PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

dokumen-dokumen yang mirip
Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Pemungut PPh Pasal 22

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Amanita Novi Yushita, M.Si

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Definisi PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

1 of 5 21/12/ :45

TOPIK : PENDAHULUAN. Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan Kemen-Keu Pengenaan Pembatasan

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN.

BAB II LANDASAN TEORITIS

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

253/PMK.03/2008 WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJ

BAB I PENDAHULUAN. Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

Pajak Penghasilan Pasal 21

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.010/2016 TENTANG

Modul ke: PPh Pasal 22. Fransisca Hanita Rusgowanto S.Kom, M.Ak. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi S1.Akuntansi

2015, No Mengingat c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan P

BAB II LANDASAN TEORI

2015, No Mengingat memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan

2017, No ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti

DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PPh PASAL 22

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PEMUNGUTAN PPH PASAL 22 SESUAI REGULASI TERBARU

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013) bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutanpajak diatur dalam undang-undang yang berlaku. Adapun yang

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN. PASAL 22 dan PASAL 24 MAKALAH

MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh 22) ATAS IMPOR DENGAN MS. ACCESS PROGRAMMING

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dana untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

BAB II TELAAH PUSTAKA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, yang ditulis oleh Mardiasmo (2008:1) menjelaskan:

BAB 3 GAMBARAN UMUM PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS BARANG SANGAT MEWAH. 3.1 Gambaran Umum Pajak Penghasilan Pasal 22

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. mekanisme pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh 22 pada Puslitbang

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG

Pajak Penghasilan Umum. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BAB II LANDASAN TEORI. Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

1 dari 4 11/07/ :43

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. besar, dan dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Surat Pemberitahuan (SPT), Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP)

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.011/2013 TENTANG

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2013 Tanggal 25 September 2013

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTEK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BAB II LANDASAN TEORITIS

Transkripsi:

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh : 1 Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; 2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. II. Pemungut & Objek Pajak Penghasilan Pasal 22 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang; 2. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; 3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD); 4. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN; 5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; 6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. 7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. 8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

III. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 1. Atas impor : a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; c. yang tidak dikuasai 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang. 2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD (butir 2, 3, dan 4) sebesar 1,5 % (satu setengah persen) dari harga pembelian. 3. Atas penjualan hasil produksi kertas, semen, baja, dan otomatif ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. - Kertas 0.10% X DPP PPN (Tidak Final) - Semen 0.25% X DPP PPN (Tidak Final) - Baja 0.30% X DPP PPN (Tidak Final) - Otomotif 0.45% X DPP PPN (Tidak Final) 4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut : Jenis Bahan Bakar SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina (% dari Penjualan) (% dari Penjualan) Premium 0,3% 0,25% Solar 0,3% 0,25% Premix/SuperTT 0,3% 0,25% Minyak Tanah - 0,3% Gas LPG - 0,3% Pelumas - 0,3% Catatan : Pungutan PPh Pasal 22 kepada Penyalur/Agen, bersifat Final. 5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul butir 7) ditetapkan sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 6. Atas penjualan barang yang tergolong Sangat Mewah sebesar 5% a. pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah); b. kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);

c. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi); d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratur meter persegi) e. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. IV. Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB). 2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan oleh DJBC. 3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. 4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. 5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/pdam, benda-benda pos. 6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB. 7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. 8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC. 9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog. V. Saat Terutang Dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22 1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

2. Atas pembelian barang (butir 2, 3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran. 3. Atas penjualan hasil produksi (butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan ; 4. Atas penjualan hasil produksi (butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order); 5. Atas pembelian bahan-bahan (butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian. VI. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan PPh Pasal 22 1. PPh Pasal 22 atas impor barang (butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP). PPh Pasal 22 Atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir. 2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu : - Lembar pertama untuk pembeli; - Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke KPP; - Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, Dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir. 3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Pesepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT. Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir. 4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (butir 6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Pesepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 (tiga) yaitu : - Lembar pertama untuk pembeli; - Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan KPP; - Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.