TOPIK/JUDUL KAJIAN PANITIA PERANCANG UNDANG-UNDANG DPD RI TAHUN 2015 BERDASARKAN PROLEGNAS TAHUN DAN PRIORITAS TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
DRAFT TOPIK/JUDUL KAJIAN BERDASARKAN USUL PROLEGNAS PRIORITAS DPD-RI TAHUN BIRO PERSIDANGAN I

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

RechtsVinding Online

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB 5 PENUTUP. Pembaruan hukum..., Richo Wahyudi, FH UI, Universitas Indonesia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

Optimalisasi Fungsi Legislasi DPRD Melalui Pembentukan Peraturan Daerah Yang Berkualitas

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

PENTINGNYA KEBERADAAN DPD RI SEBAGAI LEMBAGA PENYEIMBANG DI REPUBLIK INDONESIA

RechtsVinding Online

Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

CITA-CITA NEGARA PANCASILA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

PERTAMA: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

MEWUJUDKAN PENGEMBANGAN DESA PASCA UU 6/2014 TENTANG DESA

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

RINGKASAN. Pengaturan Wewenang Dalam Pengelolaan Wilayah Laut Sherlock Halmes Lekipiouw,S.H.,M.H

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PP TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

PENGEMBANGAN PUSAT PERANCANGAN KEBIJAKAN DAN INFORMASI HUKUM PUSAT DAERAH (LAW CENTER)

PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG. Oleh: Ignatius Moeljono *

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NO M.HH-01.PP TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

BAB V PENUTUP. 1. Politik hukum sebagai kerangka umum yang akan membentuk hukum (legal

BAB V. Kesimpulan. lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB III METODE PENELITIAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

PROVINSI JAWA TENGAH

Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

BAB IV PENUTUP. diperluas dan diperkuat dengan semangat demokrasi melalui langkah - langkah pemikiran yang

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA: Upaya Untuk Menata Kembali Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia Oleh: Zaqiu Rahman *

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

PARAMETER PERUBAHAN UNDANG-UNDANG Oleh: Zaqiu Rahman, SH., MH. * Naskah diterima : 18 Oktober 2014; disetujui : 24 Oktober 2014

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB II LANDASAN PEMBANGUNAN HUKUM TAHUN

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

Transkripsi:

PANITIA PERANCANG UNDANG-UNDANG RI TAHUN 2015 BERDASARKAN PROLEGNAS TAHUN 2015-2019 DAN PRIORITAS TAHUN 2015 ------------- NO 1 RUU tentang Wawasan Nusantara Budidaya rakyat suatu bangsa dalam membina dan meyelenggarakan tata hidup bangsa dan negara yang meliputi baik tata negara (sistem pembinaan negara dan bangsa) maupun tata budaya (sistem pembinaan budi pekerti masyarakat bangsa), dan tata hukum (sistem pembinaan hukum dan Peraturan Perundang-undangan), sebenarnya merupakam cermin dari Wawasan Nusantara. Dengan demikian, Wawasan Nusantara merupakan paradigma suatu Bangsa dalam merancang seluruh aspek tatanan hidup dan kehidupan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional; Bagi bangsa Indonesia pemikiran tentang Wawasan Nusantara, mula pertama terasa penting dan mendesak dalam rangka usaha mengembangkan konsepsi Ketahanan Nasional. Oleh sebab itulah pengkajian dan pembahasan serta perumusan konsep-konsep Wawasan Nusantara perlu mendapat penguatan dan kepastian hukum guna diimplementasikan dalam setiap ruang gerak masyarakat, bangsa, dan negara guna mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945; Pembahasan dan pengkajian mengenai Wawasan Nusantara secara konseptual akan menunjukkan bahwa untuk dapat menyelenggarakan dan meningkatkan kelangsungan hidup bangsa Indonesia memerlukan suatu konsepsi nasional yang Latar Belakang Kebijakan (Policy Background Paper) Latar Belakang Kebijakan (Policy Backgroud Paper) Wawasan Nusantara dalam Dimensi Hukum dan Politik Pembahas Utama PPUU

