KUALITAS PUPUK KOMPOS BEDDING KUDA DENGAN MENGGUNAKAN AKTIVATOR MIKROBA YANG BERBEDA SKRIPSI LARASATI PRAWITA ASTARI

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA % Hemiselulosa 23,5 Selulosa 27,5 Lignin 14,2 Nitrogen (N) 2,29 Fosfor (P) 1,25 Kalium (K) 1,38

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

TINJAUAN PUSTAKA II.

JENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Tingkat Konsentrasi dan Lamanya Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Organoleptik Pupuk Bokashi

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BMF BIOFAD TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

TINJAUAN PUSTAKA. diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bagan Penelitian. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

PETUNJUK TEKNIS PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR SUPERDEC DAN ORGADEC

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

TINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT (SLUDGE) PABRIK PULP DAN PAPER

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diduga tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Merkel, 1981). Limbah

LAMPIRAN LAMPIRAN P2.U3 P4.U2 P5.U2 P2.U2 P1.U1 P4.U3 P5.U1 P1.U2 P3.U3 P1.U3 P4.U1 P3.U1 P3.U2 P2.U1 P5.3

II. TI JAUA PUSTAKA NH 2. Gambar 1. Reaksi kimia selama pengomposan

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

Pembuatan Kompos Limbah Organik Pertanian dengan Promi

Bioteknologi Mikroba Untuk Pertanian Organik

S U N A R D I A

Transkripsi:

KUALITAS PUPUK KOMPOS BEDDING KUDA DENGAN MENGGUNAKAN AKTIVATOR MIKROBA YANG BERBEDA SKRIPSI LARASATI PRAWITA ASTARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i

RINGKASAN LARASATI PRAWITA ASTARI. D14070193. 2011. Kualitas Pupuk Kompos Bedding Kuda dengan Menggunakan Aktivator Mikroba yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Salundik, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. Jumlah populasi ternak kuda di Indonesia lima tahun terakhir dari tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu 387.000 ekor menjadi 409.000 ekor (BPS, 2011). Jumlah populasi kuda yang meningkat maka dapat meningkatkan jumlah penggunaan bedding kuda. Jumlah bedding kuda yang juga meningkat dapat menimbulkan pencemaran lingkungan seperti polusi udara, tanah dan air. Maka dari itu, salah satu upaya dalam pemanfaatan bedding kuda adalah dengan cara mengolahnya menjadi bahan baku pembuatan pupuk kompos. Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses penguraian dan perubahan warna menjadi gelap, mudah hancur, dan bau menyerupai tanah (Starbuck, 2004). Kekurangan dari pembuatan pupuk kompos yaitu memerlukan waktu pembuatan yang sangat lama. Untuk mengefisienkan waktu pembuatan pupuk kompos maka digunakan aktivator mikroba yang berfungsi untuk mempercepat proses pengurai bahan organik. Menurut Isroi (2003), pengomposan alami terjadi selama tiga sampai empat bulan, sedangkan pengomposan dengan penambahan aktivator mikroba (dekomposer) dapat dipercepat menjadi dua minggu. Aktivator mikroba yang saat ini banyak dipasarkan yaitu Effective Microorganisme4 (EM4), Stardec, dan Orgadec. Effective Microorganisme4 (EM4) merupakan suatu kultur campuran dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, aktinomisetes, khamir, dan jamur. Stardec merupakan koloni mikroorganisme aerob lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiosis. Orgadec merupakan suatu campuran cendawan Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pupuk kompos bedding kuda dengan menggunakan aktivator mikroba yang berbeda. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat bedding kuda. Bahan lainya adalah EM4, Stardec, dan Orgadec. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah penyusutan, nilai ph, temperatur, warna, bau, dan analisis kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat taraf perlakuan yaitu kontrol, EM4, Stardec, dan Orgadec masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Analisis data peubah penyusutan dan temperatur dilakukan dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Jika hasil analisa berbeda nyata taraf 5% (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Tukey. Data hasil uji organoleptik warna dan bau dianalisa menggunakan uji non-parametrik Kruskal Wallis. Apabila hasil analisa bau dan warna menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda dijelaskan secara deskriptif karena hasil yang didapat merupakan data komposit. Perlakuan yang lebih mendekati standart kualitas kompos dari sampah organik domestik SNI (2004) adalah perlakuan Stardec dimana mikroba yang terkandung didalam Stardec merupakan koloni mikroorganisme aerob lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, ii

aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiosis yang cocok untuk perombakan bedding kuda yang lebih banyak mengandung serasah kayu (serat dan lignin). Proses pengomposan bedding kuda pada penelitian ini belum menghasilkan kompos yang matang karena dilihat dari rasio C/N yang masih meningkat dan belum mengalami penurunan. Kata Kunci : Bedding kuda, kualitas kompos, aktivator. iii

ABSTRACT Quality of Horse Bedding Compost With Three Different Microbe Activators Astari, L. P., Salundik, and P. H. Siagian An experiment to determine horse bedding compost quality using different microbe activator was carried out. The treatment use no added microbe activator as control and three different microbe activators (decomposer) namely EM4, Stardec, and Orgadec. The experiment using Randomized Complete Design one factor with three replications. Observed variables are weight reduction, ph value, temperature, analysis of nutrient content of horse bedding compost, color, and odor. Weight reduction and temperature tested using analysis of variance (ANOVA), if it is significantly different (P<0,05) tested further with Tukey test. Organoleptic test data result of the color and odor from 40 panelist, proceed using non-parametric test Kruskal Wallis, if it is significantly different then tested further with Tukey test. The nutrient content described in a descriptive since the result obtained from composite data. The results showed that the use of decomposer did not significantly different to the weight reduction, temperature, and odor. Results significantly different to compost color, which is treatment with EM4 (102,81 a ) as activator different with control (67,76 b ), but not different with two other treatment Stardec (77,70 ab ) and Orgadec (73,73 ab ). Treatment closer to the Indonesia National Standard (SNI) 19-7030-2004 value is Stardec, where the microbes that exsist is suitable for horse bedding composting process which contain lots of fiber and lignin. Keywords: horse bedding, compost quality, activator iv

KUALITAS PUPUK KOMPOS BEDDING KUDA DENGAN MENGGUNAKAN AKTIVATOR MIKROBA YANG BERBEDA LARASATI PRAWITA ASTARI D14070193 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 v

Judul Nama NIM : Kualitas Pupuk Kompos Bedding Kuda dengan Menggunakan Aktivator Mikroba yang Berbeda : Larasati Prawita Astari : D14070193 Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Ir. Salundik, M.Si.) NIP. 19640406 198903 1 003 (Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS.) NIP. 19460825 197711 1 001 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc. NIP.19591212 198603 1 004 Tanggal Ujian : 25 Juli 2011 Tanggal Lulus : vii

