TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ataupun belum terdiagnosis penyakit jantung (AHA, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskular sebanyak 17,3 juta

Adult Basic Life Support

BAB I PENDAHULUAN. serangan jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di negara

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah menjadi

Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan..

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM)

REKOMENDASI RJP AHA 2015

ASKEP KEGAWATAN AKIBAT TENGGELAM. By Yoani Maria V.B.Aty

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

A. Latar Belakang Masalah

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

Pelatihan Internal RSCM Bantuan Hidup Dasar 2015 BANTUAN HIDUP DASAR. Bagian Diklat RSCM

Oleh : DARIEL R SELVARAJAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan jumlah 7,4 miliar jiwa dari tahun Pada tahun 2012, 17,5 juta

ejournal keperawatan (e-kp) Volume: 1. Nomor: 1. Agustus 2013

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan lalu lintas dan 50 juta lainnya mengalami luka-luka. Menurut

LAPORAN HASIL PENELITIAN

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

1. Melakukan kajian situasi

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BAB I PENDAHULUAN. lakukan untuk mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalami

GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT ANGKATAN 2008 TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Emergency First Aid Course

BAB I PENDAHULUAN. kegawatdaruratan semakin meningkat (Sudiharto, 2014). kasus kecelakaan lalu lintas (WHO, 2015). Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR... iv

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

The Overview of Motivation to Help Traffict Accident Victims of Yogyakarta Police

PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT. Klinik Pratama 24 Jam Firdaus

PENGARUH PELATIHAN RESUSITASI JANTUNG PARU TERHADAP PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN SISWA DI SMA NEGERI 2 SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecelakaan merupakan salah satu kejadian yang tidak di inginkan,

PROPOSAL

KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PELATIHAN BANTUAN HIDUP DASAR TERHADAP TINGKAT MOTIVASI MENOLONG KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS PADA POLISI KOTA YOYAKARTA

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penyebab Kematian Manusia di Negara dengan Pendapatan Menengah Kebawah (WHO, 2012)

PKU Bagi Emergency Rescue Team (ERT) Untuk Mengatasi Kondisi Gawat Darurat Melalui Basic Life Support (BLS)

BAB I PENDAHULUAN. Negara tertinggi kasus kecelakaan Indonesia setelah India ( WHO, 2012). Hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekitar 1,27 juta orang meninggal di jalan setiap tahunnya di dunia, dan 20 -

PENGETAHUAN SISWA SLTA TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (Students Knowledge of Basic Life Support)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun, menjadi penyebab tertinggi kedua kematian manusia pada usia 5-14 tahun,

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BASIC LIFE SUPPORT Emergency First Aid Course

TINGKAT PENGETAHUAN PENGAWAS KOLAM RENANG TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR PADA KORBAN HAMPIR TENGGELAM DI KOLAM RENANG DI KOTA MEDAN OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

PENGARUH PENYULUHAN DAN SIMULASI BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMAN 9 KOTA MANADO. *Mulyadi

KARYA TULIS ILMIAH PERSEPSI PEREMPUAN TENTANG PENYAKIT JANTUNG KORONER. Di Puskesmas Jenangan, Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR Nomor:000/SK/RSMH/I/2016

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian syarat Mencapai Derajat Sarjana. Oleh : ANI RIYANI

MODUL BANTUAN HIDUP DASAR DAN PENANGANAN TERSEDAK

SEJARAH CPR. Bermula di Baltimore, Amerika pada tahun Teknik mulut ke mulut ditemui oleh Dr. James Elam & Peter Safar

Stroke: Pertolongan Pertama

PENGARUH PELATIHAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SISWI KELAS X TENTANG PERTOLOGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

13. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Pesawat Udara SUBSTANSI MATERI

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT TB PARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Henti jantung adalah keadaan saat fungsi jantung secara tiba-tiba dan

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG MANFAAT BUAH MENGKUDU UNTUK MENURUNKAN TEKANAN DARAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGELOLAAN OPERASI K3 PERTEMUAN #6 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. bukan cedera yang membutuhkan pertolongan segera. Gawat darurat adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan, penumpang kapal yang terbalik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi sangat cepat dan tiba-tiba sehingga sulit diprediksi kapan dan dimana

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN GURU SEKOLAH DASAR TENTANG BULLYING PADA ANAK. Di SD Muhammadiyah Ponorogo

PENGETAHUAN TENTANG PENANGANAN KEGAWAT DARURATAN PADA SISWA ANGGOTA HIZBUL WATHAN DI SMA MUHAMMADIYAH GOMBONG

BANTUAN VENTILASI PADA KEGAWATDARURATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kecelakaan Lalu Lintas Kota Yogyakarta a. Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

HUBUNGAN RIWAYAT GARIS KETURUNAN DENGAN WAKTU TERDIAGNOSIS DIABETES MELITUS DI RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Karakteristik Responden. sebanyak 38 responden dan kelompok kontrol 38 responden.

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

#7 PENGELOLAAN OPERASI K3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR BERDASARKAN AHA TAHUN 2015 DI UPTD PUSKESMAS KOTA BLITAR

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN TINDAKAN BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

PERAN MASYARAKAT DALAM PENANGANAN HENTI JANTUNG DENGAN MELAKUKAN RESUSITASI JANTUNG PARU YANG TERJADI DI LUAR RUMAH SAKIT.

Universita Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

KARYA TULIS ILMIAH DUKUNGAN EMOSIONAL KELUARGA PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) Di Poli Jantung RSUD Dr.

KARYA TULIS ILMIAH PENERAPAN ETIKA BATUK PENDERITA TB PARU

RJPO. Definisi. Indikasi

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PASIEN MINUM OBAT DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PERAWATAN KAKI PADA DIABETES MELLITUS. Di Poli Penyakit Dalam RSUD Dr.

Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang Pencegahan Kejadian Jatuh Pada Lansia di Kelurahan Pahlawan Binjai

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG UPAYA PREVENTIF PENULARAN HIV/AIDS PADA SISWA DI SMA STELLA DUCE 1 YOGYAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN

Transkripsi:

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DI KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Oleh SUSI ERAWATI NIM : 1111104000016 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVRSITY OF JAKARTA Undergraduate Thesis, July 2015 Susi Erawati, NIM: 111110400016 Public Knowledge Level of Basic Life Support (BLS) in South Jakarta Administration City xxvi + 75 pages + 15 tables + 4 scheme + 5 attachments ABSTRACT Basic Life Support (BLS) is crucial to save lives when cardiac arrest occurs. Incidence of Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) in the last three years in Asia-Pacific countries which Indonesia as a member that many as 60,000 cases. Survival is much more likely when OHCA s victims receive Cardiopulmonary Resusciation (CPR) immediately from general public until medical team arrived. Therefore knowledge s general public about basic life support is essential for research where knowledge is the domain in shaping one's actions. The aim is to describe level of knowledge of the general public in South Jakarta area on Basic Life Support (BLS). This study conducted on 246 respondents using a questionnaire designed by the American Heart Association, 2010. The results showed that knowledge level of public in South Jakarta about basic life support is good (52.8%). The level of knowledge is based on the characteristics of middle adulthood respondents (66.67%), female gender (56.83%), and primary school (81.48%) have a good knowledge. In general, respondents also have a good knowledge about the definition of BHD, danger theory, theories call for help, Only CPR techniques, and theories when to stop CPR. The public is expected to offset the knowledge possessed by improving skills in performing basic life support, one of them with periodical training, furthermore local Health Departement can facilitate this. Keywords: Science, Society, Basic Life Support, Cardiac Pulmonary Resuscitation Reference: 65 (years 1998-2015) iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Juli 2015 Susi Erawati, NIM: 111110400016 Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Administrasi Jakarta Selatan xxvi + 75 halaman + 15 tabel + 4 skema + 5 lampiran ABSTRAK Bantuan hidup dasar adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung (cardiac arrest). Kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) di beberapa negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus. Kelangsungan hidup jauh lebih mungkin ketika korban OHCA menerima Cardiopulmonary Resusciation (CPR) segera dari bystander (masyarakat awam) sembari menungu tim medis datang. Oleh karena itu pengetahuan pada masyarakat awam tentang bantuan hidup dasar merupakan hal yang penting untuk diteliti dimana pengetahuan merupakan domain dalam membetuk tindakan seseorang.tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan masyarakat umum di Wilayah Jakarta Selatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif yang dilakukan pada 246 responden dengan menggunakan kuesioner yang dibuat berdasarkan American Heart Association 2010. Hasil penelitian didapatkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan masyarakat Jakarta Selatan tentang bantuan hidup dasar baik (52,8%). Tingkat pengetahuan berdasarkan karakteristik responden didapatkan dewasa tengah (66,67%), jenis kelamin perempuan (56,83%), dan latar belakang pendidikan SD/sederajat (81,48 %) memiliki pengetahuan yang baik. Secara umum responden juga memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi BHD, teori danger, teori call for help, teknik CPR Only, dan teori saat untuk menghentikan RJP. Masyarakat diharapkan dapat mengimbangi pengetahuan yang dimiliki dengan meningkatkan keterampilan dalam melakukan bantuan hidup dasar salah satunya dengan mengikuti pelatihan secara berkala, selain itu diharapkan Dinas Kesehatan setempat dapat memfasilitasi hal tersebut. Kata kunci : Pengetahuan, Masyarakat, Bantuan Hidup Dasar, Resusitasi Jantung Paru Referensi : 65 (tahun 1998-2015) iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : SUSI ERAWATI Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 25 Oktober 1992 Jenis Kelamin Agama Status : Perempuan : Islam : Belum Menikah Alamat : Jalan Kramat No.8 RT 001/02 Kel. Grogol Selatan Kec. Kebayoran Lama Kota Administrasi Jakarta Selatatan Kode pos 12220 HP : 085853639034 E-mail Fakultas/Jurusan : susierawati@ymail.com : Fakultas Kedokteran dan Imu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan PENDIDIKAN 1. TK Budi Pangerti Grogol Selatan 1998-1999 2. Sekolah Dasar Negeri Grogol Selatan 04 Petang 1999-2005 3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 48 Jakarta 2005-2008 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 29 Jakarta 2008-2011 5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-sekarang ORGANISASI 1. BEM PSIKUIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013-2014 viii

KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan judul Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Administrasi Jakarta Selatan. Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai sarana belajar menjadi peneliti, serta merupakan aplikasi dari ilmu-ilmu yang telah dipelajari selama kuliah. Penulis telah berupaya menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi, sistematik, dan insya Allah mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari penyajian skripsi ini masih belum sempurna, hal tersebut didasari pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis yang belum luas dan perlu banyak belajar. Oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. ix

Dalam penyusunan skripsi banyak pihak yang telah memberikan motivasi dan bantuan sehingga proposal skripsi ini dapat terselesaikan. Adapun penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. DR.H.Arif Sumantri,S.KM.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Maulina Handayani.S.Kp,M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan Ernawati,S.Kp,M.kep,Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jamaludin, S.Kp,M.Kep dan Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep,M.KM selaku Dosen Pembimbing, terima kasih kepada beliau yang telah memberikan waktu dan ilmunya dalam proses penyusunan proposal skripsi ini. 4. Ibu Maulina Handayani,S.Kp,M.Sc, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih kepada beliau yang telah memberikan arahan selama proses perkuliahan. 5. Segenap Staf Pengajar dan Karyawan di Lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan Fakultas yang telah membantu dalam pengadaan referensi sebagai bahan rujukan proposal skripsi. 7. Orang tua saya, Bpk. Parmin dan Ibu Sunarti yang telah menuntun saya hingga saat ini, kakak saya Sertu. Agus Setyawan yang senantiasa x

memberikan semangat dan bimbingannya kepada saya,dan sepupu saya Desy Tia Wahyuni yang senantiasa menemani dalam masa-masa sulit ketika penyusunan skripsi. 8. Teman-teman seperjuangan saya di PSIK 2011 dan terkhusus untuk Widiany Nurrahmah, Ratna Sari, Rifka Triasari, Tristi Agustin, Suci Rahma Wardani, Dina Setya Rahma Kelrey, Ita Samtasiyah, dan Lilis Zuhriyah yang telah menghibur, memberikan inspirasi, dan memberikan semangat selama proses perkuliahan hingga saat ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Jakarta, Juli 2015 Susi Erawati xi

DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pernyataan... ii Abstract... iii Abstrak... ii Lembar Persetujuan... v Lembar Pengesahan... vi Pernyataan Pengesahan... vi Daftar Riwayat Hidup... viii Kata Pengantar... ix Daftar Singkatan... xvii Daftar Gambar... xviii Daftar Tabel... xviii Daftar Lampiran... xix BAB 1 PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 6 C. Pertanyaan Penelitian... 7 D. Tujuan... 7 1.Tujuan Umum... 7 2.Tujuan Khusus... 7 E. Manfaat Penelitian... 8 F. Ruang Lingkup Penelitian... 9 xii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10 A. Pengetahuan... 10 1.Definisi... 10 2.Tingkat Pengetahuan..... 11 B. Masyarakat... 13 1.Definisi Masyarakat... 13 2.Masyarakat sebagai first responder... 13 C. Bantuan Hidup Dasar... 14 1.Definisi Bantuan Hidup Dasar... 14 2.Pelaksana Tindakan Bantuan Hidup Dasar... 15 3.Pedoman Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa menurut American Heart Association (AHA) 2010.... 16 4.Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam Menurut Resuscitation Council (UK) 2010... 18 5.Saat Untuk Mengehentikan RJP Menurut Pro Emergency (2011)... 20 6.Komplikasi yang Disebabkan RJP Menurut Pro Emergency (2011).. 21 7.Posisi Pemulihan... 21 8.Gambaran Pelayanan Kegawatdaruratan dan Pertolongan Pertama menurut International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies 2007... 23 D. Penelitian Terkait... 25 E. Kerangka Teori... 28 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 29 A. Kerangka Konsep... 29 B. Definisi Operasional... 30 xiii

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN... 34 A. Desain Penelitian... 34 B. Lokasi dan Waktu Peneltian... 34 C. Populasi dan Sampel... 35 1.Populasi... 35 2.Sampel... 35 D. Instrumen Penelitian... 37 E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 38 1.Uji Validitas... 38 2.Uji Reliabilitas... 41 F. Langkah-langkah Pengumpulan Data... 42 G. Etika Penelitian... 44 H. Pengolahan Data... 45 I. Analisis Data... 46 J. Penyajian Data... 47 BAB V HASIL PENELITIAN... 48 A. Karakteristik Responden... 48 1. Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan... 48 2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan... 48 3. Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan... 49 4. Sumber Informasi tentang Bantuan Hidup Dasar... 50 B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).. 50 C. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) berdasarkan Karakteristik Responden... 51 xiv

1. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Usia... 51 2. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin... 52 3. Tingkat Pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 53 D. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan tentang Teori BHD... 53 1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD... 54 2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger... 55 3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help... 55 4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only).. 56 5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP.. 56 BAB VI PEMBAHASAN... 58 A. Gambaran Karakteristik Masyarakat di Kota Administrasi Jakarta Selatan... 58 1. Usia... 58 2. Jenis Kelamin... 59 3. Tingkat Pendidikan... 60 4. Sumber Informasi yang Digunakan... 60 B. Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).. 61 C. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik Masyarakat... 63 1. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Usia... 63 2. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin... 64 3. Tingkat Pengetahuan Responden tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 65 D. Tingkat Pengetahuan Responden tentang Tahapan-tahapan BHD... 66 xv

1. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD... 66 2. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger... 67 3. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help... 68 4. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only).. 69 5. Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP. 69 E. Keterbatasan Penelitian... 70 BAB VII PENUTUP... 72 A. Kesimpulan... 72 B. Saran... 74 1. Bagi Masyarakat... 74 2. Bagi Dinas Kesehatan Setempat... 74 3. Bagi Peneliti Selanjutnya... 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xvi

DAFTAR SINGKATAN A-B-C AED AHA BHD BIN BLS C-A-B CPR KUHP OHCA PMR RJP ROSC SCA Satpol PP SAR UIN UK UU WHO : Airway-Breathing-Circulation : Automated External Defibrillator : American Heart Association : Bantuan Hidup Dasar : Badan Inteligen Negara : Basic Life Support : Circulation-Airway-Breathing : Cardiopulmonary Resuscitation : Kitab Undang-undang Hukum Pidana : Out-of-hospital Cardiac Arrest :Palang Merah Remaja : Resusitasi Jantung Paru : Return of Spontaneous Circulation : Sudden Cardiac Arresst : Satuan Polisi Pamong Praja : Search and Rescue : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta : United Kingdom : Undang-undang : World Health Organization xvii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1: Algoritma bantuan hidup dasar dewasa untuk umum 19 Gambar 2.2: Recovery Position 22 Gambar 2.3: Kerangka Teori 28 Gambar 3.1: Kerangka Konsep 29 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel 30 Tabel 4.1 Kisi-kisi Instrumen BHD 37 Tabel 4.2 Interpretasi koefisioen reliabilitas 0-1 42 Tabel 5.1 Frekuensi Usia Responden di Jakarta Selatan 48 Tabel 5.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Jakarta Selatan 48 Tabel 5.3 Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden di Jakarta Selatan 49 Tabel 5.4 Sumber Informasi tentang BHD 50 Tabel 5.5 Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang BHD 50 Tabel 5.6 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Usia 51 Tabel 5.7 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Jenis Kelamin 52 Tabel 5.8 Tingkat Pengetahuan tentang BHD Berdasarkan Pendidikan Terakhir 53 Tabel 5.9 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Definisi BHD 54 Tabel 5.10 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Danger 55 Tabel 5.11 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Call for help 55 Tabel 5.12 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Teknik Kompresi (CPR Only) 56 Tabel 5.13 Tingkat Pengetahuan tentang Teori Saat untuk Menghentikan RJP 56 xviii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Izin Studi Pendahuluan Lampiran 2. Izin Pengambilan Data dan Penelitian Lampiran 3. Uji validitas isi (Content Validity) Lampiran 4. Kuesioner Penelitian Lampiran 5. Hasil Olah SPSS xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung merupakan pembunuh terbesar nomer satu di dunia (WHO,2012). Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit jantung koroner dan gagal jantung (RISKESDAS,2013). Angka kematian dunia akibat penyakit jantung koroner berkisar 7.4 juta pada tahun 2012 (WHO, 2015). Penyakit jantung koroner (PJK) atau disebut penyakit arteri koroner dapat menyebabkan masalah listrik yang menyebabkan SCA (Sudden Cardiac Arrest) (National Heart Lung and Blood Institute,2011). Sebagian besar kasus cardiac arrest terjadi pada orang yang memiliki penyakit arteri koroner (Mayo Clinic,2012). Penyakit arteri koroner adalah penyebab paling umum dari SCA pada orang berusia lebih dari 35 tahun (Uscher,2014). Prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Sedangkan prevalensi penyakit jantung koroner di DKI Jakarta sebesar 0,7 persen pada umur 15 tahun dimana Jakarta Selatan sebesar 0,6 persen berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter dan sebesar 2,0 persen (tertinggi pertama di DKI Jakarta) berdasarkan terdiagnosis dokter dan gejala (RISKESDAS DKI Jakarta, 2013). Artinya resiko terjadinya cardiac arrest karena penyakit jantung koroner cukup tinggi khususnya di wilayah Jakarta Selatan. 1

