TINJAUAN PUSTAKA. Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang
|
|
- Yuliani Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Lanskap Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang mempelajari bagaimana struktur lanskap mempengaruh kelimpahan dan distribusi organisme. Ekologi lanskap juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengaruh pola (pattern) dan proses, dimana pola di sini khususnya mengacu pada struktur lanskap. Dengan demikian secara lengkap ekologi lanskap dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana struktur lanskap mempengaruhi (memproses dan membentuk) kelimpahan dan distribusi organisme. Definisi lain menyebutkan, ekologi lanskap merupakan sub disiplin ekologi dan geografi yang khusus mempelajari variasi spasial dalam lanskap yang mempengaruhi proses-proses ekologi seperti distribusi, aliran energi, materi dan individu dalam lingkungannya (yang pada gilirannya mungkin mempengaruhi ditribusi elemen-elemen lanskap itu sendiri) (Forman, 1995). Heterogenitas merupakan ukuran bagaimana bagian-bagian suatu lanskap berbeda satu sama lain. Ekologi lanskap melihat pada bagaimana struktur spasial mempengaruhi kelimpahan organisme pada skala lanskap, serta perilaku dan fungsi lanskap secara keseluruhan. Hal ini berarti juga mempelajari pola, atau keteraturan internal lanskap, proses atau operasi kontinu dari fungsi organisme (Turner, 1989). Fragmentasi Hutan Fragmentasi didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi fragmen-fragmen (patches) habitat yang membuat organisme kesulitan melakukan pergerakan dari fragmen habitat yang satu ke habitat yang lainnya. Fragmentasi
2 hutan terjadi jika hutan yang luas dan menyambung terpecah menjadi blok-blok lebih kecil karena pembangunan jalan, pertanian, urbanisasi atau pembangunan lain. Fragmentasi menyebabkan berkurangnya fungsi hutan sebagai habitat berbagai spesies tumbuhan dan satwaliar. Fragmentasi juga mempengaruhi struktur, temperatur, kelembaban dan pencahayaan yang akan mengganggu satwa hutan yang adaptasinya telah terbentuk selama ribuan tahun. Fragmentasi didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi kantong-kantong (patches) habitat yang membuat organisme kesulitan melakukan pergerakan dari kantong habitat yang satu ke yang lainnya. Fragmentasi dapat disebabkan oleh penghilangan vegetasi pada areal yang luas atau oleh jalan yang memisahkan habitat bahkan oleh jaringan kabel listrik (Rusak & Dobson, 2007). Fragmentasi hutan telah memicu terjadinya kerusakan hutan tropis dunia. Kerusakan hutan menjadi isu global karena pengaruhnya yang signifikan terhadap perubahan iklim dunia. Kerusakan hutan juga telah menurunkan fungsi hutan sebagai sumber keanekaragaman hayati dan sumber kehidupan masyarakat. Pencegahan kerusakan hutan lebih luas akan menurunkan dampak lingkungan terhadap kehidupan manusia. Penataan kembali ekosistem hutan berpotensi mengembalikan fungsi ekosistem yang telah rusak. Pengembalian fungsi ekosistem hutan melalui restorasi mutlak diperlukan sebagai upaya untuk menata kembali ekosistem yang rusak. Manusia dalam pengembangan budidaya pertanian, penebangan hutan alam dan konversi lahan telah mengarah ke terjadinya fragmentasi hutan alam, memperkecil kekompakan luas kekompakan hutan alam dan meningkatkan keterpisahan suatu patches terhadap kelompok hutannya. Kondisi ini menghasilkan perubahan lanskap, dan mengancam
