BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Penyebab SIRS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

PERBEDAAN MORTALITAS ANTARA PASIEN SEPSIS DAN SEPSIS DENGAN KOMPLIKASI ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

B. Kriteria Sepsis ( ada 2 atau lebih ):

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi.

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

RESPIRATORY FAILURE. PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

I. PENDAHULUAN. selain kelainan vaskular ( Junaidi, 2011). Terdapat dua macam stroke,

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

2. Epidemiologi/Insiden Kasus

Kontusio paru A. PENGERTIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Systemic Inflammation Response Syndrome (SIRS) adalah respon

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

2. PERFUSI PARU - PARU

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III EFUSI PLEURA 1. DEFINISI 3,4 (1) Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar ml. a. Hidrotoraks b.

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B A B I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

FAAL PERNAPASAN. Prof. DR. dr. Suradi Sp.P (K), MARS, FISR, Kresentia Anita R., Lydia Arista. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SEPSIS 2.1.1 Definisi: Demam atau hipotermi, leukositosis atau leukopeni, takipneu, dan takikardi adalah tanda utama atau respon sistemik, yang kemudian dinamakan sebagai systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Penyebab SIRS mungkin infeksi ataupun tidak terdapat infeksi. Jika penyebabnya adalah infeksi atau ditemukan adanya suatu infeksi bakteri, maka pasien menderita penyakit yang dinamakan sepsis. Ketika sepsis berhubungan dengan kerusakan organ yang jauh dari tempat infeksi, maka dinamakan severe sepsis. 8 Sepsis adalah, respon sistemik tubuh terhadap infeksi yang menyebabkan sepsis berat (disfungsi organ akut sekunder untuk dicurigai adanya infeksi) dan syok septik (sepsis berat ditambah hipotensi tidak terbalik dengan resusitasi cairan). Sepsis berat dan syok septik masalah kesehatan utama, yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun, membunuh satu dari empat (dan sering kali lebih), dan kejadiannya masih meningkat. Mirip dengan politrauma, infark miokard akut, atau stroke, kecepatan dan ketepatan terapi diberikan dalam jam awal setelah sepsis berat berkembang cenderung mempengaruhi hasil. 25 7

8 Kriteria diagnosis dari Sepsis itu sendiri masih terus di perbaharui, berikut kriteria terbaru tentang diagnosis sepsis: Gejala Umum: 1. Demam (>38,3 C) 2. Hipotermia (suhu pusat tubuh < 36 C) 3. Heart rate > 90/menit atau lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal usia 4. Takipneu 5. Perubahan status mental 6. Edema signifikan ataukeseimbangan cairan positif (> 20 ml/kg lebih dari 24 jam) 7. Hiperglikemia (glukosa plasma > 140mg/dL atau 7,7 mmol/l) dan tidak diabetes Inflamasi: 1. Leukositosis (Hitung sel darah putih > 12.000 μl 1 ) 2. Leukopeni (Hitung sel darah putih < 4000 μl 1 ) 3. Hitung sel darah putih normal dengan lebih dari 10% ditemukan bentuk imatur 4. C-reactive protein plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal 5. Prokalsitonin plasma lebih dari dua standar deviasi diatas nilai normal

9 Hemodinamik: Hipotensi arteri (tekanan darah sistolik < 90mmHg, MAP < 70 mmhg, atau tekanan darah sistolik turun > 40mmHg pada dewasa atau lebih rendah dua standar deviasi dibawah nilai normal umur) Disfungsi Organ: 1. Hipoksemia arterial (PaO 2 /FiO 2 < 300) 2. Oliguria akut (jumlah urin < 0,5 ml/kg/jam selama minimal 2 jam meskipun resusitasi cairan adekuat 3. Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dl atau 44,2 μmol/l 4. Koagulasi abnormal (INR > 1,5 atau aptt > 60 s) 5. Ileus (tidak terdengar suara usus) 6. Trombositopeni (hitung trombosit < 100.000 μl 1 ) 7. Hiperbilirubinemia (bilirubin plasma total > 4mg/dL atau 70 μmol/l) Perfusi Jaringan: 1. Hiperlaktatemia (> 1 mmol/l) 2. Penurunan kapiler refil Kemudian mengenai kriteria Sepsis berat adalah sebagai berikut: 1. Sepsis-induced hipotensi 2. Laktat diatas batas atas nilai normal laboratorium 3. Jumlah urin < 0,5 ml/kg/jam selama lebih dari 2 jam walaupun resusitasi cairan adekuat

