MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

dokumen-dokumen yang mirip
* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

KESETARAAN GENDER DALAM ADAT INTI JAGAT BADUI

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan posisi perempuan sebagai manusia tidak sejajar dengan posisi lakilaki.

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

PENELITIAN KAJIAN WANITA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak kasus tindak kekerasan terhadap perempuan yang

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

BAB IV. Refleksi Teologis

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB IV DEKSKRIPSI LOKASI PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

Penyebab kematian ibu melahirkan Musdah Mulia

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB.

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

Transkripsi:

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah laporan basil penelitian, yang diberi judul Mengikat Tali Komunitas, Memutus Rantai Kekerasan terhadap Perempuan. Sesuai dengan judulnya, tema utama yang diangkat oleh penulis mengenai upaya masyarakat membangun suatu komunitas sebagai wadah untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan dengan latar belakang kesetaraan gender. Penulis menentukan salah satu komunitas berbasis isu gender yang terdapat di Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta yang bernama Huma (Huria Maisya) sebagai objek penelitian. Pertama kali melihat buku ini, bayangan yang muncul adalah isi buku akan penuh dengan permasalahan yang berkaitan dengan usaha memutus rantai kekerasan terhadap perempuan dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kesetaraan gender. Setelah membaca isi buku ini, penulis memilih untuk lebih menitikberatkan tulisannya pada mengikat tali komunitas, yaitu Huma, bukan pada kekerasan yang terjadi pada perempuan yang menjadi latar belakang berdirinya Community Based Crisis Center (CBCC) Huma. Menurut pemaparan penulis, CBCC yang menjadi hakikat dari keberadaan Huma merupakan bentuk potensial dan alternatif dari keterpurukan berbagai macam pendekatan pembangunan yang dikenal selama ini. Peran tersebut harus didukung oleh dua faktor penting, yaitu partisipasi masyarakat dan berbasis pada hak-hak individu. Apabila dilihat dari kuantitas, Huma cukup berhasil dalam menggerakkan masyarakat, namun dari segi kualitas, hambatan budaya mempengaruhi eksistensi dan laju perkembangan Huma sebagai sebuah organisasi. Sehubungan dengan hal itu, penulis mencoba memahami lebih dalam mengenai gender sebagai konstruksi budaya masyarakat dan kekerasan menjadi salah satu konsekuensi dari konstruksi tersebut melalui Huma yang merupakan organisasi masyarakat yang berangkat dari isu gender. Buku ini terdiri dari tiga bah, yang diawali dengan pemahaman konsep mengenai gender itu sendiri dan konstruksi yang terjadi di dalam masyarakat yang seringkali menimbulkan kekerasan, kemudian dilanjutkan dengan Ia tar belakang munculnya gerakan perempuan ( feminisme) dan masalah pemberdayaan perempuan di dalam masyarakat dalam Bah II. Sedangkan pada Vol. V, No.2, 2010 ji05