3 komunitas di dalamnya yang sensitif terhadap semakin mengecilnya habitat yang kompak (Nikolakaki 2004). Seiring dengan itu, perkembangan teknologi GIS (Geographical Information Systems) menyediakan berbagai metode analisis untuk pengelolaan lanskap. Meningkatnya perhatian pada kepunahan keanekaragaman hayati telah mendorong para pengelola lahan untuk mencari cara terbaik untuk mengelola lanskap pada berbagai skala spasial dan temporal. Para ahli ekologi satwaliar menjadi semakin menyadari bahwa variasi habitat dan pengaruhnya pada prosesproses ekologi dan populasi satwa vertebrata terjadi pada banyak skala spasial (Wiens, 1989a). Kerusakan hutan di seluruh dunia merupakan faktor utama perubahan struktur lanskap. Kedua komponen lanskap dipengaruhi oleh penggundulan hutan. Komposisi lanskap berubah seiring hutan ditebang dan digantikan oleh tanaman pertanian atau untuk penggunaan lain. Konfigurasi berubah seiring dengan hutan yang tersisa terfragmentasi menjadi beberupa fragmen (patch) hutan yang lebih kecil. Kondisi hutan alam yang tersisa mengalami kerusakan dan terfragmentasi dalam luasan yang kecil sehingga tidak akan mampu lagi menghasilkan fungsi yang optimal. Fungsi hutan dapat dikembalikan melalui kegiatan restorasi pada tapak-tapak hutan yang mengalami kerusakan. Upaya pengembalian fungsi hutan telah dilakukan untuk mengkonservasi dan mengelola kembali hutan yang telah terdegradasi namun belum mempertimbangkan fungsi ekosistem lanskap hutan. Fragmentasi hutan terjadi karena adanya penghilangan bagian besar dari vegetasi dengan meninggalkan bagian kecil yang terpisah satu dengan yang lainnya. Fragmentasi habitat menjadi ancaman terbesar bagi ekosistem hutan tropis.
4 Bagian hutan terpisah di lanskap yang didominasi oleh kehidupan manusia cenderung dibawah satu hektar luasannya (Laurance 2005). Hal ini berdampak utama pada biodiversitas, meningkatkan isolasi habitat, spesies tumbuhan dan fauna dalam bahaya, serta merubah dinamika populasi spesies. Fragmentasi hutan tropis memicu penurunan fungsi-fungsi ekosistem termasuk fungsi hirdroorologi dan fungsi konservasi biodiversitas. Hutan terpisah menjadi bagian-bagian hutan yang luasannya kecil dan cenderung meningkat jumlah patch hutannya. Keterpisahan hutan menghambat aliran material dan pergerakan hidupan liar di dalamnya, sehingga memicu penurunan biodiversitas. Pengurangan fragmentasi dan peningkatan konektivitas dapat mencegah kehilangan keanekaragaman hayati. Pengendalian fragmentasi lanskap hutan memerlukan strategi pengelolaan lanskap hutan yang tersisa (Samsuri et al. 2014a). Tipe penutupan lahan hutan dianalisis menggunakan Fragstat 3.3, untuk mendapatkan matrik lanskap hutan (McGarigal 1995). Matrik lanskap untuk menentukan indeks konektivitas lanskap hutan adalah keterhubungan antara patch hutan (connectan) dan luas serta kekompakan patch hutan (radius of gyration), sedangkan matrik lanskap yang digunakan untuk menentukan indeks fragmentasi adalah luas patch, jumlah patch, kepadatan patch, indeks contiguity, dan indeks proximity (Tabel 2) (McGarigal 1995; Fahrig 2003). Matrik lanskap yang digunakan dalam menentukan tingkat fragmentasi lanskap hutan adalah area (AREA), patch density (PD), proximity (PROX), dan indeks contiguity (CONTIG). Area merupakan luas area patch (m 2 ), dibagi dengan (dikonversi hektar). Patch density adalah jumlah patch hutan per
