Penetapan Materialitas Penetapan Risiko. tedi last 09/16

dokumen-dokumen yang mirip
Chapter 7 MATERIALITY AND RISK

Tinjauan Konseptual Perencanaan Standar Pelaksanaan Tahapan Perencanaan Audit Keuangan Hubungan Asersi Manajemen dengan Tujuan Audit Terinci

Tinjauan Konseptual Perencanaan Standar Pelaksanaan Tahapan Perencanaan. tedi last 09/16

AUDIT I Modul ke: Audit risk and materiality. Afly Yessie, SE, Msi, Ak, CA. 11Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI

Risiko bahwa auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya

AUDITING 1 (Pemeriksaan Akuntansi 1) Materialitas, dan Risiko. REFERENSI: Arens/Elder/Beasley, Auditing, Prentice Hall Business Publishing (BOOK)

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT AKUNTANSI PEMERIKSAAN 1. Tutut Dewi Astuti, SE, M.Si, Ak, CA

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT

audit dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material.

Ch.7 Materialitas & Risiko Audit SUCAHYO HERININGSIH, SE., MSI., AK., CA.

MATERIALITAS DAN RISIKO 1

Standar Pemeriksaan Tipe Pengujian Pendekatan Pengujian. tedi last 10/16

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

PERENCANAAN PEMERIKSAAN

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

Standar Audit SA 320. Materialitas dalam Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan Audit

Materiality and Audit Risk. Konteks Audit Kepabeanan dan Cukai

Prosedur Analitis dalam Pemeriksaan Keuangan

KATA PENGANTAR. penulis mengharapkan adanya masukan dan kritik serta saran yang membangun

Standar Audit SA 450. Pengevaluasian atas Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi Selama Audit

FANY OCTAFIA OFFERING L

BAB II LANDASAN TEORI. pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

BULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

Standar Audit SA 402. Pertimbangan Audit Terkait dengan Entitas yang Menggunakan Suatu Organisasi Jasa

Contoh prosedur analitis pada BUMN JS

Tugas AKSP Kelompok 5

MATERIALITAS DAN RESIKO AUDIT

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Pengauditan 1 Bab VI

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT

Pengujian Substantif Atas Transaksi Prosedur Review Analitis Pengujian Rinci Atas Saldo Pengujian Kepatuhan Penyelesaian Penugasan Audit

KONSEP MATERIALITAS PENTING DALAM AUDIT

Standar Audit SA 530. Sampling Audit

Standar Audit SA 250. Pertimbangan atas Peraturan Perundang-Undangan dalam Audit atas Laporan Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI. Alvin A. Arens, at all (2011:4) menjelaskan bahwa: orang yang kompeten dan independen.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perhatian utama masyarakat pada sektor publik atau pemerintahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang

PREVIEW AUDIT LAPORAN KEUANGAN (GENERAL AUDIT)

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern

Konsep Materialitas Dalam Audit Atas Laporan keuangan

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

Standar Audit SA 501. Bukti Audit - Pertimbangan Spesifik atas Unsur Pilihan

AUDITING. Ahmad Try Handoko ( ) Magister Akuntansi SOAL MATRIKULASI

BAB I PENDAHULUAN. yang diberikan oleh perusahaan. ISA (International Standard on Auditing) menegaskan

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ekonomi dan Bisnis Akuntnasi S1

KELENGKAPAN BUKTI AUDIT

Standar Audit SA 330. Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintah

a. Pemisahan tugas yang terbatas; atau b. Dominasi oleh manajemen senior atau pemilik terhadap semua aspek pokok bisnis.

