PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG. Oleh: Ignatius Moeljono *

Transkripsi

1 PANDANGAN BADAN LEGISLASI TERHADAP HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG Oleh: Ignatius Moeljono * Pendahuluan Istilah harmonisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti upaya mencari keselarasan (Depdiknas, 2008: 484). Istilah keselarasan sendiri berasal dari kata laras yang berarti kesesuaian (Depdiknas, 2008: 790). Adapun yang dimaksud dengan kesesuaian yaitu hubungan (Depdiknas, 2008: 1384). Dengan demikian jika dikaitkan dengan suatu rancangan undang-undang, istilah harmonisasi berarti upaya mencari keselarasan, kesesuaian, atau hubungan dalam pembentukan suatu undang-undang. Upaya dimaksud meliputi aspek: substansi, proses, dan teknik perancangan. Istilah harmonisasi dalam peraturan perundangundangan digunakan terkait dengan pembentukan undang-undang. Peraturan dimaksud antara lain seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 beserta peraturan pelaksanaannya; Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, Peraturan Tata Tertib DPR, dan Peraturan Tata Tertib DPD. Harmonisasi rancangan undang-undang pada aspek substansi, dilakukan secara vertikal dan horizontal. Vertikal dimaksudkan agar rancangan undangundang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau Ketetapan MPR RI yang masih berlaku. Adapun secara horizontal, harmonisasi dimaksudkan agar rancangan undang-undang tidak bertentangan dengan undang-undang dan/atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Harmonisasi rancangan undang-undang pada aspek proses dimaksudkan agar perancangan undang-undang dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, baik di lingkungan DPR maupun Pemerintah. Di lingkungan DPR harus * Ketua Badan Legislasi DPR RI masa bakti periode

2 sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR dan di lingkungan Pemerintah dilakukan harus sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun Harmonisasi rancangan undang-undang pada aspek teknik perancangan dimaksudkan agar perancangan undang-undang harus sesuai dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004, termasuk dalam hal ini perlu adanya kajian/penelitian yang melatarbelakangi perlunya suatu rancangan undang-undang dimaksud dalam bentuk naskah akademik. Harmonisasi rancangan undang-undang pada pokoknya adalah pengkajian yang komprehensif terhadap peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk mengetahui apakah rancangan undang-undang dimaksud dalam berbagai aspeknya, mencerminkan keselarasan atau kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan lain, dengan hukum adat atau dengan konvensi/perjanjian internasional (bilateral atau multilateral) yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Secara umum, harmonisasi rancangan undang-undang meliputi kegiatan sebagai berikut: a. mengkaji secara mendalam materi muatan rancangan undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik dari aspek substansi maupun teknik pembentukan. b. mengkaji materi muatan rancangan undang-undang dengan pendekatan analisis interdisipliner. c. menginventarisasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam rancangan undang-undang terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. memberikan pandangan umum menyangkut materi muatan dan/atau teknik pembentukan yang ada dalam suatu rancangan undang-undang yang sedang diharmonisasi. e. membuat simpulan dan/atau rekomendasi guna menyempurnakan rancangan undang-undang yang diharmonisasi. Di lingkungan DPR, pelaksanaan harmonisasi dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang. Kegiatan tersebut dilakukan oleh Badan Legislasi yang merupakan alat 2

3 kelengkapan DPR yang bersifat tetap dan telah ada sejak periode DPR masa bakti Dengan demikian, eksistensi Badan Legislasi pada saat ini telah memasuki periode yang ketiga ( ; ; dan ). Selama tiga periode tersebut, Badan Legislasi telah melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi terhadap berbagai rancangan undangundang yang menjadi usul inisiatif DPR. Berdasarkan data yang ada, pada periode jumlah rancangan undang-undang yang telah diharmonisasi oleh Badan Legislasi sebanyak 89 rancangan undang-undang. Sebanyak 76 rancangan undang-undang diantaranya merupakan rancangan undang-undang mengenai pembentukan daerah otonom. Identifikasi Masalah Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Peraturan Tata Tertib DPR, salah satu tugas Badan Legislasi adalah melakukan harmonisasi, membulatkan, dan memantapkan konsepsi rancangan undang-undang yang menjadi usul inisiatif DPR. Kegiatan tersebut telah dilakukan oleh Badan Legislasi dengan didukung oleh Sekretariat Badan Legislasi dan para tenaga ahli Badan Legislasi. Meskipun demikian, dalam praktik kegiatan tersebut pada periode keanggotaan yang lalu masih dihadapkan dengan berbagai masalah. Berbagai masalah dimaksud, antara lain: 1. ada anggapan pengusul bahwa pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi yang dilakukan oleh Badan Legislasi bersifat formalitas. Oleh karena itu, Badan Legislasi tidak boleh menghambat atau menghalanghalangi hak konstitusional pengusul dalam mengajukan suatu rancangan undang-undang. Jadi, meskipun materi muatan dan/atau teknik pembentukan rancangan undang-undang dimaksud bermasalah, Badan Legislasi harus tetap merekomendasikan rancangan undang-undang tersebut untuk dibahas lebih lanjut sesuai tahapan pembentukan. Contoh kasus dalam masalah ini antara lain pada pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran, dan Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah Otonom. Dalam Rancangan 3

