Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

dokumen-dokumen yang mirip
KAJI KOMPARATIF PENDAPATAN USAHA TERNAK SAPI PERAH BERDASARKAN SKALA PEMILIKAN TERNAK DI KABUPATEN REJANG LEBONG

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Moch. Makin, dan Dwi Suharwanto Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Korelasi Genetik dan Fenotipik Produksi Susu Laktasi Pertama dengan Daya Produksi Susu Sapi Fries Holland

PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN BOBOT BADAN SAPI PERAH BETINA FRIES HOLLAND UMUR 0-18 Bulan

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

Faktor Koreksi Lama Laktasi Untuk Standarisasi Produksi Susu Sapi Perah

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 2, 2013, p 1-7 Online at :

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dalam anggota KPBS Pangalengan dan memiliki sapi perah produktif.

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

Syahirul Alim, Lilis Nurlina Fakultas Peternakan

ANALISIS PEMBIAYAAN PENGADAAN CALON INDUK SAPI PERAH ANTAR WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN SAPI PERAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lilis Nurlina Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Hubungan Antara Peran Penyuluh...Satriyawan Hendra W

E. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

1 III METODE PENELITIAN. (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein

1 I PENDAHULUAN. sapi perah sehingga kebutuhan susu tidak terpenuhi, dan untuk memenuhi

Analisis Break Even Point (BEP) Usahatani Pembibitan Sapi Potong di Kabupaten Sleman

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7, NO. 2, Syahirul Alim dan Lilis Nurlina Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

PENDAHULUAN. (KPBS) Pangalengan. Jumlah anggota koperasi per januari 2015 sebanyak 3.420

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

PERFORMA REPRODUKSI SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA DI PETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT-SP CIKOLE LEMBANG SKRIPSI OKTARIA DWI PRIHATIN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

SKRIPSI. Oleh : VIVI MISRIANI

Evaluasi Atas Keberhasilan Pelaksanaan Kawin... Afghan Arif Arandi

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

Potensi Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat dalam Menghadapi Pasar Global (Potential of Small Scale Dairy Farm for Facing in Global Market)

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERFORMA REPRODUKSI SAPI DARA FRIESIAN-HOLSTEIN PADAPETERNAKAN RAKYAT KPSBU DAN BPPT SP CIKOLE DI LEMBANG

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

I PENDAHULUAN. selesai, seekor induk sapi perah harus diafkir, dan diganti dengan induk baru yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2011, VOL. 11, NO. 1, 27-34

DAMPAK PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN (IB) TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH DI DAERAH JAWA BARAT

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Endang Sulistyowati, Emran Kuswadi, Lobis Sutarno dan Gilbert Tampubolon

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati

ANALISIS BAHAYA dan KONTROL TITIK KRITIS

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi potong Peranakan Ongole yang

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

EFESIENSI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DENGAN KETURUNANNYA (Studi Kasus di PT. UPBS Pangalengan)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

Hubungan antara Dinamika Kelompok dengan Keberdayaan Peternak Ade Triwahyuni

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM:

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

D. Mardiningsih Laboratorium Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro ABSTRAK

ABSTRAK ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH LOKAL DAN EKS-IMPOR ANGGOTA KOPERASI WARGA MULYA DI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

disusun oleh: Willyan Djaja

PENDAPATAN TENAGA KERJA KELUARGA PADA USAHA TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

PENDAHULUAN. dari sapi betina yang telah melahirkan. Produksi susu merupakan salah satu aspek

COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN

PREFERENSI DAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK TENTANG TEKNOLOGI IB DI KABUPATEN BARRU. Syahdar Baba 1 dan M. Risal 2 ABSTRAK

ANALISIS KUALITAS AIR MINUM SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA. dan dikenal sebagai Holstein di Amerika dan di Eropa terkenal dengan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

Transkripsi:

ISSN 1978 3000 Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong Evaluation of Application of Technical Management on Small Holder Dairy Farm of individual and group system in Rejang Lebong Regency Dadang Suherman Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Jalan Raya Kandang Limun, Bengkulu. Telp. (0736) 2170 pst.219. ABSTRACT The reseach has been carried out to evaluate application of technical management (reproduction, feeding, and daily management) on small holders dairy farm of individual and group in Rejang Lebong regency, Bengkulu. This research used the survey method, and the number of respondent was 30 small holder dairy farm which were divided into 18 respondents on the first dairy cattle farm of individual system, and 12 respondent on the second dairy cattle farm of group. Purposive random sampling was used for taking the respondents of small holder dairy farm. Data were statistically analyzer using uji-t. The result of this research showed that, milk yields average on the first dairy cattle farm of individual system same as the second dairy cattle farm of group system (6.75 vs. 6,80 kg). Farm management level was highest on the first dairy cattle farm of individual system than both the second dairy cattle farm of group system. Key Words : Individual system, group system, technical management ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan aspek teknis peternakan (reproduksi, makanan, dan pemeliharaan sehari-hari) pada usaha peternakan sapi perah sistim individu dan kelompok di kabupaten Rejang Lebong, propinsi Bengkulu. Metode yang digunakan adalah metode survai, jumlah responden usaha peternakan sapi perah sebanyak 30 orang, yang terdiri dari 18 responden peternak sapi perah sistim pemeliharaan individu dan 12 responden peternak sapi perah sistim kelompok. Pengambilan responden secara purposive random sampling. Data hasil penelitian menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata produksi susu pada usaha peternakan sapi perah untuk pemeliharaan sistim individu tidak berbeda dengan pemeliharaan sistim kelompok (6,75 vs. 6,80 kg). Tingkat penerapan aspek teknis pada usaha peternakan sapi perah sistim pemeliharaan individu lebih tinggi daripada usaha peternakan sapi perah sistim kelompok. Kata kunci : Sistem pemeliharaan individu, sistem kelompok, aspek teknis PENDAHULUAN Pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia pada dasarnya bertujuan meningkatkan produksi susu dalam negeri untuk mengantisipasi tingginya permintaan susu. Hal tersebut memberikan peluang bagi peternak, terutama peternakan sapi perah rakyat untuk lebih meningkatkan produksi, sehingga ketergantungan akan susu impor dapat dikurangi. Konsekuensi logis dari keadaan tersebut, perlu ditunjang oleh perkembangan peternakan sapi perah agar eksis dalam penyediaan produksi susu dan dapat terjaga kelangsungan hidupnya. Keberhasilan suatu produksi bergantung kepada faktor genetik dan lingkungan, diantaranya meliputi peningkatan kemampuan teknis peternakan, yang terdiri dari; peningkatan kemampuan tatalaksana reproduksi, tatalaksana pemberian pakan, dan tatalaksana pemeliharaan sehari-hari bagi peternak yang mutlak harus dimiliki. Masalah penyebab kerugian suatu usaha peternakan sapi perah diakibatkan belum dilaksanakannya tatalaksana yang baik dalam usaha peternakan sapi perah, sehingga berpengaruh lebih lanjut terhadap aspek-aspek lainnya, terutama menghambat peningkatan produksi susu. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 3, No 1. Januari Juni 2008 35