Standar Audit SA 510. Perikatan Audit Tahun Pertama Saldo Awal

BAB IV PEMBAHASAN. keuangan yang dilakukan oleh BPK terhadap Instansi Pemerintah yaitu dengan sampel

STANDAR PERIKATAN AUDIT

Standar Audit SA 540. Audit Atas Estimasi Akuntansi, Termasuk Estimasi Akuntansi Nilai Wajar, dan Pengungkapan yang Bersangkutan

Standar Audit SA 220. Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI

Standar Audit SA 520. Prosedur Analitis

KOMUNIKASI MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGENDALIAN INTERN YANG DITEMUKAN DALAM SUATU AUDIT

Prinsip-prinsip Laporan Hasil Audit Pengkomunikasian Laporan Hasil Audit Tindak Lanjut Audit. tedi last 11/16

BAB I PENDAHULUAN. dan dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan.

SA Seksi 324 PELAPORAN ATAS PENGOLAHAN TRANSAKSI OLEH ORGANISASI JASA. Sumber: PSA No. 61 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak luar sangat diperlukan, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Mahmudi, 2011). Laporan keuangan dalam lingkungan sektor publik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SA Seksi 435 PELAPORAN AUDITOR ATAS INFORMASI SEGMEN. Sumber: PSA No. 40 PENDAHULUAN

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No.

THE BUILDING BLOCKS OF AUDITING

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara yang diatur dalam UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku

TINJAUAN PROSES AUDIT

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. keuangan historis suatu entitas yang berisi asersi yang dibuat oleh manajemen entitas

Standar Audit SA 580. Representasi Tertulis

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan

BAB I PENDAHULUAN. memastikan laporan keuangan tidak mengandung salah saji (misstatement)

MODUL-3 INTERNAL AUDITING

Standar Audit SA 800. Pertimbangan Khusus Audit atas Laporan Keuangan yang Disusun Sesuai dengan Kerangka Bertujuan Khusus

EVALUASI PROSES PERENCANAAN AUDIT YANG DILAKUKAN OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (BPK RI) PADA INSTANSI

PERTIMBANGAN ATAS PENGENDALIAN INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu perusahaan yang berorientasi untuk mendapatkan laba adalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

BAB II LANDASAN TEORI

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

Ch.8. Mempertimbangkan Pengendalian Internal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saham sebagai pemilik perusahaan terpisah dari manajemen perusahaan (Mulyadi,

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BABl PENDAHULUAN. Perkembangan dalam praktik akuntansi sektor publik akhir-akhir ini

ABSTRAK. Kata kunci : Penilaian atas Piutang Dagang dan Luas pemeriksaan pada akun Piutang Dagang. Universitas Kristen Maranatha

Transkripsi:

Penetapan Materialitas Penetapan Risiko tedi last 09/16

TAHAPAN PERENCANAAN PEMERIKSAAN (aplikasi pemeriksaan keuangan) 1. Menerima Klien dan Melaksanakan Perencanaan Audit Awal. 2. Memahami Bidang kegiatan/operasional entitas yang akan diperiksa, 3. Melaksanakan Prosedur Analitis Pendahuluan 4. Menetapkan Materialitas serta menetapkan Risiko Bawaan Dan Risiko Akseptabilitas Audit. 5. Memahami Struktur Pengendalian Intern dan Menetapkan Risiko Pengendalian 6. Menggabungkan Informasi dan Menetapkan Risiko Fraud 7. Mengembangkan Rencana Audit dan Program Audit Menyeluruh

PENETAPAN MATERIALITAS (Aplikasi pada pemeriksaan keuangan) Kebutuhan penetapan materialitas didasarkan kepada : 1. Keterbatasan dalam melaksanakan pemeriksaan (waktu, sumber daya manusia, dan biaya) sehingga tidak mungkin melakukan pengujian atas seluruh transaksi dalam suatu entitas yang diperiksa. 2. Persyaratan dalam Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan untuk merencanakan pemeriksaan sebaik-baiknya, menguji pengendalian intern, dan memperoleh bukti kompeten yang cukup. Oleh karena itu pemeriksaan dilakukan dengan mempertimbangkan konsep materialitas 3. Perlunya mengungkapkan opini kewajaran laporan keuangan terhadap standar akuntansi yang berlaku dalam segala hal yang material. Hasil pemeriksaan berupa opini tersebut diperoleh dari suatu reasonable assurance (keyakinan yang memadai) bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material.