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 19 September 1989. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Karsono Moch. Sufi dan Ibu Dewi Hermawaryani. Nama yang diberikan oleh kedua orang tua kepada Penulis adalah Larasati Prawita Astari. Penulis adalah adik dari Pramiharso Aryo Widakso dan kakak dari Prasetyo Satrio Aribowo dan Irawati Ariadi Praptiwi. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di (SD) Barunawati IV tahun 2001, kemudian melanjutkan sekolah ditingkat pertama yaitu SMPN 2 Ciputat selesai pada tahun 2004, dan sekolah menengah atas di SMAN 2 Ciputat selesai tahun 2007. Penulis kemudian mengikuti program USMI yang diselenggarakan oleh IPB pada tahun ajaran 2007-2008, dan akhirnya pada bulan Februari 2007 Penulis resmi dinyatakan sebagai mahasiswi IPB dan mengikuti program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun pada tahun 2007. Penulis resmi dinyatakan sebagai mahasiswi Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Selama mengikuti pendidikan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Penulis aktif menjadi anggota Biro Public Relation BEM D pada tahun ajaran (2008-2009), Penulis menjadi Ketua Biro Public Relation BEM D (2009-2010). Penulis mengikuti program magang di Farming Pati dan Nusantara Polo Club Cibinong. Penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan dalam bidang peternakan maupun diluar peternakan yaitu OMI 2008, WAMAPI 2008, DFF 2008, Tralis-D 2008, PEWE D JUNCTION 2008, Dekan Cup 2008, Rakernas Ismapeti XI 2008, Dekan Cup 2009, DFF 2009, TROBOS Goes To Campus 2010, dan FTV 2010. Penulis juga pernah mengikuti pelatihan dan seminar diantaranya Pelatihan Pengolahan Hasil Peternakan 2008, Stadium General MK. Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis 2009, dan Stadium General Peningkatan Softskill di Bidang Peternakan 2010. vii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan semesta alam Allah SWT atas karunia dan rahmat-nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan baik. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpah kepada Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang selalu tetap istiqomah hingga akhir zaman. Jumlah populasi ternak kuda di Indonesia lima tahun terakhir dari tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu 387.000 ekor menjadi 409.000 ekor (BPS, 2011). Jumlah populasi kuda yang meningkat maka dapat meningkatkan jumlah bedding yang dihasilkan. Jumlah bedding kuda yang juga meningkat dapat menimbulkan pencemaran lingkungan seperti polusi udara, tanah dan air. Maka dari itu salah satu upaya dalam pemanfaatan bedding kuda adalah dengan cara mengolahnya menjadi bahan baku pembuatan pupuk kompos. Hal ini yang menjadi landasan bagi Penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Kualitas Pupuk Kompos Bedding Kuda dengan Menggunakan Aktivator Mikroba yang Berbeda, karena informasi terkait pemanfaatan bedding kuda dan aktivator mikroba yang dapat digunakan sebagai bahan pupuk kompos masih sangat kurang. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi pembaca yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2011 Penulis. ix

DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Feses Kuda... 3 Bedding Kuda... 3 Pupuk Organik... 4 Pupuk Kompos... 5 Aktivator Mikroba... 7 Effective Microorganisme4(EM4)... 8 Stardec... 9 Orgadec... 10 Unsur Hara... 11 Kandungan Air... 11 Aerasi dan Agitasi... 12 Temperatur Pengomposan... 13 MATERI DAN METODE... 15 Lokasi dan Waktu... 15 Materi... 15 Bahan... 15 Alat... 16 Prosedur Penelitian... 17 Peubah yang Diamati... 18 Penyusutan Bobot Pupuk Kompos Bedding Kuda... 18 Nilai ph Pupuk Kompos Bedding Kuda... 19 Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda... 19 Kualitas Pupuk Kompos Bedding Kuda... 20 ii iv v vi vii viii ix xi xii xiii ix

Warna Pupuk Kompos Bedding Kuda... 21 Bau Pupuk Kompos Bedding Kuda... 21 Rancangan Percobaan... 21 Analisis Data... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN... 23 Keadaan Umum Penelitian... 23 Kualitas Pupuk Kompos Bedding Kuda... 24 Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda... 24 Nilai ph Pupuk Kompos Bedding Kuda... 25 Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda... 27 C-Organik (Karbon) Pupuk Kompos Bedding Kuda... 29 N-Total (Nitrogen) Pupuk Kompos Bedding Kuda... 30 Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda... 32 P 2 O 5 -Total (Fosfor) Pupuk Kompos Bedding Kuda... 32 K 2 O-Total (Kalium) Pupuk Kompos Bedding Kuda... 33 CaO-Total (Kalsium) Pupuk Kompos Bedding Kuda... 34 MgO-Total (Magnesium) Pupuk Kompos Bedding Kuda... 35 Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pupuk Kompos Bedding Kuda... 36 Warna Pupuk Kompos Bedding Kuda... 37 Bau Pupuk Kompos Bedding Kuda... 38 Pembahasan Umum... 39 KESIMPULAN DAN SARAN... 40 Kesimpulan... 40 Saran... 40 UCAPAN TERIMAKASIH... 41 DAFTAR PUSTAKA... 43 LAMPIRAN... 46 x

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Bahan Feses Kuda... 3 2. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik... 4 3. Klasifikasi Pengomposan Berdasarkan Cara Pembuatan... 7 4. Kadar Air Ideal Pengomposan Beberapa Jenis Bahan Organik... 12 5. Standar Kualitas Kompos dari Sampah Organik Domestik... 20 6. Kandungan C-Organik Pupuk Kompos Bedding Kuda... 30 7. Kandungan N-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda... 31 8. Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda... 32 9. Kandungan P 2 O 5 -Total Pupuk Kompos Bedding Kuda... 33 10. Kandungan K 2 O-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda... 34 11. Kandungan CaO-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda... 35 12. Kandungan MgO-Total Pupuk Kompos Bedding Kuda... 36 13. Nilai KTK Pupuk Kompos Bedding Kuda... 37 14. Hasil Uji Organoleptik Warna... 38 15. Hasil Uji Organoleptik Bau... 39 ix