10 4. Acute Lung Injury dengan PaO 2 /FiO 2 < 250 dengan tidak adanya pneumonia sebagai sumber infeksi 5. Acute Lung Injury dengan PaO 2 /FiO 2 < 200 dengan adanya pneumonia sebagai sumber infeksi 8. Kreatinin > 2,0 mg/dl (176,8 μmol/l) 9. Bilirubin > 2 mg/dl (34,2 μmol/l) 10. Hitung platelet < 100.000 μl 11. Koagulopati (international normalized ratio > 1,5) Gambar 1. Hubungan antara Sepsis dengan SIRS 13 2.1.2 Etiology : Sepsis bisa disebabkan oleh banyak kelas mikroorganisme. Mikroba yang masuk ke peredaran darah tidak esensial, sampai terjadi inflamasi lokal dan juga adanya kerusakan organ yang jauh serta hipotensi. Pada kenyataannya kultur

11 darah terdapat bakteri atau jamur hanya sekitar 20-40% dari kasus severe sepsis dan 40-70% pada kasus syok sepsis. 8 Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan prosentase 60-70% dari kasus, yang menghasilkan berbagai macam produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut kemudian dipacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting dalam sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS berfungsi merangsang peradangan pada jaringan, demam dan syok pada pasien yang terinfeksi. Bakteri gram positif lebih jarang menyebabkan sepsin jika dibandingkan bakteri gram negatif. Angka kejadiannya hanya berkisar 20-40% dari keseluruhan kasus. Peptidoglikan diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin berbagai kuman juga dapan menjadi faktor penyebab karena dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung. Dari semua faktor tersebut yang terpenting adalah LPS endotoksin gram negatif yang dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida yang disebut tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise yang mengalami sepsis.

12 2.1.3 Patogenesis: Penderita sepsis sebagian besar menunjukkan adanya suatu infeksi fokal jaringan sebagai sumber bakteriemia, hal inilah yang kemudian disebut sebagai bakteriaemia sekunder. Bakteri gram negatif merupakan bakteri komensal normal dalam tubuh yang kemudian dapat menyebar ke organ yang dekat seperti pada kejadian peritonitis setelah perforasi apendik, atau bisa berpindah dari perineum ke urethra atau kandung kemih. Fokus primer dari sepsis gram negatif bisa terdapat pada saluran genitourinarium, saluran empedu dan saluran gastrointestinum. Pada kejadian sepsis gram positif, biasanya ditimbulkan dari infeksi kulit, saluran respirasi, dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya luka bakar. Inflamasi merupakan respon tubuh untuk berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri, tetapi masih banyak sistem imun tubuh yang berperan dalam proses inflamasi. TNF, IL- 1, Interferon (IFN-ɣ) merupakan sitokin pro inflamasi yang bekerja menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi tubuh. Sedangkan, Interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 merupakan sitokin yang bersifat antiinfamasi yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Penyebab sepsis dan syok sepsis yang paling banyak adalah stimulasi toksin baik endotoksin maupun eksotoksin. LPS dapat langsung membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida Antibodi) bersama dengan antibodi serum darah. LPSab dalam serum kemudian bereaksi dengan makrofag melalui (Toll Like

13 Receptors 4) TLRs4 sebagai reseptor transmembran dengan reseptor CD 14+ yang kemudian makrofag mengaktifkan imuno modulator. Pada bakteri gram positif eksotoksin dapat merangsang langsung terhadap makrofag dengan melalui TLRs2 tetapi ada juga eksotoksin sebagai super antigen. Pada kondisi sepsis tubuh akan berusaha bereaksi dengan cara merangsang limfosit T mengeluarkan imuno modulator. Sehingga pada keadaan sepsis akan terjadi peningkatan IL-1β dan TNF-α pada serum penderita. IL-1β nantinya akan merangsang ICAM-1 (inter cellular adhesion molecule-1) yang kemudian menyebabkan neutrofil yang tersensitasi oleh GM-CSF (granulocyte-macrophage colony stimulating factor) akan mudah mengadakan adhesi. Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endotel lisis, sehingga endotel menjadi terbuka. Kerusakan endotel tersebut akan menyebabkan gangguan vaskuler sehingga menyebabkan kerusakan multi organ. Trombosis dan koagulasi dari pembuluh darah kecil bisa mengakibatkan syok septik yang bisa berakhir pada kematian. 2.1.4 Gejala Klinik: Sepsis mempunyai gejala klinis yang tidak spesifik, seperti demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau kebigungan. Tempat terjadinya infeksi paling sering adalah: paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien

14 dengan granulosiopenia. Tanda-tanda MODS yang sering diikuti terjadinya syok septik adalah MODS dengan komplikasi: ARDS, koagulasi intravaskuler, gagal ginjal akut, perdarahan usus, gagal hati, disfungsi sistem saraf pusat, dan gagal jantung yang semuanya akan menimbulkan kematian. 2.1.5 Diagnosis Klinis Diagnosis klinis harus dilakukan secara menyeluruh karena memerlukan indeks dugaan yang tinggi, pengambilan riwayat medis harus cermat, pemeriksaan fisik, laboratorium dan tindak lanjut status hemodinamik harus segera di tegakkan. 1 Beberapa tanda terjadinya sepsis antara lain: 1. Demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi 2. Hipotensi, oliguria atau anuria 3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab jelas 4. Perdarahan. 1

15 2.2 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) 2.2.1 Definisi: ARDS merupakan sindrom yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru. Dasar definisi dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun 1994 tdd: 1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut 2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding dengan fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO 2 /FIO 2 ) <200 mmhg-hipoksemia berat. 3. Radiografi torak: infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru 4. Tekanan baji kapiler pulmoner <18 mmhg, tanpa tanda klinis adanya hipertensi atrial kiri atau tanpa adanya gagal jantung kiri. 2,18 ARDS adalah sindrom dengan beberapa faktor risiko yang memicu timbulnya akut insufisiensi pernapasan. Mekanisme patogenik bervariasi tergantung pada faktor pemicu, tapi seperti yang ditunjukkan pada temuan otopsi, ada sejumlah fitur umum paru patologis, seperti peningkatan permeabilitas yang tercermin edema alveolar karena kerusakan sel epitel dan endotel, dan infiltrasi neutrofil pada fase awal ARDS. 18 Kriteria ARDS terbaru adalah konferensi Berlin tahun 2011, ada beberapa modifikasi (oksigenasi, waktu onset akut, X-ray thoraks, dan kriteria tekanan baji)

16 di Berlin yang di lebur dengan definisi AECC. 18 Pada definisi di Berlin, ARDS di klasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat berdasarkan rasio PaO 2 /FiO 2. Yang penting nilai rasio PaO 2 /FiO 2 dianggap hanya dengan CPAP atau nilai PEEP minimal 5 cm H 2 O. Definisi ARDS menurut konferensi Berlin 2011: 1. Waktu Dalam waktu 1 minggu terdiagnosis klinis atau gejala pernafasan baru atau memburuk 2. Gambaran thoraks Radio opak bilateral, tak sepenuhnya seperti efusi, lobus/paru kolaps, atau nodul 3. Asal edema Gagal nafas yang tidak berhubungan dengan gagal jantung atau cairan yang berlebihan Dibutuhkan penilaian yang obyektif (misalnya echocardiography) untuk menyingkirkan edema hidrostatik jika tidak ada faktor resiko 4. Oksigenasi Ringan : 200 mmhg < PaO2/FIO2 300 mmhg with PEEP or CPAP 5 cmh2o Sedang : 100 mmhg < PaO2/FIO2 200 mmhg with PEEP 5 cmh2o Berat : PaO2/FIO2 100 mmhg with PEEP 5 cmh2o

17 4.2.1 Etiologi: Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%. 3 Faktor resiko lain yang dapat mengakibatkan ARDS adalah cedera paru langsung (paling sering aspirasi lambung) merupakan penyebab non sistemik dari ARDS. Selain itu beberapa faktor resiko lain seperti bakteriemia, trauma, fraktur, terbakar, pneumonia, overdosis obat, TBC milier, luka berat, transfusi berulang, dan juga Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). 2,10 4.2.2 Patogenesis Epitelium alveolar dan endotelium mikrovaskular mengalami kerusakan pada ARDS. Kerusakan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas barier alveolar dan kapiler sehingga cairan masuk ke dalam ruang alveolar. Terdapat tiga fase kerusakan alveolus: 1. Fase eksudatif: ditandai dengan edema intertisial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe I dan denudasi/terlepasnya membran basalis, pembengkakan sel endotel dengan pelebaran intercellular junction, terbentuknya membran hialin pada duktus alveolar dan ruang