Materialitas adalah salah saji yang bersifat material dalam laporan keuangan yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional. Tujuan penetapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Dalam sektor publik, materialitas dinilai berdasarkan pendekatan : 1. Kuantitatif merujuk pada persentase/angka tertentu yang ditetapkan pada tahap awal yang menjadi pedoman untuk menetapkan tingkat materialitas. 2.Kualitatif merujuk pada pertimbangan bahwa tingkat ketaatan pemerintah terhadap Peraturan Perundang-undangan memiliki nilai kepentingan lebih tinggi dibandingkan kemampuan pemerintah menghasilkan/mempertahankan surplus anggaran.

Nilai materialitas terdiri dari: a. Planning Materiality PM materialitas awal, yaitu nilai maksimal yang menjadi batas materialitas (salah saji agregat) yang ditetapkan untuk tingkat keseluruhan laporan keuangan; b. Tolerable Misstatement TM salah saji tertoleransi, yaitu materialitas pada tingkat akun (terkait transaksi, saldo akun, dan pengungkapan). Misstatement mencakup kesalahan yang tidak disengaja (error) dan kesalahan yang disengaja (fraud).

Penetapan nilai materialitas dilakukan pada : 1. Tahap perencanaan pemeriksaan nilai Planning Materiality dan Tolerable Misstatement ditentukan secara kuantitatif untuk menentukan sifat, waktu, dan lingkup prosedur pemeriksaan. Pemeriksa juga mempertimbangkan salah saji yang mungkin tidak material secara kuantitatif, tetapi material secara kualitatif. 2. Tahap awal pelaksanaan pemeriksaan merevisi (bila perlu) nilai Planning Materiality dan Tolerable Misstatement terkait perubahan lingkup pmeriksaan yang signifikan dan informasi tambahan yang mempengaruhi kewajaran akun-akun dalam laporan keuangan. 3. Tahap akhir pelaksanaan pemeriksaan mengevaluasi nilai materialitas untuk (bila perlu) merevisi nilai materialitas awal secara kuantitatif dan kualitatif berkaitan dengan opini yang akan diberikan.

PENETAPAN MATERIALITAS PADA TAHAP PERENCANAAN PEMERIKSAAN. Prosedur penetapan tingkat materialitas pada tahap perencanaan, yaitu : 1. Menetapkan nilai materialitas awal. Jika auditor menetapkan tingkat materialitas yang rendah maka diperlukan bukti yang lebih banyak daripada jika auditor menetapkan tingkat materialitas yang lebih tinggi. 2. Mengalokasikan penentuan materialitas awal kepada berbagai bidang atau segmen. 3. Mengestimasikan kesalahan pada setiap segmen. 4. Mengestimasikan kesalahan secara total. 5. Membandingkan estimasi kesalahan total dengan penetapan materialitas awal atau yang sudah direvisi.

Tahap penetapan nilai materialitas secara kuantitatif : 1. Tahap 1 : Penentuan dasar (Basis) penetapan materialitas, 2. Tahap 2 : Penentuan tingkat (Rate) materialitas, 3. Tahap 3 : Penetapan nilai materialitas awal (Planning Materiality), 4. Tahap 4 : Penetapan kesalahan yang dapat ditoleransi (Tolerable Misstatement). Penetapan materialitas secara kualitatif ditentukan berdasarkan pertimbangan profesional, dan lebih fokus pada aspek kepatuhan auditan terhadap peraturan perundangundangan, sehingga pelanggaran terhadap regulasi (misal : transaksi yang berindikasi korupsi yang mempengaruhi kewajaran laporan keuangan dapat mempengaruhi penilaian materialitas secara kualitatif.