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Mekanisme Pengomposan Secara Umum... 5 2. Perbedaan Temperatur dalam Tumpukan Kompos... 13 3. Bahan-Bahan Penelitian... 16 4. Alat-Alat Penelitian... 16 5. Diagram Alir Pembuatan Pupuk Kompos Bedding Kuda... 17 6. Proses Pembuatan Pupuk Kompos Bedding Kuda... 18 7. Cara Pengukuran Nilai ph Pupuk Kompos Bedding Kuda... 19 8. Cara Pengukuran Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda... 19 9. Proses Pengangkutan dan Pencampuran Bedding Kuda... 23 10. Persentase Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda Tiap Perlakuan... 24 11. Perubahan Rataan Nilai ph Tiap Perlakuan Selama Lima Hari Pengomposan... 26 12. Perubahan Rataan Nilai ph Tiap Perlakuan Selama Pengomposan... 26 13. Perbedaan Nilai ph dalam Tumpukan Kompos... 27 14. Perubahan Rataan Temperatur Tiap Perlakuan Selama Lima Hari Pengomposan... 28 15. Perubahan Rataan Temperatur Tiap Perlakuan Selama Pengomposan... 29 xii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Baku Mutu Kompos Berdasarkan Japan Bark Compost Association... 47 2. Data Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda... 47 3. Analisa Sidik Ragam Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda... 47 4. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-1... 48 5. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-1... 48 6. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-2... 48 7. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-2... 48 8. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-3... 49 9. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-3... 49 10. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-4... 49 11. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-4... 49 12. Data Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda Hari Ke-5... 50 13. Analisa Sidik Ragam Temperatur Pengomposan Hari Ke-5... 50 14. Hasil Uji Kruskal Wallis Warna... 50 15. Hasil Uji Lanjut Tukey Warna... 50 16. Hasil Uji Kruskal Wallis Bau... 51 17. Hasil Analisis Kimia Kandungan Unsur Hara C-Organik, N-Total, dan Rasio C/N Pupuk Kompos Bedding Kuda Sebelum Pengomposan... 51 18. Hasil Analisis Kimia Kandungan Unsur Hara Pupuk Kompos Bedding Kuda Setelah Pengomposan... 51 19. Gambar Warna Pupuk Kompos Bedding Kuda Setelah Pengomposan... 52 xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah populasi ternak kuda di Indonesia lima tahun terakhir dari tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu 387.000 ekor menjadi 409.000 ekor (BPS, 2011). Jumlah populasi kuda yang meningkat maka dapat meningkatkan jumlah penggunaan bedding kuda. Jumlah bedding kuda yang juga meningkat dapat menimbulkan pencemaran lingkungan seperti polusi udara (bau, dan gas CO 2 ), tanah (persaingan dengan mikroorganisme tanah dalam penyerapan makanan) dan air (berwarna keruh dan kotor). Maka dari itu salah satu upaya dalam pemanfaatan bedding kuda adalah dengan cara mengolahnya menjadi bahan baku pembuatan pupuk kompos agar dapat mengurangi polusi udara, tanah, dan air. Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses penguraian dan perubahan warna menjadi gelap, mudah hancur, dan bau menyerupai tanah (Starbuck, 2004). Pembuatan bedding kuda dengan cara dijadikan pupuk kompos lebih mengefisienkan waktu dan tenaga dibandingkan dalam pembuatannya menjadi biogas karena bentuk dari bedding kuda adalah padat. Namun, kekurangan dari pembuatan pupuk kompos yaitu memerlukan waktu pembuatan yang sangat lama. Untuk mengefisienkan waktu pembuatan pupuk kompos maka digunakan aktivator mikroba yang berfungsi untuk mempercepat proses pengurai bahan organik. Menurut Isroi (2003), pengomposan alami terjadi selama tiga sampai empat bulan, sedangkan pengomposan dengan penambahan aktivator mikroba (dekomposer) dapat dipercepat menjadi dua minggu. Aktivator mikroba yang saat ini banyak dipasarkan yaitu Effective Microorganisme4 (EM4), Stardec, dan Orgadec. Effective Microorganisme4 (EM4) merupakan suatu kultur campuran dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, aktinomisetes, khamir, dan jamur. Stardec merupakan koloni mikroorganisme aerob lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiosis. Orgadec merupakan suatu campuran cendawan Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp.. 1

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas pupuk kompos bedding kuda dengan menggunakan aktivator mikroba yang berbeda. 2

TINJAUAN PUSTAKA Feses Kuda Kuda merupakan bangsa dari jenis kuda liar yang berasal dari spesies Equus caballus. Kuda digolongkan dalam filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Perissodactyla, famili Equidae, dan spesies Equus caballus (Ensminger, 1962). Saat ini kuda telah mengalami domestikasi dan menjadi ternak yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Kuda telah menjadi ternak yang memiliki daya tarik tinggi baik bagi anak-anak, maupun orang dewasa (Bogart dan Taylor, 1983). Saluran pencernaan pada ternak kuda tidak seefektif sapi karena proses pencernaan selulosa terjadi satu kali pada sekum, akibatnya tekstur pada feses kuda menjadi lebih kasar dan berserat. Kandungan yang terdapat dalam bahan feses kuda dapat dilihat pada Tabel 1. Imbangan karbon dan nitrogen (C/N) pada feses kuda sebesar 25 (Suriawiria dan Sastramihardja, 1980). Jika rasio C/N tinggi, maka N akan terkonsumsi sangat cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan protein dan tidak akan lagi bereaksi dengan sisa karbonnya, sedangkan jika rasio C/N sangat rendah, maka N akan bebas di udara dalam bentuk NH 4 OH (Hartono, 2009). Tabel 1. Kandungan Bahan Feses Kuda Komponen Kandungan Bahan -----------%----------- Hemiselulosa 23,5 Selulosa 27,5 Lignin 14,2 Nitrogen (N) 2,29 Fosfor (P) 1,25 Kalium (K) 1,38 Sumber : Sihotang, (2010) Bedding Kuda Bedding atau alas tidur digunakan untuk memberikan kenyamanan bagi kuda saat kuda tersebut istirahat ataupun saat tidur. Selain itu bedding juga berfungsi memberikan kehangatan dan melindungi kaki kuda apabila menggunakan alas tidur 3

yang lunak, terutama untuk kuda olah raga. Bedding yang digunakan adalah serasah kayu. Serasah kayu didapat dari potongan-potongan kayu ataupun bekas serutan kayu. Limbah penggergajian adalah kayu yang tersisa akibat proses penggergajian yang bentuknya dapat berupa serbuk gergaji (sawdust), sebetan (slabs), potongan (trims), dan shaving (Haygreen dan Bowyer, 1989). Kayu adalah suatu karbohidrat yang tersusun terutama atas karbon, hidrogen, dan oksigen. Komposisi unsur kayu berdasarkan persen berat kering yaitu karbon 49%, hidrogen 6%, oksigen 44%, sedikit nitrogen dan abu 0,1% (Haygreen dan Bowyer, 1989). Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Permentan, 2009). Kandungan minimal pupuk organik yang diperbolehkan untuk diberikan ke tanah menurut Permentan (2009) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Komponen Kandungan Bahan Padat C-Organik (%) 4 Rasio C/N 15-25 Nilai ph 4-8 P 2 O 5 (%) < 2 K 2 O (%) < 2 Nitrogen (%) < 2 Sumber : Peraturan Mentan, No.28/Permentan/SR.130/B/2009 Pupuk organik yang diberikan pada tanah akan mengurangi jumlah pemakaian bahan anorganik karena pemberian bahan organik yang tinggi dapat meningkatkan ph tanah, fosfor (P) yang tersedia, dan kandungan air tanah yang mempermudah tanaman menyerap unsur hara yang diperlukan (Raihan, 2002). Keuntungan dalam penggunaan pupuk organik adalah : (1) memperbaiki sifat fisik tanah, tanah menjadi gembur, tidak menggumpal, aerasi, internal drainage lebih 4