2 Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang secara tiba-tiba yang mungkin atau tidak mungkin telah didiagnosis penyakit jantung. Cardiac arrest terjadi ketika malfungsi sistem listrik jantung. Pada cardiac arrest kematian terjadi ketika jantung tiba-tiba berhenti bekerja dengan benar. Hal ini mungkin disebabkan oleh tidak normal, atau tidak teratur, irama jantung (disebut aritmia) (American Heart Association,2014). Setiap tahun, layanan gawat darurat medis mengkaji adanya lebih dari 420.000 cardiac arrest terjadi luar rumah sakit di Amerika Serikat (American Heart Association,2014). Pada tahun 2013 Layanan Medis Darurat atau Emergency Medical Service (EMS) di Inggris berusaha menyadarkan sekitar 28.000 kasus out-of-hospital cardiac arrest (OHCA) (British Heart Foundation,2015). Kejadian Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) di beberapa negara yang tergabung dalam Asia-Pasifik salah satunya Indonesia dalam tiga tahun terakhir yakni sebanyak 60.000 kasus (Hock,2014). Sedangkan insiden cardiac arrest di Indonesia belum didapatkan data yang jelas. Sekitar 80% dari OHCA terjadi di rumah dan 20% di tempat umum. Hanya sekitar 20% berada dalam 'irama shockable' (yaitu dapat diobati dengan defibrilasi) pada saat EMS tiba. Ada banyak kasus OHCA yang terjadi namun EMS tidak mencoba resusitasi karena pada saat kedatangan, mereka menilai korban berada di luar resusitasi. Hal ini karena korban telah meninggal selama beberapa jam, atau telah mengalami trauma yang parah yang tidak kompatibel dengan kehidupan, atau karena

3 kesempatan untuk memulai resusitasi tidak diambil lebih cepat sementara EMS sedang dalam perjalanan. Jika bystander (pengamat atau masyarakat awam) memiliki kepercayaan diri dan keterampilan untuk memanggil 999 (Emergency Call di Inggris) lebih cepat, memberikan resusitasi kardiopulmoner yang efektif (CPR) sampai EMS tiba, dan saat yang tepat menggunakan defibrilator akses publik, jumlah kasus di mana EMS bisa mencoba resusitasi akan meningkat. (NHS England,2015) Kelangsungan hidup jauh lebih mungkin ketika korban OHCA menerima Cardiopulmonary Resusciation (CPR) segera dari bystander. Oleh karena itu menghubungi Emergency Call dan CPR yang diberikan segera oleh bystander dapat meningkatkan jumlah orang yang diberi kesempatan bertahan hidup. Hal tersebut sejalan dengan beberapa data yakni: angka korban OHCA yang selamat oleh bystander sebesar 31,7 persen (Sudden Cardiac Arrest Foundation,2015). Sedangkan menurut American Heart Association (2015) sebesar 40,1% korban OHCA.terselamatkan setelah dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) oleh bystander (American Heart Association,2015). Frame menyatakan bahwa Bantuan Hidup Dasar (BHD) harus diberikan pada korban-korban yang mengalami henti napas, henti jantung, dan perdarahan. Keterampilan BHD dapat diajarkan kepada siapa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD (Frame, 2010). Idealnya di dunia, semua orang akrab dengan teknik dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan

4 pengetahuan tetap berjalan. (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2011). Sering kali, bystander mungkin enggan untuk menawarkan bantuan terutama CPR, karena takut jika mereka melakukan sesuatu yang "salah", mereka kemudian akan dituntut atau digugat untuk luka (meskipun tidak disengaja) atau kematian. Penundaan yang dihasilkan dalam perawatan darurat dapat menjadi faktor penentu dalam kelangsungan hidup korban, dan di sebagian besar negara, penundaan ini benar-benar tidak beralasan. Good Samaritan Law akan dikenakan pada seseorang yang memberikan bantuan (seperti pertolongan pertama, CPR, atau penggunaan AED) dalam keadaan darurat kepada orang yang terluka dalam kapasitas sukarela, tanpa mengharapkan kompensasi moneter, dan bukan dari penyelamat profesional atau profesional medis. Sebagian besar negara memiliki versi hukum di tempat, dengan beberapa variasi dalam rincian (CPR Seattle,2015). Hukum di Indonesia terkait kewenangan memberikan resusitasi jantung paru atau bantuan hidup dasar oleh masayarakat awam belum tersusun dengan baik, namun dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia ada beberapa pasal yang mencakup aspek tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar hukum dalam melakukan resusitasi jantung paru yakni Pasal 531 KUH Pidana menyatakan: "Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan

5 mengkhawatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 4.500,- (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam memberikan bantuan hidup dasar sudah pernah diteliti oleh Nurchayati dkk, 2006. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan ipteks dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pemberian bantuan hidup dasar pada keadaan gawat darurat masyarakat nelayan di Kelurahan Cilacap Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap. Hasil penelitian tersebut terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pemberian bantuan hidup dasar pada keadaan gawat darurat setelah dilakukan penerapan ipteks. Terdapat 24 nelayan (41,37%) yang sudah menyebarkan ilmu yang didapat dalam pendidikan kesehatan kepada keluarganya dan 13 kapal nelayan yang melaut (17,33%) minimal ada satu orang awak yang mengetahui tentang pemberian bantuan hidup dasar (Nurchayati, Pranowo, & Jumaini, 2006). Pengetahuan tentang CPR (Cardiopulmonary Resuscitation) diantara masyarakat umum di negara Barat masih lemah (Rasmus A, 2000 dalam Cheung, Dr BMY,2003). Penelitian lain dilakukan oleh Rajapakse dkk, 2010 tentang pengetahuan CPR di masyarakat Republik Slovenia, hasilnya pengetahuan keterampilan resusitasi umumnya lemah, hanya 1,2% mengetahui jumlah kompresi, 2,2% mengetahui perbandingan kompresi dan ventilasi yang benar pada dewasa, dan hanya tiga dari 500 subjek (0,6%) mengetahui keduanya (jumlah kompresi-ventilasi).

