara singkat hubungan antar konsep dan strateginya, kemudian menerapkan strategi tersebut. Singkatnya proses matematisasi vertikal merupakan pengubahan simbol-simbol ke simbol matematika lainya. Dalam PMRI, masalah nyata (kontekstual) berfungsi sebagai awal dari proses belajar. Ketika siswa mengerjakan masalah-masalah nyata, mereka dapat mengkonstruksi ide-ide/konsep matematika secara mandiri. Slavin (1977 :269) menyatakan bahwa belajar menurut konstruktivisme adalah siswa sendiri yang harus aktif menemukan dan mentransfer atau membangun pengetahuan yang akan menjadi miliknya. Dalam proses itu siswa mengecek dan menyesuaikan pengetahuan baru yang dipelajari dengan pengetahuan atau kerangka pikir yang telah mereka miliki. Konstruktivisme beranggapan bahwa mengajar bukan merupakan kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Peran guru tidak lebih sebagai fasilitator. Suparno (2001 : 10-11 ) menyatakan pada intinya peran fasilitator oleh guru dapat dijabarkan dalam beberapa tugas, yaitu : 7 1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa mengambil tanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran. 2. Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa. 3. Membantu siswa dalam mengekspresikan gagasan dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya. 4. Menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir produktif. 5. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung siswa belajar termasuk didalamnya menyemangati, memonitor, mengevaluasi, dan menunjuk-kan pemikiran siswa yang relevan maupun yang tidak dapat digunakan untuk menghadapi persoalan baru yang tengah dipelajari. Berdasarkan uraian di atas, hal ini merupakan tantangan guru yang harus dapat diselesaikan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan karakteristik para siswa. Guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Guru harus banyak membaca literatur maupun mengakses internet. Hal ini juga sejalan dengan program pemerintah melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2.2 Prinsip dan Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Secara umum PMRI mengkaji tentang materi apa yang akan diajarkan kepada siswa beserta rasionalnya, bagaimana siswa belajar matematika, bagaimana topik-topik matematika seharusnya diajarkan, serta bagaimana menilai kemajuan belajar siswa. Menurut Gravemeijer (1994, dalam Suwarsono, 2001 :3), Pendekatan Matematika Realistik (PMR) mempunyai tiga prinsip kunci yaitu : 1. Guided reinvention (menemukan kembali) / Progressive Mathematizing (matematisasi progresif). Dalam hal ini siswa harus diberi kesempatan untuk melalui proses yang sama bagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai dari masalah yang realistik selanjutnya melalui aktifitas belajar siswa diharapkan menemukan kembali sifat, definisi, teorema atau prosedur-prosedur. Masalah realistik yang dipilih harus mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Proses pemecahan masalah yang dilakukan siswa merupakan proses matematisasi.

2. Didactical Phenomenology (fenomena didaktik), situasi yang diberikan dalam pembelajaran topik matematika disajikan atas dua pertimbangan, yaitu : kemungkinan aplikasi dalam pengajaran dan sebagai titik tolak proses matematisasi. Fenomena tersebut untuk menemukan masalah khusus yang dapat digeneralisasi sebagai dasar matematisasi vertikal. 3. Self-developed Models (pengembangan model sendiri). Kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Model dibuat oleh siswa sendiri dari situasi yang sudah dikenal (akrab) untuk memecahkan masalah. Dengan proses generalisasi dan formalisasi, model tersebut akhirnya menjadi model yang sesuai penalaran matematika. Untuk kepentingan di tingkat operasional, tiga prinsip di atas selanjutnya dijabarkan menjadi lima karakteristik pembelajaran matematika realistik. Oleh karena itu beberapa di antara karakteristik berikut ini akan muncul dalam pembelajaran matematika realistik. Adapun karakteristik pembelajaran matematika realistik, menurut De Lange (dalam Suwarsono, 2001 : 4) adalah : 1. Menggunakan masalah kontekstual Masalah kontekstual adalah lingkungan keseharian yang nyata. Dalam matematika tidak selalu diartikan konkret, dapat juga sebagai sesuatu yang telah dipahami siswa atau yang dapat dibayangkan oleh siswa. 2. Menggunakan model Model diarahkan dari yang konkrit ke abstrak. 3. Menggunakan kontribusi murid Kontribusi yang lebih besar pada proses pembelajaran dikonstruksi oleh siswa sendiri untuk menggiring dari informal ke arah yang lebih formal. 4. Interaktivitas Dalam proses konstruktif diperhatikan adanya interaksi, negosiasi, intervensi, kooperasi, dan evaluasi antar sesama siswa, antara siswa dan guru, dan antara guru dengan lingkungan belajar. 