baik, meningkatkan daya mengikat air yang baik sehingga dapat mengatasi erosi atau longsor, (2) memperbaiki sifat kimia tanah yaitu meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), mempercepat proses pelapukan, dan mencukupi ketersediaan tanah, (3) memperbaiki sifat biologi tanah, mempercepat perbanyakan bakteri, fungi, mikro flora dan fauna, dan (4) memperbaiki kondisi sosial, mengurangi dampak lingkungan (Hardjowigeno, 2003). Pupuk Kompos Pengomposan (composting) didefinisikan sebagai penguraian biologi dan stabilisasi dari bahan organik pada temperatur termofilik sebagai hasil produksi panas secara biologis, dengan hasil akhir berupa produk yang cukup stabil dalam bentuk padatan (agregat) komplek, dan apabila diberikan pada lahan tidak akan menimbulkan efek yang merugikan terhadap lingkungan (Haug, 1980). Menurut Rao (1994), proses penguraian bahan organik adalah proses perombakan bahan organik yang melibatkan mikroorganisme pengurai dalam kondisi anaerobik atau aerobik, baik itu mikroorganisme primer maupun sekunder yang dapat menghasilkan asamasam organik berupa asam laktat, asetat, fumurat, suksinat, butirat, dan alkohol. Mekanisme proses pengomposan secara umum diperlihatkan pada Gambar 1. Mikroorganisme pengurai mengambil air, oksigen dari udara dan makanan dari bahan organik. Bahan organik tersebut akan dikonversi menjadi produk metabolisme biologi berupa CO 2, H 2 O, sebagian humus, dan energi. Sebagian dari energi yang dihasilkan tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan gerakan, sisanya dibebaskan sebagai panas. Panas CO 2 Air Energi Bahan Organik Mikroorganisme baru O 2 Air Mikroorganisme Humus (kompos) Gambar 1. Mekanisme Pengomposan Secara Umum (Dalzell et al., 1987) 5

Menurut Gumbira-Sa'id (1996), sistem pengomposan dapat dibedakan dalam dua operasi, yaitu sistem pengomposan aerobik dan anaerobik. Sistem pengomposan aerobik adalah proses penguraian bahan organik dengan oksigen bebas dan sebagai hasil akhir diperoleh air, CO 2, unsur-unsur hara, dan energi. Pengomposan anaerobik adalah penguraian bahan organik tanpa adanya oksigen bebas melalui proses reduksi dengan hasil utamanya CH 4, dan CO 2. Reaksi untuk kedua sistem pengomposan tersebut dikemukakan berikut ini : 1. Reaksi pada sistem pengomposan aerobik (Crawford, 1984) - Gula, selulosa, hemiselulosa (CH 2 O)x + xh 2 O - Protein (N-Organik) NH 4 + - Sulfur organik S + xo 2 - Fosfor organik SO 4-2 + energy xco 2 + xh 2 O + energi NO 2 (Fitin, lesitin) H 3 PO 4 Ca(HPO 4 ) 2 Reaksi keseluruhannya, aktivitas Bahan organik mikroorganisme NO 3 + energi CO 2 + H 2 O + unsur hara + humus + energi 2. Reaksi pada sistem pengomposan anaerobik (Gaur, 1983) Bakteri penghasil asam - (CH 2 Ox) xch 3 COOH Methanomonas - CH 3 COOH CH 4 + CO 2 - N-Organik NH3 Cahaya matahari - 2H 2 S + CO 2 (CH 2 O)x + S +H 2 O Menurut Dalzell et al. (1987), kecepatan pengomposan kearah produk akhir yang matang tergantung pada beberapa faktor proses yaitu meliputi pasokan hara, ukuran partikel, kandungan air, kekuatan struktural bahan, aerasi, agitasi, keasaman (ph), dan ukuran tumpukan. Gaur (1983), menambahkan bahwa faktor yang paling penting dalam pengomposan adalah nisbah C/N bahan baku, ukuran potongan, bahan 6

campuran atau perbandingan bahan, kelembaban, aerasi, suhu, dan reaksi keterlibatan mikroorganisme (inokulum). Keuntungan dari pengomposan yaitu : (1) memperbaiki tanah berlempung sehingga menjadi ringan, (2) memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak saling lepas, (3) menambah daya ikat air pada tanah, (4) memperbaiki tata udara dalam tanah, (5) mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, (6) mengandung hara yang lengkap meskipun dalam jumlah yang sedikit, (7) mempercepat dalam proses pelapukan bahan mineral, (8) memberikan bahan makanan untuk mikroba, dan (9) menurunkan aktivitas mikroba yang merugikan (Sutanto, 2002). Menurut De Bertoldi et al. (1984), cara pembuatan pengomposan dapat diklasifikasikan menjadi sistem terbuka dan sistem tertutup. Metode untuk masingmasing sistem dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi Pengomposan Berdasarkan Cara Pembuatan Klasifikasi Metode Sistem Terbuka Dengan pembalikan tumpukan Tumpukan statis : - penyedotan udara - penghembusan udara - ventilasi - penghembusan udara dengan kontrol suhu Sistem Tertutup Reaktor vertikal : - Kontinyu - Tidak kontinyu Reaktor horizontal : - Material diam (Statis) - Material bergerak Sumber : De Bertoldi et al. (1984) Aktivator Mikroba Aktivator adalah bahan tambahan yang mampu meningkatkan penguraian mikrobiologis dalam tumpukkan bahan organik (Gaur, 1983). Aktivator dikenal dengan dua macam yaitu aktivator organik dan anorganik. Aktivator organik adalah 7