Tahap 1 : menentukan dasar penetapan materialitas dengan mempertimbangkan : 1. Karakteristik (sifat, besar dan tugas pokok) dan lingkungan entitas yang diperiksa, 2. Area dalam laporan keuangan yang akan lebih diperhatikan oleh pengguna laporan keuangan, 3. Kestabilan atau keandalan nilai yang akan dijadikan dasar. Dasar penetapan materialitas yang dapat digunakan : 1. Total pendapatan atau total belanja Institusi pemerintahan yang menggunakan dana APBN/D. 2. Laba sebelum pajak atau pendapatan BUMN/D. 3. Nilai aset bersih atau ekuitas, untuk entitas yang berbasis aset Entitas Pemerintahan yang memiliki aset yang sangat besar dan menjadi perhatian publik.

Angka yang menjadi dasar penetapan materialitas adalah : 1. Pada saat pemeriksaan interm dapat menggunakan angka yang terdapat pada laporan keuangan audited periode sebelumnya, kemudian saat pemeriksaan terinci, dapat menggunakan angka dalam laporan keuangan unaudited periode berjalan. Atau ; 2. Cara lain yaitu dengan mengambil angka aktual pada saat perencanaan, kemudian diekstrapolasi ke dalam sejumlah periode. Catatan : Angka yang harus diambil (apakah angka tahun lalu, tahun berjalan, atau angka ekspektasi) tergantung pada pertimbangan reliabilitas atau keakuratan data.

Tahap 2 : menentukan tingkat materialitas, yaitu : 1. Untuk institusi pemerintah yang menggunakan dana APBN/D : 0,5% s.d 5% dari total penerimaan/belanja (0,5% PM 5%); 2. Untuk BUMN/D : 5% s.d 10% dari laba sebelum pajak (5% PM 10%), atau : 0,5% s.d 1% dari total penjualan/pendapatan (0,5% PM 1%), 3. Untuk entitas yang berbasis aset : sebesar 1% dari ekuitas atau sebesar 0,5% sampai 1% dari total aktiva. Dalam menetapkan persentase tingkat materialitas awal, Pemeriksa mempertimbangkan faktor kualitatif, meliputi : 1. Opini pemeriksaan tahun sebelumnya, 2. Risiko pemeriksaan (AR) pada saat perencanaan pemeriksaan, 3. Faktor-faktor yang memengaruhi materialitas, baik berasal dari pemeriksaan tahun sebelumnya maupun tahun berjalan.

BPK RI (2013) : Pedoman Umum penetapan tingkat materialitas :.

Hubungan opini tahun lalu, risiko audit, tingkat materialitas, dan faktor kualitatif :. BPK RI (2013)

Contoh : Penetapan dasar dan tingkat materialitas : BPK RI (2013)

Tahap 3 : penetapan nilai materialitas awal (Planning Materiality) Ilustrasi : BPK RI (2013)

Tahap 4 : penetapan kesalahan yang dapat ditoleransi (Tolerable Misstatement - TM) dengan cara alokasi materialitas awal (Planning Materiality - PM) pada setiap akun atau kelompok akun dengan tujuan : 1. Menentukan akun/kelompok akun dalam laporan keuangan yang memerlukan tambahan prosedur pemeriksaan, 2. Memastikan adanya kemungkinan salah saji yang material yang berasal dari penggabungan salah saji yang jumlahnya lebih kecil daripada materialitas awal, 3. Mempertimbangkan risiko deteksi, dan 4. Meminimalkan biaya pemeriksaan tanpa menurunkan kualitas pemeriksaan. Catatan : Alokasi materialitas pada setiap akun memudahkan dalam melakukan pemeriksaan dengan mengumpulkan bukti pemeriksaan per segmen (akun).

Alokasikan nilai Planning Materiality - PM pada akun-akun yang akan dilakukan pengujian menggunakan rumus: Dimana: TM : Tingkat kesalahan yg dpt ditoleransi (tolerable misstatement) PM : Nilai materialitas awal (planning materiality) N : Nilai akun T : Total nilai akun yang diperiksa pada neraca/lra. Catatan : 1. Akun yang mendapatkan alokasi PM adalah akun-akun yang dilakukan pengujian. 2. Akun-akun penting seperti kas akan memperoleh alokasi 0 (nol)