Bab III, merupakan inti dari penelitian penulis dan tentu juga maksud dari penulisan buku, yaitu proses pembentukan sekaligus proses pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan dan eksistensi dari suatu komunitas dalam hal ini Huma yang mengangkat gender sebagai basis perjuangan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. MENGURAJ LEBJH DALAM KoNSEP GENDER Isu gender sampai saat ini masih menjadi topik perbincangan hangat. Banyak diskusi maupun seminar mencoba untuk mengkaji lebih dalam mengenai isu terse but. Menurut pemaparan penulis, membicarakan gender, lebih dari sekedar membicarakan laki-laki dan perempuan sebagai jenis kelamin, melainkan mencakup kesetaraan hak manusia dalam mengakses kesejahteraan maupun sumber-sumber kehidupan yang lain, yang terdiri dari masalah ekonomi, sosial, dan politik, yang menjadi pengakuan terhadap Hak Asasi Man usia (Halm. 1 ). Dalam Bab I ini, memaparkan bahwa semakin lama, muncul suatu eksistensi perempuan ke ranah publik yang sekarang ini tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, akan tetapi juga sebagai penghasil rupiah (wan ita karier). Maka dalam hal ini, perempuan pun bisa menjadi tulang punggung sebuah keluarga. Gender dapat juga didefinisikan sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2003:7). Dalam konstruksi sosial masyarakat, gender seringkali diartikan sebagai usaha perempuan untuk memperoleh posisi yang sama dengan laki-laki, padahal hal tersebut berbeda sama sekali. Isu ketidakadilan gender muncul sebagai aktualisasi dari perbedaan gender, dan bukan hanya perempuan saja, akan tetapi laki-laki pun bisa juga mengalami kerugian dari ketidakadilan gender itu sendiri. Adanya hegemoni terhadap salah satu jenis kelamin, baik laki-laki terhadap perempuan maupun sebaliknya menjadi indikator terjadinya ketidakadilan gender karena adanya proses pengaturan dari satu pihak ke pihak lain. Hal inilah yang menjadi isu utama di organisasi masyarakat Huma. Penulis dalam hal ini memberikan fakta berupa contoh kasus yang terjadi di masyarakat kelurahan Cokrodiningratan dikarenakan hegemoni dari salah satu pihak di dalam rumah tangga. Seperti yang dijabarkan penulis, budaya dan pola pikir masyarakat dalam hal ini ditengarai sebagai jawaban paling tepat terkait dengan proses terjadinya ketidakadilan gender adalah budaya patriarki yang mendominasi pemikiran masyarakat kebanyakan. Budaya patriarki diartikan sebagai budaya/pola pikir yang menempatkan laki-laki berkembang karena lebih unggul dibandingkan dengan perempuan. Budaya tersebut dapat dipengaruhi oleh agama, adat istiadat, dan lain-lain. Selain itu, pola pikir perempuan dalam masyarakat pun masih terpenjara oleh kultural yang ada. Kebanyakan dari mereka masih berkutat I 06 I Jurnal Kependudukan Indonesia

pada pola pikir bahwa perempuan lebih baik apabila aktif di rumah tangga saja. Berangkat dari anggapan bahwa perempuan merupakan subordinat laki-laki, dan ditambah dengan struktur kekuasaan yang turut andil dalam menciptakan mekanisme untuk mengantarkan patriarki dalam posisi yang lebih kuat, maka Huma dalam hal ini mencoba untuk melakukan pemberdayaan dan tidak terpenjara oleh konstruksi budaya yang selama ini terjadi. MUNCULNYA GERAKAN PEREMPUAN Berawal dari ketidakadilan gender yang sering terjadi di masyarakat, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik, maka muncul gerakan perempuan (feminisme). Dalam Bah II, penulis lebih banyak menjelaskan gerakan-gerakan perempuan sebagai konsekuensi dari ketidakadilan gender yang terjadi di dalam masyarakat, salah satunya dengan berdirinya Huma di wilayah Cokrodiningratan. Menurut penulis, konsep latar belakang terjadinya gerakan perempuan di masyarakat dapat digolongkan berdasarkan paradigma sosial, yaitu fungsionalisme dan konflik. Konsep keseimbangan dalam paradigma sosial fungsionalisme merupakan sesuatu yang penting dalam masyarakat, sebuah sistem yang secara tidak langsung menempatkan perempuan sebagai salah satu anggota masyarakat sebagai bagian yang harus mendapatkan posisi yang sama dengan individu lainnya. Paradigma ini diyakini oleh golongan feminisme liberal. Dalam hal ini, penulis mengambil pengertian mengenai feminisme liberal sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Mansour Fakih, bahwa asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan (equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik (Fakih, 2003:81). Sedangkan menurut paradigma konflik, didasari pada konflik kepentingan antara laki-laki dengan perempuan menjadijalan dalam usaha merebut kekuasaan/ menciptakan keadilan. Aliran yang termasuk adalah feminisme radikal, marxis, dan sosial. Pada dasamya kedua paradigma sosial yang membagi feminisme yang diungkapkan penulis tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai kesetaraan gender di dalam kehidupan bermasyarakat. Yang menjadi tantangannya sekarang adalah feminisme dihadapkan pada budaya dan sikap mental masyarakat yang sudah sejak lama terbentuk. Dalam konteks komunitas Huma, penulis tidak memberikan penjelasan paradigma sosial apa yang dianut oeh Huma, apakah Huma hanya sebatas komunitas atau organisasi masyarakat semata ataukah Huma sudah memiliki ideologi sendiri dalam menyikapi isu gender ini? Di sisi lain, apakah Huma sudah dapat dikategorikan sebagai gerakan perempuan padahal Huma pada awal kemunculannya merupakan perwujudan dari program Bappeda? Hal inilah yang belum banyak dijelaskan oleh penulis. Penulis hanya sekedar menj abarkan mengenai konsep feminisme, akan tetapi Vol. V, No.2, 2010 ItO?