6 Sedangkan di Indonesia sendiri peneliti belum menemukan penelitian terkait gambaran pengetahuan masyarakat umum tentang bantuan hidup dasar, namun sudah ada penelitian tentang hubungan karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan bantuan hidup dasar di Direktorat lalu Lintas Polda Sulawesi Utara yang dilakukan oleh Lumangkun. Kumaat, & Rompas (2014). Hasil penelitian tersebut tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan masa kerja polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan BHD. Jadi dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat pengetahuan BHD (Lumangkun, Kumaat, & Rompas, 2014) B. Rumusan Masalah Tingginya prevalensi penyakit jantung koroner penyebab paling umum terjadinya cardiac arrest khususnya di Jakarta Selatan (RISKESDAS DKI Jakarta, 2013) maka pengetahuan dan kemampuan masyarakat untuk melakukan bantuan hidup dasar dirasa perlu dikaji, terlebih masyarakat adalah orang yang terpapar pertama kali dengan kejadian cardiac arrest. Berdasarkan hal ini, penulis ingin mengetahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar, atau apakah mereka pernah terpapar pengetahuan tentang bantuan hidup dasar. Inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian terkait gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar.

7 C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di Jakarta Selatan tentang bantuan hidup dasar? 2. Bagaimana gambaran karakteristik responden? 3. Apakah masyarakat pernah mendapatkan informasi terkait bantuan hidup dasar? Jika Ya, darimana sumber informasi tersebut? D. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan masyarakat umum di Wilayah Jakarta Selatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD). 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah diketahuinya: Karakteristik responden meliputi: usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir. a. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang konsep bantuan hidup dasar. b. Tingkat pengetahuan masyarakat berdasarkan karakteristik responden. c. Sumber informasi yang didapatkan responden tentang bantuan hidup dasar.

8 E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat di wilayah Jakarta Selatan Membantu mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar dan sebagai kajian bagi masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tentang bantuan hidup dasar. 2. Bagi Peneliti Melatih peneliti untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian dan sebagai bentuk implementasi dari ilmu-ilmu yang sudah dipelajari peneliti selama kuliah di Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya ilmu kegawat daruratan. 3. Bagi Pendidikan Keperawatan Menjadi dasar bahwa Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan bagian penting pada kurikulum pendidikan, diharapkan mahasiswa keperawatan mampu melakukan hal tersebut dan menyebarkan pengetahuan yang mereka miliki tentang bantuan hidup dasar kepada masyarakat lain disekitarnya. 4. Bagi Profesi Keperawatan Dengan mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar maka salah satu peran perawat yakni sebagai educator (pendidik) dapat mengidentifikasi metode

9 pendidikan kesehatan seperti apa yang sesuai dengan masyarakat ketika akan melakukan pelatihan kepada masyarakat. F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang bertujuan mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar di wilayah Jakarta Selatan. Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner yang dibuat berdasarkan teori tentang resusitasi jantung paru berdasarkan American Heart Association 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Definisi Menurut Bloom (1908) dalam Efendi (2009), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa, dan peraba. Tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif domain merupakan hal yang sangat penting dalam membetuk tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng. Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo S. (1977) dalam Sunaryo (2004) yang mengutip pendapat Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan (akronim AIETA), yaitu: a) Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. b) Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus. c) Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi. d) Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru. 10

11 e) Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu dasar terbentuknya perilaku pada seseorang, sehingga ketika perawat menjalankan salah satu perannya sebagai educator dalam pendidikan kesehatan maka hal yang perlu dilakukan yakni memberikan pengetahuan atau informasi terkait tujuan dari pendidikan kesehatan itu sendiri. 2. Tingkat Pengetahuan Menurut Rogers (1974) dalam Efendi (2009) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai berikut: a) Tahu (know). Tahu diartikan sebagai pengingat akan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b) Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

12 tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c) Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d) Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e) Sintesis (synthetic). Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Contohnya, dapat menyusun, merencanakan,,meringkaskan,

13 menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f) Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. B. Masyarakat 1. Definisi Masyarakat Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, saling berinteraksi (Koentjaraningrat, (1990) dalam Effendy, Nasrul (1998).masyarakat merupakan kesatuan-kesatuan hidup manusia yang dalam bahasa Inggrisnya dipakai istilah society, yang berarti kawan. Ciri-ciri suatu masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990) adalah sebagai berikut: a) Interaksi antar warga-warganya b) Adat istiadat, norma-norma, hukum-hukum dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga kota atau desa. c) Suatu komunitas dalam waktu d) Suatu rasa identitas kuat yang mengikat semua warga 2. Masyarakat sebagai first responder Orang awam menurut perannya dalam masyarakat dibedakan menjadi dua (Pro Emergency, 2011) :

14 a) Orang awam biasa Orang awam biasa atau masyarakat umum biasanya adalah orang yang berada paling dekat dengan lokasi kejadian. Apabila kejadian terjadi di jalan raya maka yang pertama kali menemukan korban adalah pengendara kendaraan, pejalan kaki, anak sekolah, pedagang disekitar lokasi dan lain-lain. Apabila kejadian di lokasi pabrik maka yang menemukan penderita adalah karyawan yang bekerja ditempat tersebut. Secara spontan sebagian dari mereka akan melakukan pertolongan terhadap korban sesuai dengan pengetahuannya. b) Orang awam khusus Orang awam khusus maksudnya adalah orang yang bekerja pada pelayanan masyarakat atau mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat yaitu Polisi, pemadam kebakaran,, Satpol PP, Satuan Pengamanan (SATPAM), Tim SAR dan tentara. Sesuai dengan tanggungjawabnya kepada masyarakat orang awam khususnya seharusnya dilatih khusus untuk melakukan pertolongan kepada penderita gawat darurat dilokasi kejadian. C. Bantuan Hidup Dasar 1. Definisi Bantuan Hidup Dasar Basic Life Support (BLS) atau bantuan hidup dasar adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung.