Sebagian peternak, kenyataannya belum melaksanakan tatalaksana peternakan yang baik atau sesuai dengan harapan dalam menjalankan usaha peternakannya. Kecamatan Selupu Rejang kabupaten Rejang Lebong merupakan salah satu daerah sentra pengembangan peternakan sapi perah di propinsi Bengkulu dan masih menyimpan potensi untuk pengembangannya. Seluruh peternakannya merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan bercirikan pada produksi susu yang relatif masih rendah, tingkat tatalaksana peternakan yang dijalankan masih sederhana, menggunakan tenaga kerja keluarga, skala pemilihan relatif sedikit. Sistem pemeliharaan pada usaha peternakan sapi perah mencerminkan berbeda dalam pengelolaannya. Saat ini terdapat dua kategori sistem pemeliharaan yang berdasarkan pada sistem pengelolaannya, yaitu sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok. Perbedaan dalam sistem pemeliharaan peternakan sapi perah diduga akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam tingkat tatalaksana yang dijalankan oleh peternaknya. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mengevaluasi penerapan aspek teknis peternakan meliputi tingkat tatalaksana pada berbagai sistem pemeliharaan peternakan sapi perah di peternakan rakyat. Selanjutnya hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk memperbaiki tatalaksana pemeliharaan sapi perah oleh peternak. MATERI DAN METODE Obyek penelitian adalah peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Propinsi Bengkulu. Peternakan sapi perah rakyat dengan sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok adalah peternakan sapi perah (small dairy farm) yang mengikuti kaidah usaha ternak keluarga secara individu dan kelompok, yang meliputi penggunaan seluruh anggota keluarga baik dalam bekerja maupun dalam sumbangan sumber daya lain dan memperoleh bagian keuntungan usaha tani lainnya. Aspek yang diteliti adalah tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak meliputi tatalaksana reproduksi, pemberian pakan, dan pemeliharaan sehari-hari. Penentuan daerah sampel penelitian di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong secara purposive, didasarkan atas pertimbangan kriteria perbedaan sistem pemeliharaan ternak sapi perah, yaitu sistem pemeliharan secara individu dan kelompok Metode yang digunakan secara survei. Data primer diperoleh dari responden peternak sapi perah melalui pengamatan langsung dan wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disediakan. Data sekunder diperoleh dari kelompok peternak dan instansi terkait. Penarikan responden peternak pada sistem pemeliharaan ternak sapi perah secara individu dan kelompok, diperoleh jumlah total sebanyak 30 responden, terbagi menjadi; sistem pemeliharaan ternak sapi perah secara individu sebanyak 18 responden dan sistem pemeliharaan ternak secara kelompok sebanyak 12 responden yang ditentukan secara purposive. Penilaian tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak dalam hal aspek teknis peternakan ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan daftar pertanyaan yang telah disediakan. Penilaian berpedoman kepada Metode Identifikasi Faktor-faktor Penentu (Impact Point), berdasarkan Direktorat Jenderal Peternakan (1990). Jumlah skor maksimum pada setiap aspek (variabel) yang diteliti berdasarkan impact point tersebut adalah sebagai berikut; (1). Tatalaksana reproduksi = 300, (2). Tatalaksana pemberian pakan = 300, (3). Tatalaksana pemeliharaan sehari-hari = 400, dan (4). Tatalaksana peternakan = 1000. Kriteria nilai tingkat tatalaksana peternak pada sistem pemeliharaan ternak sapi perah secara individu dan kelompok digolongkan ke dalam empat kelas tingkatan yaitu; tatalaksana baik sekali, baik, cukup, dan kurang. Hal ini dimaksud untuk mempermudah penilaian kualitatif berdasarkan skor yang diperoleh dari setiap peternak pada kedua sistem pemeliharaan ternak sapi perah di daerah penelitian. Kelas katagori ditentukan dengan menggunakan kelas interval dengan cara sebagai berikut; Menentukan nilai total tertinggi dan nilai total terendah, menentukan jangkauan (range), yaitu Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan 36