bahan-bahan yang mengandung N tinggi dalam bentuk bervariasi seperti protein dan asam amino. Beberapa contoh aktivator organik yaitu fungi, pupuk kandang, darah kering, sampah, dan tanah yang kaya akan humus. Aktivator anorganik antara lain amonium sulfat, urea, amoniak, dan natrium nitrat. Aktivator organik dan anorganik mempengaruhi tumpukan kompos melalui dua cara yaitu cara pertama dengan penginokulasian strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik. Cara kedua dengan meningkatkan kadar N yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme meningkat jika jumlah N mencukupi, sehingga proses penguraian bahan organik berlangsung lebih cepat dan efektif. Nitrogen (N) dalam senyawa NH 3 jumlahnya semakin rendah karena digunakan oleh mikroorganisme pengurai untuk sintesa protein dalam mempercepat aktivitasnya, hal ini menunjukkan proses penguraian berlangsung normal. Beberapa aktivator yang terdapat dipasaran dan digunakan dalam pengomposan yaitu: EM4, Stardec dan Orgadec. Effective Microorganisme4 (EM4) Higa (1993), memperkenalkan suatu kultur mikroorganisme yang disebut EM4 di dalamnya mengandung mikroorganisme yang menguntungkan dan secara efektif mengatur keseimbangan mikroorganisme tanah dan tanaman. Mikroorganisme tersebut terdiri dari bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik, aktinomisetes, khamir, dan jamur. Bakteri asam laktat Lactobacillus sp. memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme merugikan. Bakteri fotosintetik (bakteri fototropik) bakteri ini membentuk zat-zat bermanfaat dari sekresi akar-akar tumbuhan, bahan organik, dan gas-gas berbahaya dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi. Zat-zat ini bermanfaat seperti asam amino, asam nukleit, zat bioaktif, dan gula yang dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan pertumbuhan mikroorganisme lain. Actinomycetes sp. mikroorganisme yang strukturnya merupakan bentuk antara bakteri dan jamur dimana menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Jamur fermentasi seperti Aspergillus dan Penicillium menguraikan bahan organik secara tepat untuk menghasilkan alkohol, ester, dan zat anti mikroba. Ragi membentuk zat-zat anti bakteri dan bermanfaat bagi 8

pertumbuhan tanaman (dalam meningkatkan jumlah sel aktif) dari asam-asam amino dan gula yang dihasilkan bakteri fotosintetik, bahan organik dan akar-akar tanaman. Menurut Wididana dan Riga (1993), EM4 merupakan kultur campuran dalam medium cair berwama coklat kekuning-kuningan, berbau asam dan terdiri dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Bahan tersebut mampu meningkatkan penguraian bahan organik dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen, mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta dapat melarutkan senyawa fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman. Sewaktu diinokulasikan ke tanah atau pada tanaman, EM4 secara aktif memfermentasi bahan organik di dalam tanah dan menghasilkan gula, alkohol, asam amino, asam laktat, dan senyawa lain yang semuanya dapat langsung diserap akar tanaman. Selain memfermentasi bahan organik dari tanaman EM4 juga merangsang perkembangan mikroorganisme lainnya yang menguntungkan pertumbuhan tanaman, seperti bakteri pengikat N, bakteri pelarut fosfat, mikoriza, dan mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap penyakit tanaman (Wididana dan Riga, 1993). Stardec Stardec merupakan salah satu probiotik yang mempercepat proses penguraian bahan organik. Stardec adalah salah satu bioaktivator pengomposan yang banyak digunakan industri pupuk kompos karena Stardec memiliki keunggulan dalam hal kepraktisan dan kandungan mikroorganisme yang terkandung di dalamnya. Stardec merupakan koloni mikroorganisme aerob lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik, dan mikroba fiksasi N non-simbiotik yang mampu merubah bahan organik menjadi kompos dalam waktu empat minggu. Mikroba yang terkandung di dalam Stardec diperoleh dari isolasi tanah lembab dihutan, akar rumput-rumputan, dan kolon sapi. Digunakan tanah lembab karena pada tanah ini banyak mengandung mikroba lignolitik dan selulolitik, digunakan akar rumput-rumputan karena pada akar rumput diperoleh bakteri N fiksasi non-simbiosis yang berfungsi untuk mengikat N bebas dari udara sehingga kandungan N di dalam pupuk bertambah dan akan meningkatkan kandungan KTK (kapasitas tukar kation) pupuk, digunakan kolon sapi karena pada kolon sapi diperoleh bakteri lignolitik yang berfungsi untuk memecah 9

ikatan lignin. Bakteri yang terkandung dari ketiga bahan tersebut kemudian diisolasi dalam media agar lalu dibiarkan pada media jerami atau ampas tebu (Indriani, 2002). Peran mikroba yang berada dalam Stardec adalah mikroorganisme lignolitik dalam menguraikan ikatan lignoselulosa menjadi selulosa dan lignin. Lignin selanjutnya akan diuraikan lagi oleh enzim lignase menjadi derivat lignin yang lebih sederhana sehingga mampu mengikat (NH + 4 ). Mikroorganisme selulolitik akan mengeluarkan enzim selulose yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi selobiosa yang lalu dihidrolisis kembali menjadi D-glukosa dan akhirnya difermentasikan sehingga menghasilkan asam laktat, etanol, (CO 2 ), dan ammonia yang dibutuhkan tanaman. Mikroorganisme proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ekstraseluler yaitu enzim pemecah protein menjadi asam-asam amino yang akan deaminasi dan menghasilkan ammonia (NH 3 ) yang diperlukan oleh tanaman dan bakteri. Mikroorganisme lipolitik akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak. Mikroorganisme aminolitik akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acid dan keto acids (Indriani, 2002). Stardec dilengkapi dengan mikroorganisme fiksasi N non-simbiosis yang mampu mengikat N dari udara. Mikroba fiksasi N non-simbiosis diperkirakan dapat mengikat 5 20 gram N dari 1.000 gram bahan organik yang dirombak. Stardec juga dilengkapi dengan cendawan antagonis Trichoderma yaitu cendawan yang dapat mengendalikan penyebab penyakit akar yang disebabkan oleh mikroorganisme Gonoderma sp., JAP (jamur akar putih) dan Phytoptora sp. Mikroorganisme pelarut fosfat yang ada pada Stardec akan memecah P yang ada di dalam tanah sehingga dapat diserap tanaman. Dosis aplikasi penggunaan Stardec 2,5% (b/b) (Indriani, 2002). Orgadec Orgadec merupakan salah satu aktivator mikroba yang terdiri dari mikrobamikroba yang baik dan bermanfaat untuk tanah. Orgadec diformulasikan dengan bahan aktif mikroba asli Indonesia yang memiliki kemampuan menurunkan rasio C/N secara cepat dan bersifat antagonis terhadap beberapa jenis penyakit akar. Cendawan yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp.. 10