15 Aspek dasar dari BLS meliputi pengenalan langsung terhadap sudden cardiac arrest (SCA) dan aktivasi sistem tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator eksternal otomatis/ automated external defibrillator (AED). Pengenalan dini dan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai bagian dari BLS (Berg et al, 2010). Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis (Muttaqin, 2009). Tujuan pemberian bantuan hidup dasar menurut Pro Emergency (2011) adala berusaha memberikan bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan. 2. Pelaksana Tindakan Bantuan Hidup Dasar Setiap orang bisa menjadi penyelamat untuk korban cardiac arrest. Keterampilan CPR dan penerapannya tergantung pada pelatihan, pengalaman, dan keyakinan yang dimiliki penyelamat. Penekanan dada merupakan dasar dari CPR. Semua penyelamat meskipun belum pernah mengikuti pelatihan harus memberikan

16 kompresi dada untuk semua korban serangan jantung. Karena pentingnya, penekanan dada menjadi tindakan CPR awal untuk semua korban tanpa memandang usia. Tim penyelamat yang mampu harus menambahkan ventilasi untuk kompresi dada (Travers et al,2010). Selama bertahun-tahun, CPR telah berkembang dari teknik yang dilakukan hampir secara eksklusif oleh dokter dan profesional kesehatan. Hari ini keterampilan menyelamatkan nyawa cukup mudah dilakukan bagi siapa saja yang ingin belajar. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa faktor yang menghalangi masyarakat untuk melakukan tindakan, yakni rasa takut bahwa mereka akan melakukan kesalahan saat CPR, takut tanggung jawab hukum, dan takut infeksi dari melakukan mulut ke mulut. Keefektifan CPR yang diberikan segera setelah cardiac arrest memiliki dua atau tiga kesempatan korban dapat bertahan hidup, tetapi hanya 32 persen dari korban cardiac arrest mendapatkan CPR dari penyelamat. Sayangnya, kurang dari delapan persen orang yang menderita cardiac arrest di luar rumah sakit dapat bertahan hidup (American Heart Association,2011). 3. Pedoman Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa menurut American Heart Association (AHA) 2010. Pedoman AHA (2010) mengatur ulang langkah RJP dari A-B-C menjadi C-A-B, sehingga memungkinkan setiap

17 penolong memulai kompresi dada sesegera mungkin. Pada menitmenit awal korban mengalami henti jantung, dalam darah pasien masih terkandung residu oksigen dalam bentuk ikatan oksihemoglobin yang dapat diedarkan dengan bantuan sirkulasi buatan melalui kompresi dada. Dengan perubahan urutan ke CAB, kompresi dada akan dimulai lebih cepat dan penundaan karena ventilasi menjadi minimal. Pedoman baru ini berisi beberapa rekomendasi yang didasarkan pada pembuktian ilmiah, yaitu: a) Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba (suddent cardiac arrest) didasarkan pada pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas normal. b) Perubahan pada RJP berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi kecuali bayi baru lahir. c) Look, Listen, and Feel telah dihilangkan dari algoritme BHD. d) Kecepatan kompresi dada 100 x/menit. e) Kedalaman kompresi dada menjadi 2 inchi (5 cm) f) Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of spontaneous circulation (ROSC). Algoritma basic life support (BLS) bagi dewasa menurut Berg et al (2010) secara umum adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk semua tingkat penyelamat di semua tempat. Menekankan komponen kunci yang dapat dan harus penyelamat lakukan. Ketika menemui korban serangan jantung mendadak dewasa, penyelamat tunggal pertama harus menyadari bahwa

18 korban telah mengalami serangan jantung, berdasarkan tidak adanya respon dan kurangnya pernapasan normal. Setelah pengenalan, penyelamat harus segera mengaktifkan sistem tanggap darurat (misal:118), mendapatkan AED / defibrillator jika tersedia, dan mulai CPR dengan penekanan dada. Jika AED tidak ada, penyelamat langsung ke CPR. Jika penyelamat lainnya hadir, penyelamat pertama harus mengarahkan mereka untuk mengaktifkan sistem tanggap darurat dan mendapatkan AED / defibrilator; penyelamat pertama harus mulai CPR segera. Ketika AED / defibrillator tiba, pasang bantalan jika mungkin, tanpa mengganggu penekanan dada dan menghidupkan AED. AED akan menganalisis ritme dan langsung memberikan kejutan (yaitu, upaya defibrilasi) atau melanjutkan CPR. Jika AED atau defibrilator tidak tersedia, melanjutkan CPR tanpa henti sampai penyelamat berpengalaman mengambil alih. 4. Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam Menurut Resuscitation Council (UK) 2010 a) Pastikan korban, orang disekitar, dan Anda aman. b) Cek respon korban: 1. Jika tidak ada respon 2. Tidak bernapas 3. Napas tidak normal (megap-megap)

19 c) Minta seseorang untuk memanggil ambulan (misal: 118) dan membawa AED jika tersedia. Jika Anda sendirian, gunakan telepon genggam Anda untuk memanggil ambulan. d) Jika Anda belum terlatih atau tidak mampu memberikan bantuan ventilasi, hanya berikan kompresi dada minimal 100 kali per menit (30 kali kompresi). e) Lanjutkan pemberian RJP sampai: 1. Penolong terlatih tiba dan mengambil alih, 2. Korban mulai menunjukkan kesadaran kembali, misalnya batuk, membuka mata, berbicara, atau bergerak dan mulai bernapas normal, atau 3. Anda sudah lelah. Urutan pemberian bantuan hidup dasar bagi masyarakat umum: Gambar 2.1: Algoritma bantuan hidup dasar dewasa untuk umum. Sumber : American Heart Association, 2010.

20 5. Saat Untuk Menghentikan RJP menurut Pro Emergency (2011) Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk mengentikan RJP antara lain: a) Penolong sudah melakukan bantuan secara optimal mengalami kelelahan atau jika petugas medis sudah tiba di tempat kejadian. b) Penderita yang tidak berespon setelah dilakukan bantuan hidup jantung lanjutan minimal 20 menit c) Adanya tanda-tanda kematian pasti. Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa penderita sudah mati biologis yakni: a. Kebiruan (livor mortis) Tanda merah tua sampai kebiruan pada bagian tubuh yang terbawa (kalau penderita dalam keadaan terlentang, pada pingang bagian terbawah). b. Kekakuan (rigor mortis) Anggota tubuh dan batang tubuh kaku, mulai empat jam, menghilang setelah 10 jam. c. Pembusukan yang nyata, terutama bau busuk d. Cedera yang tidak memungkinkan penderita hidup seperti terputusnya kepala, dll.

