BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak"

Transkripsi

1 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berbagai pengertian pajak yang dikemukan oleh berbagai pakar antara lain sebagai berikut: 1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksi sehingga berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Siti Resmi, 2014:1). 2. S. I. Djajadiningrat Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan. Kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum (Siti Resmi, 2014:1). 3. Dr. N. J. Feldmann Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa 25

2 26 adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Siti Resmi, 2014:2) Fungsi Pajak Ada dua fungsi pajak menurut Waluyo dalam buku Perpajakan Indonesia (2007:6) yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeteir) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiyaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai conroh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negri. 2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tiggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah Tarif Pajak Menurut Waluyo (2007:12) Struktur tarif yang berhubungan dengan pola presentase tarif pajak dikenal 4 (empat) macam tarif, yaitu: 1. Tarif pajak proposional / sebanding Tarif pajak proposional yaitu tarif pajak berupa presentase teap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan Barang Kena Pajak. 2. Tarif pajak Progresif Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Sebagai contoh, Tarif Pajak Pengahasilan yang berlaku di Indonesia untuk Wajib Pajak Badan yaitu: a. Sampai dengan Rp ,00 tarifnya 10%

3 27 b. Diatas Rp ,00 sampai dengan ,00 tarifnya 15% c. Diatas Rp ,00 tarifnya 30% Memerhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi: a) Tarif Progresif Progresif Dalam hal ini kenaikan tarif persentase pajaknya semakin besar. b) Tarif Progresif Tetap Kenaikan persentasenya tetap. c) Tarif Progresif Degresif Kenaikan persentasenya semakin kecil. 3. Tarif Pajak Degresif Tarif Pajak Degresif adalah presentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar. 4. Tarif Pajak Tetap Dalam tarif pajak tetap ini adalah tarif berupa jumlah yang sama tetap (sama besar) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaanpajak. Oleh karena itu, besarnya pajak yang terutang tetap. Sebagaimana contoh Tarif Bea Materai Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya. Pajak Penghasilan adalah jenis pajak pusat. Pajak Penghasilan dihitung dan disetor sendiri oleh wajib pajak. Pajak Penghasilan ada pajak final dan pajak tidak final. Pajak final adalah pajak yang dikenakan satu kali saja dan tidak diperhjitungkan pada saat pengisian SPT akhir tahun. Pajak penghasilan final diantaranya PPh Pasal 4 ayat (2). Pajak tidak final adalah pajak penghasilan yang tidak langsung dikenakan saat menerima penghasilan,pajak penghasilannya bisa diakumulasikan selama 1 tahun

4 28 pajak dan dihitung secara berlapis. Pajak penghasilan tidak final diantaranya adalah PPh Pasal 21,PPh Pasal 22,PPh Pasal 22 atas impor,pph Pasal Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 Pajak Penghasilan Pasal 22, selanjutnya disingkat menjadi PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pmerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lain, berkenaan dengan pembayaran atas penerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak-pihak tertentu. ( Siti Resmi, 2014:297 ) 3.2 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan 2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.10/ Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 tentang perubahan ketiga atas peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana

5 29 telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah: 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang; 2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; 3. BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah; 4. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; 5. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya; 6. Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu Kegiatan yang Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 22 (selanjutnya disebut Objek PPh Pasal 22) sesuai dengan Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, yaitu: 1. Impor barang; 2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemunggut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga Negara laainnya. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) oleh bendahara pengeluaran; 4. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) yang

6 30 dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA); 5. Pembayaran atas pembelian barang dan/ atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya Badan Usaha Milik Negara meliputi PT Pertamina ( Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia ( Persero) Tbk., PT Pembangnan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya ( Persero) Tbk., PT Adhi Karya ( Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero) Tbk., PT Krakatau Steel ( Persero) Tbk., dan Bank-bank Badan Umum Milik Negara ; 6. Penjualan hasil industri yang bergerak di bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi kepada distributor di dalam negeri. 7. Penjualan kendaraan bermotor didalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek ( ATM), dan importir umum kendaraan bermotor. 8. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas. 9. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan. 10. Penjualan barang yang tergolong mewah oleh Wajib Pajak Badan Kegiatan yang Tidak Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:

7 31 1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk: a. Yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat (kawasan tanpa bea masuk hingga barang tersebut dikeluarkan untuk impor, ekspor atau re-impor) dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE), yaitu tempat penimbunan barang dagangan karena pengimpornya tidak membayar bea masuk sebagaimana mestinya; b. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973; c. Berupa kiriman hadiah; d. Untuk tujuan keilmuan. 3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp ,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah). 4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/pdam, benda-benda pos, dan telepon Penerima Pajak Penghasilan PPh 22 PPh Pasal 22 pada dasarnya adalah cicilan PPh pada tahun berjalan. Artinya pada akhir tahun, cicilan ini akan diperhitungkan sebagai kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi. PPh Pasal 22 yang dikreditkan di SPT Tahunan ada dua bentuk: 1. Surat Setoran Pajak (SSP), 2. Bukti Pungut. PPh Pasal 22 yang berbentuk SSP artinya PPh Pasal 22 tersebut dibayar langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan

8 32 pada saat transaksi. Transaksi yang wajib dibayar langsung oleh yang bersangkutan (artinya di SSP ditulis NPWP yang dapat mengkreditkan) adalah transaksi yang terkait dengan impor dan bendahara. Sedangkan selain impor oleh DJBC dan pembelian oleh bendahara, maka BUMN dan badan-badan tertentu dari swasta sebagai pemungut PPh Pasal 22. Dia wajib memungut PPh Pasal 22 orang lain dan wajib membuat Bukti Pungut. Kewajiban membuat Bukti Pungut tertulis dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri nomor 107/PMK.010/2015. Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat Bukti Pungut juga wajib menyetor PPh yang dipungut dengan kode pajak ke bank persepsi, kemudian melaporkan ke KPP terdaftar dalam SPT Masa PPh Pasal 22. Pihak yang terpungut mendapat Bukti Pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan. Dari transaksi tersebut, ada pengenaan PPh yang bersifat final yaitu penjualan bahan bakan minyak dan bahan bakar gas ke agen atau penyalur. Artinya, jika wajib pajak semata-mata hanya usaha tersebut, maka kewajiban PPh-nya tinggal pelaporan SPT Tahunan yang dilampiri Bukti Potong Saat Terutang dan Pelunasan PPh Pasal 22 Saat terutangnya PPh Pasal 22, dibedakan sebagai berikut: 1. PPh Pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD). 2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/ Daerah, BUMN/D, yang dibayar dari belanja negara dan/atau belanja daerah, terutang dan dipungut pada setiap dilakukan pembayaran. 3. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok,

9 33 industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dipungut pada saat penjualan. 4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas harus dilunasi sendiri oleh penyalur, agen, atau pembeli lainnya sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus; 5. PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog harus dilunasi sendiri oleh penyalur, grosir,sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus Prosedur Pemungutan Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 22 Pemungutan, penyetoran ddan pellaporan PPh Pasal 22 dilakukan oleh dan dengan cara tertentu berdasarkan transaksi atau kegiatan sebagai berikut: 1. Atas Impor a. Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak; b. Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu : a) Lembar pertama untuk pembeli; b) Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan; c) Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke

10 34 Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir. 2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir. 3. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu : a. Lembar pertama untuk pembeli; b. Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan; c. Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan. Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambatlambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir. 4. PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah

11 35 Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir. 3.3 Pemungutan Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan pihak BUMN terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan pembayaran atas pengadaan barang dan/ atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha Badan Usaha Milik Negara selain yang dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2015. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pengadaan barang BUMN tertentu terutang dan dipungut pada saat pembayaran. Pungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang BUMN tertentu bersifat tidak final. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pengadaan barang tidak berlaku untuk kegiatan pengadaan barang yang tidak terutang pajak sesuai peraturan dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan menunjukan Surat Ketetapan Bebas Pajak penghasilan pasal 22 atas pengadaan barang yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak Dasar Hukum PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN Pada Tahun 2015 Mentrian Keuangan menerbitkan peraturan terbaru yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.10/2015. Perubahan tersebut diusulkan oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 tentang perubahan ketiga atas peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 57/PJ/2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan

12 36 Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN 1. 1,5% (satu koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (Ber-NPWP) 2. 3% ( tiga persen ) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai ( tidak ber-npwp) Besarnya Pajak terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak pasal 22 atas pembayaran pembelian barang dengan DPP PPN Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Pengadaan barang BUMN dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh Pemungut Pajak yang bersangkutan melalui Kantor Pos, bank Devisa atau yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan cara menyetorkan Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak rangkap tiga ( lembar pertama untuk wajib pajak, lembar kedua untuk KPP sebagai lampiran SPT, lembar ketiga sebagai arsip pemungut yang bersangkutan ). Dalam hal ini pemungut pajak adalah Badan Usaha Milik Negara tertentu yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan Prosedur Penyetoran PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang Wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, bank Devisa, atau bank yang ditunjk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan surat setoran pajak. Pemungut pajak wajib menerbitkan bukti pemungutan rangkap tiga (lembar pertama untuk wajib pajak, lembar kedua untuk KPP, lembar ketiga sebagai arsip pemungut yang

13 37 bersangkutan). Batas waktu penyetoran dalam satu (1) masa pajak harus disetor paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya (Pasal 2 PMK-242/PMK.03/2014) Pelaporan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN Pemungut PPh Pasal 22 wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak (WP) terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. SPT digunakan oleh Pemungut PPh Pasal 22 untuk melaporkan pembayaran atas pemungutan PPh Pasal 22 yang menjadi kewajibannya adalah SPT Masa PPh Pasal 22. Pemungut melaporkan PPh Pasal 22 yang dipungut dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir (Pasal 10 dan 11 PMK-243/PMK.03/2014) Sanksi Pajak 1. Sanksi Administrasi Sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketetapan Umum dan Tata Cara Perpajakan diuraikan sebagai berikut: a. Berkaitan dengan denda

14 38 Dijelaskan dalam pasal 7 ayat (1) berkaitan dengan SPT Masa lainnya tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan maka akan dikenai sanksi berupa denda Rp ,00 (seratus ribu rupiah) b. Berkaitan dengan bunga Pasal 9 ayat (2) tentang keterlambatan pembayaran pajak masa, dikenai sanksi berupa bunga 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak terutang, dihitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran. 3.4 Penerapan Pemungutan Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang BUMN Pada PT KAI (Persero) DAOP 4 Semarang Tahapan Pengajuan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang Mekanisme pengajuan PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang di PT KAI (Persero) DAOP 4 Semarang: 1. Tahap 1: Penerimaan dokumen tagihan dari rekanan PT KAI. Penerimaan dokumen penagihan dari bagian keuangan kepada bagian pajak. Dokumen penagihan berupa : a. Surat Kontrak b. Surat Perintah Kerja c. Berita acara tentang bang yang diserahkan d. Invoice Tagihan e. Faktur Pajak Rekanan dari PT KAI wajib membuat Faktur Pajak dan SSP Pajak ketika terjadi penyerahan barang kena pajak. Dalam pengisian faktur pajak rekanan harus mengisi kode transaksi 03 karena digunakan untuk penyerahan BKP dan atau/ JKP kepada Pemungut Pajak Lainnya (selain Bendaharawan Pemerintah) yang pajaknya di pungut oleh pemungut pajak. 2. Tahap 2: Dokumen dari bagian keuangan dicek, terdapat pajak terutang atau tidak. Bagian pajak melakukan sortir faktur pajak,