Karakteristik akun akun signifikan : 1. Akun yang nilai nominalnya besar dalam laporan keuangan; 2. Jumlah maupun frekuensi transaksi atas akun tersebut banyak dalam satu tahun anggaran; 3. Sifat dan nilai akun berpengaruh signifikan terhadap laporan keuangan; 4. Penyajian dan pengungkapan akun tersebut signifikan terhadap laporan keuangan; 5. Standar audit mengharuskan pemeriksaan pada akun tersebut; 6. Akun tersebut menjadi fokus perhatian para pemangku kepentingan; 7. Terdapat regulasi industri yang mengatur akun tersebut; 8. Terdapat unsur kerugian atas akun tersebut; 9. Kemungkinan adanya kewajiban kontinjensi atas akun tersebut; 10.Keberadaan transaksi akun tersebut dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

PENETAPAN NILAI MATERIALITAS PADA AWAL PELAKSANAAN PEMERIKSAAN Materialitas awal dimungkinkan untuk direvisi pada saat awal pelaksanaan pemeriksaan bila terdapat : 1. Perubahan ruang lingkup pemeriksaan, 2. Informasi tambahan tentang auditan selama berlangsungnya fieldwork. Pemeriksa melakukan evaluasi atas : 1. Perubahan penilaian atas risiko, bila : a) Hasil pengujian pengendalian berbeda dengan penilaian risiko saat perencanaan, b) Adanya indikasi kecurangan atas saldo akun yang nilainya material, c) Terdapat kejadian lain yang sebelumnya tidak dipertimbangkan; 2. Perubahan ukuran sampel atas bukti pemeriksaan yang mengandung salah saji material karena penilaian atas risiko pengendalian berbeda dengan penilaian saat perencanaan pemeriksaan; 3. Pengembangan prosedur pemeriksaan lebih lanjut bila bukti pemeriksaan yang mengandung salah saji material bertambah.

PENETAPAN NILAI MATERIALITAS PADA AKHIR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN Pada akhir pelaksanaan pemeriksaan, nilai materialitas (Planning Materiality PM dan Tolerable Misstatement TM) yang telah ditetapkan sebelumnya dievaluasi kembali (terutama berkaitan dengan dasar penetapan materialitas), berdasarkan hasil pengujian pengendalian dan substantif. Kemudian dibandingkan dengan salah saji yang masih ditemukan untuk menentukan apakah salah saji tersebut material/tidak material pada tingkat akun/tingkat laporan keuangan secara keseluruhan. Salah saji yang masih ditemukan pada tahap akhir pelaksanaan pemeriksaan merupakan salah saji yang tidak terdeteksi oleh prosedur pemeriksaan maupun salah saji yang tidak dikoreksi karena entitas yang diperiksa tidak mau melakukan koreksi.

Catatan : 1. Salah saji yang tidak terdeteksi merupakan bagian dari Risiko Pendeteksian, yang selanjutnya dijadikan dasar dalam menentukan sampel guna pengujian substantif. 2. Salah saji yang tidak dikoreksi disampaikan kepada pihak manajemen, dan memberikan keterangan bahwa efek dari salah saji tersebut (di tingkat akun atau tingkat laporan keuangan) dapat berpengaruh terhadap opini yang akan diberikan, 3. Bila terdapat salah saji pada satu akun tidak material, tetapi kalau akun-akun yang mengandung salah saji tersebut dijumlahkan nilainya ternyata melebihi nilai materialitas tingkat laporan keuangan maka pemeriksa menggunakan pertimbangan profesional dan pertimbangan kualitatif untuk menentukan pengaruhnya terhadap kewajaran laporan keuangan dan opini yang akan diberikan.

Contoh : Penentuan opini berdasarkan nilai salah saji, nilai Planning Materiality, dan nilai Tolerable Misstatement berdasarkan aspek kuantitatif: 1. Bila total salah saji pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan < Planning Materiality, dan salah saji pada tingkat akun < Tolerable Misstatement, dan auditan bersedia mengoreksi nilai salah saji pada laporan keuangan, maka Pemeriksa dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian, kecuali bila ada pertimbangan kualitatif lainnya yang mengharuskan Pemeriksa memberi opini lain. 2. Bila total salah saji pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan > Planning Materiality, dan auditan tidak bersedia mengoreksi nilai salah saji pada laporan keuangan, maka Pemeriksa dapat memberikan opini tidak wajar.