21 6. Komplikasi Yang Disebabkan RJP Menurut Pro Emergency (2011) Walaupun dilakukan dengan benar, RJP dapat menyebabkan komplikasi: a) Patahnya tulang iga terutama pada orang tua. b) Pneumotoraks (udara dalam ronga dada, tetapi di luar paru, sehingga menyebabkan penguncupan paru-paru) c) Hemotoraks (darah dalam rongga dada, namun di luar paru, sehingga menyebabkan penguncupan pada paru-paru). d) Luka dan memar pada paru-paru e) Luka pada hati dan limpa f) Distensi abdomen (perut kembung) akibat dari peniupan yang salah. 7. Posisi Pemulihan (Recovery Position) Menurut NHS (2014) ada beberapa variasi dalam posisi pemulihan, masing-masing memiliki tujuan. Tidak ada satu posisi tunggal yang sempurna untuk semua korban. Posisi harus stabil, setengah lateral dengan kepala dependen dan tidak ada tekanan yang menghalangi pada dada. Untuk menempatkan seseorang dalam posisi pemulihan: a) Berlutut di lantai di salah satu sisi korban b) Tempatkan lengan terdekat dari Anda ke kanan tubuh korban diluruskan ke arah kepala

22 c) Selipkan tangan korban yang lain di bawah sisi kepala mereka, sehingga punggung tangan mereka menyentuh pipi mereka d) Menekuk lutut terjauh dari Anda ke sudut kanan e) Memiringkan korban ke arah penolong dengan hati-hati dengan menarik lutut yang ditekuk f) Lengan atas harus mendukung kepala dan lengan bawah akan menahan agar korban tidak bergulir terlalu jauh g) Membuka jalan napas korban dengan memiringkan kepala dan membuka dagu dengan perlahan h) Periksa bahwa tidak ada yang menghalangi jalan napas korban i) Tetap bersama korban sembari memonitor pernapasan dan denyut nadi terus menerus sampai bantuan tiba j) Jika memungkinkan ubah ke posisi miring yang lain setelah 30 menit Gambar 2.2: Recovery Position Sumber : American Heart Association, 2010.

23 8. Gambaran Pelayanan Kegawatdaruratan dan Pertolongan Pertama menurut International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies 2007 Urutan Layanan Darurat terdiri dari tindakan menyelamatkan nyawa yang diikuti dengan urutan tertentu: peringatan kecelakaan, pertolongan pertama, transportasi dan membawa ke perawatan medis terdekat. Tindakan harus dilakukan dalam hitungan menit setelah kecelakaan karena berpacu dengan waktu. Hal ini membutuhkan sumber daya. Jika salah satu bagian yang hilang, urutan akan rusak dan bantuan darurat tidak akan diberikan dengan benar. Meskipun dedikasi staff emergency medis besar pada negar-negara di dunia, pelayanan kegawatdaruratan tidak bekerja dengan baik, misalnya kesalahan sistem. Nomor telepon gawatdarurat yang spesifik harus ada, dimana masyarakat memiiki pengetahuan dan kebebasan menghubungi langsung dengan pelayanan gawat darurat. Semakin mudah dan cepat akses telepon harus disediakan. Kedua, terlalu sedikit orang yang memiliki pengetahuan tentang pertolongan pertama yang tepat. Di jalan-jalan di seluruh dunia, kemungkinan orang yang mampu mengambil tindakan protektif segera dan memberikan bantuan hidup dasar di lokasi kecelakaan sangat rendah. Ada kekurangan penyediaan transportasi ambulans darurat, dengan atau tanpa fasilitas medis. Entah

24 ambulans tidak tiba sama sekali atau mereka tiba di lokasi kecelakaan terlambat. Akibatnya, korban kecelakaan jalan umumnya diangkut ke rumah sakit menggunakan cara lain dan sering dalam kondisi yang sangat buruk. Ketiga, rumah sakit tidak dilengkapi peralatan penunjang dan korban kecelakaan jalan sering tidak diterima untuk mendapatkan perawatan. Bahkan di mana perawatan yang tepat tersedia, banyak korban kecelakaan mungkin tidak dapat memiliki akses ke sana untuk alasan keuangan kecuali teman-teman atau keluarga dapat membayar di muka untuk pelayanan medis. Situasi ini berlaku untuk kedua layanan medis di rumah sakit dan ambulans. Akses ke perawatan kesehatan dasar bagi masyarakat umum tergantung pada keberadaan sistem asuransi sosial. Sistem ini tidak ada di banyak negara. Korban kecelakaan jalan yang tidak sadar, yang mungkin melayang-layang antara hidup dan mati karena kecelakaan yang terjadi sekian mil jauhnya dari rumah mereka, berada pada posisi yang kurang menguntungkan karena mereka mungkin tidak dapat membuktikan bahwa mereka dapat membayar pelayanan medis. Dengan demikian, pada dasarnya meningkatkan layanan pertolongan darurat dan sistem medis merupakan komponen penting untuk mencegah kematian

25 kecelakaan jalan dan cacat jangka panjang di sebagian besar negara di seluruh dunia. Idealnya di dunia, semua orang mengenal teknik dasar pertolongan pertama dan mengikuti pelatihan yang berkala untuk memastikan bahwa pengetahuan ini tetap berjalan. Ini adalah kebijakan yang dipromosikan oleh Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yang menawarkan pelatihan pertolongan pertama kepada masyarakat di seluruh dunia. D. Penelitian Terkait Penelitian dilakukan oleh Lontoh, Killing, & Wongkar (2013) dengan judul Pengaruh Pelatihan Teori Bantuan Hidup Dasar terhadap Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili. Tujuan mengetahui pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar terhadap pengetahuan resusitasi jantung paru siswa-siswi SMA Negeri 1 Toili. Metode penelitian yang digunakan desain penelitian One-Group Pre testpost test Design untuk membandingkan pengetahuan RJP sebelum dan sesudah pelatihan. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 72 orang yang terdiri dari 37 orang anggota pramuka dan 35anggota PMR (Palang Merah Remaja). Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS dan uji hipotesis menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil. hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test pada responden yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dimana nilai p-value =0,000 (á<0.05). Kesimpulan. Secara statistik ada pengaruh yang signifikan pelatihan teori