15 39 dengan melihat nominal yang tertera. Pengadaan barang dengan nominal lebih dari Rp selain yang dikecualikan sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2015, maka termasuk PPh Pasal 22 atas pengadaan barang. Bagian pajak juga melakukan pemeriksaan terhadap kode transaksi faktur pajak faktur pajak, untuk memeriksa kemungkinan kesalahan penulisan kode transaksi atas pengenaan PPh Pasal 22 karena dalam pelaksanaannya masih terdapat rekanan PT KAI yang melakukan kesalahan dalam penulisan kode tranaksi, yang seharusnya diisi dengan kode 03 tetapi rekanan menulisnya dengan 01. Selain memeriksa nominal yang terdapat pada faktur rekanan PT KAI juga melakukan pemeriksaan terhadap identitas rekanan. 3. Tahap 3: Verifikasi dokumen tagihan, selanjutnya bagian keuangan membubuhkan tanda tangan pada dokumen tersebut, lalu mencetak dokumen A13 dan Surat Perintah Pembayaran. 4. Tahap 4: Memposting dan menjurnal faktur pajak yang dilakukan oleh bagian keuangan 5. Tahap 5: Mencetak dokumen A9 (Surat Perintah Pembayaran). Dokumen A9 berfungsi sebagai surat perintah pembayaran. 6. Tahap 6: Proses pembayaran oleh bagian keuangan melalui transfer lewat Bank sesuai dengan bank yang digunakan oleh rekanan. 7. Tahap 7: Bagian Keuangan melakukan input data ke SAP (System Analysis and Program Development) dalam melakukan rekonsiliasi PT KAI, bagian pajak melakukan pencocokan antara fisik faktur dengan DPP Penyetoran PPh Pasal 22 Atas Pengadaan Barang PT KAI paling lambat melakukan penyetoran PPH Pasal 22 Atas Pembelian Barang pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan

16 40 paling lambat pada hari kerja berikutnya (Pasal 2 PMK- 242/PMK.03/2014). Dalam pengisian SSP menggunakan kode Pajak ke bank persepsi. Setelah melakukan pembayaran, Pemungut akan mendapatkan bukti penyetoran PPh Pasal 22, dimana dalam setiap bukti pembayaran terdapat Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), NTPN merupakan bukti sah dan diakuinya penerimaan negara pada saat uang masuk ke rekening kas negara sesuai dengan tanggal NTPN. NTPN atau Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang diterbitkan oleh sistem modul penerimaan negara secara terpusat (pada server Direktorat Jendral Pajak) sebagai bukti bahwa setoran telah tercatat sebagai penerimaan dan diserahkan kepada wajib pajak/ wajib bayar/ bendahara melalui bank presepsi pada saat melakukan penyetoran. Setelah proses penyetoran selesai dilakukan oleh PT KAI, para rekanan akan mendapatkan bukti pungut Pemungutan dan Pelaporan PPh Pasal 22 PT KAI (Persero) DAOP 4 Semarang PPh Pasal 22 dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang terutang melibatkan pihak ketiga atau yang dikenal dengan istilah With Holding Sistem (Mardiasmo,2008). PT. KAI (Persero) merupakan salah satu Pemungut yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi pengadaan barang kepada rekanan. Dengan tarif yang dipungut sebesar 1,5% dari harga pembelian, apabila rekanan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka rekanan tersebut akan dikenakan tarif lebih tinggi yaitu 3% dari harga pembelian. Dokumen yang digunakan dalam pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang adalah 1. Faktur Pajak

17 41 Faktur pajak harus disertakan pada saat rekanan memasukan tagihan ke keuangan. 2. Surat Setoran Pajak (SSP) Merupakan bukti bahwa pajak telah disetorkan, didalamnya terdapat NTPN yang berisi Noomor Transaksi Penerimaan Negara. 3. Bukti Penerimaan Negara Dokumen yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB). 4. Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan berisi laporan Pajak Penghasilan Pasal 22 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang pada masa yang bersangkutan. 5. Bukti Penerimaan Surat Dokumen ini digunakan sebagai bukti bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang telah melakukan pelaporan atas PPh Pasal 22 kepada KPP setempat. 6. Bukti Pemungutan Bukti Pemungutan digunakan sebagai dokumen yang mencatat terperinci setiap transaksi PPh Pasal 22 atas pengadaan barang selain yang dikecualikan pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang. 7. Daftar Bukti Pemungutan Daftar Bukti Pemungutan digunakan sebagai dokumen yang mencatat seluruh transaksi dalam Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 atas pengadaan barang pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang. Bagian keuangan pusat kemudian melakukan pembayaran melalui e- billing dan selanjutnya akan diperoleh SSP dan NTPN yang dikirimkan via dari bank.