5 100 ha. Indeks contiguity (CONTIG) adalah ukuran spasial keterhubungan patch hutan secara individu dengan patch hutan lainnya. Semakin tinggi nilai semakin besar keterhubungannya. Proximity index kecenderungan patch menjadi relatif terisolasi (misalnya jarak) dari patch lain pada kelas ekologi yang berdekatan atau serupa. Fragmentasi adalah proses pemecahan suatu habitat, ekosistem atau tipe landuse menjadi bidang-bidang lahan yang lebih kecil dan fragmentasi juga merupakan sebuah hasil dimana proses fragmentasi mengubah atribut-atribut habitat dan karakteristik suatu lanskap yang ada. Fragmentasi habitat mengubah konfigurasi spasial suatu kantong habitat (habitat patches) besar dan menciptakan isolasi atau perenggangan hubungan antara kantong-kantong (patches) habitat asli karena terselingi oleh mosaik yang luas atau tipe habitat lain yang tidak sesuai bagi spesies yang ada (Wiens 1990). Fragmentasi penting mendapat perhatian karena berpengaruh pada kekayaan spesies dari komunitas, trend populasi beberapa spesies dan keanekaragaman hayati ekosistem secara keseluruhan (Morrison et al. 1992). Menurut Wilcove (1987) dalam Morrison et al. (1992) ada empat cara fragmentasi dapat menyebabkan kepunahan lokal : (1) spesies dapat mulai keluar dari kantong habitat yang terlindungi; (2) kantong habitat gagal menyediakan habitat karena pengurangan luas atau hilangnya heterogenitas internal; (3) fragmentasi menciptakan populasi yang lebih kecil dan terisolasi yang memiliki resiko lebih besar terhadap bencana, variabilitas demografik, kemunduran genetik atau disfungsi sosial; (4) fragmentasi dapat mengganggu hubungan ekologis yang penting sehingga dapat menimbulkan sebab sekunder kepunahan dari hilangnya
6 spesies kunci dan pengaruh merugikan dari lingkungan luar dan efek tepi (edge effect). Proses Fragmentasi Fragmentasi umumnya terjadi melalui hilangnya habitat (habitatloss), sebaliknya hilangnya habitat dapat dipandang sebagai akibat fragmentasi. Tetapi fragmentasi dapat disertai hilangnya habitat (berkurangnya jumlah) seiring dengan pemecahan atau pembagian kantong habitat besar menjadi kantong-kantong habitat berukuran kecil dan lebih. Jika hilangnya habitat dan fragmentasi dipandang secara terpisah, maka hilangnya habitat memiliki dampak lebih signifikan bagi kelangsungan hidup (viability) spesies daripada fragmentasi. Namun, karena fragmentasi dan hilangnya habitat terjadi bersamaan maka sangat sulit untuk menentukan mana yang lebih penting bagi perubahan habitat (Haila 1999). Fragmentasi bekerja dalam empat cara ketika hilangnya habitat dan fragmentasi digabung untuk menggambarkan dan mengkategorikan prosesnya (Franklin et al. 2002; Fahrig 2003) : (1) habitat hilang tanpa fragmentasi; (2) pengaruh kombinasi hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi patches lebih kecil; (3) pemecahan habitat menjadi patch-patch lebih kecil tanpa kehilangan habitat; dan (4) hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi patch-patch lebih kecil serta penurunan kualitas habitat. Fragmentasi habitat merupakan satu aspek dari tahapan proses yang secara spasial dan temporal mengubah habitat dan lanskap yang diakibatkan oleh sebab-sebab alami maupun antropogenik. Tetapi, perubahan habitat tidak dapat dihindari karena tidak ada habitat atau lanskap yang tetap (Forman, 1995).