Bila total salah saji pada tingkat akun > Tolerable Misstatement akun tersebut, tetapi kondisi salah saji pada tingkat laporan keuangan < Planning Materiality, dan pihak terperiksa tidak bersedia mengoreksi nilai salah saji pada laporan keuangan, maka pemeriksa dapat mempertimbangkan untuk memberi opini wajar dengan pengecualian. Hubungan Materialitas dengan Opini

PENETAPAN RISIKO AUDIT (Aplikasi pada Pemeriksaan Keuangan) Risiko audit : Risiko yang timbul karena auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi opininya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Risiko yang harus dipahami dan ditetapkan oleh auditor : 1. Risiko Akseptabilitas Audit/Risiko Audit yang Dapat Diterima (Acceptable Audit Risk - AAR), 2. Risiko Inheren/bawaan (Inhern Risk - IR), 3. Risiko Pengendalian (Control Risk CR), 4. Risiko Deteksi yang Direncanakan (Planned Detection Risk PDR). 5. Risiko Fraud (Fraud Risk - FR) ditetentukan secara kualitatif.

Model Risiko Audit : Arens et al (2014)

RISIKO AUDIT YG DAPAT DITERIMA (ACCEPTABLE AUDIT RISK) Risiko Audit Yang Dapat Diterima (Acceptable Audit Risk - AAR), yaitu suatu ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin saja salah saji material setelah audit selesai dan pendapat wajar tanpa pengecualian dikeluarkan Risiko pada Tingkat Laporan Keuangan Input yang dipertimbangkan dalam penilaian AAR : 1. Hasil atas pemahaman tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan; 2. Hasil pemahaman atas entitas; 3. Hasil analisis tindak lanjut atas pemeriksaan sebelumnya; 4. Hasil pemahaman atas SPIP entitas auditan.

Kategori Penilaian Acceptable Audit Risk AAR : 1. AAR = 5% tingkat keyakinan auditor atas opininya sebesar 95%. Tingkat ini berlaku untuk entitas pada umumnya atau sebagian besar entitas yang diperiksa. 2. AAR = 3% tingkat keyakinan auditor atas opininya sebesar 97%. Tingkat ini dinilai cukup memadai untuk beberapa entitas sektor publik yang sangat sensitif atau berisiko tinggi. 3. AAR = 1% tingkat keyakinan auditor atas opininya sebesar 99%. Tingkat ini berlaku bagi entitas sektor publik yang : Mempunyai pengguna eksternal yang sangat ekstensif perhatiannya terhadap laporan keuangan entitas tersebut, Rentan terhadap terjadinya salah saji material dan secara politik sensitif dan/atau adanya harapan publik atas kewajaran laporan keuangan entitas publik tersebut sehingga pemeriksa membutuhkan tingkat keyakinan yang sangat tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Acceptable Audit Risk - AAR : 1. Tingkat ketergantungan pengguna terhadap laporan keuangan entitas Semakin tinggi tingkat ketergantungan pengguna atas laporan keuangan entitas, maka bobot penilaiannya kecil 2. Kemungkinan kegagalan keuangan Semakin tinggi tingkat kemungkinan kegagalan keuangannya, maka bobot penilaiannya semakin kecil. 3. Integritas manajemen Semakin rendah tingkat integritas manajemennya, maka bobot penilaiannya semakin kecil. 4. Geografis Keterjangkauan terhadap entitas. Semakin sulit suatu entitas untuk dijangkau, maka bobot penilaiannya semakin kecil. 5. Nilai aset Semakin besar nilai aset entitas (dibandingkan dengan entitas sejenis), maka bobot penilaiannya semakin kecil. 6. Anggaran yang dikelola Semakin besar nilai anggaran entitas (dibanding entitas sejenis), maka maka bobot penilaiannya kecil