18 42 Prosedur pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian pada PT. KAI (Persero) berawal dari pengadaan barang, kemudian melakukan pemungutan PPh Pasal 22, membuat faktur pajak standar, faktur pajak dibuat rangkap 3 (tiga). Lembar 1 untuk Pemungut, Lembar 2 untuk arsip rekanan, Lembar 3 untuk KPP melalui Pemungut. Pada setiap lembar Faktur Pajak wajib dibubuhi cap Disetor Tanggal:... dan ditandatangani oleh pengesah pembayaran. Bagian Pajak kemudian membuat SPT Masa PPh Pasal 22, Bukti Pemungutan, Datar Bukti Pemungutan (masing-masing dibuat 2 lembar). Kemudian SPT Induk PPh Pasal 22, Bukti Pemungutan, Daftar Bukti Pemungutan, dan SSP lembar ke 3 dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak. Pelaporan tidak hanya dalam bentuk hardopy, tapi juga dalam bentuk softcopy. Kantor Pelayanan Pajak kemudian meneliti dokumen-dokumen yang dilaporkan. Setelah diteliti Kantor Pelayanan Pajak kemudian mengeluarkan Bukti Penerimaan Surat. Bukti Penerimaan Surat beserta SSP lembar 1 dan Bukti Pembayaran Pajak, dan lembar 2 ke SPT Masa PPh Pasal 22, Bukti Pemungutan, Daftar Bukti Pemungutan diarsip di Bagian Pajak. PT KAI menyampaikan SPT sebelum batas waktu penyampaian (tanggal 20 Februari 2017) yaitu pada tanggal 07 Februari 2017 maka tidak ada sanksi karena PT KAI telah melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perpajakannya. 3.5 Input SPT Pajak Penghasilan Pasal 22 PT. KAI pada Aplikasi e-spt Pajak Penghasilan Masa Pasal 22 PT. KAI yang dalam hal ini ditetapkan sebagai pemungut, maka PT. KAI memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22. SPT Masa PPh Pasal 22 berfungsi sebagai sarana bagi PT. KAI untuk melaporkan PPh Pasal 22 yang dipunggut atas penyerahan barang kena pajak dari pihak rekanan.

19 43 Dalam pengisian SPT PPh Pasal 22, PT. KAI menginput data melalui aplikasi e-spt PPh Pasal 22. Aplikasi ini dapat diunduh melalui web dan dapat di instal di komputer masing-masing. Berikut tahapan dalam penginputan SPT PPh Pasal 22 melalui aplikasi e-spt PPh Pasal 22: 1. Tahap 1: Pengisian user name dan password pada aplikasi e-spt PPh Pasal 22. PT KAI. Menggunakan user name administrator dan password 123 pada form login User name dan password ini merupakan user name dan password standar dari aplikasi yang dapat diganti. Gambar Pengisian User Name dan Password Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 2. Tahap 2: Pemilihan e-program untuk menentukan input SPT baru

20 44 Gambar Pemilihan e-progam Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 3. Tahap 3: Pengaturan Masa, Tahun Pajak SPT PPh Pasal 22 yang akan dibuat dan Pembetulan apabila sebelumnya telah membuat SPT Gambar Setting SPT PPh Pasal 22 Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang a. Masa Pajak = bulan Januari karena SPT dibuat atas transaksi bulan Januari

21 45 b. Tahun Pajak = 2017 c. Pembetulan = 0 karena SPT ini SPT baru 4. Tahap 4: Input Bukti Pungut PPh Pasal 22 Gambar Input Bukti Pungut PPh Pasal 22 Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 5. Tahp 5: SPT PPh Pasal 22, berisi tentang: Gambar Input data SPT PPh Pasal 22 Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang

22 46 SPT PPh Pasal 22 akan otomatis terisi setelah melakukan input di SPT Induk. 6. Tahap 6: Input SSP dan NTPN Gambar Input SSP dan NTPN Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 7. Tahap 7: Cetak SPT Induk yang akan digunakan untuk lapor ke KPP Gambar Cetak SPT

23 47 Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 8. Tahap 8:Print hasil dari cetak SPT yang telah dilakukan Setelah melakukan tahap 7, kemudian klik cetak maka akan muncul SPT Induk yang nantinya akan dilaporkan ke KPP. Gambar Print SPT Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 9. Tahap 9: Cetak Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 Gambar Cetak Daftar Bukti Pemungutan Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang

24 48 c. Buka Halaman Utama SPT induk d. Klil pada icon SPT PPh e. Klik Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 f. Cetak 10. Tahap 10: Pelaporan SPT melalui SPT Tools Gambar Pelaporan SPT Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang 11. Tahap 11: Input Data Pelaporan SPT PPh Pasal 22, sebagai berikut: Gamabar Input Data Pelaporan Sumber: PT Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 4 Semarang

25 49 a. Masa Pajak = Januari. b. Tahun Pajak = c. Lokasi File = Klik pada e-spt PPh 22 ( Tempat menyimpanan e-spt) d. Setelah di klik pada lokasi e-spt data akan muncul. Klik Create File jika data telah sesuai untuk penyelesaian pelaporan e- SPT PPh Pasal 22. Penginputan SPT Masa PPh Pasal 22 selesai, kemudian PT. KAI akan melaporkan ke KKP Madya Kota Semarang. Adapun data yang dilaporkan berupa: a) Daftar Surat Setoran Pajak PPh Pasal 22 b) SSP 1 (satu) lembar Serta membawa softfile data. Setelah lapor PT KAI akan mendapatkan Bukti Lapor. 3.6 Hambatan yang Dihadapi dan Pemecahan Masalah di PT. Kereta Api DAOP 4 Semarang Hambatan yang dihadapi PT KAI. merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam jasa angkutan barang dan jasa. Dengan ditunjuknya PT. KAI sebagai Pemungut PPh Pasal 22 maka PT. KAI mempunyai kewajiban untuk melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan atas transaksi yang terjadi. Penyetoran PPh Pasal 22 yang telah dipungut sendiri paling lambat disetor oleh PT. KAI tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya, sedangkan untuk pelaporan PPh Pasal 22 paling lambat dilaporkan 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. Sanksi yang dikenakan apabila PT. KAI sebagai Pemungut terlambat melakukan pembayaran berupa denda sebesar 2% (dua persen) perbulan dari jumlah pajak terutang, dihitung mulai tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran. Sedangkan untuk keterlambatan pelaporan akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp ,00

26 50 (seratus ribu rupiah). Berdasarkan penjelasan diatas terdapat beberapa hambatan yang dihadapi PT. KAI (Persero) DAOP 4 Semarang ketika proses melakukan kewajiban perpajakannya sebagai Pemungut PPh Pasal 22, yaitu: 1. Tidak adanya Asisten Manager Pajak di bagian unit keuangan yang salah satu tugasnya bertanggung jawab penuh atas semua pekerjaan yang dilakukan staf bagian pajak. 2. Minimnya Sumber Daya Manusia dibagian Pajak PT. KAI (Persero) DAOP 4 Semarang. Hanya terdapat dua orang yang mengerjakan semua pekerjaan tentang pajak PT. KAI, satu orang fokus dalam validasi pajak, menghitung, dan mengoreksi sedangkan satu orang yang lain membantu dalam proses penyetoran, dan pelaporan pajak. 3. Dalam tahap awal pekerjaan yaitu penerimaan pegawai baru pada PT. KAI tidak ditempatkan pada bagian/unit yang sesuai dengan ijazah jurusan yang ditempuh. 4. Peralatan yang digunakan untuk menunjang pekerjaan perunit seperti printer, scaner dan kursi kurang memadahi Pemecahan Masalah PT. KAI dengan berbagai hambatan dalam melakukan kewajiban perpajakannya dapat melakukan pengoptimalan kinerja dengan cara: 1. Orientasi Peningkatan Sumber Daya Manusia Orientasi adalah suatu kegiatan pemberian pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme di bidang perpajakan dan meningkatkan pengetahuan manajemen pendapatan perusahaan. 2. Evaluasi Hasil Evaluasi Hasil adalah kegiatan penilaian dan pengukuran sejauh mana keberhasilan dari pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh PT. KAI (Persero) DAOP 4 Semarang. 3. Peningkatan Seleksi Penerimaan Pegawai