belum mengkaitkan sepenuhnya dengan komunitas Huma yang menjadi fokus penelitiannya. Sebaiknya penulis melakukan perbandingan antara teori yang ada dengan kondisi nyata yang terjadi di Huma. MENGIKAT TALI KOMUNITAS (HUMA) Setelah sebelumnya penulis menjabarkan terlebih dahulu mengenai konsep gender dan latar belakang munculnya gerakan perempuan, pada Bab III ini penulis memaparkan basil dari penelitiannya yang fokus pada salah satu komunitas (Huma) di dalam masyarakat yang mengangkat isu gender sebagai upaya untuk memutus rantai kekerasan terhadap perempuan. Dalam penelitian, penulis hanya melakukan studi dalam rangka penulisan buku yang membahas tentang kekerasan yang ditangani oleh Huma yang berangkat dari tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa perempuan, istri, dari pasangannya, yaitu suami. Sehingga tidak diketahui apakah Huma benar-benar hanya menangani permasalahan yang berkaitan dengan KDRT ataukah juga melihat dan menangani permasalahan lainnya yang berkaitan dengan isu gender, seperti akses perempuan dalam pemerintahan di lingkungan sekitar, ataupun kontrol terhadap sumber daya, dan lain sebagainya melihat visi dari organisasi Huma adalah terciptanya kondisi masyarakat sosial yang berkeadilan gender dan peduli pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan (him. 62). Kelurahan eokrodiningratan dipilih Penulis sebagai wilayah berdirinya Huma dengan berbagai alasan. Kelurahan ini merupakan sebuah wilayah yang secara geografis dan demografis sangat rentan terhadap terjadinya KDRT. Wilayah eokrodiningratan berada di pusat kota dengan jumlah penduduk yang cukup padat dengan sebagian besar pendatang di dalamnya yang dapat memicu terjadinya KDRT (him. 48). Huma dalam hal ini, fokus pada kekerasan dalam rumah tangga yang muncul tidak hanya dilihat dari kekerasan yang diterima perempuan dalam bentuk fisik seperti penganiayaan, namun juga menyentuh bentuk kekerasan psikis, seperti umpatan, makian yang diterima istri. Demikian juga bentuk-bentuk "pemerkosaan" dalam rumah tangga juga menjadi salah satu kekerasan yang menjadi perhatian Huma. Meski secara sosial perkawinan berarti pelegalan terhadap hubungan in tim an tara suami istri, namun di dalamnya harus dilakukan atas dasar keinginan berdua, bukan atas dasar pemaksaan yang mengakibatkan kerugian baik secara fisik maupun mental dari salah satu pihak. Kemudian, dalam pelaksanaan programnya, Huma didampingi sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rifka Annisa wee yang berperan memberikan pendampingan, baik dari segi penguatan pengetahuan isu gender di masyarakat maupun teknis mengelola sebuah crisis center. Berangkat dari sebuah program yang digagas oleh pemerintah, Huma berdiri melalui serangkaian l 08 I Jurna/ Kependudukan Indonesia

komunikasi melalui organisasi atau kelompok-kelompok masyarakat yang secara langsung berada di bawah garis koordinasi pemerintah, seperti RT, RW, P.KK, posyandu, dan lain-lain. Karena bersinggungan dengan isu perempuan, P.KK merupakan kelompok masyarakat yang ditunjuk sebagai sarana bagi masuknya Huma (atau Paguyuban Cokrodiningratan pada awal berdirinya) ke dalam masyarakat. Anggota P.KK, yang semuanya adalah perempuan, dipilih karena diharapkan mampu menjadi agen-agen perubahan dalam memasukkan ide-ide kesetaraan gender yang dibangun melalui serangkaian diskusi dan pelatihan. Selanjutnya, dalam kesimpulan basil penelitian, penulis juga menyebutkan bahwa dalam kegiatannya, Huma tidak membatasi diri hanya pada kasus penanggulangan KDRT, melainkan juga menyentuh upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat (him. 84), akan tetapi lagi-lagi Penulis belum banyak menjelaskan mengenai hal terse but. Selain itu, dalam contoh kasus yang diambil dari basil wawancara penulis dengan salah satu konselor dari Huma (him. 66}, apakah saran yang dikeluarkan oleh konselor Huma sudah benar-benar dalam konteks kesetaraan gender? Padahal dalam wawancara tersebut jelas terlihat perlakuan tidak adil yang diterima oleh ibu rumah tangga yang mengadukan nasibnya kepada Huma, yaitu suami yang berselingkuh, tidak bekerja, dan hanya meminta pada istrinya, akan tetapi ibu tersebut memilih untuk tidak berpisah dikarenakan takut akan stigma janda di dalam masyarakat. Apakah Huma dalam hal ini hanya memberikan saran untuk sekedar menjaga keutuhan rumah tangga semata ataukah juga melakukan pemberdayaan terhadap ibu tersebut untuk dapat lebih berdaya dan berani di dalam masyarakat daripada harus menerima perlakuan yang tidak adil dari pasangannya? Apakah konselor dari Huma sudah benar-benar paham akan kesetaraan gender dan terlatih dalam menghadapi permasalahan KDRT? Lalu, bagaimana peran Rifka Annisa yang memberikan pendampingan untuk Huma dalam hal ini? Apa yang mendasari seorang konselor dipercaya untuk memberikan pendampingan? Hal tersebut pun tidak dijelaskan oleh penulis. Huma pada awal pendiriannya memang berangkat dari kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga di wilayah Cokrodiningratan, akan tetapi, penulis tidak banyak memberikan contoh kasus yang terjadi di wilayah Huma. Hanya beberapa kasus saja yang diangkat, sehingga eksistensi atau kegiatan yang dilakukan Huma sehari-hari tidak terlalu terlihat signifikan. Pada saat membaca buku ini, penulis terkesan ingin menyuguhkan gambaran isi buku secara sistematis, akan tetapi kesan yang diterima seperti membaca sebuah laporan basil penelitian. Berawal dari latar belakang, landasan teori, basil penelitian dan di akhir penulis memberikan kesimpulan. Sebaiknya penulis lebih menitikberatkan pada eksistensi dan sepak terjang Huma di masyarakat dalam memerangi tindak Vol. V, No.2, 2010 II09

kekerasan yang terjadi terhadap perempuan, sehingga tujuan dari berdirinya Huma dapat lebih tersampaikan secara mendetail. Namun secara umum, buku ini dapat dijadikan rujukan bagi para peneliti dan praktisi yang melakukan kegiatan penelitian yang berbasis gender. Selain itu, buku ini juga dapat bermanfaat bagi siapa saja yang in gin memahami lebih dalam mengenai kesetaraan gender. Akhir kata, munculnya buku ini dapat menjadi tambahan khasanah pengetahuan dan pemahaman mengenai pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan. DAFTAR PUSTAKA Fakih, Mansour. 2003. Ana/isis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Yogyakarta. Pelajar. 110 I Jurnal Kependudukan Indonesia