5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainya Dalam pembelajaran dilakukan secara holistik, artinya masing-masing topik diintegrasikan sehingga menghasilkan pemahaman yang terpadu. Hal ini memungkinkan efisiensi dalam mengajarkan beberapa topik pembelajaran. Merujuk pada tujuan pembelajaran matematika sesuai Kurikulum 2004, penulis beranggapan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pembelajaran matematika realistik dengan tujuan tersebut. Meskipun terdapat pendekatan pembelajaran yang lain, yaitu pendekatan kontekstual, menurut penulis pendekatan tersebut masih bersifat umum, dan berlaku untuk semua mata pelajaran, sedangkan PMRI memang khusus untuk mata pelajaran matematika. Menurut Suwarsono (2001 : 5) beberapa kelebihan dari Pembelajaran Matematika Realistik antara lain : 1. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia. 2. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut. 3. Pendekatan PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara satu orang dengan yang lain. 4. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses merupakan sesuatu yang utama. Menurut pendapat penulis, disamping kelebihan tersebut di atas, terdapat kelebihan lain dalam PMR, yaitu PMR dapat menjadikan siswa lebih aktif, kreatif dan berani dalam mengembangkan ide, serta terbiasa mengungkapkan ide atau pendapatnya kepada orang lain dengan bahasa mereka sendiri, membentuk sikap demokratis, serta siswa dapat secara langsung merasakan manfaat pembelajaran matematika, sehingga pembelajaran matematika dapat lebih bermakna. Di samping itu, terdapat beberapa kerumitan penerapan PMR menurut Suwarsono (2001 : 8), antara lain : 1. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan paradigma, yaitu perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal kontekstual. 8

2. Pencarian soal-soal kontekstual yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, apalagi soal tersebut harus bias diselesaikan dengan bermacam-macam cara. 3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan tiap-tiap soal juga merupakan hal yang tidak mudah. 4. Memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep atau prinsip matematika yang dibutuhkan, bukan hal yang mudah. 5. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa, dengan melalui soal-soal yang kontekstual, proses matematisasi horizontal dan vertical juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana. Menurut penulis, tantangan yang lain dalam penerapan PMR adalah pelaksanaan PMR membutuhkan alokasi waktu yang cukup banyak, jumlah siswa yang tidak terlalu banyak dalam satu kelas, serta membutuhkan pedoman penilaian yang lebih rumit dibandingkan penilaian dalam pembelajaran konvensional. 2.3 Pembelajaran Luas Lingkaran Materi adalah salah satu materi pokok yang diberikan di kelas VIII SMP/MTs dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun uraian Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian, Tujuan Pembelajaran, serta Materi Prasyarat adalah sebagai berikut : 1. Standar kompetensi Menentukan unsur, bagian serta ukurannya 2. Kompetensi Dasar Menghitung keliling dan luas 3. Indikator Pencapaian Menemukan rumus luas Menghitung luas 4. Tujuan Pembelajaran Siswa dapat menemukan rumus luas daearah Siswa dapat menghitung luas daerah Siswa dapat menentukan perubahan luas yang berubah ukuran jari-jarinya Siswa dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan luas 5. Materi Prasyarat Siswa dapat membedakan dan daerah Siswa dapat menghitung luas segitiga, luas persegi panjang, belah ketupat, jajar genjang dan trapesium. 2.4 Pembelajaran Luas Daerah Lingkaran Dengan Pendekatan Realistik Merujuk teori pembelajaran melalui pendekatan realistik, pembelajaran luas daerah dengan pendekatan realistik dapat digambarkan melalui langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut : 1. Guru memberikan masalah kontekstual, yaitu masalah taman pada buku siswa dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Jika ada siswa yang tidak memahami masalah, maka guru memberi kesempatan siswa lain untuk menjelaskannya. Jika tidak ada siswa yang dapat menjelaskan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi masalah tersebut dengan memberikan petunjuk atau saran seperlunya terhadap bagianbagian tertentu yang belum dipahami siswa. 2. Siswa secara ber menyelesaikan masalah taman dengan cara mereka sendiri. Siswa bekerja dengan menggunakan alat dan bahan yang telah disiapkan dan menulis penyelesaian masalah tersebut pada LKS. Perbedaan antar individu dalam menyelesaikan masalah diperbolehkan. 3. Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari masalah taman. Selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada salah satu anggota untuk menjelaskan hasil diskusinya kepada siswa lainnya secara klasikal. Apabila ada hasil yang lain, atau hasil diskusi tidak sama, guru memberikan kesempatan siswa lain untuk menyampaikan pendapatnya. 4. Guru mengarahkan diskusi kelas untuk memperoleh kesimpulan rumus luas adalah L = πr 2. 5. Guru meminta bekerja lagi menyelesaikan masalah lapangan dan luas uang logam seratus rupiah. 6. Guru meminta salah satu siswa untuk menjelaskan hasil diskusi nya kepada seluruh siswa. Guru mengarahkan mereka untuk menjelaskan jawabannya secara lisan dan tertulis kepada siswa lain. Guru dapat menambahkan penjelasan jika apa yang dimaksud siswa kurang dapat dipahami oleh siswa yang lain. Guru mendorong siswa yang lain untuk 9

mengomentari jawaban, dengan cara menolak, menyetujui, atau bertanya. 7. Secara klasikal guru mengarahkan siswa untuk memperoleh kesimpulan penyelesaian masalah yang tepat dan mudah dipahami oleh siswa 2.5 Analisa Penerapan Pembelajaran Luas Lingkaran Dalam Prinsip dan Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Uraian Kegiatan Pembelajaran Standar Kompetensi : menentukan unsur, bagian serta ukuranya Kompetensi Dasar : menghitung keliling dan luas Indikator Pencapaian : Menemukan rumus luas Menghitung luas Tujuan Pembelajaran ; Menemukan rumus luas Menghitung luas Siswa dapat menentukan perubahan luas yang berubah ukuran jari-jarinya Siswa dapat menyelesaikan masalah seharihari yang berkaitan dengan luas Materi pokok : Luas Langkah-langkah Pembelajaran ; 1. Pendahuluan : Memotivasi siswa Mengecek pengetahuan prasyarat Mengkomuni kasikan Prinsip PMRI Karakter is- tik PMRI Mengguna kan konteks tujuan pembelajaran 2. Kegiatan inti : Memberikan masalah kontekstual, yaitu siswa diminta menghitung luas taman dengan jari- jari 10 m Membagi dan meminta siswa membuat dua Siswa menghitung luas dengan menggunaka n pendekatan luas segitiga dan segi empat yang sudah dipahami siswa tentang konsep luasnya Siswa secara menyelesaika n tugas untuk menemukan rumus luas dengan mengubah bentuk kedalam bentuk bidang segitiga maupun segi empat Siswa secara menghitung luas daerah model Salah satu diminta mempresenta Matemati sasi progresif (P1) Fenomen a didaktik (P2) Pengemb angan model sendiri (P3) (K1) Mengguna kan model (K2) Mengguna kan kontribusi murid (K3) Interaktiv itas (K4) Terintegras i antar topik (K5) 10 10

3. Penutup sikan hasil diskusinya Siswa membuat rangkuman Siswa diberi tugas PR soal luas yang berkaitan dengan kehidupan nyata FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin : Tulip Banjarmasin. Slavin, RE. 1977. Educational Psychology Theory and Practice. Boston : Allyn and Bacon. Soedjadi. 1999. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta : Depdikbud. Sri Wardani. 2005. Pembelajaran Matematika Kontekstual/Realistik. Makalah Diklat Guru Inti Di Daerah. 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Perangkat pembelajaran yang disusun dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik diharapkan dapat mengubah stigma pembelajaran dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. 2. Pembelajaran matematika realistik dapat diterapkan dalam pembelajaran luas. 3.2 Saran Adapun saran yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Rencana pelaksanaan pembelajaran matematika realistik untuk materi luas daerah yang telah disusun perlu diadakan uji coba. 2. Rencana pelaksanaan pembelajaran matematika realistik dalam tulisan ini hanyalah salah satu di antara pembelajaran matematika realistik yang dapat dikembangkan oleh para guru, oleh karena itu pembaca dapat menggunakannya untuk pokok bahasan yang lain. Suparno, P. 2001. Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Suryanto. 2001. Pendidikan Matematika Realistik. Makalah. Suwarsono, St. 2001. Beberapa Permasalahan Yang Terkait Dengan Upaya ImplementasiPendidikan Matematika Realistik Di Indonesia. Makalah seminar nasional tentang Pendidikan Matematika Realistik di USD Yogyakarta tanggal 14-15 November 2001. Widada, Wahyu. 2004. Pendekatan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah. Surabaya : Unipa Press. Yuwono, Ipung. RME (Realistic Mathematics Educations) Dan Hasil Studi Awal Implementasinya di SLTP. Makalah disampaikan pada seminar nasional PMR di UNESA, 24 Pebruari 2001. 4. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2008 : Standar Kompetensi Kurikulum 2008 Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta : Depdiknas. Depdiknas. 2004 : Pelajaran Matematika KelasVIII. Jakarta : Depdiknas. Depdiknas. 2007 : Model Silabus Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran matematika. Jakarta : Depdiknas. 11 11