7. Jumlah Satuan Kerja Semakin banyak jumlah satker yang dimiliki suatu entitas pelaporan, maka bobot penilaiannya semakin kecil. 8. Hasil pemeriksaan tahun sebelumnya Semakin buruk hasil pemeriksaan tahun sebelumnya, maka bobot penilaiannya semakin kecil. 9. Sistem informasi yang digunakan Semakin buruk sistem informasi entitas, maka bobot penilaiannya semakin kecil. Penentuan tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima adalah dengan menggunakan pembobotan nilai (dalam rentang angka 1 s/d 3) terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Acceptabel Audit Risk AAR tersebut di atas, dengan rentang penilaian : Nilai 9-14 : tingkat AAR kategori rendah = (1%) Nilai 15-21 : tingkat AAR kategori sedang = (3%) Nilai 22-27 : tingkat AAR kategori tinggi = (5%)

Contoh Penetapan Nilai Acceptable Audit Risk - AAR :

RISIKO BAWAAN (INHERN RISK) Risiko Bawaan (Inhern Risk), yaitu suatu ukuran penilaian auditor atas kemungkinan terdapat salah saji material dalam saldo akun, sebelum mempertimbangkan efektifitas pengendalian intern - Risiko pada Tingkat Akun. Risiko bawaan ditentukan dengan menggunakan faktorfaktor yang mempengaruhi risiko bawaan yang didokumentasikan dalam Matrik Penilaian Risiko Bawaan. Penilaian dilakukan pada setiap faktor dengan cara : Skor = 1, kategori nilai : Rendah Skor = 2, kategori nilai : Sedang Skor = 3, kategori nilai : Tinggi

Faktor-faktor yang mempengaruhi Risiko Bawaan : 1. Sifat usaha/kegiatan entitas 2. Hasil pemeriksaan sebelumnya 3. Integritas personel kunci 4. Penugasan pertama atau penugasan berulang 5. Hubungan dengan pihak-pihak terkait 6. Jenis-jenis transaksi kompleksitasnya (rutin/non-rutin) dan tingkat 7. Dorongan dan motivasi klien 8. Tingkat subyektivitas atas pertimbangan disyaratkan oleh standar akuntansi yang 9. Tingkat kerentanan terhadap pencurian/penyalahgunaan aset 10. Faktor-faktor terkait dengan salah saji dikarenakan adanya kecurangan terhadap laporan keuangan

Contoh Penetapan Nilai Risiko Bawaan (aplikasi pada Siklus Belanja) :

.

RISIKO PENGENDALIAN (CONTROL RISK) Risiko Pengendalian (Control Risk), yaitu risiko adanya kekeliruan/salah saji dalam segmen audit yang melewati batas toleransi, yang tidak terdeteksi/dicegah oleh pengendalian intern Risiko pada Tingkat Akun. Penetapan risiko pengendalian pada tingkat siklus transaksi digunakan untuk menentukan : (1) risiko deteksi, dan ; (2) luas lingkup pengujian substantif. Catatan : Penilaian risiko pengendalian dilakukan menggunakan instrumen Matrik Risiko Pengendalian (Control Risk Matrix CRM) untuk setiap siklus transaksi yang ada, dengan tujuan untuk menentukan area atau siklus mana yang memerlukan pengujian pengendalian (test of control).

Penetapan risiko pengendalian secara kualitatif menggunakan panduan sbb : 1. Bila tingkat kelemahan pengendalian adalah material disimpulkan (secara umum) bahwa risiko pengendalian awal adalah tinggi, 2. Bila tingkat kelemahan pengendalian adalah signifikan disimpulkan bahwa risiko pengendalian awal adalah sedang, 3. Bila tidak terdapat kelemahan pengendalian atau tingkat kelemahan pengendalian tidak signifikan dan terdapat pengendalian pengganti (compensating controls) disimpulkan bahwa risiko pengendalian awal adalah rendah.