Trichoderma pseudokoningii berfungsi untuk mengendalikan penyakit dan sebagai perombak bahan organik. Kedua mikroba tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghasilkan enzim penghancur lignin dan selulosa secara bersamaan. Untuk menjamin ketersediaan kedua mikroba ini maka dilakukan pengemasan khusus yang menjamin masa simpan efektif sampai 12 bulan. Keuntungan dari penggunaan Orgadec ini adalah sesuai untuk kondisi tropis, menurunkan rasio C/N secara cepat, tidak membutuhkan tambahan nutrisi, mudah, dan tahan disimpan, antagonis terhadap penyakit jamur akar, efisiensi tenaga kerja karena tidak perlu pembalikan bahan baku dan mengurangi pertumbuhan gulma. Dosis aplikasi Orgadec untuk bahan organik keras adalah 1.25% (b/b). Unsur Hara Proses pembuatan kompos tergantung pada aktivitas mikroorganisme yang memerlukan sumber C untuk mendapatkan energi dan bahan bagi sel-sel baru, bersama dengan pasokan N untuk protein sel. Menurut Dalzell et al. (1987) rasio C/N dalam campuran pertama berkisar antara 25-35, jika rasio C/N terlalu tinggi maka prosesnya akan memakan waktu lama sebelum cukup karbon (C) dioksidasi menjadi karbon dioksida dan sebaliknya jika terlalu rendah, maka N yang merupakan komponen pupuk penting dari kompos akan dibebaskan sebagai amonia. Apabila rasio C/N terlalu tinggi dapat ditambahkan dengan bahan yang banyak mengandung N seperti kotoran temak, sedangkan apabila terlalu rendah dapat ditambahkan dengan bahan yang kaya C seperti jerami atau serbuk kayu. Kandungan Air Kandungan (kadar) air berpengaruh pada reaksi biologis mikroorgansime dalam menpenguraian bahan organik. Kandungan air dibawah 30% dalam bobot segar reaksi biologis dalam tumpukan kompos menjadi lambat. Pada kadar air yang terlalu tinggi ruang antara partikel dari bahan menjadi penuh air, sehingga mencegah gerakan udara dalam tumpukan. Kandungan air optimum dari bahan kompos adalah 50%-60% (Dalzell et al., 1987). Menurut Golueke (1977), kandungan air pengomposan yang ideal tergantung dari jenis bahan organik yang digunakan ataupun jenis bahan organik yang paling banyak terdapat dalam campuran. Nilai kadar air bahan kompos yang ideal dapat dilihat pada Tabel 4. 11

Tabel 4. Kadar Air Ideal Pengomposan Beberapa Jenis Bahan Organik Jenis Bahan Kadar Air ---------------%------------ Jerami 75-85 Kayu 75-90 Kertas 55-65 Limbah basah 50-65 Sampah kota 55-65 Pupuk kandang 55-65 Sumber: Golueke (1977) Air yang dihasilkan pada saat proses pengomposan dapat hilang karena evaporasi ke udara. Pada beberapa proses pengomposan dengan cara aerasi buatan kehilangan air dapat berlebihan dan hal ini dapat pula terjadi pada pengomposan dengan aerasi alami dalam iklim yang sangat panas. Karenanya mungkin diperlukan air tambahan untuk membuat kompos yang dapat dipasok dari air biasa atau dari bahan lain seperti limbah buah-buahan (Dalzell et al., 1987). Aerasi dan Agitasi Dalam proses pengomposan diperlukan udara yang cukup kesemua bagian tumpukan kompos untuk memasok oksigen pada mikroorganisme dan mengeluarkan karbon dioksida yang dihasilkan. Menurut Dalzell et al. (1987), tidak adanya udara (kondisi anaerobik) akan menimbulkan perkembangbiakan berbagai macam mikroorganisme yang menyebabkan keasaman dan pembusukan tumpukan yang menimbulkan bau busuk, jika aerasi dilakukan secara alami daerah pusat bawah dari tumpukan mungkin kekurangan oksigen (O 2 ). Oleh karena itu, dibutuhkan agitasi (pengadukan) untuk membantu pergerakan udara dan membentuk permukaan baru untuk dikerjakan oleh mikroorganisme. Pengendalian agitasi pada tumpukan menjamin agar semua bahan organik mengalami suhu tertinggi yang dapat dicapai. Namun pada umumnya agitasi dapat menimbulkan pendinginan dan pengeringan berlebihan dari bahan kompos. 12

Temperatur Pengomposan Pengomposan akan berjalan optimal pada temperatur yang sesuai dengan temperatur optimum pertumbuhan mikroorganisme perombak. Menurut Dalzell et al. (1987), kisaran temperatur ideal tumpukan adalah 55-65 C yang dipertahankan selama tiga hari dengan temperatur minimum 45 C selama proses pengomposan. Kurva hubungan antara waktu dan temperatur normal dari tumpukan kompos tertera pada Gambar 2, yang menunjukkan tahap-tahap temperatur yang dialami tumpukan kompos yaitu tahap penghangatan, temperatur puncak, pendinginan dan kematangan. Pada tahap penghangatan yaitu temperatur mesofilik 15-40 o C mikroba mulai berkembang dan beraktivitas mengurai bahan organik. Tahap temperatur puncak yaitu temperatur termofilik 40-70 o C pada tahap ini aktivitas mikroba mengalami titik puncak. Tahap pendinginan aktivitas mikroba mengalami penurunan. Pada tahap kematangan mikroba tidak lagi beraktivitas dan temperatur stabil dibawah 25 o C. Temperatur ( O C) 70 60 50 40 30 Kerusakan larutan Membunuh jamur Pembentukan fungi kembali Temperatur puncak (titik keseimbangan) Kerusakan polimer 20 10 0 Kotoran ternak membentuk humus A B C D Waktu Keterangan: A = Mesofilik ; B = Termofilik ; C = Pendinginan ; dan D = Pematangan Gambar 2. Perbedaan Temperatur dalam Tumpukan Kompos (Dalzell et al., 1987) Keseimbangan antara panas yang dihasilkan dan yang dilepaskan akan tergantung pada kemampuan tumpukan untuk menghambat panas yang keluar. Besarnya kemampuan tersebut tergantung pada ukuran tumpukan. Ketinggian yang sesuai untuk berbagai jenis bahan adalah minimum 1 sampai 1,2 meter dan maksimum 1,5 sampai 1,8 meter. Tumpukan yang terlalu rendah akan menyebabkan 13

kehilangan panas dengan cepat, sehingga temperatur optimum untuk membunuh mikroorganisme patogen serta proses penguraian oleh mikroorganisme termofilik tidak akan tercapai. Selain itu akan menyebabkan hilangnya kadar air secara berlebihan (Dalzell et al., 1987). 14

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan April 2011 di Laboratorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan analisa kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi dan Tropika Bogor. Materi Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah limbah padat bedding kuda (50:50) dari Nusantara Polo Club (NPC) Cibinong. Bahan lainnya adalah air, gula merah, aktivator mikroba seperti EM4, Stardec, dan Orgadec. Bahan-bahan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3. (a) (b) (c) (d) 15

Alat (e) Gambar 3. Bahan-Bahan Penelitian (a) Bedding kuda; (b) Gula Merah; (c) EM4; (d) Stardec; dan (e) Orgadec Alat-alat yang digunakan yaitu satu gelas ukur plastik, satu ember kecil, 12 bak besar, timbangan, kertas lakmus, termometer, 12 botol selai kaca, dan lima sarung tangan. Alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4. (a) (b) (c) Gambar 4. Alat-Alat Penelitian (a) Saringan, Gelas Ukur; (b) Sendok Kecil; (c) Botol Selai; dan (d) Timbangan (d) 16