4 Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran, didapatkan bahwa materi muatan rancangan undang-undang tersebut merupakan materi muatan Peraturan Pemerintah dan ada beberapa kesalahan dalam perancangan yang perlu diperbaiki. Namun, pada saat itu pengusul berkehendak agar segera diloloskan dengan pertimbangan tersebut di atas. Bahkan, jika Badan Legislasi menilai bahwa rancangan undang-undang tersebut ada banyak permasalahan justru pengusul meminta agar Badan Legislasi membuatkan sebuah rancangan undang-undang seperti yang dikehendaki pengusul. Hal yang sama juga terjadi pada pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah Otonom. 2. Ketidaksiapan atau ketidakkonsistenan pengusul terhadap rancangan undangundang yang diajukan untuk diharmonisasi oleh Badan Legislasi. Contoh kasus dalam masalah ini antara lain pada pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Arsitek. Dalam pengharmonisasian tersebut pengusul melakukan beberapa kali perbaikan naskah rancangan undang-undang yang diajukan sehingga mengakibatkan Badan Legislasi harus melakukan pengkajian berulang kali. Bahkan, perbaikan terakhir naskah rancangan undang-undang dimaksud dilakukan pada saat Badan Legislasi melakukan rapat kerja untuk membuat simpulan dan/atau rekomendasi atas harmonisasi rancangan undang-undang tersebut. 3. Dualisme keanggotaan pengusul yang merangkap sebagai anggota komisi dan Badan Legislasi di DPR. Kondisi ini tentu menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest) bagi anggota Badan Legislasi yang seharusnya bersikap netral atau obyektif dalam melakukan pengharmonisasian. Akibatnya, pelaksanaan harmonisasi cenderung bersifat subyektif dan tidak jarang anggota Badan Legislasi dari Komisi yang mengajukan rancangan undang-undang justru mempersoalkan rancangan undang-undang dan/atau mempertahankan rancangan undang-undang yang diajukan. 4

5 4. Tidak ada jaminan bahwa rancangan undang-undang yang telah diharmonisasi oleh Badan Legislasi tidak diubah oleh anggota DPR pada saat pembahasan bersama dengan Pemerintah. Pengharmonisasian di Badan Legislasi Pengharmonisasian dilakukan sebagai upaya untuk menyelaraskan, menyesuaikan, memantapkan, dan membulatkan konsepsi suatu rancangan undang-undang yang secara prinsipil didasarkan pada pertimbangan bahwa: a. Undang-undang merupakan salah satu dari jenis peraturan perundangundangan dan merupakan bagian integral dari sistem hukum. b. Undang-undang dapat diuji baik secara materil maupun formal; dan c. Pembentukan undang-undang harus dilakukan secara taat asas demi kepastian hukum. Dalam konteks pembentukan undang-undang, pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang dilakukan sebagai upaya untuk menyelaraskan, menyesuaikan, memantapkan, dan membulatkan konsepsi suatu rancangan undang-undang dengan peraturan perundang-undangan lain, baik yang lebih tinggi, sederajat maupun yang lebih rendah, sehingga tersusun secara sistematis, tidak saling bertentangan atau tumpang tindih (overlapping), serta integral dalam satu kesatuan sistem peraturan perundang-undangan. Mekanisme pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang di Badan Legislasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dan Peraturan Tata Tertib DPR dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Anggota, Komisi, Gabungan Komisi, atau Dewan Perwakilan Daerah menyerahkan rancangan undang-undang kepada Badan Legislasi untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi. 5

6 2. Badan Legislasi mengundang pengusul rancangan undang-undang untuk menjelaskan atau memberikan keterangan terkait rancangan undang-undang dimaksud dalam Rapat Pleno Badan Legislasi. 3. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang oleh Badan Legislasi dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari masa sidang terhitung sejak rancangan undang-undang tersebut diterima Badan Legislasi. 4. Rancangan undang-undang dinyatakan diterima oleh Badan Legislasi terhitung sejak rancangan undang-undang diajukan secara resmi oleh pengusul di dalam Rapat Pleno Badan Legislasi. 5. Dalam hal rancangan undang-undang disampaikan pada akhir masa sidang yang kurang dari 10 (sepuluh) hari, maka sisa hari pembahasan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya. 6. Ruang lingkup pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang meliputi aspek teknis pembentukan peraturan perundang-undangan dan substansi yang dimuat dalam rancangan undangundang di maksud. 7. Dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang, Badan Legislasi dibantu oleh tim pendukung dan sekretariat Badan Legislasi dalam menyiapkan kajian hukum dan/atau data yang dibutuhkan terhadap rancangan undang-undang yang sedang dibahas. 8. Tim pendukung sebagaimana dimaksud, membuat kajian hukum terhadap rancangan undang-undang yang meliputi aspek teknis, substansi, dan asasasas pembentukan peraturan perundang-undangan. 9. Hasil kajian hukum tim pendukung Badan Legislasi dilaporkan dalam Rapat Pleno Badan Legislasi untuk mendapatkan tanggapan, saran, dan/atau keputusan, sekaligus penyempurnaan. 10. Pembahasan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang dinyatakan belum sesuai dan rancangan undangundang dikembalikan kepada pengusul oleh Badan Legislasi, apabila: 6

7 a. pengusul tidak siap, b. naskah RUU ganda, dan/atau c. naskah RUU memiliki kekurangan fundamental secara material maupun teknis penyusunannya. 11. Setelah melakukan kajian hukum terhadap rancangan undang-undang dimaksud, Badan Legislasi mengagendakan Rapat Pleno untuk membentuk Panitia Kerja pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang. 12. Pembahasan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang dilakukan dalam Rapat Panitia Kerja. 13. Dalam hal Badan Legislasi menemukan permasalahan yang berkaitan dengan teknis, substansi, dan/atau asas-asas pembentukan peraturan perundangundangan, Badan Legislasi membahas permasalahan tersebut dengan mengundang pengusul. 14. Dalam hal pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU memerlukan perumusan ulang, perumusan dilakukan oleh Badan Legislasi bersama dengan unsur pengusul dalam Panitia Kerja gabungan, yang penyelesaiannya dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) kali dalam masa sidang. 15. Hasil pembahasan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang berasal dari Rapat Panitia Kerja. 16. Ketua Panja pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang melaporkan hasil pembahasan Panitia Kerja dalam Rapat Pleno Badan Legislasi. 17. Rapat pleno Badan Legislasi mengambil keputusan terkait hasil pembahasan rancangan undang-undang yang dihasilkan oleh Rapat Panitia Kerja: a. Apabila rancangan undang-undang disetujui, maka Badan Legislasi menyampaikan rancangan undang-undang tersebut kepada pengusul untuk selanjutnya disampaikan kepada Pimpinan DPR RI. 7

8 b. Apabila rancangan undang-undang dinyatakan belum siap, maka Badan Legislasi mengembalikan rancangan undang-undang tersebut kepada pengusul. Sinergi Pengharmonisasian Rancangan Undang-Undang Ke Depan Memperhatikan beban berat DPR yang ada, khususnya amanat dalam pembentukan undang-undang sebagaimana ternyata dalam Program Legislasi Nasaional, ke depan perlu ada sinergi yang kuat antara DPR dengan Pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar proses pembentukan undang-undang dapat berlangsung dengan baik, cepat, dan akuntabel sesuai dengan yang diharapkan. Pelaksanaan harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang harus dapat menghasilkan rancangan undang-undang yang baik sesuai dengan asas, materi muatan, dan tata cara pembentukannya. Dengan demikian, diharapkan setelah rancangan undang-undang diharmonisasi, materi muatan atau substansi rancangan undang-undang pada tahap pembahasan bersama tidak ada lagi atau sedikit saja yang diubah. Untuk itu, Badan Legislasi serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dapat membangun kerja sama terkait dengan pelaksanaan harmonisasi rancangan undang-undang. Kerja sama dimaksud, antara lain, melakukan pembahasan bersama (antara Badan Legislasi serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) terhadap rancangan undang-undang yang akan diajukan, baik yang berasal dari DPR ataupun Presiden. Tujuannya, agar pada saat dilakukan pembahasan bersama, efektivitas dan efisiensi pembahasan rancangan undangundang dapat dioptimalkan. Hal ini tentu akan berdampak pada hasil capaian pengesahan undang-undang, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan demikian, jika hal ini dapat dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka beban berat kita sebagaimana diamanatkan dalam Program Legislasi Nasional dapat kita selesaikan. 8

9 Penutup Dalam sistem peraturan perundang-undangan, norma undang-undang harus tersusun dan tertata secara baik dan tidak boleh saling bertentangan, baik secara vertikal maupun horizontal. Oleh sebab itu, jika terjadi konflik antarnorma yang ada, maka norma tersebut tunduk pada norma logisnya, yakni norma dasar yang ada dalam konstitusi. Karakteristik dari norma undang-undang bersumber pada norma dasar yang meliputi prinsip konsistensi dan legitimitas. Di mana suatu norma undang-undang tetap akan berlaku dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan sampai daya lakunya diakhiri melalui suatu cara yang ditetapkan dalam sistem peraturan perundang-undangan, atau digantikan oleh norma undang-undang lain yang diberlakukan oleh sistem peraturan perundang-undangan itu sendiri. Dalam karakteristik tersebut, maka berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut: a. lex posterior derogate legi priori (norma hukum yang baru membatalkan norma hukum yang terdahulu); b. lex superior derogate legi inferiori (norma hukum yang lebih tinggi tingkatannya membatalkan norma hukum yang lebih rendah); c. dan lex specialis derogate legi generalis (norma hukum yang bersifat khusus membatalkan norma hukum yang bersifat umum). Jakarta, Medio Maret