ISSN 1978 3000 selisih antara nilai tertinggi dengan nilai tendah, dan menghitung panjang interval masing-masing kelas katagori dengan cara membagi jangkauan dengan banyaknya kelas katagori. Untuk menguji nilai rata-rata tatalaksana reproduksi, pemberian pakan, pemeliharaan sehari-hari, dan perbandingan tingkat tatalaksana peternakan antar sistem pemeliharaan ternak sapi perah digunakan uji statistik dengan metode uji-t (Al Rasyid, 1989). HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Keadaan umum daerah penelitian dimasudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan fisik dan iklim daerah serta keadaan umum peternak sapi perah. Pengkajian terhadap data primer dimaksudkan untuk memberikan justifikasi sejauhmana keterampilan peternak dalam manajemen sapi perah, terutama aspek teknis peternakan yang meliputi; aspek tatalaksana reproduksi, pemberian pakan, dan pemeliharaan seharihari. Pengkajian terhadap data sekunder ialah untuk mengetahui potensi wilayah, penarikan sampel peternak, dan untuk memperoleh gambaran keadaan yang sebenarnya di daerah kabupaten Rejang Lebong, khususnya mengenai kondisi peternakan sapi perah rakyat dan kondisi lingkungan penunjangnya. Skala pemilikan masih rendah, yaitu di bawah 4 ekor sapi produktif per peternak. Hal ini terutama disebabkan masih belum lama pengembangan sapi perah di daerah tersebut sekitar 7 tahun. Berdasarkan data peternak, produksi susu, dan pemilikan sapi perah, maka usaha peternakan sapi perah system pemeliharaan secara individu dan kelompok di daerah penelitian tersebut memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu. Rataan produksi susu pada usaha peternakan sapi perah sistem pemeliharaan secara individu menunjukkan kemampuan produksi susu per ekor per hari sapi laktasi sebesar 7,05 liter, sedikit lebih kecil perbedaan dengan rataan produksi susu pada sistem pemeliharaan secara kelompok sebesar 7,30 liter per ekor per hari. Rataan tersebut lebih rendah bila dibandingkan hasil penelitian di Kabupaten Bandung yaitu sebesar 12,11 kg per ekor per hari (Suamba,1994). Hal ini disebabkan antara lain karena iklim yang kurang sesuai untuk hidup sapi perah FH, tingkat pengetahuan peternak dalam hal pemeliharaan sapi perah yang belum relatif cukup baik, serta peranan koperasi persusuan dan instansi terkait dalam melaksanakan penyuluhan dan bimbingan terhadap para peternak kurang intensif. Tatalaksana Reproduksi Upaya kegiatan reproduksi memegang peranan penting untuk diketahui, karena dapat menggambarkan tingkat tatalaksana reproduksi yang dijalankan peternak yang secara tidak langsung mempengaruhi tingkat efisiensi produksi dan pendapatan (Makin et al., 1991). Tingkat reproduksi yang dijalankan peternak untuk sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok di daerah penelitian dapat disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan pada Tabel 1 terlihat bahwa secara umum peternak telah mampu menjalankan tatalaksana reproduksi secara cukup, yaitu 38,89% pada sistem pemeliharaan secara individu dan sistem pemeliharaan secara kelompok yaitu 41,67%. Bangsa sapi perah yang dipelihara di daerah penelitian seluruhnya sapi perah peranakan FH yang berasal dari bantuan langsung masyarakat bergulir dari Dinas peternakan Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu. Peternak dapat menyeleksi dan memilih bibit secara cukup, yaitu berdasarkan pada kemampuan produksi susu, keturunan, dan melihat bentuk penampilannya. Cara kawin dilakukan seluruhnya secara Inseminasi Buatan (IB). Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 3, No 1. Januari Juni 2008 37

Tabel 1. Tingkat tatalaksana reproduksi pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah penelitian Kelas Katagori Tatalaksana Individu (%) Kelompok (%) Baik sekali 11,11 16,67 Baik 33,33 33,33 Cukup 38,89 41,67 Kurang 16,67 8,3 Jumlah 100,00 100,00 Peternak sudah mengetahui tanda-tanda berahi, sehingga dapat mendeteksi waktu sapi perah harus dikawinkan, dikawinkan kembali, dan bunting. Dengan mengetahui bahwa sapi perah berahi, peternak langsung menghubungi inseminator melalui ketua kelompok sehingga inseminator dapat secara cepat menginseminasi ternak. Inseminator datang dan mencatat tanggal pelaksanaan IB, diagnosis kebuntingan, nomor straw yang digunakan, tanggal dikawinkan kembali, dan tanggal lahir pedet dengan tujuan mempermudah kegiatan pengontrolan. Meskipun demikian, sebagian besar (97%) tidak mempunyai kartu reproduksi sehingga catatan reproduksi secara keseluruhan sulit diketahui. Umur beranak pertama untuk sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok sudah cukup baik, yaitu sebagian besar ternak beranak pertama pada umur 32,25 bulan. Hal tersebut sudah cukup baik, karena sesuai dengan anjuran Direktorat Jenderal Peternakan (1990) yaitu umur beranak pertama yang baik antara 2,5-3 tahun. Langkah tersebut dapat dicapai bila peternak telah menjalankan tatalaksana reproduksi secara benar, disamping pemberian pakan pascasapih juga harus baik agar sapi perah lebih cepat dewasa dan perkawinan pertama dapat dilaksanakan lebih awal. Secara umum ternak dikawinkan kembali setelah beranak pada berahi kedua dengan harapan keberhasilan inseminasi dapat lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa peternak mulai mengawinkan lagi ternaknya antara 2-3 bulan setelah kelahiran. Dengan demikian sapi perah dapat melahirkan setiap tahun dengan kondisi baik. Sudono (1990) mengemukakan bahwa perkawinan yang baik yaitu 40-60 hari setelah beranak atau pada berahi kedua, serta bila pada saat itu sapi perah betina yang sedang berahi tidak dikawinkan, maka selang beranaknya akan lebih lama dari 12-14 bulan dan hal ini tidak akan efisien. Rataan masa kosong di daerah penelitian adalah 110,75 hari. Bath et al. (1978) menyarankan bahwa masa kosong yang baik adalah 60-90 hari. Oleh karena itu, masa kosong di daerah penelitian lebih lama dari yang disarankan. Lamanya masa kosong lebih dari 90 hari menunjukkan bahwa manajemen perkawinan yang kurang baik masih terjadi di daerah penelitian. Jarak kelahiran sapi perah betina pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok sudah cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan rataan jarak kelahiran yaitu 410,50 hari. Sudono (1990) menyatakan bahwa jarak kelahiran yang baik pada sapi perah adalah 12-14 bulan. Perbaikan selang beranak masih dapat dimungkinkan bila nilai perkawinan per kebuntingan (S/C) yang terjadi sekarang dapat dipersempit lagi. Jumlah perkawinan sampai terjadi kebuntingan berkisar antara 1,80-3,00 kali. Tingginya nilai S/C ini, karena kurang cermat dalam mendeteksi berahi, terutama terhadap sapi-sapi perah yang berahi semu, sehingga sering terjadi sapi perah yang sebenarnya tidak berahi karena menunjukkan berahi semu, maka sapi perah tersebut dikawinkan lagi yang akhirnya jumlah S/C meningkat (Makin et al., 1984). Tabel 2. Rataan nilai tatalaksana reproduksi pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah penelitian Jumlah Rataan Nilai Individu 18 219,20 ± 10,61a Kelompok 12 233,33 ± 11,25b Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa rataan nilai tatalaksana reproduksi sapi perah untuk sistem pemeliharaan secara kelompok menunjukkan nilai yang lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan sistem pemeliharaan secara individu. Perbedaan tersebut menunjukkan banyak Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan 38

ISSN 1978 3000 ternak yang dipelihara semakin baik tatalaksana reproduksinya. Hal ini sesuai dengan penelitian Suamba (1994) bahwa nilai tatalaksana reproduksi sapi perah pada skala kepemilikan ternak tinggi berbeda sangat nyata dibandingkan dengan skala kepemilikan ternak rendah. Pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok sering terjadi keterlambatan perkawinan dan pengaturan perkawinan yang terjadual relatif kurang. Tatalaksana Pemberian Pakan Pemberian pakan yang tepat sangat diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan optimal sesuai dengan kemampuan genetiknya. Seekor sapi perah yang daya produksi susunya tinggi, bila tidak mendapatkan pakan yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitas, maka tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya (Soeharsono dan Makin, 1996). Tingkat tatalaksana pemberian pakan yang dilaksanakan peternak pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah penelitian tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat tatalaksana pemberian pakan pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah penelitian Kelas Katagori Tatalaksana Individu (%) Kelompok (%) Baik sekali - - Baik 28,33 29,33 Cukup 54,00 60,34 Kurang 17,67 10,33 Jumlah 100,00 100,00 Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tatalaksana pemerian pakan yang tertera untuk setiap sistem pemeliharaan usaha peternakan sapi perah di daerah penelitian, sebagian besar termasuk pada kelas katagori cukup, yaitu 54,00% pada sistem pemeliharaan secara individu dan 60,34% pada sistem pemeliharaan secara kelompok. Dengan demikian tatalaksana pemberian pakan yang dilaksanakan pada setiap sistem pemeliharaan usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah penelitian, telah cukup dijalankan sesuai dengan kriteria yang dianjurkan. Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat. Umumnya hijauan yang diberikan terdiri atas rumput lapangan, rumput gajah, daun jagung, dan daun ubi jalar, Selain itu peternak sering memberikan hasil ikutan sayuran sebagai pakan hijauan. Peternak umumnya sudah mengerti tentang pelaksanaan pemberian pakan terhadap setiap kondisi dari ternak sapi perah yang dipeliharanya, serta telah mengetahui kebutuhan pakan untuk ternaknya. Meskipun demikian, peternak tersebut dalam pelaksanaan sering memberikan hijauan tidak sesuai kebutuhan ternak. Pemberian pakan ideal untuk sapi laktasi berkisar antara 30-40 kg hijauan per ekor per hari dan konsentrat 5-9 kg per ekor per hari. Pemberian hijauan bervariasi antara 2-3 kali sehari, yaitu sebelum pemerahan (60%) dan setelah pemerahan (40%), dengan cara dipotong sembarang atau tanpa dipotong untuk hijauan pendek dan kecil. Umumnya pemberian konsentrat tidak dilakukan (70,50%) dan 29,50% hanya memberikan konsentrat berupa dedak. Pemberian air minum umumnya dilakukan peternak dengan menggunakan air yang cukup bersih yaitu air berasal dari mata air (78,20%) dan sumber lainnya. Tabel 4. Rataan nilai tatalaksana pemberian pakan pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah penelitian Jumlah Rataan Nilai Individu 18 167,27 ± 12,71a Kelompok 12 191,25 ± 10,32b Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Hasil uji perbedaan rataan nilai yang tertera pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai tatalaksana pemberian pakan untuk sistem pemeliharaan secara kelompok, nyata (P<0,05) lebih baik daripada sistem pemeliharaan secara individu. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Suamba Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 3, No 1. Januari Juni 2008 39