Prosedur Penelitian Penelitian pembuatan pupuk kompos bedding kuda dilakukan dengan menggunakan tiga aktivator yang berbeda yaitu EM4, Stardec, dan Orgadec dengan cara seperti terlihat pada Gambar 5. Kontrol 17 ml EM4 250 g stardec 125 g orgadec Pengomposan dan Analisis Awal (C-Organik dan N-Total) Pengamatan setiap pagi selama 28 hari Analisis Akhir Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Pupuk Kompos Bedding Kuda Pupuk kompos bedding kuda dibuat dengan tahapan sebagai berikut : 1. Penyiapan bahan : 10 kg bedding kuda dimasukkan ke dalam bak besar. Lalu 700 ml air, dan 7 g gula merah (telah dihaluskan) dimasukan ke dalam ember kecil. 2. Pembuatan kompos yaitu : bahan bedding kuda yang telah siap dilarutkan bersama dengan bahan aktivator mikroba. Aktivator mikroba yang digunakan yaitu perlakuan kontrol, 17 ml EM4, 250 g Stardec dan 125 g Orgadec masingmasing perlakuan dengan tiga kali ulangan. Pengadukkan dilakukan tiga hari sekali. 3. Peubah yang diamati yaitu : Penyusutan bobot pupuk kompos bedding kuda, nilai ph, temperatur, analisis kualitas unsur hara pupuk kompos N-Total, P 2 O 5 -Total, C-Organik, K 2 O-Total, KTK (Kapasitas Tukar Kation), Rasio C/N, CaO-Total dan MgO-Total setelah hari ke-28, warna, dan bau. Proses pembuatan pupuk kompos bedding kuda dapat dilihat pada Gambar 6. Analisa kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi dan Tropika Bogor secara komposit. 17

(a) (b) (c) Gambar 6. Proses Pembuatan Pupuk Kompos Bedding kuda (a) Penyiapan Bahan; (b) Pencampuran Bahan dengan Aktivator; dan (c) Pengadukan Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah penyusutan bobot pupuk kompos, nilai ph, temperatur, analisis kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda, warna, dan bau. Penyusutan Bobot Pupuk Kompos Bedding kuda Penyusutan bobot pupuk kompos bedding kuda dihitung dari selisih bobot awal pembuatan dan bobot akhir setelah hari ke-28 pengomposan. Penyusutan dilakukan untuk mengetahui berapa persentase penyusutan yang terjadi selama proses pengomposan yang juga mempengaruhi tekstur awal dan akhir dari proses pengomposan. Bobot Awal Bobot Akhir Persentase Penyusutan = X 100% Bobot Awal 18

Nilai ph Pupuk Kompos Bedding kuda Nilai ph pada pembuatan pupuk kompos bedding kuda diukur dan dicatat setiap pagi hari selama 28 hari pengomposan. Pengukuran ph menggunakan kertas lakmus yang dicelupkan pada botol selai yang berisi 0,5 g : 15 ml masing-masing bedding kuda dan air. Proses pengukuran nilai ph dilihat dari perubahan warna pada kertas lakmus yang terdapat di kotak indikator ph. Cara pengukuran nilai ph pupuk kompos bedding kuda dapat dilihat pada Gambar 7. Botol selai Kertas lakmus Campuran air dan bedding masing-masing 0,5 g dan 15 ml Gambar 7. Cara Pengukuran Nilai ph Pupuk Kompos Bedding Kuda Temperatur Pupuk Kompos Bedding kuda Temperatur pada pembuatan pupuk kompos bedding kuda diukur dan dicatat setiap pagi hari selama 28 hari pengomposan. Pengukuran temperatur menggunakan alat ukur termometer yang ditancapkan pada tumpukan bedding disetiap baknya. Cara pengukuran temperatur dapat dilihat pada Gambar 8. Tinggi bak 24 cm Diameter bak 56 cm Gambar 8. Cara Pengukuran Temperatur Pupuk Kompos Bedding Kuda 19

Kualitas Pupuk Kompos Bedding kuda Setelah pengomposan selesai, dilakukan analisis kualitas pupuk kompos dengan mengambil sampel secara komposit untuk mengetahui kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda dengan merujuk standar kualitas kompos dari sampah organik domestik SNI (2004) (Tabel 5). Uji yang dilakukan adalah N-Total, P 2 O 5 - Total, C-Organik, K 2 O-Total, Rasio C/N, kapasitas tukar kation (KTK), CaO-Total dan MgO-Total. Tabel 5. Standar Kualitas Kompos dari Sampah Organik Domestik No. Parameter Satuan Min. Maks. No. Parameter Satuan Min Maks 1 Kadar air % 2 Temperatur Suhu air tanah 3 Warna Kehitam an o C 50 17 Cobal (Co) mg/kg * 34 18 Chromium mg/kg * 210 (Cr) 19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100 4 Bau Berbau tanah 20 Mercuri (Hg) mg/kg 0,8 5 Ukuran partikel Mm 0,55 25 21 Nikel (Ni) mg/kg * 62 6 Kemampua n ikat air % 58 22 Timbal (Pb) mg/kg * 150 7 ph 6,80 7,49 23 Selenium (Se) mg/kg * 2 8 Bahan asing % * 1,5 24 Seng (Zn) mg/kg * 500 Unsur makro Unsur lain 9 Bahan organic % 27 58 25 Kalsium % * 25,50 10 Nitrogen % 0,40 26 Magmesium (Mg) % * 0,60 11 Karbon % 9,80 32 27 Besi (Fe) % * 2,00 12 Fosfor % 0,10 28 Aluminium % 2,20 (P 2 O 5 ) (Al) 13 C/N-rasio 10 20 29 Mangan (Mn) % 0,10 14 Kalium (K 2 O) % 0,20 * Bakteri Unsur mikro 30 Fecal Coli MPN/gr 1000 15 Arsen mg/kg * 13 31 Salmonella sp. MPN/4gr 3 16 Cadmium mg/kg * 3 (Cd) Keterangan : *Nilainya lebih besar dari minimun atau lebih kecil dari maksimum Sumber : SNI 19-7030-2004 20

