SAMBUTAN. Jakarta, September Kepala BKKBN, Prof. dr. H. Fasli Jalal, PhD, SpGK. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii ii

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

ANALISIS DATA KEPENDUDUKAN DAN KB HASIL SUSENAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

DAFTAR PARAMETER DASAR KEPENDUDUKAN TINGKAT NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010)

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. miliar jiwa. Cina menempati urutan pertama dengan jumlah populasi 1,357 miliar

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP TOTAL ANGKA KELAHIRAN DI PROVINSI MALUKU

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

BAB I. termasuk individu anggota keluarga untuk merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik

HASIL PERTEMUAN PENDALAMAN TEKNIS DALAM PENETAPAN PARAMETER KEPENDUDUKAN PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035

hampir semua negara berkembang di dunia. Perubahan penduduk dipengaruhi oleh

PENETAPAN SEMENTARA PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KKBPK SEMESTER I-TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. (bkkbn.go.id 20 Agustus 2016 di akses jam WIB). besar pada jumlah penduduk dunia secara keseluruhan. Padahal, jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. Penduduk adalah salah satu aspek terpenting dalam suatu Negara. Penduduk

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan angka fertilitas atau total fertility rate (TFR) 2,6. Indonesia masih berada

ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN SUMBER DATA

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STATISTIK GENDER 2011

GAMBARAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2007)

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA

TINJAUAN HASIL SURVAI INDIKATOR KINERJA RPJMN 2015 BKKBN PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. periode tahun yaitu 1,45%. Maka dari itu, pemerintah

PERKEMBANGAN PROGRAM KB DI PROVINSI BENGKULU ( HASIL MINI SURVEI PEMANTAUAN PUS )

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Permasalahan yang sangat menonjol adalah jumlah penduduk yang

Ambon, 20 Mei Drs. Djufry Assegaff Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku. iii

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

LATIHAN ANALISIS KEPENDUDUKAN

SEKILAS PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI BENGKULU KURUN WAKTU 1980 SAMPAI DENGAN 2003

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

POLA, PERBEDAAN, DAN DETERMINAN KELUARGA BERENCANA. Perilaku praktek keluarga berencana (family planning practice):

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

ANALISA HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 DAN IMPLIKASI KEPENDUDUKAN DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. angka kelahiran adalah melalui program keluarga berencana nasional. Program KB

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. utama yang dihadapi Indonesia. Dinamika laju pertumbuhan penduduk di

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Transkripsi:

SAMBUTAN Sesuai amanat Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangaan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN mengalami pengayaan muatan program, selain menangani program Keluarga Berencana, juga program Pengendalian Penduduk. Terkait tugas fungsi tentang Pengendalian Penduduk tersebut, diharapkan BKKBN menjadi rujukan data terutama yang berkaitan erat dengan isu kependudukan, seperti: kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, pertanian dan pangan. Buku Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia ini diterbitkan dengan berorientasi kepada 5 bidang atau isu yang terkait erat dengan isu kependudukan tersebut. Diuraikan pengertian dan ilustrasi data dari variabel-variabel yang merepresentasikan bidang kesehatan, pendidikan, ketengakerjaan, pertanian dan pangan. Saya menyambut gembira dengan diterbitkannya Buku Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia ini. Diharapkan melalui Buku Profil ini, dapat diidentifikasi permasalahan kependudukan di Indonesia. Selanjutnya dengan diketahuinya besaran masalah kependudukan, diharapkan seluruh sektor pembangunan dapat merumuskan alternatif solusi pemecahannya. Semoga penyusunan buku Profil Kependudukan dan Pembangunan di tingkat Nasional Indonesia ini memberikan manfaat bagi pengembangan program pembangunan nasional yang berwawasan kependudukan. Jakarta, September 2013 Kepala BKKBN, Prof. dr. H. Fasli Jalal, PhD, SpGK. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii ii

KATA PENGANTAR Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), diharapkan Indonesia mencapai kondisi Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS), yang ditandai dengan TFR sebesar 2,1 dan NRR=1. Untuk mencapai kondisi PTS tersebut, program pembangunan nasional perlu diarahkan agar selaras dengan kebijakan pembangunan yang berwawasan kependudukan. Untuk menyusun program yang berwawasan kependudukan, maka diperlukan data dasar (baseline) yang berisi profil kependudukan pada tingkat nasional. Untuk itulah disusun buku Profil Kependudukan dan Pembangunan di tingkat Nasional Indonesia. BKKBN sebagai institusi pemerintah yang menangani bidang Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana, berkewajiban menyediakan data dasar berupa Profil Kependudukan tersebut. Profil Kependudukan dan Pembangunan pada jangka panjang, hendaknya tidak saja memotret situasi kependudukan di tingkat nasional, namun juga mengerucut semakin detil pada tingkat provinsi, kabupaten/kota,kecamatan, bahkan bila memungkinkan sampai tingkat desa/ kelurahan. Tujuannya, agar secara spesifik dapat dipetakan permasalahan kependudukan terjadi pada wilayah yang mana. Dengan demikian, akan lebih memudahkan penentu kebijakan terkait dalam mengidentifikasi sekaligus menangani wilayah manakah yang memiliki permasalahan kependudukan. Buku Profil Kependudukan dan Pembangunan di tingkat Nasional Indonesia ini disusun atas kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan (PUSDU) dengan Direktorat Perencanaan Pengendalian Penduduk (DITRENDUK). Penyajian Profil dengan menggabungkan variabel-variabel secara lintas sektor atau bidang. Untuk itu, diperlukan kesepakatan tidak saja antar komponen BKKBN, namun yang lebih penting antar sektor. Dengan demikian, dokumen buku Profil ini disepakati dan disetujui oleh seluruh pihak, dan menjadi sumber referensi atau rujukan utama dalam bidang Pengendalian Penduduk di Indonesia. Akhir kata, kami mengharapkan masukan secara konstruktif terhadap dokumen ini, terutama menyangkut variabel-variabel yang dibahas dalam buku Profil Kependudukan dan Pembangunan tingkat Nasional Indonesia ini. Terima kasih. Jakarta, Agustus 2013 Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN Dr. Wendy Hartanto, MA. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii iii

DAFTAR ISI SAMBUTAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR.... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR TABEL LAMPIRAN... x BAB 1. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Tujuan... 2 1.3 Kerangka Pikir.... 2 1.4 Sumber Data.. 3 BAB 2. DINAMIKA PENDUDUK...... 4 2.1 Kuantitas Penduduk... 4 2.1.1 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk..... 4 2.1.2 Perubahan struktur umur menurut jenis kelamin penduduk... 5 2.1.3 Persebaran penduduk..... 8 2.2 Fertilitas dan Faktor yang Mempengaruhi... 10 2.2.1 Kecenderungan dan pola fertilitas... 10 2.2.2 Pola perkawinan 13 2.2.3 Kesertaan ber KB. 14 2.2.3.1 Pasangan usia subur... 14 2.2.3.2 Contraceptive prevalence rate dan mix kontrasepsi... 15 2.2.3.3 Kebutuhan Pelayanan Kontrasepsi yang tidak Terpenuhi... 19 2.2.3.4 Alasan tidak memakai kontrasepsi... 20 2.2.3.5 Median lama dan frekuensi menyusui secara eksklusif.. 20 2.3 Mortalitas dan Faktor yang Mempengaruhi... 21 2.3.1 Kecenderungan dan pola mortalitas... 21 2.3.2 Penyebab Kematian.. 23 2.4 Migrasi. 24 2.4.1 Kecenderungan dan pola migrasi risen.... 24 2.4.2 Kecenderungan dan pola migrasi seumur hidup.... 24 BAB 3. PEMBANGUNAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN... 26 3.1 Pencapaian Pembangunan Manusia..... 26 3.2 Pembangunan Gender.... 27 3.3 Penduduk Rentan... 29 3.4 Ketersedian Pelayanan. 30 3.4.1 Kesehatan. 30 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii iv

3.4.2 Pendidikan 32 3.4.3 Sanitasi dan Air Bersih... 34 3.4.4 Listrik 35 3.5 Kesehatan.. 36 3.5.1 Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja.... 36 3.5.1.1 Pubertas 36 3.5.1.2 Kespro PraNikah. 38 3.5.1.3 Pengetahuan tentang HIV/AIDS dan IMS.. 39 3.5.2 Kesehatan Anak.. 40 3.5.2.1 Cakupan Imunisasi.... 40 3.5.2.2 Pemberian makan pada anak.. 41 3.5.3 Kesehatan Ibu.. 41 3.5.3.1 Jumlah Bumil... 41 3.5.3.2 Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care/ANC)... 41 3.5.3.3 Penolong Persalinan.... 44 3.5.4 Insiden HIV/AIDS.... 47 3.6 Pendidikan.. 47 3.6.1 Literasi (AMH). 47 3.6.2 Pendidikan yang ditamatkan penduduk 15 tahun ke atas. 48 3.6.3 Partisipasi Sekolah.... 48 3.6.4 Rata-rata lama sekolah. 51 3.7 Ekonomi dan Ketenagakerjaan. 51 3.7.1 Ekonomi.. 51 3.7.2 Ketenagakerjaan..... 54 3.8 Pertanian Pangan... 55 3.8.1 Pangan Nasional. 55 3.8.2 Produktivitas Pertanian.. 56 3.8.3 Produksi Perikanan.... 58 3.8.4 Produksi Perkebunan.. 58 3.8.5 Produksi Peternakan.. 59 BAB 4. PENUTUP..... 61 DAFTAR PUSTAKA.... 62 LAMPIRAN.... 62 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii v

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Kerangka Pikir Hubungan antara Dinamika Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan... 2 Gambar 2.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010... 5 Gambar 2.2 Piramida Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010... 5 Gambar 2.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan 3 Kelompok Umur Besar Tahun 2010... 6 Gambar 2.4 Rasio Ketergantungan Tahun 1971-2010... 7 Gambar 2.5 Proyeksi Rasio Ketergantungan Tahun 2015-2035.... 7 Gambar 2.6 Tren Rasio Jenis Kelamin Tahun 1971-2010... 8 Gambar 2.7 Persebaran Penduduk di Indonesia Tahun 1971-2010... 9 Gambar 2.8 Urbanisasi di Indonesia Tahun 1990-2010... 9 Gambar 2.9 Kepadatan Penduduk di Indonesia Tahun 1971-2010... 10 Gambar 2.10 Angka Kelahiran Kasar di Indonesia... 11 Gambar 2.11 TFR Indonesia Tahun 1991-2012... 11 Gambar 2.12 Rasio Anak Terhadap Wanita Tahun 1971-2010... 13 Gambar 2.13 Rata-rata Umur Kawin Pertama Perempuan Tahun 1980-2010... 13 Gambar 2.14 Median Usia Kawin Pertama Wanita Tahun 1991-2007... 14 Gambar 2.15 Pemakaian Alat/Cara KB (CPR)... 17 Gambar 2.16 Pemakaian Alat/Cara KB Menurut Metode Kontrasepsi Modern... 18 Gambar 2.17 Sumber Pelayanan Kontrasepsi di Indonesia Tahun 2012... 19 Gambar 2.18 Unmet Need di Indonesia Tahun 1991-2012... 19 Gambar 2.19 Alasan Tidak Ingin Memakai Kontrasepsi... 20 Gambar 2.20 Rata-rata Pemberian ASI Eksklusif Untuk Semua Anak (Bulan)... 21 Gambar 2.21 Estimasi Kematian Kasar... 21 Gambar 2.22 Angka Kematian Bayi dan AnakTahun 1991-2012... 22 Gambar 2.23 Angka Kematian Ibu Tahun 2002-2012... 23 Gambar 2.24 Angka Harapan Hidup Indonesia Tahun 1971-2010... 23 Gambar 3.1 Perbandingan IPM Negara-negara ASEAN Tahun 1990-2012... 27 Gambar 3.2 Indeks Ketimpangan Gender di Negara ASEAN 1995-2011... 28 Gambar 3.3 Perkembangan IPG Periode Tahun 2004-2011... 28 Gambar 3.4 Banyaknya SDM Kesehatan Tahun 2008-2011... 31 Gambar 3.5 Banyaknya Sarana Puskesmas Tahun 2007-2011... 31 Gambar 3.6 Banyaknya Sarana Rumah Sakit Tahun 2007-2011... 32 Gambar 3.7 Banyaknya Klinik Pelayanan KB di Indonesia Tahun 2013... 32 Gambar 3.8 Jumlah Sekolah di Indonesia Tahun 2008-2011... 33 Gambar 3.9 Banyaknya Tenaga Guru di Indonesia Tahun 2008-2011... 34 Gambar 3.10 Persentase Fasilitas Buang Air Besar dalam Rumah Tangga... 35 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Gambar 3.11 Persentase Fasilitas Air Minum dalam Rumah Tangga... 35 Gambar 3.12 Persentase Sumber Penerangan dalam Rumah Tangga... 36 Gambar 3.13 Persentase Pria dan Wanita Umur 15-49 yang Pernah Mendengar AIDS Menurut Pendidikan, Indonesia Tahun 2012... 40 Gambar 3.14 Kasus HIV/AIDS dan Kematian... 47 Gambar 3.15 Angka Melek Huruf Tahun 2007-2011... 48 Gambar 3.16 Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk 15 Tahun ke Atas... 48 Gambar 3.17 Angka Partisipasi Sekolah Tahun 2007-2011... 49 Gambar 3.18 Angka Partisipasi Murni SD/MI/Paket A Tahun 2007-2011... 49 Gambar 3.19 Angka Partisipasi Murni SMP/MTs/Paket B Tahun 2007-2011... 50 Gambar 3.20 Angka Partisipasi Murni SMA/MA/Paket C Tahun 2007-2011... 50 Gambar 3.21 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Tahun 2007-2011, Indonesia... 51 Gambar 3.22 Persentase Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2007-2012... 52 Gambar 3.23 Persentase Penduduk Miskin Tahun 2009-2013... 53 Gambar 3.24 Tingkat Partisipasi Angkatan kerja Indonesia (persen) Tahun 2007-2010... 54 Gambar 3.25 Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia (persen) Tahun 2007-2011... 55 ii vi PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA

DAFTAR TABEL ii vii Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010... 4 Tabel 2.2 Fertilitas Menurut Kelompok Umur Tahun 1991-2012... 12 Tabel 2.3 Fertilitas Menurut Kelompok Umur dan Tempat Tinggal Tahun 1997-2012... 12 Tabel 2.4 Pasangan Usia Subur Tahun 2000-2012... 15 Tabel 2.5 Pengetahuan Tentang Alat/Cara KB... 15 Tabel 2.6 Pemakaian Kontrasepsi Masa Kini pada Wanita... 16 Tabel 2.7 Pemakaian Kontrasepsi Masa Kini Menurut Karakteristik Latar Belakang Wanita Berstatus Kawin... 17 Tabel 2.8 Sumber Pembiayaan Kontrasepsi... 18 Tabel 2.9 Jenis Penyakit dan penyebab Kematian Tahun 2011... 24 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tren Data Parameter Kependudukan yang Terkait dengan Migrasi Risen Indonesia, Tahun 2000-2010... 24 Tren Data Parameter Kependudukan yang Terkait dengan Migrasi Seumur Hidup Indonesia, 2000-2010... 25 Tabel 3.1 Tren HDI Indonesia Tahun 1980-2012... 26 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tren Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Rasio (IPG/IPM), Tahun 2004-2011... 29 Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Kesulitan... 29 Rasio Jumlah Penduduk Usia Sekolah per Jumlah Sekolah di Indonesia Tahun 2009/2010... 33 Persentase pengetahuan remaja tentang perubahan fisik masa pubertas... 36 Persentase sumber pengetahuan tentang perubahan fisik saat pubertas... 37 Tabel 3.7 Persentase umur remaja wanita pertama kali mendapat haid... 38 Tabel 3.8 Persentase Pengetahuan Remaja tentang Anemia... 39 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tren Cakupan Imunisasi Lengkap Tanpa Hepatitis B di Indonesia Tahun 2003-2012... 40 Persentase Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI Menurut Kelompok Umur, Indonesia Tahun 2007-2012... 41 Persentase wanita hamil yang melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan... 42 Tabel 3.12 Persentase Pemeriksaan Kehamilan... 43 Tabel 3.13 Komponen Pemeriksaan Kehamilan... 44 Tabel 3.14 Persentase wanita yang melahirkan di fasilitas kesehatan... 45 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii viii

Tabel 3.15 Persentase Penolong Persalinan Kualifikasi Tertinggi... 46 Tabel 3.16 Jumlah Pendapatan per Kapita Indonesia Tahun 2007-2010... 52 Tabel 3.17 Jumlah Pendapatan Domestik Regional Bruto Indonesia (juta rupiah) Tahun 2007-2011... 53 Tabel 3.18 Tren Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja... 54 Tabel 3.19 Tingkat Pengangguran Terbuka... 55 Tabel 3.20 Perkembangan Konsumsi Pangan Nasional Secara Kuantitas pada Tahun 2011-2012... 56 Tabel 3.21 Produktivitas Padi Tahun 2011-2012... 56 Tabel 3.22 Produktivitas Jagung Tahun 2011-2012... 57 Tabel 3.23 Produktivitas Kedelai Tahun 2011-2012... 57 Tabel 3.24 Produktivitas Ubi Kayu Tahun 2011-2012... 57 Tabel 3.25 Volume Produksi Perikanan (ton) Tahun 2007-2012... 58 Tabel 3.26 Produktivitas Tanaman Perkebunan Tahun 2008-2013... 59 Tabel 3.27 Produktivitas Peternakan Tahun 2008-2011... 59 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii ix