18 udara, dan inflamasi neutrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru. 2. Fase proliferatif: paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai proliferatif sel epitel pneumosit tipe II, 3. Fase fibrosis: kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis. 2 Derajat kerusakan epithelium alveolar ini menentukan prognosis. Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sel pneumosit tipe I dan sel pneumosit tipe II. Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa sel pipih yang mudah mengalami kerusakan. Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah pertukaran gas yang berlangsung secara difusi pasif. Sel pneumosit tipe II meliputi 10% permukaan alveolar terdiri atas sel kuboid yang mempunyai aktivitas metabolik intraselular, transport ion, memproduksi surfaktan dan lebih resisten terhadap kerusakan. Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan dalam mekanisme perbaikan paru dan menyebabkan fibrosis. Kerusakan pada fase akut terjadi pengelupasan sel epitel bronkial dan alveolar, diikuti dengan pembentukan membran hialin yang kaya protein pada membran basal epitel yang gundul. Neutrofil memasuki endotel kapiler yang rusak dan jaringan interstitial dipenuhi cairan yang kaya akan protein. Keberadaan mediator anti inflamasi, interleukin-1-receptor antagonists, soluble tumor necrosis factor receptor, auto antibodi yang melawan Interleukin/IL-8 dan IL-10 menjaga keseimbangan alveolar.

19 4.2.3 Patofisiologi Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis kongestif difus. Keadaan normal, filtrasi cairan ditentukan oleh hukum Starling yang menyatakan filtrasi melewati endotel dan ruang intertisial adalah selisih tekanan osmotik protein dan hidrostatik : Q = K (Pc-Pt) D (c-t) Q : kecepatan filtrasi melewati membran kapiler Pt : tekanan hidrostatik interstitial K : koefisien filtrasi c : tekanan onkotik kapiler D : koefisien refleksi t : tekanan onkotik interstitial Pc : tekanan hidrostatik kapiler Perubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan terjadinya edema paru. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat akibat kegagalan fungsi ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari kapiler ke interstitial. Cairan kapiler tersebut akan mengencerkan protein intertsitial sehingga tekanan osmotik interstitial menurun dan mengurangi pengaliran cairan ke dalam vena.

20 Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada ARDS menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama sel pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul didalam jaringan interstitial, jika telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli (alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi kolaps (mikroatelektasis) dan compliance paru akan lebih menurun. Merembesnya cairan yang banyak mengandung protein dan sel darah merah akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik. Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru menjadi kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi. Mikroatelektasis akan menyebabkan shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi-perfusi (VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan menyebabkan terjadinya hipoksemia berat dan progresivitas yang ditandai dengan pernapasan cepat dan dalam. Shunting intrapulmoner menyebabkan curah jantung akan menurun 40%. Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam laktat selanjutnya merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik maupun respiratorik akibat gangguan pertukaran gas. Penderita yang sembuh dapat menunjukan kelainan faal paru berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran udara dan khususnya menurunkan kapasitas difusi. 3 4.2.4 Diagnosis Klinis: Onset akut umumnya berlangsung 3-5 hari sejak adanya diagnosa kondisi yang menjadi faktor risiko ARDS. Tanda pertama adalah takipnea, retraksi

21 intercostal, adanya ronkhi basah kasar yang jelas. Dapat ditemui hipotensi, febris. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah kasar. Gambaran hipoksia/sianosis yang tak respon dengan pemberian oksigen. Sebagian kasus disertai disfungsi/gagal organ ganda yang umumnya juga mengenai ginjal, hati, saluran cerna, otak dan sistem kardiovaskular. 2 4.3 Mortalitas Mortalitas pasien sepsis bervariasi sesuai tingkat keparahan kekurangan oksigen. Walaupun tingkat keparahan oksigenasi merupakan faktor penyebab kematian, tetapi pada umumnya pasien meninggal dikarenakan gagal multi organ atau penyakit yang mendasari progresivitasnya. Beberapa faktor penentu dalam prognosis ARDS adalah umur, keparahan penyakit, dan kondisi predisposisi dari ARDS. Contohnya, trauma yang menginduksi ARDS memiliki prognosis lebih baik dari kondisi yang lain. Faktor resiko klinis penyebab mortalitas ARDS termasuk oksigenasi yang buruk dan pengembangan paru yang buruk walaupun tidak terbukti bahwa hanya pengembangan paru yang mempunyai pengaruh yang signifikan pada oksigenasi. Prediksi lain pada kasus mortalitas ARDS termasuk disfungsi pendarahan pulmonal, pengembangan paru, oksigenasi, ataupun syok. 6 Hipoksemia arteri berat (PaO2/FiO2 <100) dan peningkatan dalam fraksi dead space paru (> 0,60) berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi, seperti shock, disfungsi hati, gagal ginjal akut, usia lebih dari 60 tahun, dan tingkat keparahan penyakit. 9