Warna Pupuk Kompos Bedding kuda Pematangan kompos pada perlakuan penggunaan aktivator mikroba yang berbeda akan berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan sehingga pengamatan warna perlu dilakukan dengan merujuk pada SNI (2004). Pengamatan warna dilakukan pada awal pembuatan kompos dan setelah 28 hari pengomposan. Warna kompos setelah 28 hari diukur dengan melakukan uji organoleptik dengan 40 orang panelis mahasiswa IPB. Bau Pupuk Kompos Bedding kuda Bau pupuk kompos bedding kuda akan berbeda pengaruhnya pada setiap aktivator mikroba yang digunakan, maka dari itu pengamatan bau dilakukan dengan merujuk pada SNI (2004). Pengamatan dilakukan pada awal pembuatan kompos dan setelah 28 hari pengomposan. Pengamatan bau juga menggunakan uji organoleptik dengan 40 orang panelis mahasiswa IPB. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat taraf perlakuan yaitu kontrol, EM4, Stardec dan Orgadec masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan tiga kali, sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Model matematis berdasarkan Steel dan Torrie (1995): Keterangan: Y ij = µ + P i + ℇ ij Y ij = Nilai pengamatan pada aktivator yang berbeda pada konsentrasi ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum P i = Pengaruh aktivator yang berbeda pada konsentrasi ke-i ℇ ij = Pengaruh galat percobaan i = 1, 2, 3, 4 dan j = 1, 2, 3 Analisis Data Analisis data pada peubah penyusutan dan temperatur dilakukan dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Jika hasil analisis berbeda nyata pada taraf 5% (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Data hasil uji organoleptik peubah warna serta bau menggunakan uji non-parametrik Kruskal Wallis. Uji Kruskal Wallis 21

ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan. Apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah yang dianalisis. Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk kompos bedding kuda dijelaskan secara deskriptif karena pupuk kompos yang ada dianalisis secara komposit. 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kondisi ruang laboratorium secara umum mendukung untuk pembuatan pupuk kompos karena mempunyai temperatur yang tidak berubah setiap harinya serta terlindung dari sinar matahari langsung. Rataan temperatur di ruang laboratorium adalah 26,8 o C atau temperatur setiap harinya berkisar antara 26-27 o C selama 28 hari pengomposan yang dilakukan secara aerobik. Proses pengangkutan dan pencampuran bahan bedding kuda dapat dilihat pada Gambar 9. (a) (b) (c) Gambar 9. Proses Pengangkutan dan Pencampuran Bedding Kuda (a) Pengambilan dan Pengumpulan Bedding Kuda; (b) Penimbangan Bedding kuda; (c) Pengakutan menuju Laboratorium Pengelolaan Limbah Fakultas Peternakan; dan (d) Pencampuran semua Bahan Bedding Kuda. (d) 23

Kualitas Pupuk Kompos Bedding kuda Pembuatan pupuk kompos harus menghasilkan kualitas yang baik dan disukai pengguna maka dari itu, kualitas pupuk kompos penelitian ini merujuk pada SNI (2004) dengan nomor 19-7030-2004. Kualitas pupuk kompos dilihat dari nilai penyusutan, nilai ph, temperatur, kualitas unsur hara yang tersedia, warna dan juga bau. Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda Nilai penyusutan pupuk kompos bedding kuda diperoleh dari selisih bobot awal dan bobot akhir setelah 28 hari pengomposan. Semakin besar nilai penyusutan maka semakin baik mikroba mengurai bahan organik menjadi kompos. Nilai penyusutan pupuk kompos bedding kuda terbesar yaitu pada perlakuan kontrol dan EM4 dengan nilai yang sama yaitu 38,0% (Gambar 10), hal ini diduga pada kedua perlakuan tersebut mikroba yang terkandung didalamnya lebih aktif dibandingkan perlakuan yang lain. Selama proses pengomposan mikroba aktif mengurai bahan organik menjadi CO 2, H 2 O, humus, unsur hara dan energi yang menyebabkan terjadinya kehilangan CO 2 dan H 2 O yang cukup banyak, sehingga mengalami penyusutan pupuk kompos. Kehilangan senyawa-senyawa tersebut dapat mencapai 20-40% dari bobot awal karena terjadi perombakan bahan organik yang kemungkinan 50% bahan organik telah mengalami penguraian dan penguapan (Soepardi, 1983). Gambar 10. Persentase Penyusutan Pupuk Kompos Bedding Kuda Tiap Perlakuan 24

Penambahan aktivator pada bahan yang dikomposkan akan mempercepat proses penguraian (dekomposisi) bahan organik. Seharusnya pada perlakuan dengan penggunaan aktivator mikroba nilai penyusutannya lebih besar daripada kontrol. Perlakuan Orgadec yang memiliki nilai penyusutan terendah (33,5%) diduga mikroba yang terkandung didalamnya belum optimal mengurai bahan organik, hal ini dapat dilihat dari temperatur pengomposan yang belum optimal dan tekstur permukaan bedding kuda yang kering, sehingga proses pengomposan masih berjalan. Hasil sidik ragam penyusutan pupuk kompos menunjukkan nilai P=0,142 (Lampiran Tabel 3) yang berarti nilai penyusutan pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata akibat penggunaan aktivator mikroba yang berbeda. Nilai ph Pupuk Kompos Bedding Kuda Ada tidaknya aktivitas mikroorganisme dapat dilihat dari perubahan nilai ph yang terjadi selama proses pengomposan. Pengomposan bedding kuda menghasilkan nilai ph yang bersifat alkalis disebabkan oleh salah satu sifat bahan organik yang difermentasikan secara aerobik. Menurut Nengsih (2002), pengomposan menghasilkan pupuk bersifat alkalis karena aktivitas mikroba mengurai asam-asam organik menjadi CO 2 dan banyak melepaskan kation-kation (K +, Ca 2+, Mg 2+ ) hasil dari mineralisasi dalam proses aerobik sehingga menghasilkan ph yang alkalis. Pengomposan secara aerob pada keadaan normal terjadi pada ph netral dan jarang sekali mengalami perubahan yang ekstrim (Polprasert, 1989). Nilai ph bedding kuda yang diamati selama proses pengomposan adalah berfluktuasi tetapi tidak menunjukkan perubahan yang mencolok yaitu berkisar antara 7-8 seperti diperlihatkan pada Gambar 12 hal ini dapat disebabkan nilai ph awal bedding kuda yang digunakan sudah 7. Menurut SNI (2004) nilai ph untuk pupuk organik adalah 6,8-7,5. Nilai ph pada penelitian ini termasuk ke dalam ph netral dan sesuai dengan SNI (2004). Nilai ph yang mendekati netral sangat berguna untuk mengurangi keasaman tanah yang sifat asli dari tanah adalah asam. 25

Gambar 11. Perubahan Rataan Nilai ph Tiap Perlakuan Selama Lima Hari Pengomposan Nilai ph pada pengamatan hari pertama pengomposan yaitu 7 dan mengalami peningkatan menjadi 8 pada hari kedua pengomposan (Gambar 11) hal ini disebabkan dari sumbangan kation-kation basa hasil mineralisasi bahan kompos seperti ammonia. Menurut Dalzell et al. (1987), mineralisasi adalah proses biologi untuk menguraikan bahan organik menjadi bahan humus oleh mikroorganisme. Menurut Liao et al. (1995) nilai ph yang alkalis akan memudahkan bahan organik pupuk kompos mengalami volatilisasi amonium, yaitu perubahan senyawa N- amonium menjadi gas amonia yang akan dibebaskan ke udara (Gambar 13). Gambar 12. Perubahan Rataan Nilai ph Tiap Perlakuan Selama Pengomposan 26