DAFTAR TABEL LAMPIRAN Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan Penduduk di Indonesia menurut Provinsi Tahun 1971-2010... 66 Rasio ketergantungan di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2000-2010... 67 Rasio Jenis Kelamin di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2000-2010... 68 Tabel 2.4 Tingkat Urbanisasi di Indonesia menurut Provinsi Tahun 1990-2010... 69 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Kepadatan Penduduk di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2000-2010... 70 Estimasi Angka Kelahiran Kasar (CBR) di Indonesia Menurut Provinsi Tahun 1990-2010... 71 Angka Fertilitas Total di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2002-2012... 72 Tabel 2.8 Rasio Anak Wanita di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2010... 73 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Rata-Rata Usia Kawin Pertama di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2010... 74 Median Umur Kawin Pertama Wanita Umur 25-49 tahun Menurut Provinsi, Indonesia 2012... 75 Tabel 2.11 Kebutuhan Ber-KB yang tidak Terpenuhi di Indonesia Tahun 2012... 76 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14 Median lamanya pemberian ASI secara eksklusif di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2002-2012... 77 Angka Kematian Bayi dan Anak di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2012... 78 Estimasi Angka Harapan Hidup (Tahun) di Indonesia Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2010... 79 Tabel 2.15 Penyebab Kematian di Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2012... 80 Tabel 2.16 Tabel 2.17 Penduduk Menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Status Migrasi Risen Tahun 2010... 81 Penduduk Menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Status Migrasi Seumur Hidup Tahun 2010... 82 Tabel 3.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2011... 83 Tabel 3.2 Indeks Pembangunan Gender (IPG) Menurut Provinsi Tahun 2005 Tabel 3.3 dan 2011... 84 Penduduk Rentan Karena Kesulitan Fungsional di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2010... 85 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii x

Tabel 3.4 Tabel 3.5 Rasio Sumberdaya Manusia Kesehatan (Dokter dan Bidan) Per 100.000 penduduk menurut Provinsi Tahun 2011... 86 Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2011... 87 Tabel 3.6 Klinik pelayanan KB di Indonesia menurut Provinsi, tahun 2013... 88 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Sarana Pendidikan (sekolah) di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2008-2010... 89 Rasio jumlah penduduk usia sekolah terhadap jumlah sekolah di Indonesia tahun 2010... 90 Jumlah Tenaga Guru di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2008 s/d 2010... 91 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Fasilitas Buang Air Besar Tahun 2011... 92 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Fasilitas Air Minum Tahun 2011... 93 Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Sumber Penerangan, 2012... 94 Persentase dan Cakupan Imunisasi pada Balita di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2012... 95 Persentase Wanita Umur 15-49 tahun yang sedang Hamil di Indonesia menurut Provinsi Tahun 1997-2012... 96 Persentase yang dilahirkan di Fasilitas Kesehatan di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2012... 97 Persentase penolong persalinan di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2012... 98 Jumlah Kumulatif Kasus HIV dan AIDS Berdasarkan Provinsi Tahun 2013 (sd Juni)... 99 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Kepandaian Membaca dan Menulis Tahun 2006 dan 2011... 100 Tabel 3.19 Angka Partisipasi Sekolah ( A P S ) Menurut Provinsi, 2012... 101 Tabel 3.20 Tabel 3.21 Tabel 3.22 Tabel 3.23 Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Provinsi, Jenis Kelamin, dan Jenjang Pendidikan Formal dan Non Formal Tahun 2011... 102 Rata-Rata Lama Sekolah Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2011... 103 Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2009-2012... 104 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Provinsi, 2007-2011 (Juta Rupiah)... 105 Tabel 3.24 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi, 2007-2011 (Juta Rupiah)... 106 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii xi

Tabel 3.25 Tabel 3.26 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2010... 107 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2010... 108 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA ii xii

PENDAHULUAN 1 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mengamanatkan bahwa penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa. Undang-undang no. 52 tahun 2009 memberi tanggungjawab pengendalian penduduk di Indonesia kepada BKKBN, yang dirubah namanya menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Pada tahun 2012, BKKBN menetapkan visi Penduduk Tumbuh Seimbang Tahun 2015. Visi tersebut mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. Kondisi penduduk tumbuh seimbang ditandai dengan angka fertilitas total (TFR) sebesar 2,1 anak per wanita atau angka reproduksi neto (NRR) sebesar 1. Misi dari BKKBN adalah mewujudkan pembangunan berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Visi dan misi tersebut akan diwujudkan melalui pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, serta pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya. Upaya ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam UU No. 52 Tahun 2009 diatur pula kewenangan dan tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota untuk mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas. Sejalan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan, perencanaan pembangunan harus disusun berdasarkan data dan informasi kependudukan. Perencanaan pembangunan berbasis data kependudukan merupakan strategi yang penting dalam rangka meningkatkan relevansi, efektivitas serta efisiensi kebijakan dan program pembangunan di Indonesia. Penggunaan data yang akurat dalam proses perencanaan telah diatur dalam peraturan perundangan. Pada Pasal 31 UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diatur bahwa Perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketentuan tersebut ditekankan kembali pada Pasal 152 UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyebutkan Perencanaan pembangunanan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Secara rinci, pada Pasal 49 UU No. 52/2009 diatur bahwa: 1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data dan informasi mengenai kependudukan dan keluarga ; 2) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui sensus, survei, dan pendataan keluarga; dan 3) Data dan informasi kependudukan dan keluarga wajib digunakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sebagai dasar penetapan kebijakan, penyelenggaraan, dan pembangunan. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 1

1.2 TUJUAN Publikasi ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan informasi tentang kondisi kependudukan Indonesia yang diamati dari berbagai aspek: kesehatan, pendidikan, pertanian, ketenagakerjaan dan Keluarga Berencana. 1.3 KERANGKA PIKIR Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia secara berkelanjutan, dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber alam yang menopangnya dalam suatu ruang wilayah daratan, lautan, dan udara sebagai satu kesatuan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak bisa dilepaskan dengan pemanfaatan ruang wilayah beserta potensi sumber daya yang ada bagi tujuan pembangunan manusia atau masyarakatnya itu sendiri. Agenda utama pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk memadukan, mengintegrasikan, dan memberi bobot yang sama bagi tiga pilar utama pembangunan, yaitu ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan hidup. Penduduk merupakan titik sentral dalam proses pembangunan berkelanjutan karena penduduk merupakan pelaku sekaligus penerima manfaat pembangunan. Konsep ini diterjemahkan lebih lanjut dalam konsep pembangunan berwawasan kependudukan. Gambar 1.1 Kerangka Pikir Hubungan antara Dinamika Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berwawasan kependudukan, yaitu pembangunan yang berpusat pada penduduk (people-centered development), adalah pembangunan yang direncanakan dengan memperhatikan kondisi dan dinamika penduduk. Semua perencanaan pembangunan harus population responsive, yaitu memperhatikan dan mempertimbangkan data dan informasi kependudukan secara lengkap, mulai dari jumlah, pertumbuhan, struktur umur, persebaran, maupun kualitas penduduk. Di sisi lain, pemerintah juga harus mampu merumuskan kebijakan pengelolaan kependudukan agar tercapai kondisi kependudukan yang kita harapkan (population-influencing policies). PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 2

1.4 SUMBER DATA Data yang digunakan untuk menyusun Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia dikumpulkan dari berbagai sumber yang telah dipublikasikan, seperti: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, Sensus Penduduk, Sakernas, Profil Kesehatan Indonesia, Profil Anak Indonesia, Statistik Kesejahteraan Rakyat, Human Development Report, Statistik Indonesia, Pelayanan Kontrasepsi. Disamping itu beberapa data yang disajikan juga merupakan data proyeksi sementara yang dihitung oleh Direktorat Perencanaan Pengendalian Penduduk pada tahun 2013. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 3

DINAMIKA PENDUDUK 2 2.1 Kuantitas Penduduk 2.1.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah Penduduk Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 1971-2010, jumlah penduduk Indonesia mengalami kenaikan menjadi dua kali lipat selama hampir 40 tahun dari sekitar 118 juta pada tahun 1971 menjadi 237 juta pada tahun 2010 (Lihat Tabel 2.1). Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Jenis Kelamin Kelompok Jumlah % Umur Laki-Laki Perempuan 0-4 11.662.369 11.016.333 22.678.702 9,5 5-9 11.974.094 11.279.386 23.253.480 9,8 10-14 11.662.417 11.008.664 22.671.081 9,5 15-19 10.614.306 10.266.428 20.880.734 8,8 20-24 9.887.713 10.003.920 19.891.633 8,4 25-29 10.631.311 10.679.132 21.310.443 9,0 30-34 9.949.357 9.881.328 19.830.685 8,3 35-39 9.337.517 9.167.614 18.505.131 7,8 40-44 8.322.712 8.202.140 16.524.852 7,0 45-49 7.032.740 7.008.242 14.040.982 5,9 50-54 5.865.997 5.695.324 11.561.321 4,9 55-59 4.400.316 4.048.254 8.448.570 3,6 60-64 2.927.191 3.131.570 6.058.761 2,5 65-69 2.225.133 2.468.898 4.694.031 2,0 70-74 1.531.459 1.924.872 3.456.331 1,5 75-79 842.344 1.135.561 1.977.905 0,8 80-84 481.462 661.708 1.143.170 0,5 85+ 282.475 431.039 713.514 0,3 Total 119.630.913 118.010.413 237.641.326 100,0 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 2010 Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki tercatat sebanyak 119.630.913 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 118.010.413 jiwa. Menurut kelompok umur, jumlah penduduk usia 0-4 tahun sebanyak 22.678.702 jiwa (9,54 persen), sedangkan penduduk usia 15-64 tahun sebanyak 156.982.218 jiwa (66 persen), dan kelompok penduduk usia 65 tahun keatas sebanyak 12.062.388 jiwa (5,1 persen). Laju Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan penduduk Indonesia dari periode 1971-1980 menurun dari 2,33 persen menjadi 1,44 persen pada periode 1990-2000. Penurunan sampai dengan 1,44 persen tersebut masih memperhitungkan Provinsi Timor-Timur sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), apabila provinsi Timor-Timur PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 4

dikeluarkan maka LPP Indonesia diperkirakan berada pada angka 1,40 persen (Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk Indonesia, BPS, 2011 Hal. 26). Pada periode 2000-2010 Laju pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan menjadi 1,49 persen. Gambar 2.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000, 2010 Berdasarkan wilayah, LPP tertinggi menurut SP tahun 2010 berada pada provinsi Papua (5,39 persen) dan terendah di provinsi Jawa Tengah (0,37 persen). LPP menurut provinsi dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.1. 2.1.2 Perubahan Struktur Umur menurut Jenis Kelamin Penduduk Piramida Penduduk Tren Piramida penduduk Indonesia tahun 1971 sampai dengan 2010 menggambarkan perubahan struktur umur penduduk Indonesia. Bentuk Piramida Penduduk berubah menjadi tipe expansive pada tahun 2010 dimana jumlah penduduk usia muda lebih banyak daripada usia dewasa maupun tua. Gambar 2.2 Piramida Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000, 2010 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 5

Pada piramida penduduk tahun 2010, kelompok umur 20-24 tahun menunjukkan keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) pada tahun 1990. Apabila dibandingkan dengan kelompok umur di bawahnya (0-19 tahun) terlihat adanya peningkatan kelahiran pada periode setelah tahun 1990. Selain itu, bagian puncak piramida menunjukkan peningkatan pada jumlah penduduk lanjut usia (lihat Gambar 2.2). Distribusi Penduduk Menurut 3 Kelompok Umur Besar Meskipun secara absolut jumlah penduduk usia muda (umur 0-14 tahun) mengalami kenaikan, akan tetapi persentasenya terus mengalami penurunan yakni dari 30,44 persen pada SP tahun 2000, menjadi 28,87 persen pada SP tahun 2010. Disisi lain, penduduk usia produktif (umur 15-64 tahun) persentasenya mengalami peningkatan, yakni dari 65,03 persen pada tahun 2000 menjadi 66,09 persen pada tahun 2010. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap turunnya rasio ketergantungan (bonus demografi) dan membuka jendela peluang dalam bidang ekonomi sebagai akibat melonjaknya penduduk usia produktif serta menurunnya penduduk usia tidak produktif. Gambar 2.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan 3 Kelompok Umur Besar Tahun 2010 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 2010 Penduduk usia lanjut (umur 65+) juga mengalami peningkatan dari 4,53 persen pada tahun 2000 menjadi 5,04 persen pada tahun 2010. Persentase ini diproyeksikan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup, sehingga akan berdampak pada peningkatan rasio ketergantungan. Rasio Ketergantungan Tren rasio ketergantungan secara nasional mengalami penurunan dari data SP 1971 yaitu 86,86 per 100 orang usia produktif menjadi 51,31 per 100 orang usia produktif pada tahun 2010. Kondisi ini menggambarkan banyaknya jumlah penduduk yang harus ditanggung oleh penduduk usia kerja telah mengalami penurunan. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 6

Gambar 2.4 Rasio Ketergantungan Tahun 1971-2010 BONUS DEMOGRAFI Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000, 2010 Tingkat rasio ketergantungan di wilayah provinsi pada saat ini berbeda-beda, provinsi DKI Jakarta dengan tingkat rasio ketergantungan terendah pada tahun 2010 yakni 36,94 per 100 orang. Sebaliknya pada Provinsi NTT dengan rasio ketergantungan 73,21 per 100 orang usia produktif masih belum memasuki peluang dimaksud. Disparitas tingkat rasio ketergantungan pada provinsi ini dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan kematian pada masing-masing provinsi. Lihat lampiran Tabel 2.2 untuk rasio ketergantungan menurut Provinsi. Banyaknya jumlah penduduk pada kelompok usia produktif dibandingkan kelompok usia non-produktif dapat memberikan manfaat bagi pembangunan nasional terutama pada sektor ekonomi. Akan tetapi untuk memanfaatkan kondisi tersebut, kualitas SDM harus ditingkatkan secara maksimal antara lain melalui pendidikan, pelayanan kesehatan dan penyediaan lapangan pekerjaan. Hasil perhitungan sementara Direktorat Perencanaan Pengendalian Penduduk BKKBN pada tahun 2013 menunjukkan bahwa window of opportunity di Indonesia diperkirakan terjadi pada rentang waktu tahun 2020 sampai tahun 2035, dengan nilai rasio ketergantungan terendah berada pada tahun 2020 sampai dengan tahun 2030 yakni 46,28 serta 46,29 per 100 orang usia produktif (lihat pada fokus Gambar 2.4). Gambar 2.5 Proyeksi Rasio Ketergantungan Tahun 2015-2035 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 86,86 53,51 43,96 79,08 55,84 40,91 59,58 67,84 36,65 53,78 65,03 66,09 67,09 68,36 68,43 68,35 67,88 30,44 BONUS DEMOGRAFI 51,31 49,05 28,87 27,44 WINDOW OF OPPORTUNITY 46,28 46,13 46,29 47,30 25,46 24,14 22,76 21,72 2,52 3,25 3,77 4,53 5,04 5,47 6,18 7,43 8,88 10,39 1971 1980 1990 2000 2010 2015 2020 2025 2030 2035 < 15 Th 15-64 Th 64+ DR Sumber data: SP 1971-2010 Perhitungan sementara Ditrenduk, BKKBN Tahun 2013 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 7

Rasio Jenis Kelamin (sex ratio) Para Demografer menyatakan bahwa perbandingan antara bayi laki-laki dengan bayi perempuan pada waktu lahir berkisar antara 103-105 bayi laki-laki per 100 bayi perempuan (LDUI, 2010 Hal. 32). Berdasarkan hasil sensus penduduk rasio jenis kelamin meningkat dari 97,18 orang laki-laki berbanding 100 orang perempuan pada tahun 1971 menjadi 101 orang lakilaki berbanding 100 orang perempuan pada tahun 2010. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa jumlah laki-laki di Indonesia lebih besar dibandingkan dengan jumlah perempuan. Gambar 2.6 Tren Rasio Jenis Kelamin di Indonesia tahun 1971-2010 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000, 2010 Besar kecilnya Rasio Jenis kelamin pada suatu daerah dipengaruhi oleh pola Mortalitas atau pola Migrasi. Provinsi Papua dengan Rasio Jenis Kelamin tertinggi tahun 2010 yakni 113 orang laki-laki berbanding 100 orang perempuan, diperkirakan terjadi karena banyaknya penduduk laki-laki yang masuk untuk bekerja pada sektor pertambangan. Sedangkan pada Provinsi NTB dengan Rasio Jenis Kelamin terendah tahun 2010 yakni 94 orang laki-laki per 100 orang perempuan, diperkirakan terjadi karena banyaknya penduduk laki-laki yang keluar dari wilayah tersebut untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri. Lebih lanjut tentang rasio jenis kelamin menurut Provinsi dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.3 2.1.3 Persebaran Penduduk Persebaran Penduduk Secara demografis persebaran penduduk di Indonesia juga tidak merata. Sebagian besar penduduk Indonesia berdasarkan SP tahun 2010 menghuni pulau Jawa (57,5 persen) serta sebagian kecil berada di pulau Maluku dan Papua (2,6 pesen). PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 8

Gambar 2.7 Persebaran Penduduk di Indonesia Tahun 1971-2010 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000, 2010 Dalam waktu lima dekade terlihat adanya pengurangan persentase penduduk yang bertempat tinggal di pulau Jawa yaitu dari 63,9 persen pada tahun 1971 menjadi 57,5 persen tahun 2010. Hal ini diikuti dengan kenaikan persentase penduduk yang bertempat tinggal di pulau Sumatera dari 17,6 persen pada tahun 1971 menjadi 21,3 persen pada tahun 2010. Dengan demikian, seperti terlihat pada Gambar 2.6, kecenderungan migrasi keluar sebagian besar menuju pulau Sumatera, sedangkan di wilayah lainnya relatif tetap. Urbanisasi Urbanisasi menunjukkan persentase penduduk suatu wilayah yang tinggal di daerah perkotaan. Proses urbanisasi bukan hanya proses perpindahan penduduk dari perdesaan ke perkotaan, namun juga termasuk pertumbuhan alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah perkotaan maupun perubahan status wilayah dari daerah perdesaan ke perkotaan. Gambar 2.8 Urbanisasi di Indonesia Tahun 1990-2010 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1990, 2000, 2010 Persentase penduduk di daerah perkotaan meningkat dari 42,1 persen pada tahun 2000, menjadi 49,8 persen pada tahun 2010. Angka ini diproyeksikan akan terus meningkat terutama untuk beberapa provinsi khususnya Jawa dan Bali. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 9