merupakan ajaran tentang Wawasan Nusantara. Ajaran inilah yang akan menjadi landasan dan pedoman kebijakan nasional disegala segi kehidupan, yang lebih jelas terumuskan dari apa yang bersifat asas-asas filosofis dalam kelima sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak kalah pentingnya adalah jiwa yang terkandung dalam lambang Bhinneka Tunggal Ika; Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam melihat diri dan lingkungannya sebenarnya pernah dirumuskan dalam konteks hukum dan Peraturan Perundang-undangan ketika UUD 1945 belum diamandemen. Konsepsi Wawasan Nusantara pada waktu itu telah diterima dan dirumuskan dalam konstruksi hukum sebagai konsepsi politik ketatanegaraan melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 dan dinyatakan kembali dalam Tap MPR Nomor IV/MPR/1978, serta yang terakjir dalam Tap MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; Setelah proses tahapan amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 (empat) pasca reformasi 1998 kewenangan MPR untuk menetapkan GBHN telah dipangkas, sehingga konsepsi Wawasan Nusantara tersebut menjadi tidak jelas perumusannya dalam produk hukum sehingga implementasinya tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini tentu mengakibatkan Konsepsi Wawasan Nusantara yang masih relevan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional menjadi tidak jelas lagi keberadaannya. Suatu bangsa akan mengalami kegagalan manakala tidak memiliki wawasan dalam bersikap dan bertindak. Oleh sebab itu perumusan

dan/atau pembentukan RUU tentang Wawasan Nusantara yang menjadi relevan untuk segera dilaksanakan. 2 RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan serta Pembudidaya Ikan Pemberdayaan potensi laut dewasa ini sudah mulai melibatkan unsur-unsur teknologi. Pemberdayaan potensi yang dilakukan secara tradisional sudah mulai tergerus dengan keberadaan teknologiteknologi tersebut. Kondisi dimana nelayannelayan di Indonesia serta pembudidaya ikan yang masih melaksanakan fungsiya dengan hanya menggunakan cara-cara tradisional otomatis menjadi tersingkirkan dengan sendirinya. Kondisi ini yang kemudian perlu untuk dipetakan lebih lanjut agar keberadaan serta pelaksanaan pemberdayaan terhadap nelayan dapat dilaksanakan sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. /Legal Anaysis Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dsertapembudidaya Ikan Komite II 3 RUU tentang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Pelaksanaan otonomi daerah yang saat ini dilaksanakan telah membawa daerah pada kemandirian untuk memajukan pembangunan. Kemandirian tersebut tentunya memposisikan pemerintah daerah menjadi ujung tombak dalam memenuhi kesejahteraan masyarakatnya. Sudah barang tentu makin baiknya pelaksanaan pemerintahan di daerah berarti makin besarnya pendapatan yang diterima oleh daerah guna mempercepat pelaksanaan pembangunan di daerah tersebut. Namun di sisi lain, masih terdapat daerah yang belum secara maksimal memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki. Pemaksimalan potensi terebut tentunya harus didukungan dengan sumber daya manusia yang mumpuni dan dilengkapi dengan kajian-kajian yang dapat memberikan solusi bagi pemaksimalan potensi daerah dalam meningkatkan PAD ditinjau dalam sistem otonomi nyata menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Komite IV

sumber-sumber pendapatan daerahnya. 4 RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan dan DPRD/ RUU tentang UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,, dan DPRD (UU MD3) telah menjelaskan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan, namun beberapa ketentuan yang tercantum dalam UU MD3 dinilai belum secara maksimal mengejahwan-tahkan kewenangan sebagaimana UUD 1945 hal ini diperkuat dengan adanya Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang telah mengembalikan kewenangan dalam pemenuhan fungsi legislasinya sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Namun demikian, UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,, DAN DPRD (UU MD3) yang terbit pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dan menggantikan UU No. 27 Tahun 2009, tetap saja memuat ketentuan Pasal-pasal yang mereduksi, menegasikan, bahkan mengikis kewenangan konstitusional sebagaimana telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pembentuk UU MD3 nyata-nyata tidak menghargai putusan Mahkamah Konstitusi No. 92/PUU-X/2012 tersebut. Kondisi yang demikian ini jelasjelas tidak memberikan teladan bagi rakyat Indonesia dalam melaksanakan penegakan hukum, karena justru Lembaga Negara setingkat pembentuk UU juga tidak mengindahkan keputusan lembaga yang diberi kewenangan konstitusi untuk memutuskan permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945, yakni Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Putusan MK tersebut, berpandangan perlunya dilakukan penyesuaian dan perubahan terhadap UU Analisi Legal/Legal Analysis Pasal- Pasal Pelaksanaan tugas dan fungsi RI untuk Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan dan DPRD/ RUU tentang PANSUS RUU