Penilaian risiko pengendalian secara kuantitatif menggunakan pedoman sbb :

Tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan menentukan jenis pengujian substantif yang akan dilakukan, yaitu : 1. Bila pemeriksa menyimpulkan bahwa risiko pengendaliannya tinggi, maka pengujian substantif dilakukan secara mendalam. 2. Bila risiko pengendalian dinilai rendah, maka pengujian substantif dilakukan secara terbatas. Catatan : Faktor yang pengendalian : dipertimbangkan dalam penetapan tingkat risiko 1. Bukti yang diperoleh dari prosedur pemeriksaan lainnya (misal : bukti mengenai perancangan SPIP entitas auditan memadai/tidak memadai ; bukti hasil pengujian ketaatan (compliance tests), 2. Pengalaman terdahulu dengan entitas yang diperiksa, 3. Penilaian pemeriksa atas pengendalian intern pada tingkat entitas.

RISIKO DETEKSI YANG DIRENCANAKAN (PLANNED DETECTION RISK) Risiko Deteksi yang Direncanakan (Planned Detection Risk - PDR), yaitu risiko bahwa bukti yang dikumpulkan dalam segmen audit gagal menemukan salah saji yang melewati jumlah yang dapat ditoleransi - Risiko pada Tingkat Akun. Tingkat Risiko Deteksi yang Direncanakan berkaitan dengan jumlah bukti substantif yang akan dikumpulkan oleh pemeriksa Bila PDR yang ditetapkan rendah, maka pemeriksa harus melakukan pengujian substantif secara mendalam guna memperoleh bukti audit yang banyak/cukup.

Contoh Penetapan Nilai Planned Detection Risk PDR :

BPK RI (2009) Skenario Tingkat Planned Detection Risk PDR, Lingkup Pengujian Substantif, dan Tingkat Materialitas (MAT) :

KETERKAITAN ANTARA RISIKO PEMERIKSAAN DENGAN BUKTI PEMERIKSAAN Sumber : Arens et al (2014)

Keterkaitan Risiko Pemeriksaan dengan Bukti Pemeriksaan : Sumber : Arens et al (2014)

Keterkaitan Materialitas, Risiko, dan Bukti Pemeriksaan Yang Direncanakan : Sumber : Arens et al (2014)

RISIKO FRAUD (FRAUD RISK) SPKN Dalam perencanaan, pemeriksa harus mempertimbangkan risiko terjadinya fraud yang secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan pemeriksaan. Fraud adalah tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh sesuatu dengan cara menipu. Faktor-faktor pemicu fraud : 1. Kesempatan untuk melakukan fraud 2. Dorongan atau tekanan untuk melakukan fraud 3. Rasionalisasi tindakan. Dalam kaitannya dengan pemeriksaan laporan keuangan, fraud didefinisikan sebagai salah saji yang disengaja atas laporan keuangan

Risiko fraud ditetapkan secara kualitatif dengan pertimbangan bahwa bila terjadi fraud akan menyebabkan salah saji material (tanpa mempertimbangkan jumlah kerugian negara). Guna mendeteksi kecurangan dalam pelaporan keuangan, aspek manajemen yang juga perlu diperiksa : 1. Latar belakang manajemen 2. Motivasi manajemen 3. Pengaruh manajemen dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan organisasi

Proses identifikasi risiko fraud : 1. Mencari informasi melalui diskusi diantara anggota pemeriksa, interview dengan manajemen/pihak lain yang terkait, dan melaksanakan prosedur analitis. 2. Berdasarkan informasi yang diperoleh, mempertimbangkan apakah terdapat kondisi yang berkaitan dengan tekanan, kesempatan, dan rasionaliasi yang mengindikasikan kecurangan. 3. Mengidentifikasi risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan. Bila risiko fraud dipandang tinggi, maka pemeriksa harus memodifikasi prosedur pengujian substantifnya, dimana sampel yang diambil dalam area yang terindikasi fraud harus cukup untuk membuktikan adanya fraud.

tedi.share