Provinsi DKI jakarta sebagai Ibu Kota Negara memiliki tingkat urbanisasi tertinggi, sementara provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi dengan tingkat urbanisasi terendah tahun 2010 yakni sebesar 19,3 persen. Lebih lanjut tentang Urbanisasi menurut Provinsi dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.4. Kepadatan Penduduk Data kepadatan penduduk berdasarkan data SP, mengalami peningkatan dari 107 jiwa per km 2 pada tahun 2000, menjadi 124 jiwa per km 2 pada tahun 2010. Kepadatan penduduk Indonesia antara provinsi yang satu dengan provinsi yang lain tidak seimbang. Sebagian besar penduduk Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Padahal, luas wilayah pulau Jawa hanya 6,8 persen dari luas wilayah negara Indonesia. Gambar 2.9 Kepadatan Penduduk di Indonesia Tahun 1971-2010 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000, 2010 Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, tampaknya menjadi daya tarik masyarakat untuk mencari kehidupan ekonomi yang lebih baik sehingga memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi yaitu 14,469 jiwa per km 2. Sedangkan, provinsi dengan tingkat kepadatan terendah adalah Papua Barat dengan tingkat kepadatan hanya 8 jiwa per km 2. Lihat lampiran Tabel 2.5 untuk kepadatan penduduk menurut Provinsi. 2.2 Fertilitas dan Faktor yang Mempengaruhi 2.2.1 Kecenderungan dan Pola Fertilitas Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR) Angka Kelahiran Kasar (CBR) menunjukkan banyaknya kelahiran pada tahun tertentu per 1000 penduduk pada pertengahan tahun yang sama. Angka kelahiran kasar di Indonesia mengalami kenaikan dari 17,4 kelahiran per 1000 penduduk (SP 2000) menjadi 17,9 kelahiran per 1000 penduduk (SP 2010). PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 10

Sementara menurut hasil SDKI, Angka Kelahiran Kasar Indonesia terus mengalami penurunan dari 25,1 pada survey tahun 1991, menjadi 20,4 pada tahun 2012. Gambar 2.10 Angka Kelahiran Kasar di Indonesia Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1990, 2000 dan 2010 SDKI 1991, 1994, 1997, 2002, 2007, 2012 Berdasarkan wilayah, angka kelahiran Kasar tertinggi menurut SP 2010 berada pada Provinsi Kepulauan Riau yakni 22,5 kelahiran per 1000 penduduk dan terendah pada provinsi DI Yogyakarta yakni 14,4 per 1000 penduduk (data Provinsi dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.6). Angka Fertilitas Total (Total Fertility Rate/TFR) Berdasarkan data SDKI, TFR nasional mengalami penurunan dari 3,03 anak per wanita usia subur pada tahun 1991 menjadi 2,60 anak per wanita usia subur pada tahun 2002/2003. Sejak periode tahun 2002/2003 angka fertilitas total hanya mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan survey terakhir tahun 2012 yakni menjadi 2,59 anak per wanita usia subur. Menurut SDKI 2012, TFR tertinggi terdapat di provinsi Papua Barat (3,70 anak per wanita usia subur) dan TFR terendah di provinsi DIY Jogjakarta (2,10 anak per wanita usia subur). Lebih lanjut tentang TFR menurut Provinsi dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.7. Gambar 2.11 TFR Indonesia Tahun 1991-2012 Sumber data : SDKI 1991, 1994, 1997, 2002, 2007, 2012 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 11

Angka Fertilitas Menurut Kelompok Umur (Age Specific Fertility Rate/ASFR) ASFR adalah angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran per 1.000 perempuan pada kelompok umur tertentu antara 15-49 tahun. Data tren Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan ada pergeseran puncak ASFR dari kelompok umur 20-24 tahun pada tahun 1991 menjadi 25-29 tahun pada tahun 2012. Pada tahun 2012, jumlah kelahiran pada kelompok umur 25-29 tahun adalah 143 per 1000 perempuan 25-29 tahun. Sedangkan kelompok umur dengan jumlah kelahiran terendah adalah kelompok umur 45-49 tahun yakni 4 per 1000 perempuan 45-49 tahun. Kel. Umur Wanita (Age Group) Tabel 2.2 Fertilitas Menurut Kelompok Umur Tahun 1991-2012 1991 1994 1997 2002/ 03 2007 2012 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 15-19 67 61 62 51 51 48 20-24 162 148 143 131 135 138 25-29 157 150 149 143 134 143 30-34 117 109 108 99 108 103 35-39 73 68 66 66 65 62 40-44 23 31 24 19 19 21 45-49 7 4 6 4 6 4 TFR 3,03 2,85 2,79 2,56 2,59 2,59 Sumber data: SDKI Tahun 1991, 1994, 1997, 2002/2003, 2007 dan 2012 Secara umum, ASFR di daerah perkotaan lebih rendah dari perdesaan, hal ini terlihat dari adanya perbedaan pada pola kelahiran, dimana puncak kelahiran di perkotaan terjadi pada kelompok usia 25-29 tahun, sedangkan di perdesaan terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun. Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah ASFR kelompok usia 15-19 tahun di Desa, dimana pada tahun 2012 kondisinya masih sangat tinggi yakni sebesar 69, angka tersebut lebih dari 2 kali lipat bila dibandingkan dengan ASFR 15-19 tahun di kota yaitu sebesar 32. Tabel 2.3 Fertilitas Menurut Kelompok Umur dan Tempat Tinggal Tahun 1997-2012 Kelompok Umur Wanita 1997 2002/03 2007 2012 (Age Group) Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 15-19 32 79 41 63 26 74 32 69 20-24 112 158 119 144 116 153 121 156 25-29 143 152 143 144 138 131 145 141 30-34 113 105 103 95 104 110 108 98 35-39 62 67 64 68 59 70 59 64 40-44 17 27 18 21 17 21 22 20 45-49 1 7 2 5 4 7 3 6 Total 480 595 490 540 464 566 490 554 TFR 2,40 2,98 2,45 2,70 2,32 2,83 2,45 2,77 Sumber Data : SDKI Tahun 1997, 2002/03, 2007, dan 2012 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 12

Rasio Anak terhadap Wanita (Child Woman Ratio/CWR) Rasio anak terhadap wanita menggambarkan perbandingan antara jumlah anak di bawah lima tahun (0-4 tahun) terhadap 1000 penduduk perempuan usia 15-49 tahun. Berdasarkan data SP, tren rasio anak terhadap wanita usia subur mengalami penurunan dari 667 per 1000 wanita usia subur pada tahun 1971 menjadi 348 per 1000 wanita usia subur di tahun 2010. Gambar 2.12 Rasio Anak terhadap Wanita Tahun 1971 2010 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010 Berdasarkan wilayah, Provinsi Maluku merupakan Provinsi dengan Rasio Anak terhadap Wanita tertinggi menurut hasil SP 2010 yakni 484 per 1000 wanita usia subur, sedangkan DI Yogyakarta menjadi Provinsi dengan Rasio Anak terhadap Wanita terendah yakni 272 per 1000 wanita usia subur. Lihat lampiran Tabel 2.8 untuk CWR menurut Provinsi. 2.2.2 Pola Perkawinan Umur Kawin Pertama Perempuan (Singulate Mean Age at First Marriage/SMAM) SMAM adalah perkiraan/estimasi rata-rata umur kawin pertama berdasarkan jumlah penduduk yang tetap lajang (belum kawin). SMAM Indonesia berdasarkan SP tahun 2010 adalah 22,3 tahun, angka tersebut menurun dibandingkan hasil SP 2000 yang hanya 22,5 tahun. Gambar 2.13 Rata-rata Umur Kawin Pertama Perempuan Tahun 1980 2010 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 1990, 2000 dan 2010 Sumber SMAM 1980: Indonesia Assessment-Population and Human Resources, Gavin W. Jones,Terence H. Hull, Hal.2 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 13

SMAM tertinggi untuk wilayah provinsi berdasarkan SP 2010 terdapat pada Provinsi Kepulauan Riau yakni 24,4 tahun, sedangkan angka terendah berada pada Provinsi Kalimantan Tengah yakni 21,0 tahun. Lihat lampiran Tabel 2.9 untuk SMAM menurut Provinsi. Median Usia Kawin Pertama Usia kawin pertama adalah usia saat wanita melakukan perkawinan secara hukum dan biologis yang pertama kali. Usia kawin pertama yang dilakukan oleh setiap wanita memiliki resiko terhadap persalinannya. Semakin muda usia kawin pertama seorang wanita, maka semakin besar resiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu maupun anak. Selain itu, usia kawin pertama juga berpengaruh besar pada tingkat fertilitas wanita maupun jumlah penduduk, sebagai akibat dari lamanya waktu reproduksi wanita. Gambar 2.14 Median Usia Kawin Pertama Wanita Tahun 1991-2007 Sumber data: SDKI 1991, 1994, 1997, 2002-03, 2007, 2012 Hasil SDKI tahun 2007 menunjukkan median usia kawin pertama berada pada usia 20,1 tahun, angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan hasil SDKI 2002-2003 yakni 19,8 tahun (lihat gambar 2.13). Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan SDKI 2007 menempati posisi terendah usia kawin pertama wanita yakni pada usia 18,7 tahun, sedangkan DKI Jakarta menempati angka tertinggi yakni 22,5 tahun. Lebih jelas tentang Median Usia Kawin Pertama menurut Provinsi dapat dilihat pada lampiran Tabel 2.10. 2.2.3 Kesertaan ber KB 2.2.3.1 Pasangan Usia Subur (PUS) Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami-istri yang istrinya berumur antara 15 49 tahun, dan secara operasional pula pasangan suami-istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan telah kawin atau istri berumur lebih dari 49 tahun tapi belum menopause (BKKBN, 2007). Tingkat kesertaan ber-kb diukur dari angka persentase PUS yang menjadi peserta KB. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 14

Data BKKBN menunjukkan Pasangan Usia Subur di Indonesia berjumlah 37.766.883 pada tahun 2000, angka tersebut terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yakni 46.315.818 pada tahun 2010 dan 48.370.542 pada tahun 2012. Tabel 2.4 Pasangan Usia Subur (Ribuan) Tahun 2000-2012 Tahun PUS 2000 37.766.883 2010 46.315.818 2011 47.326.142 2012 48.370.542 Sumber data: Biren dan Ditlaptik, BKKBN 2.2.3.2 Contraceptive Prevalence Rate dan Mix Kontrasepsi Pengetahuan Mengenai Alat/Cara KB Tabel 2.5 menunjukkan pengetahuan tentang metode kontrasepsi untuk semua wanita, wanita pernah kawin dan pria berstatus kawin. Hampir semua wanita dan wanita pernah kawin di Indonesia (98 persen dan 99 persen) pernah mendengar dan mengetahui paling tidak satu alat/cara KB. Persentase ini relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan sejak SDKI 2007. Suntikan dan pil merupakan alat/cara KB yang paling dikenali dan diketahui oleh wanita di Indonesia 96 persen. Diantara metode kontrasepsi modern, kontrasepsi darurat yang diketahui adalah diafragma dan metode amenore laktasi (MAL). Secara umum, pria kurang mengetahui tentang metode kontrasepsi tertentu daripada wanita, kecuali untuk kontrasepsi kondom dimana pengetahuan pria lebih tinggi daripada wanita. Tabel 2.5 Pengetahuan Tentang Alat/Cara KB Metode Semua Wanita Wanita Berstatus Menikah Wanita Umur Subur belum Menikah Pria Berstatus Kawin Suatu Alat/Cara KB 98.0 99.0 90.7 97.3 Cara KB Modern 98.0 98.9 89.0 97.2 Sterilisasi Wanita 61.4 67.0 44.4 40.3 Sterilisasi Pria 33.7 37.7 25.4 30.6 Pil 95.6 97.3 87.7 93.0 IUD 75.8 82.3 68.2 65.1 Suntikan 95.9 98.0 83.0 92.5 Susuk KB 81.8 89.0 54.1 63.1 Kondom 83.1 84.4 84.9 87.0 Diafragma 10.7 10.5 9.5 7.8 Metode Amenore Laktasi (MAL) 21.6 23.8 22.8 7.7 Kontrasepsi Darurat 11.0 11.3 10.6 6.9 Cara KB tradisional 56.8 62.6 62.9 46.7 Jumlah wanita /pria 45,607 33,465 34 9,306 Sumber data: SDKI 2012 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 15

Pemakaian Kontrasepsi dan Kecenderungannya Tabel 2.6 menunjukkan bahwa 62 persen wanita berstatus kawin menggunakan kontrasepsi. Metode tradisional tidak umum digunakan di Indonesia; 58 persen wanita berstatus kawin umur 15-49 yang menggunakan metode kontrasepsi modern dan 4 persen wanita berstatus kawin menggunakan metode tradisional. Suntik KB adalah metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan, diikuti oleh pil (masing-masing sebesar 32 persen dan 14 persen). Program yang mendorong partisipasi pria untuk ber-kb telah dilakukan selama beberapa tahun, namun penggunaan metode kontrasepsi ini masih rendah. Hanya sedikit wanita berstatus kawin umur 15-49 tahun yang suaminya menggunakan kondom pria dan sanggama terputus (masing-masing 2 persen), dan 1 persen menggunakan pantang berkala. Selanjutnya, tingkat penggunaan sterilisasi pria masih kurang dari 1 persen. Tabel 2.6 Pemakaian Kontrasepsi Masa Kini : Wanita Tabel 2.6 Pemakaian Kontrasepsi Masa Kini pada Wanita Umur Suatu cara Cara Modern Suatu cara Sterilisasi Sterilisasi Susuk modern wanita Pria Pil IUD Suntik KB Kondom MAL Lainnya Sumber data: Sumber: SDKI 2012 2012 Pemakaian Kontrasepsi Menurut Karakteristik Latar Belakang Cara Tradisional Suatu cara Pantang Sanggama Tidak Jumlah tradisional berkala terputus Lainnya pakai Total wanita Semua wanita 15-19 6.3 6.2 0.0 0.0 1.2 0.1 4.9 0.1 0.0 0.0 0.0 0.1 0.0 0.1 0.0 93.7 100.0 6,927 20-24 36.2 35.4 0.0 0.0 6.5 1.2 25.5 1.6 0.6 0.0 0.0 0.8 0.1 0.6 0.1 63.8 100.0 6,305 25-29 55.0 52.2 0.2 0.0 11.2 2.1 34.2 2.8 1.7 0.0 0.0 2.7 0.7 1.9 0.1 45.0 100.0 6,959 30-34 60.2 56.7 1.3 0.1 13.4 3.4 32.7 3.6 2.0 0.1 0.0 3.6 1.1 2.1 0.3 39.8 100.0 6,876 35-39 62.9 57.9 3.8 0.2 14.3 4.2 29.5 3.8 2.0 0.0 0.0 5.0 1.5 3.1 0.4 37.1 100.0 6,882 40-44 58.6 53.5 5.8 0.1 13.7 5.2 23.5 3.6 1.5 0.0 0.0 5.1 2.0 2.4 0.6 41.4 100.0 6,252 45-49 39.8 36.3 7.0 0.5 9.4 5.1 11.6 1.5 1.1 0.0 0.0 3.6 1.3 1.7 0.5 60.2 100.0 5,407 Total 45.7 42.7 2.4 0.1 10.0 3.0 23.5 2.4 1.3 0.0 0.0 3.0 1.0 1.7 0.3 54.3 100.0 45,607 Wanita berstatus kawin 15-19 48.1 47.6 0.0 0.0 8.8 0.9 37.3 0.6 0.0 0.1 0.0 0.4 0.1 0.3 0.1 51.9 100.0 890 20-24 60.5 59.3 0.0 0.0 10.9 2.0 42.7 2.6 0.9 0.1 0.0 1.3 0.2 1.0 0.1 39.5 100.0 3,754 25-29 63.6 60.4 0.3 0.0 12.9 2.4 39.6 3.2 2.0 0.0 0.0 3.1 0.8 2.2 0.1 36.4 100.0 6,000 30-34 65.7 61.8 1.4 0.1 14.7 3.6 35.7 3.9 2.2 0.1 0.0 3.9 1.2 2.3 0.3 34.3 100.0 6,285 35-39 68.1 62.7 4.1 0.2 15.6 4.4 32.0 4.1 2.2 0.0 0.0 5.4 1.7 3.3 0.5 31.9 100.0 6,331 40-44 65.2 59.5 6.3 0.1 15.4 5.5 26.4 4.0 1.7 0.0 0.0 5.7 2.3 2.7 0.7 34.8 100.0 5,572 45-49 45.8 41.6 7.7 0.5 10.9 5.8 13.6 1.7 1.3 0.0 0.0 4.2 1.5 2.0 0.6 54.2 100.0 4,633 Total 61.9 57.9 3.2 0.2 13.6 3.9 31.9 3.3 1.8 0.0 0.0 4.0 1.3 2.3 0.4 38.1 100.0 33,465 Tabel 2.7 menunjukkan bahwa angka prevalensi kontrasepsi hampir sama di daerah perkotaan dan pedesaan (62 persen). Suntik KB digunakan oleh wanita perkotaan dan perdesaan, tetapi wanita di perdesaan memiliki persentase penggunaan suntik KB yang lebih besar daripada wanita di perkotaan (masing-masing 35 persen dan 28 persen). Penggunaan metode kontrasepsi juga bervariasi menurut tingkat pendidikan. Suntik KB merupakan metode yang paling populer pada semua kategori pendidikan wanita. IUD, kondom dan sterilisasi wanita lebih banyak digunakan oleh wanita berstatus kawin dengan tingkat pendidikan lebih tinggi. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 16