(1994) dan hasil penelitian Sapriadi (2005) bahwa tatalaksana pemberian pakan pada skala pemilikan yang lebih tinggi akan lebih baik daripada skala pemilikan yang rendah. Hasil penelitian terlihat bahwa semakin banyak ternak sapi yang dipelihara semakin baik tatalaksana pemberian pakannya. Hal ini berkaitan dengan keefisieanan dalam jumlah pemberian hijauan dan konsentrat pada setiap ekor sapi laktasi. Pada sistem pemeliharaan secara individu pemberian pakan hijauan dan konsentrat seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan, sedangkan pada sistem pemeliharaan secara kelompok, telah memperhitungkan faktor efisiensi dalam pemberian pakan secara bersama-sama, sehingga tatalaksana pemberian pakan lebih cukup baik. Tatalaksana Pemeliharaan Sehari-hari Tatalaksana pemeliharaan sehari-hari peternakan sapi perah terdiri atas tatalaksana kandang dan peralatan, pemeliharaan, kesehatan dan penyakit, dan pascapanen. Untuk lebih jelas tingkat tatalaksana pemeliharaan sehari-hari untuk sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok usaha peternakan sapi perah rakyat disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Tingkat tatalaksana pemeliharaan sehari-hari pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah penelitian Kelas Katagori Tatalaksana Individu (%) Kelompok (%) Baik sekali - - Baik 38,40 41,67 Cukup 50,50 58,33 Kurang 10,81 - Jumlah 100,00 100,00 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa tatalaksana sehari-hari yang dilaksanakan pada kedua sistem pemeliharaan berada pada katagori cukup, yaitu sistem pemeliharaan secara individu 50,50% dan sistem pemeliharaan secara kelompok 58,33%. Peternak kadang memandikan ternaknya (52,24%), setelah pemerahan selesai peternak langsung membersihkan kandang (75%). Pemerahan dilakukan dua kali sehari (80,25%) dan dilakukan dengan cukup baik walaupun kurang begitu benar, namun telah memenuhi standar yang disarankan Direktorat Jenderal Peternakan (1990). Sistem pemeliharaan sapi perah umumnya masih perlu ditingkatkan, khususnya dalam aspek sanitasi. Sebagian besar letak kandang berdekatan dengan rumah peternak (85%), meskipun masih di atas jarak minimal yang dianjurkan. Keterbatasan sumber air minum terutama pada musim kemarau merupakan masalah yang sering dihadapi peternak. Peternak umumnya sudah mengerti mengenai tatalaksana sehari-hari, namun alasan keterbatasan yang membuat peternak tidak melaksanakannya. Tabel 6. Rataan nilai tatalaksana pemeliharaan sehari-hari pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah penelitian Jumlah Rataan Nilai Individu 18 237,27 ± 10,71a Kelompok 12 249,25 ± 10,32b Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai tatalaksana pemeliharaan ternak sehari-hari pada sistem pemeliharaan secara kelompok nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan sistem pemeliharaan secara individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak ternak yang dipelihara maka tatalaksana pemeliharaan ternak sehari-hari yang dikerjakan cukup baik. Hal ini berkaitan dengan kepentingan usaha pada peternak untuk mendapatkan keuntungan maksimal dan telah berpegang kepada prinsip ekonomi, selain itu juga peternak telah mempunyai pengetahuan peternakan yang lebih baik sehingga dapat melaksanakan tatalaksana peternakan secara lebih baik pula. Sudono (1999) mengemukakan bahwa produksi susu yang diproduksi seekor sapi perah laktasi sekitar 10-20% dipengaruhi tingkat tatalaksana pemeliharaan. Dengan demikian, bila terjadi penurunan produksi susu pada kondisi faktor lingkungan yang lainnya tetap baik, maka hal ini disebabkan perubahan tatalaksana pemeliharaan sehari-hari. Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan 40