26 bantuan hidup dasar terhadap pengetahuan resusitasi jantung paru siswasiswi SMA Negeri 1 Toili. Tidak hanya di Indonesia, penelitian tentang bantuan hidup dasar juga pernah dilakukan oleh Pergola & Araujo (2009) di jalan raya pedesaan negara bagian Sao Paulo yang berjudul Laypeople and basic life support, pelatihan masayarakat awam untuk memberikan pertolongan pertama dalam situasi kegawatan dan memberikan bantuan hidup dasar (BHD) sangat penting untuk menyelamatkan nyawa dan menghindari gejala sisa. Tujuan penelitian tersebut untuk mengidentifikasi pengetahuan masyarakat awam tentang bantuan hidup dasar (BHD). Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan bahasa non-teknis. sampel terdiri dari 385 subyek. sebagian besar (57,1%) adalah perempuan dengan lulusan tingkat pendidikan menengah dan tidak lulus pendidikan tinggi (53,7%). Hasilnya hanya 9,9% mengetahui ventilasi mulut ke mulut; 84,2% mengetahui teknik kompresi dada, dan 79,9% di antaranya mengetahui tujuannya. Hanya 14,5% mengetahui bagaimana posisi korban untuk melakukan kompresi dada; 82,4% melaporkan frekuensi kompresi dada di bawah per menit. Tidak memiliki informasi yang memadai dan lembaga pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) berdampak pada kesalahan dalam memberikan pertolongan pertama kepada korban, dan membahayakan resusitasi. Adapula penelitian yang telah dilakukan oleh Rajapakse, Noc, & Kersnik (2010) yang berjudul Public knowledge of cardiopulmonary resuscitation in Republic of Slovenia hasilnya dari 500 responden yang

27 diwawancarai, hampir 70% dari subyek telah menghadiri kursus CPR, tetapi hampir 80% dari mereka melakukannya lebih dari 10 tahun yang lalu. Kurang dari setengah dari subyek telah mengikuti pelatihan CPR meliputi penyelamatan pernapasan (47%) pelatihan CPR mengetahui keduannya (p <0,001). Pengetahuan tentang keterampilan resusitasi pada umumnya rendah. Hanya tiga dari 500 responden mengetahui rasio kompresi-ventilasi dengan benar (0,6%). Lokasi dan kekuatan yang benar untuk kompresi dada dinyatakan masing-masing 37,6% dan 13,0%, hal tersbut lebih sering pada kelompok yang mengikuti pelatihan CPR.

28 E. Kerangka Teori Pengetahuan tentang BHD: 1. Definisi bantuan hidup dasar 2. Langkah bantuan hidup dasar untuk masyarakat awam. Tingkat Pengetahuan: 1. Baik 2. Cukup 3. Kurang 3. Posisi Pemulihan Gambar 2.3. Kerangka Teori Keterangan: = Variabel yang diteliti

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINSI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang terdiri dari varibel orang yakni masyarakat tentang tingkat pengetahuan mereka terhadap bantuan hidup dasar. Tingkat Pengetahuan BHD Masyarakat dengan Karakteristik Usia Jenis kelamin, Pendidikan terakhir Gambar 3.1: Kerangka Konsep Keteranga = Variabel yang diteliti 29

B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala 1 Tingkat Pemahaman pengguna Kuesioner Responden 1. Baik= Jika persentase Ordinal Pengetahuan jalan tentang usaha menjawab jawaban benar 76%- tentang BHD untuk mengembalikan kuesioner dengan 100% dari seluruh keadaan henti napas memilih salah pertanyaan. dan atau henti jantung satu dari pilihan 2. Cukup= Jika persentase pada korban kecelakaan jawaban benar jawaban benar 56%- lalu lintas, meliputi: atau salah. 75% dari seluruh 30

31 1. Pengenalan arrest Kuesioner terdiri pertanyaan. 2. Meminta bantuan dari 14 3. Kurang= Jika persentase untuk pernyataan. jawaban benar < 56% menghubungi Pemberian skor dari seluruh pertanyaan. ambulans gawat menggunakan (Nursalam, 2008) darurat 118. skala Guttman: 3. Melakukan RJP hanya kompresi Benar = 1 saja Salah = 0 2. Usia Lamanya hidup Kuesioner Responden Usia dikategorikan menjadi: Ordinal seseorang dihitung menjawab dengan 1. Dewasa awal (18-40 mulai dari lahir sampai menuliskan usia tahun) ulang tahun terakhir. pada kuesioner 2. Dewasa tengah (41- jenis A (data 65 tahun.

demografi). 3. Dewasa akhir (>66 tahun) (Durkin.Kevin,t.th) 3. Jenis kelamin Perbedaan biologis dan Kuesioner Responden 1. laki-laki Nominal fisiologis yang menjawab dengan 2. Perempuan membedakan responden memilih salah antara laki-laki dan satu jenis kelamin perempuan pada jenis A kuesioner 4. Pendidikan Jenjang sekolah yang Kuesioner Responden 1. Tidak Sekolah Ordinal terakhir dicapai saat mengisi menjawab dengan 2. Sekolah Dasar kuesioner. memilih salah (SD)/sederajat satu jenjang 3. Sekolah Menengah Atas

33 pendidikan pada (SMP)/sederajat kuesioner jenis A 4. Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat 5. Perguruan Tinggi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain deskriptif. Penelitian deskriptif hanya menggambarkan atau memaparkan variabelvariabel yang diteliti tanpa menganalisa hubungan antar variabel. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif agar pembaca dapat memahami data tersebut dengan mudah (Dharma, 2011) B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada 13-30 Mei 2015 pada masyarakat yang tinggal Jakarta Selatan. Alasan peneliti memilih wilayah Jakarta Selatan sebagai lokasi karena tingginya proporsi penyakit jantung koroner di Jakarta Selatan sebesar 2,0% berdasarkan diagnosis dokter dan gejala dibandingkan lima wilayah DKI Jakarta lainnya, dimana penyakit jantung koroner merupakan penyebab paling umum terjadinya cardiac arrest dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan masyarakat tentang bantuan hidup dasar di wilayah Jakarta Selatan. 34

35 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berdomisili di Wilayah Jakarta Selatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) jumlah penduduk di Jakarta Selatan usia 18->66 tahun berkisar 1.479.003 jiwa. 2. Sampel Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik pertimbangan atau purposive sampling. Dikatakan pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan bila cara pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga kewakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan orang-orang yang telah berpengalaman (Budiarto, 2003). Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Wilayah Jakarta Selatan memenuhi kriteria inklusi: a) Masyarakat baik laki-laki maupun perempuan kategori dewasa (>18 tahun). b) Minimal pernah mendengar tentang bantuan hidup dasar atau resusitasi jantung paru. c) Masyarakat yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.