7 Ekosistem Daerah Aliran Sungai Keberadaan DAS (Daerah Aliran Sungai) sangat penting untuk terus dipantau keadaannya dengan maksud untuk menjaga keberlangsungan kawasan tersebut sebagai daerah penyangga bagi debit sungai yang melaluinya. Sumberdaya alam berupa lahan bersifat terbatas dan cenderung akan mengalami penurunan. Karena sifatnya yang langka dan terbatas ini, maka pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat perorangan sebagai stakeholder, akan mengalami kendala dalam mengambil keputusan tentang pemanfaatan lahan secara optimal. Pengambilan keputusan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di DAS harus dilakukan secara teliti dan hati-hati berdasarkan data yang akurat dan teknik yang tepat agar pola penggunaan lahan yang dilakukan bersifat optimal dan efisien (Sulistiyono, 2008). Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada
8 prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau (Effendi, 2008). Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis Penginderaan jarak jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Tujuan penginderaan jauh ialah untuk mengumpulkan data sumber daya alam dan lingkungan. Informasi tentang objek disampaikan pengamat melalui energi elektromagnetik yang merupakan pembawa informasi dan sebagai penghubung komunikasi. Oleh karena itu menganggap bahwa data penginderaan jauh pada dasaranya merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara penuh (Wolf, 1993). Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) atau dari interpolasi kontur menjadi peta Digital Elevation Model (DEM). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan. Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng. Dimana DAS yang didominasi kemiringan lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka akan berpotensi terhadap kekritisan suatu DAS. Parameter tersebut dari
9 kemiringan lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung atau dianalisis dengan penginderaan jauh (Harjadi et al, 2007). Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem yang berorientasi operasi berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang bereferensi geografis secara konvesional. Operasi ini melibatkan (a) perangkat komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang mampu menangani data mencakup (input), (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) manipulasi dan analisis, (d) pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989). Sistem informasi geografis mempunyai kemampuan analisis terhadap data spasial untuk keperluan manipulasi maupun permodelan. Fungsi analisis ini dijalankan memakai data spasial dan data atribut. Sistem ini menjawab berbagai pertanyaan yang dikembangkan dari data yang ada menjadi suatu persoalan yang relevan. Data spasial dan sistem informasi geografis hanya merupakan model penyajian yang merefleksikan berbagai aspek realitas dunia nyata, sedangkan untuk meningkatkan peran data dalam pengambilan keputusan mengenai kenyataan tersebut, suatu model harus ditampilkan untuk menggambarkan obyek obyek termasuk manyajikan hubungan antar obyek (Arifin et al, 2006). Teknologi yang digunakan dalam sistem informasi geografis memperluas penggunaan peta, model-model kartografi dan statistik spasial dengan memberikan kemampuan analisis, tidak hanya tersedia untuk pengembangan model medan kompleks dan pengujian masalah bentang lahan serta masalah penggunaan lahan. Saat ini penggunaan SIG yang paling umum adalah untuk
10 pembuatan peta tematik kota dan memberikan revisi peta-peta tersebut (Howard, 1996). Sistem Satelit Landsat Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumberdaya bumi yang dikembangkan NASA dan Departemen dalam Negeri Amerika Serikat. Satelit ini terbagi dalam dua generasi yakni generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai 3. Satelit generasi kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MMS dan sensor Thematic Mapper (TM). Kelebihan sensor TM (Tabel 1) adalah menggunakan tujuh saluran, enam saluran terutama dititik beratkan untuk studi vegetasi dan satu saluran untuk studi geologi dengan 7 band di dalamnya.citra pengindraan jauh ini sangat bermanfaat untuk pemetaan tutupan lahan karena selain mempemudah pengklasifikasian lahan juga mempermudah dalam suatu lahan atau areal tertentu. Tepatnya tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit Landsat Data continuity Missioan (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open acces sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS tersebut. Satelit ini kemudian dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. Sebenarnya Landsat 8 lebih cocok sebagai satelit dengan misi melanjutkan landsat 7 daripada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan Landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spectral), metode korelasi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Hanya saja ada beberapa tambahan yang
11 menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang spectrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai digital number) dari tiap piksel citra. Satelit Landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermel Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7 (Campell,2013) Tabel 1. Saluran Citra Landsat TM ( Lillesand dan Kiefer, 1979) Kisaran Saluran Gelombang (µm) Kegunaan Utama Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, 1 tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan 0,45 0,52 lahan. Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk 2 0,52 0,60 membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat 3 0,63 0,69 Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil 4 0,76 0,90 Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. 5 1,55 1,75 Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah. 6 2,08 2,35 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal. 7 10,40 12,50 Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal. 8 Pankromatik Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang
TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil
4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
TINJAUAN PUSTAKA Cagar Alam Dolok Sibual-buali Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan Suaka Alam ialah kawasan hutan yang karena sifatnya diperuntukkan secara khusus untuk
Lebih terperinciSatelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital
Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission A. Satelit Landsat 8 Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat yang untuk pertama kali menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota
TINJAUAN PUSTAKA Tata Ruang Kota Kota adalah sebagai suatu wadah yang mempunyai batasan administrasi wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota sebagai suatu lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan praktek model agroforestri yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi, akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus. Banyak kawasan hutan yang beralih fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).
TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang
Lebih terperinci4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN
4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan paling mendasar untuk menunjang suatu kehidupan. Sifat-sifat air menjadikannya sebagai suatu unsur yang paling penting bagi makhluk hidup. Manusia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar terdapat di hutan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk
Lebih terperinciKERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN
KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks
Lebih terperinciPengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang dikenal dengan sumberdaya alamnya yang sangat melimpah seperti sumberdaya lahan, hutan, air, hasil tambang, dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya alam tambang di kawasan hutan telah lama dilakukan dan kegiatan pertambangan dan energi merupakan sektor pembangunan penting bagi Indonesia.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi di berbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001) mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : 1)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,
Lebih terperinciOrientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).
BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 o LU - 11 o LS, dan 97 o BT - 141 o BT. Secara geografis
Lebih terperinciPENGELOLAAN DAS TERPADU
PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun
Lebih terperinciKOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN
KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman
Lebih terperinci5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan
Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di kuasai pepohonan dan mempunyai kondisi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan bagian dari ekosistem alam sebagai assosiasi flora fauna yang didominasi oleh tumbuhan berkayu yang menempati areal yang sangat luas sehingga menciptakan
Lebih terperinciRINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013
RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013 PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LAHAN KRITIS DAN EROSI (SILKER) MENGGUNAKAN FREE OPEN SOURCES SOFTWARE FOSS-GIS ILWIS Tahun ke 1 dari
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen
Lebih terperinciMendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster
Tugas kelompok Pengindraan jauh Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster Oleh Fitri Aini 0910952076 Fadilla Zennifa 0910951006 Winda Alvin 1010953048 Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN,
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.67/Menhut-II/2006 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR INVENTARISASI HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa untuk terselenggaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang harus ditanggulangi. Fenomena alam ini menjadi penyebab utama terbentuknya lahan kritis, terutama jika didukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan penggunaan air tidak serta-merta dapat sepenuhnya terpenuhi oleh sumberdaya air yang ada. Kebutuhan air dapat terpenuhi secara berkala dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah
Lebih terperinciBAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI
BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Estetika
4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Kejajar merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Pegunungan Dieng Kabupaten Wonosobo dengan kemiringan lereng > 40 %. Suhu udara Pegunungan Dieng
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata
24 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wana Wisata Kawah Putih yang terletak di Kecamatan Ranca Bali Desa Alam Endah. Wana Wisata Kawah Putih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan
Lebih terperinciGambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Menurut Rustiadi et al. (2009) ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan tata air. Ruang merupakan bagian dari alam yang
Lebih terperinciKAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE
KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)
Lebih terperinciSistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang
Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses sedimentasi merupakan suatu proses yang pasti terjadi di setiap daerah aliran sungai (DAS). Sedimentasi terjadi karena adanya pengendapan material hasil erosi
Lebih terperinciPEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy
PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO Risma Fadhilla Arsy Abstrak : Penelitian di Daerah Aliran Sungai Oyo ini bertujuan mengesktrak parameter
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini
57 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Hutan Indonesia Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini mencapai angka 120,35 juta ha atau sekitar 61 % dari luas wilayah daratan Indonesia.
Lebih terperinciINTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT
INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT Tujuan: Mahasiswa dapat mengidentifikasi objek yang ada pada citra landsat Mahasiswa dapat mendelineasi hasil interpretasi citra landsat secara teliti Mahasiswa dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat
Lebih terperinciPengertian Sistem Informasi Geografis
Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian
20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011
Lebih terperinci2. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi),
SINTESIS . Dasar kriteria dan indikator penetapan zonasi TN belum lengkap,. Dinamika ekosistem kawasan terus berubah (cenderung semakin terdegradasi), 3. Informasi dan pengembangan jasa lingkungan belum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan
Lebih terperinciKOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN
KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.
GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro dkk. (2007) mencatat 1.598 spesies burung yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik
Lebih terperinciMITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran
K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG TATA CARA INVENTARISASI DAN PENETAPAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang
Lebih terperinci