27 51 Peningkatan seleksi ini dimaksudkan agar PT. KAI mendapatkan calon pekerja potensial, pegawai yang benar-benar paham dan mengerti kewajiban yang nantinya akan dibebankan kepadanya. 4. Pembelian Peralatan Kantor Baru Peralatan Kantor yang memadahi akan sangat membantu pengoptimalan kinerja para pegawai.

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Pajak Penghasilan Pasal 22 05 seri PPh PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga

Lebih terperinci

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN.

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN. Daftar Wawancara T : Kapan RS.HJK Menjadi Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22? J : Berawal Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1243/Menkes/SK/VIII/2005 tanggal 11 Agustus 2005.yang berisi

Lebih terperinci

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah PEMOTONG Objek Pajak 1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh : 1 Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :45

1 of 5 21/12/ :45 1 of 5 21/12/2015 12:45 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.011/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Dasar Hukum Pajak Dasar hukum pajak adalah pasal 23 ayat ( 2 ) Undang - Undang Dasar 1945 yang berbunyi : segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008 PPH PASAL 22 Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ 2012 PMK No. 253/ PMK.03/ 2008 Definisi 3 Merupakan pajak yang dipungut atas: Aktivitas pembayaran atas penyerahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah : Pajak

Lebih terperinci

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.667, 2015 KEMENKEU. Pajak Penghasilan. Pembayaran. Barang. Impor. Usaha. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.03/TAHUN 2015

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 22 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 22 2. Pemungut

Lebih terperinci

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu Karakteristik Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu Pemungut : pihak-pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Dipungut atas kegiatan Perdagangan Barang, bukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B 154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B Contributed by Administrator Tuesday, 31 August 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 50 BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 PENGERTIAN Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN PA JAK PENGHASILAN PASAL 22 PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN Pemotongan Pemungutan Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan Menunjuk

Lebih terperinci

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE Contributed by Administrator Thursday, 10 May 2001 Pusat Peraturan Pajak Online PENGANTAR KEPUTUSAN

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 A. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor dan bidang usaha lain. B. Pemungut PPh Pasal 22 1. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah

Lebih terperinci

Pemungut PPh Pasal 22

Pemungut PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 PPh yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah terkait dengan pembelian barang dan Badan tertentu dengan kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lainnya. Pemungut PPh Pasal 22

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto Pajak Penghasilan PASAL 22 Andi Wijayanto Pengertian Pajak yg dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 32 P4.1 Teori Pajak Penghasilan 22 & 24 A. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 pengertian pajak Menurut Adriani (2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Perhatian Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPTMasa yang Saudara sampaikan tidak ditandatangani

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Definisi Pajak mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK Para Pemungut PPN yang terhormat, Setiap bulan setelah Masa Pajak berakhir, Pemungut PPN harus melaksanakan kewajiban untuk melaporkan kegiatan pemungutan PPN yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Nama Pemungut : Alamat : No. Telp : Usaha : SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

1 dari 4 11/07/ :43

1 dari 4 11/07/ :43 1 dari 4 11/07/2012 14:43 Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 85/PMK.03/2012 TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Secara Umum 1. Pengertian dan Unsur Pajak Secara umum, pajak merupakan iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP digilib.uns.ac.id BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Surat Setoran Pajak (SSP) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/PMK.010/2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK BENDAHARAWAN BERPEDOMAN PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 DAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 ATAUKAH PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 64/PMK.05/2013? Oleh:

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS IV.1. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Satuan Kerja yang melakukan pemungutan PPh Pasal

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam bidang nutrisi anak yang telah dikukuhkan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