Tabel 2.7 Pemakaian kontrasepsi masa kini menurut karakteristik latar belakang wanita berstatus kawin Sumber data: SDKI 2012 Gambar 2.14 menunjukkan pemakaian alat/cara KB meningkat hampir 1 persen per tahun selama periode sebelas tahun antara SDKI tahun 1991 dan SDKI tahun 2002-2003. Selama satu dekade setelah SDKI tahun 2002-2003, peningkatan pemakaian alat/cara KB kurang dari 2 persen. Gambar 2.15 Pemakaian Alat/Cara KB (CPR) Sumber data: SDKI 1991, 1994, 1997, 2002-03, 2007, 2012 Gambar 2.15 menunjukkan tingkat popularitas beberapa metode kontrasepsi modern. Penggunaan IUD terus menurun selama 20 tahun terakhir, dari 28,3 persen pada tahun 1991 dan saat ini sebesar 6,7 persen. Di sisi lain, penggunaan suntikan meningkat dari 24,9 persen pada tahun 1991 menjadi 55,1 persen pada 2012. Sementara pil adalah metode modern yang paling umum digunakan pada tahun 1991 dan tahun 1994, serta suntik KB PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 17

merupakan metode kontrasepsi modern yang paling populer digunakan sejak SDKI tahun 1997. Gambar 2.16 Pemakaian Alat/Cara KB Menurut Metode Kontrasepsi Modern Sumber data: SDKI 2012 Biaya Pemakaian Kontrasepsi Berdasarkan SDKI 2012 sebanyak 23 persen dari seluruh pemakai kontrasepsi memperoleh cara atau alat kontrasepsi dari tempat pelayanan pemerintah, dan sebagian besar dari mereka (16 persen) membayar untuk metode dan jasa pelayanannya. Tabel 2.8 Sumber Pembiayaan Kontrasepsi Sumber data: SDKI 2012 Kemandirian pemakaian kontrasepsi menurut SDKI 2012 dua persen lebih rendah dibandingkan dengan SDKI 2007 (masing-masing 89 persen dan 91 persen). Pemakai kontrasepsi suntik, pil dan kondom cenderung membayar dalam mendapatkan alat/obat kontrasepsinya (masing-masing 96 persen, 95 persen dan 95 persen) dibandingkan pemakai alat/cara kontrasepsi lain. Dua per tiga dari pemakai IUD, 62 persen pemakai sterilisasi pada wanita dan 55 persen dari pemakai implan membayar untuk mendapatkan alat/metode kontrasepsinya. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 18

Tabel 2.8 juga menjelaskan tentang sumber pelayanan kontrasepsi yang dikategorikan kedalam 3 tempat pelayanan yakni Pemerintah, Swasta, dan Lainnya. Pelayanan kontrasepsi ini diarahkan pada kemandirian dan partisipasi sektor swasta. Gambar 2.17 Sumber Pelayanan Kontrasepsi di IndonesiaTahun 2012 Sumber data: SDKI 2012 Gambar 2.16 menunjukkan beberapa alat/cara KB masih menjadi domainnya pemerintah seperti sterilisasi wanita dan pria, selebihnya kebanyakan dilayani oleh pihak swasta. Sedangkan alat kontrasepsi yang dapat diperoleh di toko obat adalah pil dan kondom. 2.2.3.3 Kebutuhan Pelayanan Kontrasepsi yang tidak Terpenuhi (Unmet Need) Unmet need menggambarkan persentase wanita usia subur yang tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi namun menginginkan penundaan kehamilan (penjarangan sampai dengan 24 bulan) atau berhenti sama sekali (pembatasan). Gambar 2.18 Unmet Need di Indonesia Tahun 1991-2012 Sumber data: SDKI 1991, 1994, 1997, 2002-03, 2007, 2012 Definisi unmet need pada SDKI tahun 2012 mengalami perubahan dari definisi SDKI tahun 2007. Dalam rangka menyediakan data yang dapat dibandingkan, maka telah dilakukan perhitungan total unmet need dengan menggunakan definisi baru. Hasilnya terjadi penurunan unmet need pada wanita berstatus PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 19

kawin umur 15-49 dari 17.0 persen pada tahun 1991, turun menjadi 15,3 persen pada tahun 1994, dan 11,4 persen pada tahun 2012. Menurut SDKI 2012, kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) pada wanita berstatus kawin umur 15-49 tahun adalah 11,4 persen; 5 persen untuk penundaan kelahiran, dan 6,9 persen untuk membatasi kelahiran. Unmet need Provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2.11. 2.2.3.4 Alasan Tidak Memakai Kontrasepsi Sebagian besar wanita yang tidak menggunakan alat kontrasepsi pada saat survey berkaitan dengan alasan fertilitas yaitu sebesar 40,2 persen. Diantara mereka 19,1 persen adalah yang telah memasuki masa menopause, 9,2 persen ingin memiliki anak banyak, 7,4 persen abstinensi, 3 persen tidak subur dan fatalistic 1,6 persen (lihat Gambar 2.18). Gambar 2.19 Alasan tidak ingin memakai Kontrasepsi Sumber data: SDKI 2012 Adapun wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi berkaitan dengan alasan atau cara KB sebesar 23,4 persen, dimana 11,5 persen dari mereka adalah yang takut dengan efek samping, 7,8 persen berkaitan dengan masalah kesehatan, 2,3 persen merasa tidak nyaman menggunakan alat kontrasepsi, 1 persen menjadi gemuk atau kurus, dan selebihnya karena alasan kurangnya akses dan biaya yang terlalu mahal. 2.2.3.5 Median lama dan frekuensi menyusui secara eksklusif Secara umum median lama menyusui di Indonesia adalah selama 21,4 bulan, dengan durasi meannya selama 20,5 bulan. Namun demikian median durasi ASI eksklusif kurang dari 1 bulan dengan durasi meannya 3 bulan. Seperti dapat dilihat pada Gambar 2.19. Lampiran Tabel 2.12 untuk melihat Median lama menyusui menurut Provinsi. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 20

Gambar 2.20 Rata-rata pemberian Asi Eksklusif untuk Semua Anak (bulan) Sumber data: SDKI 2012 2.3 Mortalitas dan Faktor yang Mempengaruhi 2.3.1 Kecenderungan dan Pola Mortalitas Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR) Estimasi angka Kematian Kasar berdasarkan United Nation (UN) Population Prospect menurun dari 13 per 1000 penduduk pada periode tahun 1970 sampai dengan 1975, menjadi 6 per 1000 penduduk pada periode tahun 2005 sampai dengan 2010. Penurunan angka kematian kasar ini memberikan gambaran peningkatan kesejahteraan penduduk, sebagai dampak dari kemajuan di bidang kesehatan. Gambar 2.21 Estimasi Kematian Kasar di Indonesia Sumber data: World Population Prospects The 2012 Revision, UN Angka Kematian Bayi (Infant MortaIity Rate/IMR) Kematian bayi menggambarkan peluang untuk meninggal antara kelahiran dan sebelum mencapai umur tepat satu tahun. Angka kematian Bayi dapat dibagi menjadi dua bagian yakni kematian neonatum dan post-neonatum. Kematian Neonatum menggambarkan peluang untuk meninggal dalam bulan pertama setelah lahir, sedangkan kematian post-neonatum menggambarkan peluang untuk setelah bulan pertama tetapi sebelum umur tepat satu tahun. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 21

Gambar 2.22 Angka Kematian Bayi dan Anak Tahun 1991-2012 Sumber data: SDKI Tahun 1991, 1994, 1997, 2002, 2007 dan 2012 Kematian bayi berusia di bawah satu tahun menurun dari 67,8 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Berdasarkan data provinsi kasus kematian bayi tertinggi terdapat di Papua Barat (74 per 1000 kelahiran hidup) dan terendah di provinsi Kalimatan Timur (21 per 1000 kelahiran hidup). Lihat Lampiran Tabel 2.13 untuk Angka Kematian Bayi menurut Provinsi. Angka Kematian Anak (1-4 Tahun) Kematian anak menggambarkan peluang untuk meninggal antara umur satu tahun dan sebelum tepat lima tahun. Gambar 2.21 menunjukan bahwa kematian anak usia 1-4 tahun telah turun sejak tahun 1991, dari 31,7 per 1000 kelahiran anak usia 1-4 tahun menjadi 9 per 1000 kelahiran anak usia 1-4 tahun pada tahun 2012. Provinsi dengan angka kematian anak usia 1-4 tahun tertinggi adalah Papua (64 per 1000 anak usia 1-4 tahun) dan terendah adalah Jambi (3 per 1000 anak usia 1-4 tahun). Lihat Lampiran Tabel 2.13 untuk Angka Kematian Anak menurut Provinsi. Angka Kematian Balita (Under Five Mortality Rate/U5MR) Kematian balita menggambarkan peluang untuk meninggal antara kelahiran dan sebelum umur tepat lima tahun. Pada tahun 1991, kasus kematian balita adalah sebanyak 97,4 per 1000 anak usia dibawah 5 tahun. Angka tersebut terus menurun mencapai 40 per 1000 anak usia dibawah 5 tahun pada tahun 2012. Provinsi dengan angka kematian balita tertinggi adalah Papua (115 per 1000 anak usia dibawah 5 tahun) dan terendah adalah Riau (28 per 1000 anak usia dibawah 5 tahun). Lihat Lampiran Tabel 2.13 untuk Angka Kematian Balita menurut Provinsi. Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate/MMR) Kasus Kematian Ibu yang disebabkan karena komplikasi kehamilan dan kelahiran anak di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan data SDKI, angka kematian ibu mengalami tren penurunan dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007 yakni 390 per 100,000 kelahiran hidup pada tahun 1994, kemudian turun menjadi 228 per PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 22

100,000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Jumlah tersebut pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Gambar 2.23 Angka Kematian Ibu Tahun 2002-2012 Sumber data: SDKI Tahun 1994, 1997, 2002, 2007 dan 2012 Angka Harapan Hidup (Life Expectancy) Angka harapan hidup (AHH) merupakan rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. Berdasarkan tren data SP, AHH di Indonesia telah meningkat dari tahun 1971 yaitu 45,7 tahun menjadi 70,7 tahun pada tahun 2010. Berdasarkan jenis kelamin, AHH perempuan lebih tinggi (72,6 tahun) daripada AHH laki-laki (68,7 tahun). AHH disetiap provinsi pada tahun 2010 (SP2010) berbeda-beda dari yang tertinggi provinsi DKI Jakarta yaitu 74,7 tahun sampai dengan yang terendah provinsi Gorontalo yaitu 63,2 tahun (lihat Lampiran Tabel 2.14 untuk AHH menurut Provinsi). Gambar 2.24 Angka Harapan Hidup Indonesia Tahun 1971-2010 Sumber data: SP Tahun 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010 2.3.2 Penyebab Kematian Pada tahun 2011, berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI, jenis penyakit dengan jumlah kematian tertinggi di Indonesia disebabkan oleh demam berdarah dengue (DBD) yaitu sebanyak 816 jiwa. Kasus tertinggi terjadi di provinsi Jawa Barat dengan 167 jiwa (data provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2.15). PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 23

Tabel 2.9 Jenis Penyakit dan Penyebab Kematian tahun 2011 Jenis Penyakit Jumlah Penderita Jumlah Kematian (1) (2) (3) DBD 90.245 816 Pneumonia 549.708 609 Difteri 1.192 76 Tetanus Neonatorum 119 59 Leptospirosis 239 29 Diare 1.585 23 Flu Burung 9 9 Campak 15.987 4 Sumber: Dirjen PP dan PL, Profil Kesehatan Indonesia 2012 2.4 Migrasi 2.4.1 Kecenderungan dan Pola Migrasi Risen Berdasarkan SP tahun 2010, angka migrasi risen baik keluar maupun masuk mengalami penurunan. Migrasi risen masuk pada tahun 2000 sebesar 5,536,317 jiwa, menurun menjadi 5,396,419 jiwa pada tahun 2010. Sedangkan data migrasi risen keluar pada tahun 2000 adalah 5,440,239 jiwa, menurun menjadi 5,235,778 jiwa pada tahun 2010. Sementara berdasarkan jenis kelamin, Jumlah penduduk Lakilaki Migran masuk risen pada tahun 2010 berjumlah 2.830.114 jiwa, sedangkan Perempuan berjumlah 2.566.305 jiwa. Tabel 2.10 Tren Data Parameter Kependudukan yang terkait dengan Migrasi Risen Indonesia, 2000-2010 Parameter 2000 2010 (1) (2) (3) Migrasi Risen (jiwa): Masuk 5.536.317 5.396.419 Keluar 5.440.239 5.235.778 Sumber data: BPS, Sensus Penduduk 2000 dan 2010 Provinsi Jawa Barat mendapatkan migran masuk risen terbanyak yaitu 1,048,964 jiwa sedangkan terendah adalah provinsi Maluku Utara (24,462 jiwa). Untuk migran keluar risen terbanyak terdapat di Provinsi Jawa tengah (979,860 jiwa) dan yang terendah adalah Maluku Utara (14,887 jiwa). Lihat Lampiran Tabel 2.16 untuk Angka Migrasi Risen Menurut Provinsi. 2.4.2 Kecenderungan dan Pola Migrasi Seumur Hidup Angka migrasi seumur hidup mengalami kenaikan baik keluar maupun masuk. Migrasi seumur hidup masuk pada tahun 2000 adalah 20,260,484 jiwa, meningkat menjadi 27,975,612 jiwa pada tahun 2010. Sedangkan data migrasi seumur hidup keluar pada tahun 2000 adalah 20,161,012 jiwa, meningkat menjadi 27,736,130 jiwa PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 24

pada tahun 2010 (Lihat Lampiran Tabel 2.17 untuk Angka Migrasi Seumur Hidup menurut Provinsi). Sementara berdasarkan jenis kelamin, Jumlah penduduk Lakilaki Migran masuk seumur hidup pada tahun 2010 berjumlah 14.736.632 jiwa, sedangkan Perempuan berjumlah 13.238.980 jiwa. Tabel 2.11 Tren Data Parameter Kependudukan yang terkait dengan Migrasi Seumur Hidup Indonesia, 2000-2010 Parameter 2000 2010 (1) (2) (3) Migrasi Seumur Hidup (jiwa): Masuk 20.260.484 27.975.612 Keluar 20.161.012 27.736.130 Sumber data: BPS, Sensus Penduduk 2000 dan 2010 Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan migran masuk seumur hidup terbanyak yaitu 5,225,271 jiwa sedangkan terendah adalah provinsi Gorontalo (64,585 jiwa). Untuk migran keluar seumur hidup terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah (6,829,637 jiwa) dan yang terendah adalah Papua (48,955 jiwa). PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 25

PEMBANGUNAN BERWAWASAN KEPENDUDUKAN 3 3.1 Pencapaian Pembangunan Manusia Persoalan pembangunan manusia di Indonesia sudah mendapat perhatian y a n g serius. Berbagai masalah mengenai pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan mulai terlihat bergeser dan berkembang ke arah kondisi yang lebih baik. Sebagai gambaran tentang perkembangan tersebut, kondisi Indonesia dapat diperbandingkan dengan negara ASEAN. Indeks Pembangunan Manusia adalah salah satu indeks yang mengukur tentang tingkat pembangunan manusia berdasarkan tiga indikator yaitu kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. Pada tahun 2012 IPM Indonesia berada pada peringkat 121 dari 187 Negara. IPM Indonesia antara tahun 1980 sampai dengan 2012 mengalami peningkatan sebesar 49 persen yakni dari 0,422 menjadi 0,629, angka tersebut menunjukkan rata-rata peningkatan sebesar 1,3 persen setiap tahunnya. Tahun Tabel 3.1 Tren IPM Indonesia Tahun 1980 2012 Life expectancy at birth Expected years of schooling Mean years of schooling GNI per capita (2005 PPP$) HDI value 1980 57.6 8.3 3.1 1,278 0.422 1985 60 9.3 3.5 1,478 0.456 1990 62.1 9.9 3.3 1,911 0.479 1995 64 9.9 4.2 2,630 0.525 2000 65.7 10.3 4.8 2,390 0.540 2005 67.1 11.2 5.3 2,950 0.575 2010 68.9 12.9 5.8 3,775 0.620 2011 69.4 12.9 5.8 3,973 0.624 2012 69.8 12.9 5.8 4,154 0.629 Sumber data: Human Development Report, UNDP Tabel 3.1 Menunjukkan tren peningkatan pada masing-masing indikator IPM di Indonesia. Harapan hidup saat lahir antara tahun 1980 sampai dengan 2012 meningkat sebesar 12,2 tahun, sedangkan lama waktu bersekolah yang diharapkan meningkat sebesar 2,7 tahun dan diharapkan akan meningkat sampai dengan 4,6 tahun. Di Indonesia Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per Kapita juga mengalami peningkatan sekitar 225 persen antara tahun 1980 sampai dengan tahun 2012. Perbandingan IPM antar negara ASEAN menunjukkan disparitas yang cukup tinggi sejak tahun 1990. Peningkatan IPM tidak secara langsung menggambarkan peringkat kualitas pembangunan manusia. Sebagai contoh, meskipun selama dua dekade IPM Myanmar telah meningkat secara signifikan, namun Myanmar tetap menjadi negara dengan IPM terkecil dikawasan ASEAN. Angka IPM Myanmar merupakan yang terkecil dibandingkan Negara ASEAN lainnya yaitu 0,498 pada tahun 2012. Peringkat terendah berikutnya adalah Laos dan Cambodia dengan nilai IPM di tahun 2012 yakni 0,543. Di sisi lain, Negara-negara dengan nilai IPM tinggi di kawasan ASEAN berturut-turut adalah Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia masing-masing dengan IPM 0,895, 0,855, dan 0,769 untuk tahun 2012. Untuk PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 26

Negara ASEAN, Indonesia berada pada posisi ke 6, dengan nilai capaian sebesar 0,629. Rata-rata IPM dunia tahun 2012 adalah 0,694 (gambar 3.1). Gambar 3.1 Perbandingan IPM Negara-Negara ASEAN Tahun 1990-2012 Sumber data: Human Development Report, UNDP Pada tahun 2011, IPM kawasan Sumatera, Jawa dan Bali pada umumnya berada di atas rata-rata nasional (72,77). Sedangkan IPM kawasan di luar Jawa, Sumatera dan Bali (Indonesia Tengah dan Timur) pada umumnya dibawah rata-rata nasional, kecuali Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara. Sementara itu daerah tertinggal seperti NTT, NTB dan Papua juga telah mengalami kemajuan tingkat IPM yang lebih pesat dibanding daerah lainnya. Hal ini seperti yang tersaji dalam lampiran Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Indonesia tahun 1996 2011. Untuk lebih jelasnya tentang IPM Provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.1. 3.2 Pembangunan Gender Indeks ketimpangan gender (Gender Inequality Index) mencerminkan ketimpangan perempuan yang dilihat dalam tiga dimensi yaitu kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan pasar tenaga kerja. Indeks yang terbentuk menunjukkan kehilangan dalam pembangunan manusia yang diakibatkan oleh adanya perbedaan gender. Nilainya berkisar dari 0, yang menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki kehilangan kesempatan yang sama, dan 1, yang menunjukkan bahwa perempuan kehilangan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Dimensi kesehatan diukur menggunakan dua indikator yaitu tingkat kematian ibu (maternal mortality rate) dan tingkat kesuburan remaja (adolescent fertility rate). Dimensi pemberdayaan juga didekati dengan dua indikator yaitu proporsi kursi parlemen dipegang oleh laki-laki atau perempuan, dan capaian tingkat pendidikan menengah dan tinggi dari tiap gender. Dimensi tenaga kerja diukur dengan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja. Indeks Ketimpangan Gender (IKG) dirancang untuk mengungkapkan sejauh mana prestasi nasional dalam aspek pembangunan manusia yang hilang akibat adanya perlakuan ketidaksetaraan gender, dan juga untuk menyediakan data empiris untuk analisis kebijakan dan upaya advokasi. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 27

Gambar 3.2 Indeks Ketimpangan Gender di Negara-negara ASEAN Tahun 1995-2011 Sumber data: Human Development Report (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tahun 2012) Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh HDR (Human Development Report), dalam kurun waktu 15 tahun telah terjadi penurunan indeks ketimpangan gender di kawasan Negara-negara ASEAN. Hal ini berarti telah terjadi penurunan ketimpangan akibat adanya perbedaan gender. Gambar 3.3 Perkembangan IPG di Indonesia Periode Tahun 2004-2011 Sumber data: BPS Secara umum pencapaian pembangunan gender di Indonesia dari waktu ke waktu memperlihatkan perkembangan yang semakin membaik. Hal ini dapat diindikasikan dengan adanya peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG) selama kurun waktu 2004-2011 (Gambar 3.3). Pada tahun 2004 IPG secara nasional telah mencapai 63,94, kemudian naik menjadi 65,81 pada tahun 2007 dan bergerak naik lagi secara perlahan hingga menjadi 67,80 pada tahun 2011. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 28

Tabel 3.2 Tren Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Rasio (IPG/IPM), 2004-2011 Sumber data: BPS Sedangkan bila dilihat kondisi di Provinsi berdasarkan Rasio IPM dan IPG, maka Provinsi yang mempunyai Rasio IPG 2011 tertinggi berada pada provinsi NTT dan yang terendah adalah provinsi Kepulauan Riau (85,37 persen). Data IPG di setiap Provinsi tersaji dalam Lampiran Tabel 3.2. 3.3 Penduduk Rentan Informasi berkaitan dengan kesulitan fungsional dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menentukan program kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan penyandang cacat. Seseorang dapat memiliki satu atau lebih jenis kesulitan, dengan tingkat ringan maupun parah. Jumlah terbanyak dari kesulitan yang dialami penduduk usia 10 tahun ke atas pada tahun 2010 adalah berjalan atau naik tangga yakni sebesar 654,600 orang. Sementara tingkat kesulitan terendah yang dialami penduduk adalah mendengar yakni sebanyak 456,047 orang (data Provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.3). Tabel 3.3 Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang mengalami Kesulitan Tidak ada Ada kesulitan Kesulitan Jumlah Kesulitan Sedikit Parah (1)= (2)= (3)= (4)= (5)=(2)+(3)+(4) Melihat 185.019.345 5.312.946 506.878 190.839.169 Mendengar 187.814.898 2.568.224 456.047 190.839.169 Berjalan atau Naik Tangga 187.751.495 2.432.094 654.600 190.838.189 Berkonsentrasi/Berkomunikasi 188.094.775 2.126.192 616.202 190.837.169 karena Kondisi Fisik/Mental Mengurus Diri Sendiri 188.795.687 1.510.606 532.876 190.839.169 Sumber data: Sensus Penduduk (SP) 2010 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 29

3.4 Ketersediaan Pelayanan 3.4.1 Kesehatan Tenaga Kesehatan (Dokter dan Bidan) Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, diketahui bahwa jumlah tenaga Dokter yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, dan dokter gigi, mengalami peningkatan dari 42.467 Dokter pada tahun 2010 menjadi 59.492 Dokter pada tahun 2011. Jumlah tersebut sama dengan dengan 24,7 Dokter per 100.000 Penduduk pada tahun 2011. Jumlah Bidan juga mengalami peningkatan dalam 3 tahun terakhir yakni 93.889 Bidan pada tahun 2009, kemudian meningkat menjadi 96.551 Bidan pada tahun 2009, dan 124.164 Bidan pada tahun 2011. Jumlah tersebut setara dengan 51,5 Bidan per 100.000 penduduk pada tahun 2011. Gambar 3.4 Banyaknya SDM Kesehatan tahun 2008 2011 Sumber data: Kemenkes, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, 2009, 2010, 2011 Berdasarkan wilayah diketahui bahwa Provinsi Jawa Tengah memiliki tenaga Dokter terbanyak yakni 7.829 Dokter pada tahun 2011, sedangkan provinsi dengan jumlah Dokter terendah berada pada Provinsi Papua Barat yakni 243 Dokter. Kondisi yang sama juga terjadi pada jumlah Bidan, dimana provinsi Jawa Tengah memiliki jumlah Bidan terbanyak yakni 15.833 Bidan pada tahun 2011, sedangkan Papua Barat berada pada provinsi dengan kepemilikan Bidan terendah yakni 600 Bidan. Lihat Lampiran Tabel 3.4 untuk Sumber daya manusia Kesehatan menurut Provinsi. Sarana Layanan Kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai salah satu sumber layanan kesehatan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah Puskesmas tercatat sebanyak 8.234 pada tahun 2007, meningkat menjadi 8.548 Puskesmas pada tahun 2008, dan 9.321 Puskesmas pada tahun 2011. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 30

Gambar 3.5 Banyaknya Sarana Puskesmas tahun 2007-2011 Sumber data: Kemenkes, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, 2009, 2011 Berdasarkan wilayah, jumlah Puskesmas terbanyak berada pada Provinsi Jawa Barat yakni sejumlah 1.046 Puskesmas, sedangkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki jumlah Puskesmas terendah yakni 58 Puskesmas (lihat Lampiran Tabel 3.5). Gambar 3.6 Banyaknya Sarana Rumah Sakit tahun 2007-2011 Sumber data: Kemenkes, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2007, 2008, 2009, 2011 Pada tahun 2011 jumlah Rumah Sakit (RS Umum dan RS Khusus) di Indonesia juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (lihat Gambar 3.6). Pada tahun 2007 jumlah Rumah Sakit tercatat sebanyak 1.319 Rumah Sakit, meningkat menjadi 1.371 pada tahun 2008, dan 1.721 pada tahun 2011 (Profil Kesehatan Indonesia). Sementara berdasarkan wilayah, jumlah RS terendah berada pada Provinsi Sulawesi Barat yakni 7 Rumah Sakit, sedangkan jumlah RS terbanyak berada pada Provinsi Jawa Tengah yakni 225 Rumah Sakit. Lihat Lampiran Tabel 3.5 untuk Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) menurut Provinsi. Klinik Keluarga Berencana (KB) Klinik pelayanan KB baik melalui jalur pemerintah maupun swasta terus mengalami kenaikan. Data BKKBN menunjukkan pada tahun 2010 klinik pelayanan KB melalui jalur pemerintah berjumlah 20.050 klinik, meningkat menjadi 21.609 klinik pada tahun 2013. Kondisi yang sama juga terjadi pada klinik pelayanan KB jalur swasta, dimana PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 31

terjadi peningkatan yakni dari 3.876 klinik pada tahun 2010, menjadi 4.680 klinik pada tahun 2013. Lihat Lampiran Tabel 3.6 untuk klinik pelayanan KB menurut Provinsi. Gambar 3.7 Banyaknya Klinik Pelayanan KB di Indonesia 25.000 20.000 20.050 20.480 21.037 21.647 15.000 10.000 5.000 3.876 3.970 4.344 4.684-2010 2011 2012 2013*) Klinik Pemerintah Klinik Swasta Sumber data: Pelayanan Kontrasepsi, BKKBN 2010-2013 *) Data sampai dengan bulan Agustus 2013 3.4.2 Pendidikan Sarana Pendidikan (Sekolah) Tren jumlah Sekolah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) maupun pada Kementerian Agama (Kemenag) pada tahun 2008/2009-2010/2011 terus mengalami peningkatan. Sekolah yang dimaksud di sini adalah tingkatan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA). Berdasarkan data statistik indonesia jumlah Sekolah Dasar (SD) di indonesia tercatat sebanyak 146.804 pada tahun ajaran 2010/2011, jumlah tersebut merupakan yang terbanyak dari semua jenis sekolah baik pada tingkatan pendidikan dasar maupun lanjutan. Sedangkan sekolah dengan jumlah sarana terendah adalah Madrasah Aliyah (MA) yakni sebanyak 6.426 pada tahun ajaran 2010/2011. Gambar 3.8 Jumlah Sekolah di Indonesia Tahun 2008-2011 Sumber data: Statistik Indonesia 2012 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 32

Provinsi Jawa Timur pada tahun ajaran 2010/2011 memiliki jumlah Sekolah Dasar tertinggi sebesar 19.923. Sedangkan pada tahun tahun sebelumnya Jawa Barat yang memiliki jumlah Sekolah Dasar terbanyak. Lebih lanjut tentang Sarana Pendidikan menurut Provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.7. Rasio Penduduk Usia Sekolah Per Sekolah Rasio penduduk usia sekolah per sekolah yang diolah dari data sensus tahun 2010 (jumlah penduduk) dan statistik indonesia (jumlah sekolah) untuk tingkat sekolah dasar adalah 168 siswa per sekolah dasar. Jumlah tersebut menjadi lebih tinggi pada sekolah-sekolah tingkat lanjutan yakni 305 siswa dan 491 siswa per sekolah untuk tingkat SMP dan SMA. Sementara Rasio tertinggi berada pada tingkat perguruan tinggi, yakni 7.504 siswa per perguruan tinggi. Selengkapnya untuk rasio penduduk Usia sekolah per sekolah menurut Provinsi dapat dilihat pada lampiran Tabel 3.8. Tabel 3.4 Rasio Jumlah Penduduk Usia Sekolah per Jumlah Sekolah Di Indonesia tahun 2009/2010 Kelompok Umur Jumlah Penduduk Usia Sekolah Jumlah Sekolah 2009/2010 Sumber data: SP 2010, Statistik Indonesia 2012 - BPS RI Rasio 5-6 (TK) 9.126.057 67.550 135,1 7-12 (SD/MI) 27.804.900 165.491 168,0 13-15 (SMP/MTs) 13.408.650 43.888 305,5 16-18 (SMA/SMK/MA) 12.455.244 25.332 491,7 19-24 (PT) 23.902.077 3.185 7504,6 Jumlah 86.696.928 305.446 283,8 Tenaga Pengajar Jumlah guru menurut Statistik Indonesia 2012, tertinggi yaitu jumlah guru Sekolah Dasar (SD) sebanyak 1.501.236 pada tahun ajaran 2010/2011 dan jumlah guru paling sedikit yaitu Madrasah Aliyah (MA) sebesar 112.793 pada tahun ajaran 2008/2009. Gambar 3.9 Banyaknya Tenaga Guru di Indonesia Tahun 2008-2011 Sumber data: Statistik Indonesia 2012 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 33

Dari Statistik Indonesia 2012, rata-rata tenaga pengajar terbanyak yaitu guru Sekolah Dasar (SD) dan Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah tenaga pengajar terbanyak. Pada tahun ajaran 2010/2011 tenaga pengajar Sekolah Dasar (SD) berjumlah 207.535. Data tentang Tenaga Pengajar (Guru) menurut Provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.9. 3.4.3 Sanitasi dan air bersih Rumah tangga yang memiliki fasilitas buang air besar sendiri terus meningkat menjadi 65,20 persen pada tahun 2011 dan persentase rumah tangga yang tidak memiliki fasiltas buang air besar terus menurun menjadi 17,78 persen pada tahun yang sama (Persentase fasilitas buang air besar dalam rumah tangga menurut Provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.10). Gambar 3.10 Persentase Fasilitas Buang Air Besar dalam Rumah Tangga Sumber data: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2007, 2008, 2009, 2010, 2011 Sementara itu, rumah tangga yang memiliki fasilitas air minum sendiri sudah melebihi 50 persen. Hanya saja dari data statistik kesejahteraan rakyat, persentase rumah tangga yang memiliki fasiltas air minum sendiri mengalami penurunan dari 60 persen pada tahun 2010 menjadi 58,69 persen tahun 2011. Sedangkan, rumah tangga yang menggunakan fasilitas air minum bersama dan tidak memiliki fasilitas sama sekali mengalami peningkatan dari survey sebelumnya (Persentase fasilitas buang air besar dalam rumah tangga menurut Provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.11). PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 34

Gambar 3.11 Persentase Fasilitas Air Minum dalam Rumah Tangga Sumber data: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2007, 2008, 2009, 2010, 2011 3.4.5 Listrik Rumah tangga yang menggunakan Listrik PLN sebagai sumber penerangan mengalami peningkatan menjadi 92.08 persen pada tahun 2012. Pada tahun yang sama, dari hasil survey Sosial Ekonomi Nasional sebanyak 3,84 persen rumah tangga menggunakan Listrik Non PLN, dan sebanyak 4,08 persen memakai penerangan lainnya. Gambar 3.12 Persentase Sumber Penerangan dalam Rumah Tangga 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 7,27 6,45 5,85 5,17 4,08 3,27 4,25 4,68 4,32 3,84 89,46 89,29 89,47 90,51 92,08 2008 2009 2010 2011 2012 Listrik PLN Listrik Non-PLN Lainnya Sumber data: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2007, 2008, 2009, 2010, 2011 Lebih lanjut tentang Persentase sumber penerangan dalam rumah tangga dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.12. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 35

3.5 Kesehatan 3.5.1 Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja 3.5.1.1 Pubertas Pengetahuan dan Pengalaman Pubertas Menurut data SKRRI 2012, hanya satu dari sepuluh remaja pria dan wanita tidak dapat menyebutkan perubahan fisik pada seorang anak pria dan wanita pada saat pubertas. Pria kurang mengetahui tanda-tanda pubertas pada seorang wanita dibandingkan dengan wanita. Dua puluh persen remaja pria dan 5 persen remaja wanita tidak mampu menyebutkan tanda-tanda pubertas pada seorang wanita. Sebagian pria mengetahui perubahan fisik sebagai tanda pubertas seorang pria adalah pertumbuhan rambut di bagian wajah, kemaluan, dan ketiak. Sedangkan wanita yang mengetahui tanda-tanda pubertas pada pria adalah perubahan suara 69 persen, pertumbuhan buah jakun 53 persen, dan pertumbuhan rambut di bagian tubuh 43 persen. Sebagian besar wanita 83 persen lebih sering menyebutkan menstruasi dan pertumbuhan buah dada sebagai tanda-tanda pubertas pada seorang anak wanita dari pada pria 73 persen. Sebagian besar pria mengetahui tanda-tanda pubertas pada wanita adalah pertumbuhan buah dada 58 persen dan menstruasi 43 persen. Indikator perubahan fisik Tabel 3.5 Persentase Pengetahuan remaja tentang perubahan fisik masa pubertas 15 19 tahun Wanita belum kawin 20 24 tahun Jumlah 15 19 tahun Pria belum kawin 20 24 tahun Jumlah Remaja pria Pertumbuhan otot 22,4 29,3 24,4 18,4 22,7 20,0 Perubahan suara 69,3 66,7 68,6 50,3 45,5 48,5 Pertumbuhan rambut di 43,4 42,5 43,1 50,2 49,7 50,0 muka, sekitar kemaluan, dada, kaki, lengan Meningkatnya gairah seksual 3,1 6,0 3,9 4,8 8,1 6,1 Mimpi basah 28,8 32,0 29,7 34,6 32,9 34,0 Tumbuh jakun 55,4 46,5 52,9 35,3 23,2 30,7 Pengerasan putting susu 0,4 0,9 0,5 0,4 0,6 0,5 Lainnya 8,3 13,8 9,9 20,5 25,0 22,2 Tidak tahu tanda apapun 10,1 9,6 10,0 11,1 10,2 10,8 Remaja wanita Pertumbuhan rambut pada sekitar kemaluan, ketiak 31,7 31,7 31,7 22,0 21,8 21,9 Pertumbuhan buah dada 72,4 73,9 72,8 57,3 58,9 57,9 Pertumbuhan paha 28,8 21,8 26,8 19,4 15,7 18,0 Meningkatnya gairah seksual 3,0 6,3 3,9 2,8 3,9 3,2 Haid 81,9 85,1 82,8 42,4 44,5 43,2 Lainnya 11,9 14,5 12,6 12,4 14,8 13,3 Tidak tahu tanda apapun 4,7 4,8 4,7 21,2 19,2 20,4 Jumlah 6.018 2.401 8.419 6.835 4.145 10.980 Sumber data: SKRRI 2012 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 36

Pengetahuan tentang Perubahan Fisik Pada Pubertas Data SKRRI 2012, menunjukkan bahwa wanita umur 15-24 cenderung menyebutkan guru sebagai sumber pengetahuan tentang perubahan fisik 61 persen. Sumber informasi dari guru ini lebih dominan dijumpai pada remaja wanita pada kelompok umur 15-19 tahun 66 persen. Sumber informasi perubahan fisik yang lain bagi remaja wanita diperoleh dari teman dan media bacaan masing-masing 29 persen dan 25 persen. Bagi remaja pria cenderung lebih menyebutkan teman dan guru sebagai sumber informasi perubahan fisik remaja masing-masing 48 persen dan 46 persen. Pada kelompok umur 20-24 tahun mereka lebih dominan 54 persen menyebutkan teman sebagai sumber informasi, sedangkan pada kelompok umur 15-19 tahun cenderung lebih menyebutkan guru sebagai sumber informasi perubahan fisik remaja. Dari SKRRI 2012 ini nampak ada perubahan pola sumber informasi perubahan fisik yang diterima remaja wanita dibandingkan dengan survei SKRRI tahun 2007. Pada survei SKRRI 2012, sumber informasi tentang perubahan fisik yang dominan adalah guru diikuti oleh teman, sedangkan dari survei sebelumnya sumber informasi perubahan fisik yang dominan adalah guru. Tabel 3.6 PersentaseSumber pengetahuan tentang perubahan fisik saat pubertas Wanita belum kawin 15 19 20 24 15 19 20 24 Sumber informasi tahun tahun Jumlah tahun tahun Jumlah Teman 27,3 34,3 29,3 43,7 53,8 47,5 Ibu 16,1 21,3 17,6 3,4 3,9 3,6 Ayah 1,4 3,4 2,0 2,4 2,5 2,5 Saudara kandung 4,2 5,4 4,6 1,3 1,8 1,5 Kerabat 3,9 6,1 4,5 2,0 2,4 2,1 Guru 65,7 48,9 60,9 53,0 33,1 45,5 Petugas kesehatan 2,1 3,3 2,5 0,9 2,2 1,4 Pemimpin agama 1,8 1,9 1,8 3,0 3,5 3,2 Televisi 6,7 11,1 8,0 10,0 13,9 11,5 Radio 1,4 2,8 1,8 1,8 3,1 2,3 Buku/majalah/surat kabar 23,5 27,6 24,7 13,3 14,9 13,9 Internet 4,5 7,6 5,4 4,5 6,2 5,1 Lainnya 12,5 19,7 14,5 13,8 23,5 17,5 Tidak satupun 1,2 1,9 1,4 2,1 2,9 2,4 Jumlah 6.018 2.401 8.419 6.835 4.145 10.980 Sumber data: SKRRI 2012 Pria belum kawin Menstruasi Berdasarkan hasil SKRRI 2012, menstruasi pertama kali dialami oleh 29 persen pada umur 13 tahun, 24 persen pada umur 14 tahun, dan 23 persen pada umur 12 tahun. Ada fenomena yang menarik, 7 persen wanita mengalami haid pertamanya pada umur 10-11 tahun. Hanya sedikit sekali (0,5 persen) remaja wanita yang belum mendapat menstruasi. Secara keseluruhan, 89 persen wanita mengalami haid pertama pada umur 12-15 tahun. Temuan ini serupa dengan studi yang dilaksanakan oleh Lembaga Demografi Universitas Indonesia yang menunjukkan bahwa 84 persen wanita mengalami haid pertama pada umur 12-15 tahun (Lembaga Demografi PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 37

Universitas Indonesia, et al. 2002). Sebagian besar wanita 53 persen membicarakan pengalaman haid pertama mereka dengan teman dan 41 persen dengan ibunya. Umur saat survei (tahun) 3.5.1.2 Kespro Pra Nikah Pengetahuan tentang Anemia Tabel 3.7 Persentase Umur remaja wanita pertama kali mendapat haid Umur saat mendapat haid pertama (tahun) Sumber data: SDKI 2012 Tidak pernah haid < 10 11 12 13 14 15 16 17+ Tidak menjawab 15 2,3 8,1 26,2 39,1 19,9 3,0 0,1 0,2 0,0 0,9 16 1,7 6,8 23,7 30,7 25,2 10,3 0,7 0,0 0,4 0,4 17 2,1 4,3 22,2 24,8 28,9 14,8 2,5 0,3 0,0 0,2 18 1,2 4,4 22,6 29,0 22,3 15,8 3,1 1,4 0,0 0,1 19 1,2 2,7 22,5 24,1 27,2 16,8 4,7 0,7 0,1 0,0 20 0,7 4,1 21,6 28,7 22,6 14,4 5,6 2,1 0,0 0,2 21 1,8 3,8 16,8 27,9 25,3 15,2 6,0 3,3 0,0 0,0 22 0,3 6,4 19,7 25,0 24,5 15,6 5,3 2,6 0,2 0,3 23 3,7 2,0 22,9 25,8 22,1 15,5 3,8 3,3 0,8 0,0 24 1,9 4,5 21,4 25,6 19,7 15,9 6,5 3,5 1,0 0,0 Jumlah 1,7 5,2 22,7 29,3 24,1 12,4 3,0 1,1 0,2 0,3 Pada SKRRI 2007 tiga kategori pengetahuan anemia yaitu hemoglobin (Hb) rendah, kekurangan zat besi, dan kekurangan sel darah merah yang dilaporkan remaja wanita dan pria tidak lebih dari 25 persen. Rendahnya pengetahuan wanita tentang anemia jelas akan berdampak pada risiko pengalaman kesehatan reproduksi mereka kelak. Risiko anemia pada remaja lebih tinggi terjadi pada waktu seorang wanita hamil. Anemia memungkinkan terjadinya peningkatan risiko kematian pada wanita penderita anemia yang mengalami pendarahan berat, juga risiko memiliki berat bayi lahir rendah (BBLR) dan bayi dengan kelainan bawaan lahir. Risiko anemia tidak hanya terjadi pada wanita, tetapi juga pria. Menurut data SDKI tahun 20012, sebagian besar wanita dan pria memiliki persepsi yang kurang benar tentang anemia. Baik wanita maupun pria memiliki persepsi bahwa anemia adalah kekurangan darah. Persepsi tidak benar bahwa anemia adalah kurang darah terjadi pada 69 persen wanita dan 56 persen pria. Hanya 25 persen wanita dan 11 persen pria yang dapat menjawab dengan benar pertanyaan tentang arti anemia. Kondisi pengetahuan remaja tentang anemia tahun 2012 masih tidak lebih baik dibandingkan dengan kondisi mereka pada tahun 2007. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 38

Persepsi tentang anemia Tabel 3.8 Persentase pengetahuan remaja tentang anemia Wanita belum kawin (umur) Pria belum kawin (umur) 15 19 20 24 Jumlah 15 19 20 24 Jumlah Hemoglobin rendah (Hb) 3,5 5,8 4,2 1,6 2,2 1,8 Kurang zat besi 4,6 9,5 6,2 1,7 3,3 2,3 Kurang sel darah merah 13,7 16,0 14,5 6,5 6,9 6,7 Kurang darah 65,3 75,4 68,5 49,0 66,5 56,2 Kurang vitamin 2,2 1,8 2,1 1,0 1,1 1,1 Tekanan darah rendah 2,4 3,0 2,6 0,8 1,9 1,3 Lainnya 4,5 4,0 4,3 8,5 7,3 8,0 Tidak tahu 17,1 5,9 13,5 37,5 20,5 30,5 Tidak menjawab 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 Jumlah 4.401 2.074 6.475 3.759 2.630 6.389 Sumber data: SKRRI 2012 3.5.1.3 Pengetahuan HIV/AIDS dan IMS Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). Jenis virus ini merusak sistem kekebalan tubuh seseorang membuat tubuh lebih rentan, sulit sembuh dari berbagai penyakit opurtunistik yang dapat mengalami kematian. Gambar 3.13 Persentase Pria dan Wanita Umur 15-49 yang Pernah Mendengar AIDS Menurut Pendidikan, Indonesia 2012 62 85 96 99 98 99 90 52 75 16 38 29 wanita 15-49 tahun pria kawin 15-54 tahun Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tidak Tamat SMA Tamat SMA Tamat SMA+ Sumber data: SDKI 2012 Gambar 3.13 menunjukkan rendahnya pendidikan berpengaruh pada pengetahuan seseorang terhadap AIDS. Semakin tinggi pendidikannya semakin luas pengetahuan terhadap informasi tentang AIDS. Perilaku seks bebas dan penyalahgunaan narkotika jenis suntik dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit tersebut. Segmentasi penyebaran penyakit ini terjadi pada mereka yang berpendidikan rendah dan berperilaku negatif, meskipun ada beberapa kasus seseorang kena AIDS karena kelalaian medis (pengggunaan jarum suntik). PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 39

3.5.2 Kesehatan Anak 3.5.2.1 Cakupan Imunisasi Menurut WHO, anak dinyatakan telah diimunisasi lengkap apabila telah mendapatkan satu kali imunisasi mencegah tuberkulosis (BCG), tiga kali imunisasi DPT, tiga kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Secara nasional, persentase cakupan imunisasi lengkap tanpa pemberian hepatitis B anak umur 12-23 bulan meningkat dalam tiga periode SDKI yaitu 2002/2003, 2007 dan 2012. Tabel 3.9 Tren Cakupan Imunisasi Lengkap Tanpa Hepatitis B di Indonesia tahun 2003-2012 Imunisasi SDKI 2003 SDKI 2007 SDKI 2012 BCG 82,5 85,4 89,3 DPT 3 58,3 66,7 72 Polio 3 66,1 73,5 75,9 Campak 71,6 76,4 80,1 Total 51,5 58,6 65,6 Sumber data: SDKI 2002/2003, SDKI 2007 dan SDKI 2012 Terjadi perubahan definisi cakupan imunisasi dalam SDKI 2012. Dalam SDKI 2012, seorang anak dikategorikan menerima imunisasi lengkap jika telah menerima 1 kali imunisasi mencegah tuberkulosis (BCG), 3 kali imunisasi DPT, 3 kali imunisasi polio, 1 kali imunisasi campak serta 4 kali vaksin Hepatitis B. Persentase anak umur 12-23 bulan yang mendapatkan imunisasi lengkap termasuk hepatitis B sebesar 40,3 persen. Sedangkan persentase anak yang telah hepatitis 3 sebesar 42,4 persen (Lihat Lampiran Tabel 3.13 untuk Cakupan Imunisasi pada Balita menurut Provinsi). 3.5.2.2 Pemberian Makan Pada Anak (ASI dan Makanan pendamping ASI) Pemberian makanan yang benar sangat penting bagi kelangsungan hidup, pertumbuhan, perkembangan serta kesehatan bayi dan anak balita. Air susu ibu (ASI) mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi dalam enam bulan pertama setelah dilahirkan. Setelah anak berusia enam bulan sesuai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan bayi, maka ASI harus ditambahkan dengan cairan lain dan makan padat yang memberikan gizi yang memadai. Cairan dan makan padat tersebut biasanya disebut makanan pendamping ASI (MPASI), yang diberikan sampai anak berumur dua tahun. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 40

Tabel 3.10 Persentase Pemberian ASI dan Makanan pendamping ASI menurut kelompok umur, Indonesia tahun 2007-2012 Makanan tambahan Asi Ekslusif lainnya Umur (bulan) SDKI 2007 SDKI 2012 SDKI 2007 SDKI 2012 0-1 48,3 50,8 12,2 9,6 2-3 34,4 48,9 27,2 16,7 4-5 17,8 27,1 48,1 43,9 6-8 5,5 3,4 73,2 78,8 9-11 0,8 1,1 79,1 76,8 12-17 0,5 1,0 76,4 72,8 18-23 0,7 0,7 55,5 58,4 Sumber data: SDKI 2007, 2012 Tabel 3.11 menunjukkan persentase bayi yang menerima ASI ekslusif terus menurun setelah 2 bulan pertama. Sedangkan persentase bayi yang menerima makanan tambahan lainnya terus meningkat setelah enam bulan pertama. Secara nasional terjadi peningkatan persentase pemberian ASI ekslusif kepada bayi sampai dengan umur 4-5 bulan dalam SDKI 2012 dibandingkan SDKI 2007. Peningkatan yang sama juga terjadi pada pemberian makanan tambahan kepada bayi setelah enam bulan pertama. 3.5.3 Kesehatan Ibu Kesehatan ibu yang dalam hal ini adalah ibu hamil dipengaruhi oleh pemeriksaan kehamilan, komplikasi kehamilan dan persalinan, perawatan masa nifas, serta masalah akses pelayanan kesehatan yang meliputi tempat layanan dan tenaga medis. Selain itu, kesehatan ibu hamil berkaitan erat dengan jumlah ibu hamil. 3.5.3.1 Jumlah Ibu Hamil Sarana layanan kesehatan dan jumlah tenaga medis sebaiknya memperhatikan jumlah ibu hamil, karena semakin tinggi jumlah ibu hamil maka akan semakin besar pula resiko komplikasi kehamilan dan persalinan, sarana layanan kesehatan, serta jumlah tenaga medis yang dibutuhkan. Jumlah persentase ibu hamil Indonesia sebesar 4,3 persen berdasarkan jumlah total dari WUS yang berhasil diwawancarai, yaitu 45.607 wanita. Sedangkan persentase wanita hamil menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.14. 3.5.3.2 Antenatal Care (Pemeriksaan Kehamilan) Di Indonesia, pemeriksaan kehamilan didefinisikan sebagai pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis profesional (dokter umum, dokter ahli kebidanan dan kandungan, perawat, bidan, atau bidan di desa). Program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil melakukan paling sedikit empat kali kunjungan untuk pemeriksaan selama kehamilan, menurut jadwal 1-1-2 yaitu: paling sedikit sekali kunjungan dalam trisemester pertama, paling sedikit sekali kunjungan dalam trisemester kedua, dan paling sedikit dua kali kunjungan dalam trisemester ketiga. Pemeriksaan kehamilan meliputi; tenaga pemeriksa kehamilan, jumlah kunjungan pemeriksaan PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 41

kehamilan dan saat kunjungan pertama, serta komponen pemeriksaan kehamilan. Tabel 3.11 Persentase wanita hamil yang melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan Jumlah dan waktu kunjungan pemeriksaan Jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan Daerah tempat tinggal Perkotaan Perdesaan Jumlah Tidak pernah 1,3 4,8 3,1 1 0,9 2,2 1,6 2-3 4,6 9,1 6,9 4+ 92,7 82,9 87,8 Tidak tahu/tidak terjawab 0,6 0,9 0,7 Jumlah 100 100 100 Paling sedikit sekali kunjungan selama trimester I, atau trimester II, dan paling sedikit 2 kali kunjungan selama trimester III 79,6 67,5 73,5 Umur kandungan dalam bulan pada saat kunjungan pertama pemeriksaan kehamilan Tidak diperiksa 1,3 4,8 3,1 <4 84,8 76,2 80,4 4-5 10,7 12,7 11,7 6-7 2,6 4,3 3,5 8+ 0,4 1,3 0,9 Tidak tahu/tidak terjawab 0,2 0,6 0,4 Jumlah 100 100 100 Jumlah wanita 7,358 7,424 14,782 Median bulan umur kandungan pada kunjungan pertama (untuk ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan) 2,1 2,6 2,4 Jumlah wanita melakukan pemeriksaan 7,26 7,066 14,327 kehamilan Sumber data: SDKI 2012 Tabel 3.12 di atas memperlihatkan bahwa 93 persen ibu hamil yang tinggal di perkotaan dan 83 persen ibu hamil yang tinggal di perdesaan melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan lebih dari empat kali. Mayoritas dari ibu hamil yang tinggal di perkotaan (85 persen) dan perdesaan (76 persen) melakukan kunjungan pertama untuk pemeriksaan pada usia kehamilan kurang dari empat bulan. Pada Tabel 3.13 dapat dilihat bahwa cakupan pemeriksaan kehamilan mencapai 90 persen atau lebih tinggi dalam semua kelompok. Namun terkecuali ibu yang urutan kehamilan ke enam atau lebih (83 persen), dan ibu yang tidak sekolah dan tidak tamat SD (masing-masing 64 persen dan 89 persen), dan ibu dengan indeks kekayaan kuintil terbawah (87 persen). PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 42

Karakteristik Latar Belakang Tabel 3.12 Persentase pemeriksaan kehamilan Umur Saat Melahirkan <20 1,0 8,3 85,4 1,5 0,6 0,1 3,0 100 94,7 1,33 20-34 1,5 20,3 74,4 0,7 0,4 0,4 2,4 100 96,1 11,05 35-49 1,5 19,1 73,7 0,7 0,2 0,9 4,0 100 94,3 2,41 Urutan Kelahiran 1,00 1,5 20,0 76,3 0,4 0,3 0,1 1,4 100 97,7 5,54 2-3 1,4 20,7 73,9 0,7 0,5 0,5 2,3 100 96,0 7,12 4-5 1,6 13,0 77,0 1,6 0,5 1,2 5,1 100 91,6 1,59 6+ 1,4 4,4 76,8 2,6 0,3 0,4 14,3 100 82,5 536,00 Daerah tempat tinggal Perkotaan 1,2 27,9 69,1 0,1 0,3 0,5 0,9 100 98,2 7,36 Perdesaan 1,7 10,2 81,3 1,4 0,5 0,4 4,5 100 93,3 7,42 Pendidikan ibu Tidak Sekolah 1,2 3,2 59,6 4,9 0,5 0,8 29,8 100 64,0 274,00 SD 1,1 4,9 82,5 2,1 0,7 0,3 8,3 100 88,5 1,24 Tamat SD 1,2 5,5 87,4 1,3 0,7 0,8 3,1 100 94,0 3,52 SMTA 1,6 9,6 86,2 0,5 0,3 0,3 1,6 100 97,4 3,97 Tamat SMTA 1,8 26,8 69,7 0,2 0,3 0,3 0,9 100 98,4 4,02 Tinggi 2 1,1 61,7 36,3 0,1 0,0 0,5 0,3 100 99,1 1,77 Indeks Kuintil Kekayaan Terbawah 1,6 3,3 82,1 2,8 0,8 0,7 8,8 100 86,9 3,04 bawah 1,7 8,5 85,6 0,6 0,7 0,5 2,5 100 95,8 2,88 Menengah 1,5 13,4 82,8 0,2 0,2 0,4 1,5 100 97,7 2,94 Atas 1,5 23,7 73,8 0,1 0,2 0,4 0,3 100 99,0 3,11 Teratas 1,1 47,2 51,1 0,0 0,2 0,2 0,2 100 99,4 2,82 Jumlah 1,40 19,00 75,30 0,80 0,40 0,40 2,70 100 95,7 14,78 Catatan : Dokter Umum Jika lebih dari satu tenaga pemeriksa yang disebutkan. Hanya tenaga pemeriksa dengan kualifikasi tertinggi yang dicantumkan dalam tabel ini. Sumber data : SDKI 2012 Dokter Kandung an Tenaga Pemeriksa Kehamilan Dukun Lainnya/ Tidak Tahu Perawat /Bidan/ Bidan di Desa Tidak Terjawab Sumber data: SDKI 2012 Tidak Periksa Jumlah Persentase yang Periksa Hamil dari Tenaga Medis Profesional Jumlah Ibu Komponen pemeriksaan kehamilan meliputi: informasi tentang tanda-tanda komplikasi kehamilan, pemeriksaan urine, pemeriksaan darah. Tabel berikut ini menyajikan tentang komponen pemeriksaan kehamilan. Tabel 3.14 memperlihatkan bahwa jumlah ibu hamil yang tinggal di perkotaan cenderung lebih tinggi dalam hal mencari informasi tentang tanda-tanda komplikasi kehamilan, pemeriksaan urine, serta pemeriksaan darah. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 43