ISSN 1978 3000 Tingkat Tatalaksana Peternakan Sapi Perah pada Dua Tatalaksana peternakan meliputi aspek reproduksi, pemberian pakan, dan pemeliharaan sehari-hari, sehingga menunjukkan kesatuan jumlah nilai dan hasil penilaian pada ketiga aspek tatalaksana tersebut. Rataan nilai tatalaksana peternakan pada kedua sistem pemeliharaan di daerah penelitian disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 memperlihatkan bahwa tingkat tatalaksana peternakan pada sistem pemeliharaan secara kelompok menunjukkan nilai rataan lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan sistem pemeliharaan secara individu. Hasil penelitian Sapriadi (2005) melaporkan bahwa tatalaksana peternakan pada sistem pemeliharaan secara berkelompok dan pemilikan ternak lebih tinggi akan lebih baik daripada sistem pemeliharaan secara individu dan pemilikan ternak yang rendah. Kay (1981) menyatakan bahwa antara jumlah sapi yang dipelihara dengan tingkat tatalaksana yang dijalankan mempunyai hubungan yang positif sebagai akibat dari tingkat pemeliharaan yang lebih intensif yang dijalankan peternak. Tabel 7. Rataan nilai tatalaksana peternakan pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah penelitian Jumlah Rataan Nilai Individu 18 623,74 ± 34,03a Kelompok 12 673,83 ± 31,89b Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Peternak sapi perah pada sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok, sebagian besar termasuk ke dalam kelas katagori tingkat tatalaksana peternakan yang cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan dan keterampilan para peternak sapi perah dalam melaksanakan usaha ternaknya cukup dapat diandalkan. Paternak sistem pemeliharaan kelompok secara umum memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan pengalaman beternak yang lebih lama. Pendidikan yang lebih tinggi, peternak akan memiliki wawasan berpikir yang lebih luas, lebih tanggap terhadap perubahanperubahan yang terjadi, juga akan lebih memahami informasi teknologi yang disampaikan. Pengalaman yang lebih lama akan menjadikan kemampuan peternak dalam mengelola usaha ternak akan semakin baik. Usaha peternakan dengan sistem pemeliharaan secara kelompok dan skala pemilikan lebih banyak, telah berorientasi kepada efisiensi ekonomi dan usaha, sehingga segala tindakan akan diperhitungkan secara akurat, sebaliknya pada sistem pemeliharaan secara individu dan skala pemilikan sedikit kurang melaksanakan orientasi efisiensi ekonomi karena kemungkinan usaha ternak masih merupakan usaha sampingan. SIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan, maka sistem pemeliharaan secara individu dan kelompok menentukan tingkat tatalaksana yang dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa: (1) produksi susu rata-rata per ekor sapi perah laktasi pada sistem pemeliharaan secara kelompok menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pemeliharaan secara individu, (2) tingkat tatalaksana peternakan pada sistem pemeliharaan secara kelompok, nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pemeliharaan secara individu. DAFTAR PUSTAKA Al Rasyid, H. 1989. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. Bath, D.L., F.N. Dickinson, H.A. Tucker and R.D. Appleman. 1978. Dairy Cattle: Principles, Practices, Problems, Profit. 2 nd Ed. Lea and Febiger. Philadelphia. Direktorat Jenderal Peternakan. 1990. Pedoman Identifikasi Faktor-Faktor Penentu Teknis Peternakan (Impact Point). Jakarta. Kay, R.D. 1981. Farm Management Planning Control and Implementation. Int. Student Ed. Mc. Graw-Hill Int. Book Company. Tokyo. Makin, M., E. Sukraeni, I. Hamidah, IB. Suamba, W. Djadja, dan Nur Kasim S. 1984. Korelasi genetik dan fenotifik sifat-sifat reproduksi dan produksi air susu sapi perah FH di Jawa Barat. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Pasaribu, A. 1975. Pengantar Statistik. Ghalia Indonesia. Jakarta. Sapriadi,W. 2005. Evaluasi teknis manajemen pakan ternak sapi perah pada peternakan rakyat (studi kasus di kecamatan Selupu Rejang kabupaten Rejang Lebong). Karya Ilmiah. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 3, No 1. Januari Juni 2008 41

Sitorus, P., Soribasya, dan M. Nuraini. 1980. Daya produksi susu sapi perah di daerah Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Lembaga Penelitian Peternakan Buletin No. 24. Edisi Januari. Bogor. p.3-4. Soeharsono dan M. Makin. 1996. Fisiologi Laktasi. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Suamba, I.B. 1994. Hubungan antara produksi susu dengan tingkat tatalaksana pada berbagai skala usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung. Karya Ilmiah. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. Sudono, A. 1990. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Bina Produksi Pertanian. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. Sudono, A. 1999. Produksi Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan 42