2015, No Mengingat c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan P

2015, No Mengingat c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan P No.847, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pajak. Barang Mewah. Kena Pajak. Jenis Barang. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.010/2015 TENTANG JENIS BARANG KENA PAJAK

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan 1. Pemotongan: Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan 2. Pemungutan:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 184/PMK.03/2007 TENTANG PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Instansi Pemerintah yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, LEMIGAS

Lebih terperinci

2015, No Mengingat memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan

2015, No Mengingat memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan No.848, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pajak Penghasilan. Pembayaran. Penyerahan. Barang. Impor.Usaha. Bidang Lain. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik atau

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH BENDAHARAWAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.011/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008 SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA IMPOR, PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA EKSPOR, PENERIMAAN NEGARA ATAS

Lebih terperinci

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018 KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018 BENDAHARA PENGELUARAN Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 563/KMK.03/2003 TENTANG PENUNJUKAN BENDAHARAWAN PEMERINTAH DAN KANTOR PERBENDAHARAAN DAN KAS NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

2017, No ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti

2017, No ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.361, 2017 KEMENKEU. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/PMK.010/2017 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008 LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008 LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008 Umum : PETUNJUK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian mengenai pajak, diantaranya : Menurut Djajadiningrat dalam

Lebih terperinci

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SOSIALISASI PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA KPP PRATAMA TIMIKA MEI 2015 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa Latar

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan 2008 Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat BAB 2 LANDASAN TEORI II.1. Pajak Secara Umum II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak dapat diambil dari beberapa definisi para ahli dalam bidang perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

TOPIK : PENDAHULUAN. Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan Kemen-Keu Pengenaan Pembatasan

TOPIK : PENDAHULUAN. Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan Kemen-Keu Pengenaan Pembatasan Senin,25 Agustus 2014 TOPIK : AKUNTANSI PAJAK PPh Pasal 22 (Pungutan Pajak atas transaksi pembayaran) TSM-Trisakti haeselen PENDAHULUAN Mekanisme pembayaran utang PPh Manfaat withholdingtax system Kewenangan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. mekanisme pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh 22 pada Puslitbang

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. mekanisme pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh 22 pada Puslitbang 22 BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Bidang pelaksanaan kerja praktek yang penulis lakukan adalah mengenai mekanisme pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh 22 pada

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut

BAB III PEMBAHASAN. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut 31 BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk membiayai

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK Yulia Chandra ABSTRAK Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai merupakan Hak semua Wajib

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT PT. TRT adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang produsen bahan kimia yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/ 2012 TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK. 03/2012 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK. 03/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK. 03/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012 TENTANG PENUNJUKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum Pajak mempunyai peran sangat penting bagi negara, baik sebagai sumber penerimaan dalam negeri maupun sebagai penyelaras kegiatan ekonomi pada masa yang akan datang,

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. Hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara sekaligus membiayai keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Mekanisme Pemungutan PPh Ps. 22, PPN, dan Bea Masuk Atas Impor BKP PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak pemerintah gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori Pengertian Pajak

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori Pengertian Pajak BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori Tinjauan Teori adalah uraian sistematika tentang teori. Adapun tinjauan teori tersebut menjelaskan tentangpengertian pajak, ciri- ciri pajak, fungsi pajak, jenis pajak,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Definisi PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan

Definisi PPh Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Perbedaan Antara Pemungutan dan Pemotongan 1. Pemotongan: Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan 2. Pemungutan:

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1 PENGERTIAN Merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh: Bendaharawan pemerintah (pusat&daerah), instansi/lembaga pemerintah&lembaga negara lainnya sehubungan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, yang ditulis oleh Mardiasmo (2008:1) menjelaskan:

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, yang ditulis oleh Mardiasmo (2008:1) menjelaskan: BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi Pajak Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain : Menurut Prof. Dr. Rahmat

Lebih terperinci

PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN

PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN PER - 31/PJ/2015 PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-57/PJ/2010 TENTAN Contributed by Administrator Wednesday, 05 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. With Holding System a. Pengertian With Holding System Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus mengetahui bahwa with holding system

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Secara Umum Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci