TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

Pengertian Sistem Informasi Geografis

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

Gambar 1. Peta DAS penelitian

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kehilangan tanah mendekati laju yang terjadi pada kondisi alami.

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

LAYERING INFORMASI PETA DAN TABULASI UNTUK INFORMASI KEPADATAN LALU LINTAS

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

PEMANFAATAN DATA SPACIAL UNTUK REFRENSI KERUANGAN

BAB IV METODE PENELITIAN

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PENGELOLAAN DAS TERPADU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAERAH BANJIR DI DKI JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN ARC VIEW

BAB II METODE PENELITIAN

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1)

SISTEM IFORMASI GEOGRAFI

IV. METODE PENELITIAN

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

Informasi Geografis untuk Kepadatan Lalu Lintas

Tujuan. Dunia Nyata dan SIG. Arna fariza. Mengubah dunia nyata menjadi informasi geografis di komputer 3/17/2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN SIG DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

III. BAHAN DAN METODE

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

12/29/2010. PEMODELAN SPASIAL KESESUAIAN HABITAT TAPIR (Tapirus indicus Desmarest 1819) DI RESORT BATANG SULITI- TAMAN NASIONAL KERINCI-SEBLAT

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Informasi Geografis. Model Data Spasial

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

LOGO Potens i Guna Lahan

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KOMPONEN VISUALISASI 3D

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

RIZKY ANDIANTO NRP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Geo Image 5 (1) (2016) Geo Image.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Cagar Alam Dolok Sibual-buali Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan Suaka Alam ialah kawasan hutan yang karena sifatnya diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati dan/atau manfaat-manfaat lainnya, yaitu: a. Hutan Suaka Alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas termasuk alam hewani dan nabati, perlu dilindungi untuk kepentigan ilmu pengetahuan dan kebudayaan disebut Cagar Alam. b. Hutan Suaka Alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional disebut Suaka Margasatwa. Cagar Alam Dolok Sibual-buali (CADS) merupakan salah satu kawasan konservasi di Sumatera Utara yang kaya dengan keanekaragaman hayati berupa spesies tumbuhan dan satwaliar (Hasibuan, 2011). Hutan Sibual-buali ditetapkan sebagai kawasan cagar alam pada tanggal 8 April 1982 sesuai dengan keputusan Menteri Pertanian No. 215/Kpts/Um/14/1982, dengan luas keseluruhan mencapai lebih kurang 5.000 ha. Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali termasuk pada tipe hutan pegunungan dengan ketinggian antara 800-1.319 m di atas permukaan laut (mdpl) (BBKSDA, 2002). Pegunungan di Cagar Alam Dolok Sibual-buali memiliki lereng agak curam sampai curam dan didominasi kelerengan antara 25-40%. Sekitar 1,8% kawasan hutan Cagar Alam Dolok Sibual-buali merupakan bagian dari Daerah

Aliran Sungai (DAS) Batang Toru yang masih terdapat hutan alam yang relatif utuh seluas kurang lebih 140.000 ha (Perbatakusuma et al., 2006). Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis mempunyai kemampuan analisis terhadap data spasial untuk keperluan manipulasi maupun permodelan. Fungsi analisis ini dijalankan memakai data spasial dan data atribut. Sistem ini menjawab berbagai pertanyaan yang dikembangkan dari data yang ada menjadi suatu persoalan yang relevan. Data spasial dan sistem informasi geografis hanya merupakan model penyajian yang merefleksikan berbagai aspek realitas dunia nyata, sedangkan untuk meningkatkan peran data dalam pengambilan keputusan mengenai kenyataan tersebut, suatu model harus ditampilkan untuk menggambarkan obyek obyek termasuk manyajikan hubungan antar obyek (Arifin et al, 2006). Teknologi yang digunakan dalam sistem informasi geografis memperluas penggunaan peta, model-model kartografi dan statistik spasial dengan memberikan kemampuan analisis, tidak hanya tersedia untuk pengembangan model medan kompleks dan pengujian masalah bentang lahan serta masalah penggunaan lahan. Saat ini penggunaan SIG yang paling umum adalah untuk pembuatan peta tematik kota dan memberikan revisi peta-peta tersebut (Howard, 1996). Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) atau dari interpolasi kontur menjadi peta Digital Elevation Model (DEM). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan.

Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng. Dimana DAS yang didominasi kemiringan lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka akan berpotensi terhadap kekritisan suatu DAS. Parameter tersebut dari kemiringan lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung atau dianalisis dengan penginderaan jauh (Harjadi et al, 2007). ArcView merupakan salah satu perangkat lunak (software) desktop Sistem Informasi Geografis (SIG) dan pemetaan yang dikembangkan oleh ESRI. ArcView memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, mengexplore, menjawab query (baik basis data spasial maupun non-spasial), menganalisis data secara geografis, dan sebagainya. Secara umum kemampuan ArcView dapat dilihat melalui uraian berikut : a. Pertukaran data, membaca dan menuliskan data dari dan ke dalam format perangkat lunak SIG lainnya. b. Melakukan analisis statistik dan operasi-operasi matematis c. Menampilkan informasi (basisdata) spasial maupun atribut d. Menghubungkan informasi spasial dengan atribut-atributnya yang terdapat (disimpan) dalam basisdata atribut e. Melakukan fungsi-fungsi dasar SIG seperti analisis sederhana spasial f. Membuat peta tematik g. Meng-customize aplikasi dengan menggunakan bahasa skrip atau bahasa pemrograman sederhana

h. Melakukan fungsi-fungsi SIG khusus lainnya (dengan menggunakan extension yang ditujukan untuk mendukung penggunaan perangkat lunak SIG ArcView) (Lo, 1995). Pemodelan Spasial SIG dengan penyederhanaannya melakukan pendekatan terutama secara spasial dan non spasial. Analisis spasial dalam SIG berusaha menerangkan fenomena dunia nyata melalui model dunia nyata (real world model). Model dunia nyata ditujukan untuk mengurangi kompleksitas dengan mengambil fenomena-fenomena tertentu saja yang sejalan dengan tujuan. Model dunia nyata selanjutnya diterangkan melalui model data. Proses interpretasi fenomena alami dengan menggunakan model dunia nyata dan model data disebut dengan pemodelan data (Bernhardsen, 1998). Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia nyata melalui penyederhanaan bentuk fenomena tersebut. Pemodelan spasial terdiri dari sekumpulan proses yang dilakukan pada data spasial untuk menghasilkan suatu informasi umumnya dalam bentuk peta. (Prahasta, 2002). Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitas yang membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian data spasial. Data spasial menjelaskan fenomena geografi terkait dengan lokasi relatif terhadap permukaan bumi (georeferensi), berformat digital dari penampakan peta, berbentuk koordinat titik-titik, dan simbol-simbol

mendefinisikan elemen-elemen penggambaran (kartografi), dan dihubungkan dengan data atribut yang disimpan dalam tabel-tabel sebagai penjelasan dari data spasial tersebut (georelational data structure) (Hurvitz, 2003). Hurvitz (2003) membagi model data spasial kedalam dua kategori dasar, yaitu model data vektor dan model data raster. 1. Model Data Vektor Model data vektor merepresentasikan setiap fitur ke dalam baris dalam tabel dan bentuk fitur didefinisikan dengan titik x, y dalam space. Fitur-fitur dapat memiliki ciri-ciri yang berbeda lokasi atau titik, garis atau poligon. Lokasi-lokasi seperti alamat customer direpresentasikan sebagai point yang memiliki pasangan koordinat geografis. Garis, seperti sungai atau jalan, direpresentasikan sebagai rangkaian dari pasangan koordinat. Poligon didefinisikan dengan batas dan direpresentasikan dengan poligon tertutup. Semua itu dapat didefinisikan secara legal, seperti paket dari tanah; administratif, seperti kabupaten. Saat menganalisa data vektor, sebagian besar dari analisa melibatkan atribut-atribut dari tabel data layer. Ada tiga macam model data vektor yaitu titik, garis, dan poligon. 2. Model Data Raster Model data raster merepresentasikan fitur-fitur ke dalam bentuk matrik yang berkelanjutan. Setiap layer merepresentasikan satu atribut (meskipun atribut lain dapat diikutsertakan ke dalam sel matrik). Entiti spasial raster disimpan di dalam layer yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber entiti spasial raster adalah citra satelit (misalnya Ikonos).

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Indeks Vegetasi adalah pengukuran optis tingkat kehijauan (greenness) kanopi vegetasi, sifat komposit dari klorofil daun, luas daun, struktur dan tutupan kanopi vegetasi. Indeks vegetasi telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian tentang vegetasi skala global. Indeks Vegetasi dapat secara efektif digunakan untuk pemetaan kekeringan, penggurunan (desertifikasi) dan penggundulan hutan (Horning, 2010). Nilai indeks vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, indeks tanaman hidup (Leaf Area Index), biomassa tanaman fapar (fraction of Absorbed Photosyntheyically Active Radiation), kapasitas fotosintesis dan estimasi penyerapan karbondioksida (CO 2 ) (Horning, 2004). Nilai indeks vegetasi merupakan suatu nilai yang dihasilkan dari persamaan matematika dari beberapa band yang diperoleh dari data peninderaan jarak jauh (citra). Bandband tersebut biasanya adalah band merah (visible) dan band infra merah (Near Infra Red) (Peters, 2007). Rentang nilai NDVI adalah antara -1,0 hingga +1,0. Nilai yang lebih besar dari 0,1 biasanya menandakan peningkatan derajat kehijauan dan intensitas dari vegetasi. Nilai diantara 0 dan 0,1 umumnya merupakan karakteristik dari bebatuan dan lahan kosong, dan nilai yang kurang dari 0 kemungkinan mengindikasikan awan es, awan air dan salju. Permukaan vegetasi memiliki rentang nilai NDVI 0,1 untuk lahan savanna (padang rumput) hingga 0,8 untuk daerah hutan hujan tropis (Tinambunan, 2006).