MD3 terutama kaitannya dengan pelaksanaan kewenangan kelembagaan serta mekanisme pelaksanaan pembahasan legislasi yang konstitusional. Disisi lain, juga berpandangan bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas serta kewenangan DPR,, dan DPRD harus diatur melalui undang-undang yang terpisah. Hal ini sejalan dengan Pasal 22C Ayat (4) jo Pasal 19 Ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Susunan dan Kedudukan diatur dengan undangundang. Makna kata dengan dapat diasumsikan bahwa pengaturan tentang susunan dan kedudukan diatur dalam ketentuan undang-undang sendiri. Begitupun dengan DPR sebagaimana Pasal 19 Ayat (2) UUD 1945. Adapun tujuan penyusunan RUU Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, adalah: Merumuskan permasalahan yang dihadapi oleh sebagai lembaga perwakilan daerah dalam proses legislasi khususnya dalam rangka mengemban visi dan misi memperjuangkan kepentingan daerah dalam penentuan kebijakan nasional; Merumuskan permasalahan hukum yang terkait dengan penentuan normanorma hukum kewenangan sebagaimana telah ditegaskan dalam UUD 1945 yang kemudian didelegasikan ke undang-undang pelaksanaannya, yaini UU MD3; Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan Rancangan Undangundang tentang Perubahan atas UU No.

17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,, dan DPRD; dan Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,, dan DPRD. 5 RUU tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tersebut merupakan kehendak rakyat (volonte generale) tertinggi bangsa Indonesia yang dijadikan hukum dasar dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia. Pilar utama dalam mewujudkan prinsip negara hukum adalah pembentukan peraturan perundang-undangan dan penataan kelembagaan negara. Pembentukan peraturan perundangundangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan. /Legal Analysis Eksaminasi tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 tentang Uji Materi atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundangundangan terhadap UUD NRI Tahun 1945. PPUU Ada dua macam strategi pembangunan hukum yang akhirnya sekaligus berimplikasi pada karakter produk hukumnya yaitu pembangunan hukum ortodoks dan pembangunan hukum responsif. Pada strategi pembangunan hukum ortodoks, peranan lembagalembaga negara (pemerintah dan parlemen) sangat dominan dalam menentukan arah perkembangan hukum sehingga lebih bersifat positivisinstrumentalis, yaitu menjadi alat yang

ampuh bagi pelaksanaan ideologi dan program negara. Sedangkan dalam strategi pembangunan hukum responsif, lebih menghasilkan hukum yang bersifat tanggap terhadap tuntutan-tuntutan berbagai kelompok sosial dan individu dalam masyarakat. Situasi ini yang kemudian dilandasi untuk dapat memnemukan konsep penyusunan undang-undang yang sesuai dengan sistem ketatanegaraan serta keberadaan lembaga perwakilan (parlemen) sebagai pemegang mandat pembentuk undang-undang. 6 RUU tentang Perkoperasian Permasalahan utama dari UU No 17 Tahun 2012 yang menjadi landasan MK membatalkannya yakni frasa koperasi adalah badan hukum bertentangan dengan tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum, jaminan kepastian hukum, asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Bahwa pengertian Koperasi adalah Badan Hukum sesungguhnya hanya kontinum dari pengertian UU No 25 Tahun 1992 yang berlaku sebelumnya yang menyebut pengertian koperasi sebagai Badan Usaha. Koperasi bukanlah Badan Hukum atau Badan Usaha, tapi Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orangorang dan/atau organisasi rakyat. /Legal Anaysis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Komite IV Definisi koperasi tersebut juga selaras dengan gerakan koperasi dunia, International Co-operative Alliance (ICA). Sebab itu, koperasi adalah suatu sistem ekonomi yang bermuatan sosial. Sebagai suatu sistem ekonomi sosial, koperasi terbangun dari bottom up process kelembagaan ekonomi, sehingga Koperasi menjadi instrumen kesejahteraan pada kebijakan pro growth, pro poor, pro job dan

pro green atas hasil usaha para anggotanya. 7 RUU tentang Pemerintahan Daerah Saat ini otonomi daerah telah menjadi prinsip dasar dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Prinsip-prinsip tersebut tentunya bertujuan untuk menjadikan pemerintahan daerah yang lebih baik, transparan, dan akuntabel dalam kerangka penciptaan good governance. Pengaturan tentang Pemerintahan Daerah yang mengedepankan prinsip pelaksanaan otonomi daerah telah dituangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah namun dalam perjalanannya dengan masih terlalu kompleksnya pengarturan tentang pemerintahan daerah dalam UU tersebut maka pengaturan tentang Pilkada, Desa, serta Masyarakat Hukum Adat yang semula menjadi bagian dari UU Nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dipecah menjadi UU terpisah untuk kemudian UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dibentuk dengan memuat materi-materi yang terkait dengan pelaksanaan pemerintahan di daerah yang salah satunya mengatur tentang pembagian urusan pemerintah pusat dan urusan pemerintah daerah. Dalam hal tersebut tentunya keberadaan Dewan Perwakilan Daeraah () sebagai lembaga representasi daerah memiliki peran penting terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip otonomi yang tercantum dalam UU tentang Pemerintah Daerah apakah dapat berjalan secara seksama dan merata di tiap daerah atau justru mengerdilkan serta meminimalisir peran daerah dalam pelaksanaannya. atas Pelaksanaan UU tentang Pemerintahan Daerah Komite I 8 RUU tentang Perubahan Atas UU Pelaksanaan perlindungan tenaga kerja di Indonesia dirasakan masih belum secara Meta Study Legal Analysis Meta Study Legal Analysis Undang- Komite III

Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri maksimal dilaksanakan. Masih ditemukannya cara-cara kekerasan bagi tenaga kerja di Indonesia menandakan masih belum terjaminnya pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja. Keberadaan hukum normatif yang ada saat ini masih saja berkutat terhadap pengaturan tentang hak dan kewajiban tenaga kerja. Pengaturan tentang penciptaan sumber daya manusia yang handal serta pelaksanaan perlindungan tidak secara penuh diatur dalam pengaturan hukum-hukum normatif tersebut. Terutama yang terkait dengan perlindungan dan peningkatan mutu serta kualitas tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang asih dirsakan sangat kurang dan belum terlaksana secara komprehensif. Undang tentang Ketenagakerjaan 9 RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Budidaya Tanaman UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dibentuk untuk mengatur budidaya tanaman agar produk komoditas pertanian yang dihasilkan berkualitas dan memiliki daya saing yang mampu meningkatkan peranan pemasukan sektor pertanian terhadap pendapatan negara. Adanya krisis pangan global, alih fungsi lahan produktif dan beredarnya bermacam jenis pestisida dan pupuk buatan menjadi salah satu penghambat pelaksanaan budidaya tanaman. Dalam undang-undang ini belum mengatur kadar penggunaan pestisida dan pupuk kimia terutama masalah batasan penggunaannya. Selain itu, perubahan iklim yang sangat menentukan produksi tanaman juga belum diakomodasi dalam undang-undang ini. Perkembangan teknologi, budaya, dan pembentukan beberapa undang-undang yang baru sangat mempengaruhi tingkat efektivitas dan aplikasi UU No 12 tahun /Legal Analysis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-X/2012 tentang Pengujian UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman terhadap UUD NRI Tahun 1945 Komite II

1992. Undang-undang ini dirasa sudah tidak aplikatif sehingga harus segera dilakukan perubahan karena penerapannya sudah tidak mendukung dan efektif bagi pelaksanaan budidaya tanaman. 10 RUU tentang Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku-bangsa yang pada masingmasing entitas suku-bangsa tersebut terdapat komunitas-komunitas yang mempunyai tata kelola sendiri dalam mengatur kehidupan politk, ekonomi, sosial, dan budaya; yang disebut dengan kesatuan masyarakat hukum adat. Keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat ini diakui dan dihormati dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionilnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undangundang. Socio Legal Analysis Socio Legal Analysis Potensi Hukum Adat dalam Pelaksanaan Pembangunan Hukum Nasional Pembahas Utama Komite I