Karakteristik Latar belakang Umur saat melahirkan Tabel 3.13 Komponen Pemeriksaan Kehamilan Informasi tentang tandatanda komplikasi kehamilan Pemeriksaan urine Sumber data: SDKI 2012 Pemeriksaan darah Jumlah ibu <20 49,8 43,9 38,6 1,286 20-34 54,3 47,9 40,7 10,748 35-49 48,8 48,7 43,8 2,293 Urutan kelahiran 1 56,8 49,8 42,1 5,458 2-3 52,9 48,1 41,0 6,923 4-5 42,8 43,2 39,2 1,489 6+ 41,0 31,3 33,8 457 Daerah tempat tinggal Perkotaan 57,1 52,3 45,4 7,26 Perdesaan 48,7 42,9 36,5 7,066 Pendidikan Tidak sekolah 27,8 30,2 39,8 190 Tidak tamat SD 35,4 36,9 36,6 1,136 Tamat SD 48,1 43,3 41,7 3,38 Tidak tamat SMTA 51,3 48,9 39,0 3,897 Tamat SMTA 60,3 52,1 41,2 3,974 Perguruan tinggi 63,6 52,6 46,9 1,751 Indeks kuintil kekayaan Jenis pelayanan kesehatan yang didapatkan ibu yang mempunyai anak lahir hidup terakhir dalam lima tahun sebelum survei Terbawah 42,1 35,7 35,0 2,746 Menengah bawah 49,9 45,2 41,2 2,797 Menengah 53,7 47,7 41,1 2,884 Menengah atas 57,5 53,2 42,1 3,089 Teratas 61,0 55,9 45,4 2,809 Jumlah 53,0 47,7 41,0 14,327 3.5.3.3 Penolong Persalinan Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya kematian ibu adalah terbatasnya tempat persalinan yang memadai. Sumber Tempat Persalinan Tabel 3.15 di bawah menyajikan tentang tempat persalinan yang dimanfaatkan oleh wanita yang melahirkan dalam lima tahun sebelum survei. Dapat dilihat bahwa ibu umur di bawah 20 tahun yang melahirkan di fasilitas kesehatan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Terjadi kenaikan persentase melahirkan di fasilitas kesehatan dari 46 persen (SDKI 2007) menjadi 63 persen (SDKI 2012). Persentase yang dilahirkan di fasilitas kesehatan menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.15. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 44

Tabel 3.14 Persentase wanita yang melahirkan di fasilitas kesehatan Karakteristik Latar belakang Umur saat melahirkan Pemerintah Swasta Rumah Lainnya Tidak terjawab Jumlah <20 16,8 36,6 46,0 0,2 0,5 100,0 53,4 1,526 20-34 16,4 48,0 34,9 0,1 0,6 100,0 64,4 12,757 35-49 21,9 41,1 35,8 0,2 1,0 100,0 63,0 2,665 Urutan kelahiran 1 18,4 50,9 30,2 0,1 0,4 100,0 69,3 6,557 2-3 17,0 47,2 34,9 0,2 0,7 100,0 64,2 7,892 4-5 16,0 32,4 50,1 0,1 1,4 100,0 48,4 1,827 6+ 13,1 19,1 67,1 0,0 0,6 100,0 32,3 672 Jumlah kunjungan periksa kehamilan Tidak pernah 4,7 5,8 77,3 0,4 11,6 100,0 10,6 456 1-3 10,6 22,9 66,3 0,1 0,0 100,0 33,5 1,243 4+ 18,7 50,7 30,5 0,1 0,0 100,0 69,4 12,974 Tidak tahu/tidak terjawab 13,5 33,1 53,3 0,0 0,2 100,0 46,6 109 Daerah tempat tinggal Perkotaan 20,4 59,5 19,3 0,0 0,6 100,0 80,0 8,405 Perdesaan 14,2 32,5 52,4 0,3 0,6 100,0 46,7 8,543 Pendidikan ibu Tidak Sekolah 10,7 10,4 76,1 1,2 1,6 100,0 21,1 365 Tidak tamat SD 15,4 22,6 61,3 0,2 0,5 100,0 38,0 1,457 Tamat SD 14,4 32,8 51,5 0,2 1,1 100,0 47,1 3,976 Tidak Tamat SMTA 15,6 45,4 38,5 0,1 0,4 100,0 61,0 4,438 Tamat SMTA 20,8 59,0 19,7 0,1 0,3 100,0 79,8 4,594 Perguruan Tinggi 2 20,9 65,5 12,8 0,0 0,8 100,0 86,4 2,119 Indeks kuintil kekayaan Terbawah 14,0 15,6 68,9 0,3 1,1 100,0 29,7 3,727 Menengah bawah 20,5 36,7 41,8 0,3 0,7 100,0 57,2 3,255 Menengah 18,5 47,7 33,2 0,1 0,5 100,0 66,2 3,311 Menengah Atas 17,7 61,4 20,5 0,1 0,3 100,0 79,1 3,437 Teratas 16,1 72,0 11,5 0,0 0,4 100,0 88,1 3,218 Jumlah 17,3 45,9 36,0 0,2 0,6 100,0 63,2 16,948 1 Hanya untuk anak yang dilahirkan lima tahun sebelum survei 2 Perguruan Tinggi adalah: Diploma, S1/S2/S3 Fasilitas kesehatan Persentase persalinan di fasilitas kesehatan Jumlah kelahiran Sumber data: SDKI 2012 Sumber data: SDKI 2012 Tenaga Kesehatan yang Menolong Persalinan Upaya mengurangi resiko kesehatan ibu dengan cara meningkatkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan professional. Kementrian Kesehatan menetapkan target bahwa 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2015 (MOH, 2008). Peningkatan proporsi bayi yang dilahirkan dengan bantuan tenaga kesehatan yang professional adalah langkah yang sangat penting untuk mengurangi resiko kesehatan ibu dan anak. Penanganan medis yang tepat dan memadai selama melahirkan dapat menurunkan resiko komplikasi yang menyebabkan kesakitan serius pada ibu dan bayinya. Tabel berikut ini menyajikan tentang penolong persalinan berkualifikasi tinggi, yaitu orang yang dirujuk ibu jika mendapat masalah kesehatan selama persalinan. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 45

Persentase kelahiran yang dibantu oleh tenaga medis lebih rendah diantara ibu yang berumur dibawah 20 tahun dibandingkan dengan ibu yang berumur lebih tua, dan menurun dengan meningkatnya urutan kelahiran. Persalinan yang dibantu oleh tenaga medis meningkat sejalan dengan meningkatnya pendidikan ibu dan status kekayaan. Begitu pula trennya mengalami kenaikan dari data SDKI 2007 sebesar 73 persen menjadi 83 persen dalam SDKI 2012. Lihat Lampiran Tabel 3.16 untuk persentase wanita yang persalinannya dibantu oleh tenaga kesehatan menurut Provinsi. Karakteristik Latar Belakang Tabel. 3.15 Persentase Penolong Persalinan Kualifikasi Tertinggi Dokter Umum Umur Saat Melahirkan Dokter Ahli Kandun gan Perawat/ Bidan/Bi dan di Desa Penolong Persalinan Dukun Saudara Lainnya Bayi /Teman Tidak Ada Tidak Jumlah Terjawab <20 0,8 11,4 63,0 21,5 2,4 0,1 0,3 0,4 100,0 75,3 5,8 1.526 20-34 0,9 20,4 62,9 12,7 2,0 0,3 0,3 0,6 100,0 84,2 12,6 12.757 35-49 1,4 23,0 58,0 13,0 2,8 0,2 0,4 1,0 100,0 82,5 14,9 2.665 Urutan Kelahiran 1 1,1 23,1 63,3 10,6 1,2 0,2 0,2 0,3 100,0 87,5 14,4 6.557 2-3 1,0 20,0 63,0 12,9 1,9 0,3 0,1 0,8 100,0 84,0 12,2 7.892 4-5 1,0 12,6 59,3 20,4 3,9 0,5 0,9 1,4 100,0 73,0 8,3 1.827 6+ 0,4 8,5 48,6 30,3 9,9 0,5 1,2 0,7 100,0 57,5 4,5 672 Tempat Persalinan Fasilitas kesehatan 1,5 31,5 66,6 0,2 0,1 0,1 0,0 0,1 100,0 99,5 19,5 10.71 Lainnya 0,1 0,3 55,5 37,0 5,8 0,5 0,8 0,0 100,0 55,9 0,0 6.132 Tidak terjawab 0,0 1,8 0,5 0,0 0,0 0,8 0,0 96,9 100,0 2,3 2,0 106 Daerah Tempat Tinggal Perkotaan 1,3 27,7 62,8 6,7 0,6 0,2 0,1 0,7 100,0 91,8 16,8 8.405 Perdesaan 0,7 12,4 61,5 20,2 3,7 0,4 0,5 0,6 100,0 74,6 7,9 8.543 Pendidikan Ibu Persentase Persalinan oleh Penolong Profesional Persentase dengan Bedah Caesar Jumlah Kelahiran Tidak Sekolah 0,2 5,1 26,5 33,9 28,6 2,1 1,8 1,8 100,0 31,8 2,7 365 Tidak tamat SD 0,7 8,7 51,7 33,3 4,5 0,2 0,4 0,6 100,0 61,1 6,1 1.457 Tamat SD 0,6 10,8 61,4 22,6 2,6 0,3 0,6 1,1 100,0 72,8 6,8 3.976 Tidak Tamat SMTA 0,7 13,9 71,1 12,0 1,4 0,1 0,2 0,5 100,0 85,7 7,6 4.438 Tamat SMTA 1,2 26,6 66,5 4,6 0,5 0,2 0,0 0,3 100,0 94,3 18,5 4.594 Perguruan Tinggi 2 2,3 45,8 48,7 1,8 0,4 0,3 0,0 0,7 100,0 96,8 24,9 2.119 Indeks Kuintil Kekayaan Terbawah 0,9 6,2 50,3 32,4 7,6 0,6 0,8 1,1 100,0 57,5 3,7 3.727 Menengah bawah 0,7 14,6 66,6 15,5 1,5 0,1 0,3 0,7 100,0 81,8 9,0 3.255 Menengah 0,7 15,9 73,1 8,7 0,7 0,2 0,2 0,5 100,0 89,7 11,4 3.311 Menengah Atas 1,5 24,4 67,3 5,9 0,1 0,3 0,0 0,5 100,0 93,2 15,5 3.437 Teratas 1,1 40,9 54,6 2,5 0,3 0,1 0,0 0,4 100,0 96,6 23,1 3.218 Jumlah 1,0 20,0 62,2 13,5 2,2 0,3 0,3 0,7 100,0 83,1 12,3 16.948 Catatan : Jika responden menjawab lebih dari satu penolong persalinan, yang ditabulasi adalah penolong persalinan berkualifikasi tertinggi dalam tabel ini. 1 Penolong profesional termasuk dokter, perawat, bidan, bidan di desa.. 2 Perguruan Tinggi adalah: Diploma, S1/S2/S3 Sumber data: SDKI 2012 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 46

3.5.4 Insiden HIV/AIDS Meskipun pada tahun 2009 kasus HIV sempat mengalami penurunan, akan tetapi secara umum Pengidap HIV terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2007 penderita HIV tercatat sejumlah 6.048 penderita, angka tersebut naik pada tahun 2008 menjadi10.362 penderita, dan pada tahun 2012 jumlahnya sudah mencapai 21.511 penderita. Data Kemenkes juga mencatat kasus AIDS pada tahun 2012 mengalami penurunan, yakni dari 7.004 penderita pada tahun 2011 menjadi 5.686 penderita pada tahun 2012. Gambar 3.14 Kasus HIV/AIDS dan Kematian Sumber data: Ditjen PP dan PL Kemenkes Sementara itu, jumlah meninggal karena kasus HIV/AIDS terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 jumlah meninggal karena virus HIV/AIDS sejumlah 825 orang, angka tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2008 yakni 917 orang meninggal, dan sampai dengan tahun 2012 jumlah meninggal karena kasus ini sudah mencapai 1.146 orang (Lihat Lampiran Tabel 3.17 untuk melihat kumulatif Kasus HIV dan AIDS menurut Provinsi) 3.6 Pendidikan 3.6.1 Literasi (Angka Melek Huruf/AMH) Persentase penduduk laki-laki usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis dari data tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 masih berkisar di angka 95 persen. Sementara itu, persentase penduduk perempuan yang melek huruf mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai 2010 sebelum akhirnya mengalami sedikit penurunan pada tahun 2011. AMH perempuan tahun 2007 adalah 88,62 persen meningkat menjadi 90,52 persen tahun 2010 dan kemudian menurun menjadi 90,07 persen pada tahun 2011. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 47

Gambar 3.15 Angka Melek Huruf Tahun 2007-2011 Sumber data: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011 Provinsi dengan angka melek huruf tertinggi terdapat di Sulawesi Utara yaitu laki-laki 99,01 persen dan perempuan sebesar 98,69 persen. Sedangkan provinsi dengan AMH terendah terdapat pada provinsi Papua dimana laki-laki sebanyak 70,72 persen dan AMH perempuan sebanyak 56,74 persen. Lihat Lampiran Tabel 3.18 untuk Angka Melek Huruf menurut Provinsi. 3.6.2 Pendidikan yang ditamatkan penduduk 15 tahun ke atas Tingkat pendidikan penduduk Indonesia mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya tren persentase penduduk yang tamat SMP dan SM+ atau sederajat dan menurunnya tren persentase penduduk yang tidak sekolah. Gambar 3.16 Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk 15 Tahun ke Atas Sumber data: BPS, Susenas 1994-2012 3.6.3 Partisipasi Sekolah Jumlah penduduk yang bersekolah cenderung menurun dengan meningkatnya usia. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak penduduk di kelompok usia produktif yang tidak melanjutkan pendidikannya yang diperkirakan mereka segera bekerja atau menikah (Lihat lampiran 3.19 untuk Angka Partisipasi sekolah menurut provinsi). PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 48

Gambar 3.17 Angka Partisipasi Sekolah Tahun 2007-2011 Sumber data: BPS, Susenas 1994-2012 Partisipasi Murni Sekolah Dasar Angka partisipasi murni (APM) sekolah dasar (SD) formal di Indonesia baik laki-laki maupun perempuan mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2010. Akan tetapi data tahun 2011 menunjukan angka partisipasi murni SD mengalami penurunan. Angka partisipasi murni SD Laki-laki pada tahun 2007 sebanyak 93,88 persen menjadi 91,48 persen tahun 2011. Sedangkan angka partisipasi murni SD perempuan pada tahun 2007 sebesar 93,62 persen menjadi 90,37 persen pada tahun 2011. Gambar 3.18 Angka Partisipasi Murni SD/MI/Paket A Tahun 2007-2011 Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011 Provinsi dengan angka partisipasi murni SD formal dan non formal tertinggi adalah Provinsi Sumatera Barat. Angka partisipasi laki-laki SD di Sumatera Barat pada tahun 2011 adalah 94,25 persen dan perempuan 92,58 persen. Sedangkan, provinsi dengan angka partsipasi murni SD formal dan non formal terendah adalah Papua. Pada tahun 2011, angka partisipasi murni SD laki-laki 70,56 persen dan perempuan 69,63 persen. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 49

Partisipasi Murni Sekolah Menengah Pertama APM Sekolah Menengah Pertama (SMP) formal perempuan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Pada tahun 2007, APM SMP laki-laki dari 66,01 persen meningkat menjadi 66,86 pada tahun 2011. Sedangkan, APM SMP perempuan pada tahun 2007, 67,3 persen meningkat menjadi 69,19 persen tahun 2011. Gambar 3.19 Angka Partisipasi Murni SMP/MTs/Paket B Tahun 2007-2011 Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011 Provinsi dengan angka partisipasi murni SMP formal dan non formal tertinggi adalah Provinsi Aceh. Angka partisipasi laki-laki SMP di Aceh pada tahun 2011 adalah 72,58 persen dan perempuan 77,09 persen. Sedangkan, provinsi dengan angka partsipasi murni SMP formal dan non formal terendah adalah Papua. Pada tahun 2011, angka partisipasi murni SMP laki-laki 45,34 persen dan perempuan 46,85 persen. Partisipasi Murni Sekolah Menengah Atas APM Sekolah Menengah Atas (SMA) formal laki-laki di Indonesia meningkat dari data tahun 2007 (44,82 persen) sampai dengan data tahun 2011 (47,47 persen). Akan tetapi, data APM SMA formal perempuan di Indonesia mengalami fluktuatif dari tahun 2007 sampai tahun 2010 (antara 44,29 persen sampai 44,53 persen). Setelah itu, APM SMA formal perempuan meningkat menjadi 48,19 persen pada tahun 2011. Gambar 3.20 Angka Partisipasi Murni SMA/MA/Paket C Tahun 2007-2011 Sumber data: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 50

Provinsi dengan angka partisipasi murni SMA formal dan non formal tertinggi adalah Provinsi Aceh. Angka partisipasi laki-laki SMA di Aceh pada tahun 2011 adalah 61,82 persen dan perempuan 61,02 persen. Sedangkan, provinsi dengan angka partsipasi murni SMA formal dan non formal terendah adalah Papua. Pada tahun 2011, angka partisipasi murni SMA laki-laki 32,54 persen dan perempuan 32,34 persen. Lihat lampiran table 3.20 untuk Angka partisipasi murni SD, SMP, dan SMA baik formal maupun non formal menurut provinsi. 3.6.4 Rata-Rata Lama Sekolah Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dalam jenjang pendidikan formal sejak tahun 2007-2011 mengalami sedikit peningkatan. Berdasarkan data statistik kesejahteraan rakyat rata-rata lama sekolah laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pada tahun 2007, rata-rata lama sekolah laki-laki adalah 8 tahun dan meningkat menjadi 8,3 tahun pada tahun 2010 sampai dengan 2011. Sedangkan, rata-rata lama sekolah perempuan pada tahun 2007 adalah 7 tahun dan mengalami peningkatan menjadi 7,5 tahun pada tahun 2010 sampai dengan 2011. Gambar 3.21 Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) Penduduk Usia 15 tahun ke AtasTahun 2007-2011, Indonesia Sumber data: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011 Provinsi dengan rata-rata lama sekolah tertinggi adalah provinsi DKI Jakarta. Ratarata lama sekolah laki-laki di DKI Jakarta pada tahun 2011 adalah 10,9 tahun dan perempuan 9,9 tahun. Sedangkan, provinsi dengan rata-rata lama sekolah terendah adalah Papua. Pada tahun 2011, rata-rata lama sekolah laki-laki 6,6 tahun dan perempuan 5 tahun. Rata-rata Lama sekolah menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.21. 3.7 Ekonomi dan Ketenagakerjaan 3.7.1 Ekonomi Laju Pertumbuhan Ekonomi Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi cukup signifikan PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 51

pada tahun 2009 dari 6.01 persen pada tahun 2008 menjadi 4.58 persen. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi kembali menguat, menjadi 6,20 persen dan terus meningkat mencapai 6,46 persen pada tahun 2011 kemudian menurun kembali di tahun 2012 sebesar 6,23. Gambar 3.22 Persentase Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2007-2012 Sumber data: BPS, Pendapatan Nasional Indonesia tahun 2007, 2008, 2009, 2010*, 2011** dan 2012*** *) Angka Sementara **) Angka sangat sementara ***) Angka sangat sangat sementara Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita terdiri atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000. Pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku terus meningkat dari 15.125.923,58 rupiah tahun 2007 menjadi 30.516.670,73 pada tahun 2012. Demikian pula dengan pendapatan perkapita atas dasar harga konstan 2000, meningkat dari 7.344.733,98 rupiah menjadi 9.490.533,09 rupiah pada tahun 2012. Tabel 3.16 Jumlah Pendapatan per Kapita Indonesia Tahun 2007-2010 Jumlah Pendapatan per 2007 2008 2009 2010 2011*) 2012**) kapita per tahun Atas dasar harga berlaku 15,125,923.58 18,774,282.37 20,731,425.57 23,759,818.77 27,298,811.57 30,516,670.73 Atas dasar harga konstan 2000 7,344,733.98 7,797,691.36 7,916,021.37 8,412,617.54 9,025,532.92 9,490,533.09 Sumber data: BPS 2007, 2008, 2009, 2010 *) Angka Sementara **) Angka sangat sementara Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) terdiri atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000. PDRB atas dasar harga berlaku terus meningkat dari 3.556.333.628 juta rupiah tahun 2007 menjadi 6.020.994.080 juta rupiah pada tahun 2010. Begitu pula dengan PDRB atas dasar harga konstan 2000, meningkat dari 1.890.607.083 juta rupiah menjadi 2.363.341.719 juta rupiah pada tahun 2010. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 52

Tabel 3.17 Jumlah Pendapatan Domestik Regional Bruto Indonesia (juta rupiah) Tahun 2007-2011 Jumlah Pendapatan Domestik Regional Bruto per tahun (juta rupiah) 2007 2008 2009 2010 2011 Atas dasar harga berlaku 3,556,333,628 4,271,044,592 4,653,539,247 5,293,856,970 6,020,994,080 Atas dasar harga konstan 2000 1,890,607,083 1,999,046,591 2,094,358,009 2,222,763,051 2,363,341,719 Sumber data: BPS 2007, 2008, 2009, 2010, 2011 Berdasarkan harga berlaku, Provinsi dengan PDRB terendah pada tahun 2011 adalah Provinsi Maluku Utara dengan pendapatan bruto 6.056.973,74 juta rupiah. Sementara Provinsi Gorontala memiliki pendapatan bruto terendah berdasarkan harga konstan yakni 3.141.458,12 juta rupiah. Provinsi DKI jakarta dengan PDRB harga berlaku dan harga konstan masing-masing 982.540.043,96 juta rupiah dan 422.162.570,82 menempati perolehan tertinggi dalam Pendapatan Domestik Regional Bruto di Indonesia untuk tahun 2011. Lihat Lampiran Tabel 3.22 dan 3.23 untuk Pendapatan Domestik Bruto menurut Provinsi. Kemiskinan Kemiskinan adalah sebuah kondisi ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan kesehatan. Bank Dunia mendefiniskan kemiskinan ini dengan kehidupan dengan pendapatan $ 1 USD per hari. Gambar 3.23 Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 2009-2013 Sumber data: Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia tahun 2009-2013 Gambar 3.23 menunjukkan persentase penduduk miskin di indonesia berdasarkan Perkembangan Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia tahun 2009-2013 terus mengalami penurunan. Persentase jumlah penduduk miskin di indonesia tahun 2009 adalah 14,15 persen, angka tersebut sampai dengan tahun 2013 turun menjadi 11,37 persen dari total jumlah penduduk di Indonesia. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 53

Provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak adalah Jawa Timur dengan jumlah penduduk miskin mencapai 5.070.980 juta jiwa. Sedangkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berada pada posisi terendah yakni 71.360 jiwa penduduk miskin. Lihat Lampiran Tabel 3.24 untuk melihat jumlah dan persentase penduduk miskin menurut Provinsi. 3.7.2 Ketenagakerjaan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) TPAK adalah persentase penduduk yang bekerja terhadap jumlah seluruh penduduk usia kerja (15-64 tahun). Gambar 3.24 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Indonesia (persen) Tahun 2007-2010 Sumber data: Sakernas 2007,2008, 2009, 2010 Pada tahun 2011 tingkat partisipasi angkatan kerja belum berdasarkan jenis kelamin, hasil sakernas pada tahun 2011 dan 2012 data pada bulan februari tahun 2011 sebesar 69.96 persen kemudian tingkat partisipasi angkatan kerja menurun sampai dengan bulan Agustus tahun 2011 sebesar 68.34 persen. Pada tahun 2012 bulan Februari naik kembali sebesar 69.66 persen kemudian kembali menurun pada bulan agustus sebesar 67.88. Pada tahun 2013 tingkat partisipasi angkatan kerja hanya tersedia sampai bulan Februari yaitu sebesar 69,21 persen (TPAK menurut Provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.25). Tabel 3.18 Tren Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (persen) 2011 2012 2013 Februari 69,96 69,66 69,21 Agustus 68,34 67,88 - Sumber data: Sakernas 2011, 2012, 2013 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 54

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) TPT adalah persentase penduduk yang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dari jumlah angkatan kerja yang ada. Gambar 3.25 Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia (persen) Tahun 2007 2011 Sumber data: Sakernas 2007,2008, 2009, 2010, 2011 Tingkat Pengangguran terbuka Indonesia dari hasil Sakernas pada tahun 2012 sampai dengan bulan Februari sebesar 6.32 dan pada bulan Agustus turun sebesar 6.14. Pada tahun 2013 pada bulan februari tingkat pengangguran terbuka sebesar 5.92, sementara data bulan agustus belum tersedia (Tingkat penganguran terbuka menurut Provinsi dapat dilihat pada Lampiran Tabel 3.26). Tabel 3.19 Tingkat Pengangguran Terbuka Tingkat Pengangguran Terbuka 2012 2013 Februari 6.32 5.92 Agustus 6.14 - *) Pengangguran Terbuka : Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha, Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan, Sudah Punya Pekerjaan tetapi belum dimulai 3.8 Pertanian Pangan 3.8.1 Pangan Nasional Terdapat penurunan kuantitas konsumsi pangan nasional di tingkat rumah tangga sekitar 5,05 persen disebabkan menurunnya konsumsi beras dari 281,71 gram/kap/hari di tahun 2011 menjadi 267,49 gram/kap/hari pada tahun 2012. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 55

Tabel 3.20 Perkembangan Konsumsi Pangan Nasional Secara Kuantitas pada Tahun 2011-2012 Kelompok Bahan Pangan Konsumsi Gram/kap/hari Kg/kap/thn 2011 2012 2011 2012 Padi-padian a. Beras 281,71 267,49 102,82 97,63 b. Jagung 4,30 5,19 1,57 1,90 c. Terigu 29,93 27,24 10,92 9,94 Umbi-umbian a. Singkong 27,59 20,02 10,07 7,31 b. Ubi jalar 8,11 6,59 2,96 2,41 c. Kentang 4,31 4,02 1,57 1,47 d. Sagu 1,33 1,19 0,48 0,44 e. Umbi lainnya 1,84 1,22 0,67 0,45 Pangan Hewani a. Daging ruminansia 5,54 7,63 2,02 2,79 b. Daging unggas 13,03 12,04 4,75 4,40 c. Telur 19,56 19,16 7,14 6,99 d. Susu 5,74 4,63 2,09 1,69 e. Ikan 51,99 48,27 18,98 17,62 Minyak dan Lemak a. Minyak kelapa 4,11 2,82 1,50 1,03 b. Minyak sawit 18,09 20,51 6,60 7,49 c. Minyak lainnya 0,57 0,33 0,21 0,12 Buah/biji berminyak a. Kelapa 5,12 4,75 1,87 1,73 b. Kemiri 0,89 0,70 0,32 0,26 Kacang-kacangan a. Kedelai 20,71 19,41 7,56 7,08 b. Kacang tanah 0,92 0,77 0,34 0,28 c. Kacang hijau 0,78 0,75 0,28 0,27 d. Kacang lain 0,28 0,62 0,10 0,23 Gula a. Gula pasir 20,23 17,75 7,38 6,48 b. Gula merah 1,98 1,45 0,72 0,53 Sayuran dan Buah a. Sayur 133,70 129,98 48,80 47,44 b. Buah 63,61 69,14 23,22 25,24 Lain-lain a. Minuman 49,89 49,64 18,21 18,12 b. Bumbu-bumbuan 11,33 10,73 4,13 3,92 Sumber : Susenas 2011 2012 Triwulan I, BKPS diolah BKP 3.8.2 Produktivitas Pertanian Berdasarkan angka sementara (Asem) BPS, produksi padi nasional tahun 2013 mencapai 70.87 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Artinya mengalami kenaikan sebesar 1,81 juta ton atau 2,62 persen dibanding 2012. Tabel 3.21 Produktivitas Padi Tahun 2011-2013 Jenis Luas Panen Produktivitas Produksi Tahun Tanaman (Ha) (ku/ha) (Ton) (1) (2) (3) (4) (5) Padi 2011 13.203.643 49,80 65.75.6904 Padi 2012 13.445.524 51,36 69.056.126 Padi 2013*) 13.769.913 51,46 70.866.571 Sumber data : BPS Tahun 2013 *) Data Tahun 2013 adalah angka Sementara PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 56

Kenaikan produksi padi nasional tersebut berasal dari kenaikan produksi di Jawa sebesar 871.34 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 939.11 ribu ton. Produksi komoditas padi meningkat seiring peningkatan luas panen 324,29 ribu hektare (2,41 persen) dan kenaikan produktivitas sebesar 0,1 kuintal per hektare. Tabel 3.22 Produktivitas Jagung Tahun 2011-2013 Luas Panen Produktivitas Produksi Jenis Tanaman Tahun (Ha) (ku/ha) (Ton) (1) (2) (3) (4) (5) Jagung 2011 3.864.692 45,65 17.643.250 Jagung 2012 3.957.595 48,99 19.387.022 Jagung 2013*) 3.857.359 47,99 18.510.435 Sumber data: BPS Tahun 2013 *) Data Tahun 2013 adalah angka Sementara Produktivitas jagung mengalami penurunan dari 48.99 (ku/ha) tahun 2012 menjadi 47.99 (ku/ha) pada tahun 2013, kondisi tersebut seiring dengan turunnya Luas Panen dari 3.957.595 (Ha) tahun 2012 menjadi 3.857.359 (Ha) pada tahun 2013. Tabel 3.23 Produktivitas Kedelai Tahun 2011-2013 Luas Panen Produktivitas Produksi Jenis Tanaman Tahun (ha) (ku/ha) (Ton) (1) (2) (3) (4) (5) Kedelai 2011 622.254 13,68 851.286 Kedelai 2012 567.624 14,85 843.153 Kedelai 2013*) 554.132 14,57 807.568 Sumber data: BPS Tahun 2013 *) Data Tahun 2013 adalah angka Sementara Penurunan luas panen juga terjadi pada komoditas kedelai yakni dari 567,624 (Ha) tahun 2012 menjadi 554,132 (Ha) pada tahun 2013. Kondisi tersebut berakibat pada turunnya produktivitas kedelai tahun 2013 sebesar 0,28 (ku/ha) bila dibandingkan tahun 2012. Tabel 3.24 Produktivitas Ubi Kayu tahun 2011-2013 Luas Panen Produktivitas Produksi Jenis Tanaman Tahun (ha) (ku/ha) (Ton) (2) (3) (4) (5) (6) Ubi Kayu 2011 1.184.696 202,96 24.044.025 Ubi Kayu 2012 1.129.688 214,02 24.177.372 Ubi Kayu 2013*) 1.137.210 224,18 25.494.507 Sumber data: BPS Tahun 2013 *) Data Tahun 2013 adalah angka Sementara Produksi Ubi kayu pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 1,32 juta ton dibandingkan dengan tahun 2012. Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya produktivitas dari 214,02 (ku/ha) pada tahun 2012 menjadi 224,18 pada tahun 2013. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 57

3.8.3 Produkivitas Perikanan Perikanan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis. Peningkatan produktivitas perikanan hasil tangkapan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir sebagai berikut : Tabel Tabel 3.25 3.23 Volume Volume Produksi Produksi Perikanan Perikanan (ton) (ton) No. Uraian 2007 2008 2009 2010 2011 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Perikanan Perikanan Tangkap Laut 4.734.280 4.701.933 4.812.235 5.039.446 5.061.680 Perairan Umum 310.457 301.182 295.736 344.972 347.420 2 Perikanan Budidaya Budidaya Laut 1.509.528 1.966.002 2.820.083 3.514.702 3.735.585 Tambak 933.832 959.509 907.123 1.416.938 1.734.260 Kolam 410.373 479.167 554.067 819.809 955.511 Keramba 63.928 75.769 101.771 121.271 120.654 Jaring Apung 190.893 263.169 238.606 309.499 331.936 Sawah 85.009 111.584 86.913 96.605 98.804 TOTAL 8.238.300 8.858.315 9.816.534 11.663.242 12.385.850 Sumber data: Perikanan dan Kelautan dalam Angka, Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012 Produktivitas nelayan dan pembudidaya ikan perikanan Indonesia menunjukkan peningkatan. Tahun 2011 perikanan tangkap meningkat 0,49 persen dan perikanan budidaya meningkat 4,4 persen. Peningkatan produktifitas perikanan tersebut dikarenakan adanya peningkatan produktivitas tambak dan peningkatan produktivitas alat tangkap perairan umum, serta meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan pembudidayaan ikan. Namun, tingkat konsumsi ikan nasional pada 2010 mencapai 30,48 kg/kapita/tahun sedangkan pada 2011 rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional sebesar 31,64 kg/kapita atau dapat dikatakan mengalami peningkatan ratarata 3,81 persen dibandingkan konsumsi tahun 2010. 3.8.4 Produktivitas Perkebunan Perkebunan merupakan usaha pertanian dengan lahan luas untuk menghasilkan komoditas perdagangan berbasis pertanian. Tabel 3.27 menyajikan berbagai komoditas perkebunan dalam 6 (enam) tahun terakhir. PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 58

Tabel 3.26 Produktivitas Tanaman Perkebunan Tahun 2008-2013 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan 2013, Kementerian Pertanian 3.8.5 Produktivitas Peternakan Peternakan merupakan kegiatan mengembang biakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut. Berikut ini gambaran produktivitas peternakan selama 3 tahun terakhir: Tabel 3.27 Produktivitas Peternakan Tahun 2008-2011 No. Kegiatan Utama 2009 2010 2011* 1. Sapi Potong 12.76 13.582 14.824** 2. Sapi Perah 475 488 597** 3. Kerbau 1.933 2 1.305** 4. Kuda 399 419 416 5. Kambing 15.815 16.62 17.483 6. Domba 10.199 10.725 11.372 7. Babi 6.975 7.477 7.758 8. Ayam Buras 249.964 257.544 274.893 9. Ayam Ras Petelur 99.768 105.21 110.3 10. Ayam Ras Pedaging 991.281 986.872 1.041.968 11. Itik 42.318 44.302 49.392 Sumber : Direktorat jenderal Peternakan *Angka Sementara **Berdasarkan hasil pendataan lengkap sapi potong, sapi perah, dan kerbau tahun 2011 PROFIL KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA 59