1. Pendahuluan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012 Pemerintah akan mengalokasikan dana tunai sebesar Rp 25,6 triliun kepada 18,5 juta keluarga miskin atau 74 juta jiwa sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Selamat April Desember 2012 setiap keluarga miskin akan menerima Rp 1,35 juta jiwa atau Rp 150 ribu per bulan. Selain itu pemerintah menyiapkan sejumlah kompensasi berupa: a. Subsidi angkutan umum, antara lain melalui penambahan PSO untuk angkutan umum kelas ekonomi, penumpang dan barang, kompensasi terhadap kenaikan biaya tidak langsung untuk angkutan umum kelas ekonomi, penumpang dan barang, kompensasi terhadap kenaikan biaya tidak langsung angkutan umum perkotaan, serta bentuk kompensasi lainnya. Perkiraan kebutuhan anggaran kompensasi kenaikan harga BBM untuk angkutan umum program 9 bulan, termasuk biaya persiapan dan pengelolaan, adalah sebesar Rp 5,0 triliun. b. Kompensasi pangan berbentuk penambahan beras miskin (raskin), baik dari sisi volume maupun frekuensi. Raskin ini akan dibagikan selama 14 bulan (April 2012 Juni 2013). c. Kompensasi bantuan pendidikan dengan penambahan subsidi dan beasiswa bagi rakyat miskin. Paket kompensasi diatas membutuhkan anggaran sebesar 30-40 triliun. Direncanakan, begitu harga BBM diumumkan, BLSM langsung berlaku bulan itu juga. Tabel 1. Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM tahun 2005, 2008 dan 2012 Uraian BLT 2005 BLT 2008 Rencana BLSM 2012 Dasar Hukum Inpres No.12 /2005 Inpres No.3/2008 Rumah Tangga Sasaran (RTS) 19,1 juta 19,02 juta 18,5 juta RTS (74 juta jiwa) Periode Bantuan 12 bulan (Okt 2005 Sep 7 bulan (Juni Des 9 bulan (April Des 2006) 2008) 2012) Nominal Bantuan Rp 100 ribu/bulan Rp 100 ribu/bulan Rp 150 ribu/bulan Total Rp 1,2 juta/rts Total Rp 700 Total Rp 1,35 juta/rts ribu/rts Pembayaran 4 tahap @Rp 300 ribu 2 tahap. Tahap 1 Rp 300 ribu, Tahap 2 Rp 400 ribu Alokasi Anggaran 2005: Rp 4,5 triliun 2006: Rp 18,8 triliun Rp 14,1 triliun Rp 25,6 triliun Realisasi Okt-Des 2005: Rp 4,47 Tahap I: 18,8 juta RTS triliun Rp 5,7 triliun Jan- Sep 2006: Rp 14,96 triliun 17,13 juta RTS (90,07%) Tahap 2: 18,7 juta RTS 7,5 triliun Sumber: Investors Daily Kompensasi BLSM yang direncanakan akan mencapai 18,5 juta rumah tangga sasaran (RTS) atau 74 juta jiwa bisa saja tidak mampu menangkis derasnya pertambahan jumlah orang miskin akibat dampak inflasi pasca kenaikan harga BBM. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 14
Sebagai ilustrasi, berdasarkan data BPS pada tahun 2011 jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah 30 juta jiwa atau sebesar 12,49 persen dari total penduduk. Menurut perhitungan BPS, 30 juta penduduk ini dianggap miskin karena pengeluaran per kapita mereka dibawah garis kemiskinan yang ditetapkan pemerintah yaitu Rp 233.740 per bulan. Dengan kata lain, mereka harus hidup hanya dengan uang sekitar Rp 7.700 per harinya. Jumlah penduduk miskin akan meningkat seiring dengan perubahan skenario Garis Kemiskinan. Sebagai contoh, pada tahun 2011, mereka yang hidup dengan pengeluaran per kapita 1,4 kali lipat dari Garis Kemiskinan ( Rp 233.740 X 1,4 = Rp 327.236 per bulan atau sekitar Rp 10.900 per hari ) mencapai 81,6 juta jiwa, atau 33,94 persen total penduduk. Tabel 2. Uji Sensitivitas Angka Kemiskinan Menurut Besaran Garis Kemiskinan (GK), 2011 Batas Rupiah Penduduk Miskin (juta) % < GK < 233.740 30 12,49 < 1,2 x GK < 280.488 57,2 23,78 < 1,4 x GK < 327.236 81,6 33,94 < 1,6 x GK < 373.984 102,4 42,6 < 1,8 x GK < 420.732 120 49,91 < 2 x GK < 467.480 135,8 56,52 Sumber : BPS Dengan kata lain, menggeser garis kemiskinan sedikit saja yaitu sebesar 1,4 kali lipat ternyata menghasilkan peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 41,6 juta (81,6 30 juta jiwa). Mereka ini adalah penduduk hampir miskin yang rentan oleh kenaikan harga BBM. Simulasi untuk skenario 2 kali lipat Garis Kemiskinan menunjukkan penduduk miskin bisa mencapai 135,8 juta jiwa atau setara dengan 56,52 persen total penduduk. Grafik 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Skenario Garis Kemiskinan (GK), 2011 160 140 120 100 80 60 40 20 60% 50% 40% 30% 20% 10% Penduduk Miskin (juta) % Penduduk Miskin 0 GK 1,2GK 1,4GK 1,6GK 1,8GK 2GK 0% Sumber : BPS Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 15
2. Temuan BPK Dalam Semester II Tahun Anggaran (TA) 2006, BPK melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas (1) Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada Departemen Sosial di Jakarta. BPK menemukan bahwa Pelaksanaan monitoring dan evaluasi (Monev) Program BLT sebesar Rp890,20 juta, yaitu untuk Monev oleh Menko Kesra Tahun 2005 sebesar Rp258,80 juta dan Monev Tahap II Tahun 2006 oleh Tim Pusat dengan biaya minimal sebesar Rp631,40 juta tidak efektif. 3. Ringkasan Hasil Temuan SMERU terhadap program BLT tahun 2005 dan 2008 1 Program BLT di masa lalu pun masih menyisakan banyak temuan antara lain: Sosialisasi di tingkat masyarakat sangat kurang dan sering bersifat nonformal. Masyarakat banyak yang tidak mengetahui bahwa di wilayahnya pernah ada pendataan yang dilakukan oleh ketua RT dan petugas pencacah BPS untuk menentukan keluarga miskin yang berhak menerima kompensasi. Masih terjadi kesalahan penetapan sasaran dan ketidaktercakupan penerima BLT karena verifikasi tidak berjalan dengan semestinya. Ditemukan beberapa keluarga/rumah tangga mampu yang mendapatkan kompensasi (leakage). Sebaliknya, banyak dijumpai keluarga/rumah tangga miskin yang tidak tercakup sebagai penerima kompensasi (undercoverage). Sebagian keluarga/rumah tangga miskin atau bahkan sangat miskin lainnya malah tidak menerima kompensasi tanpa disertai alasan yang jelas. Beberapa faktor yang diperkirakan menyebabkan ketidaktepatan hasil pendataan penerima kompensasi di antaranya: kurang memadainya jumlah pencacah dibanding jumlah keluarga/rumah tangga di wilayah tugasnya, kurangnya kemampuan/kapasitas sebagian pencacah dalam menyerap materi pelatihan serta mempraktikkannya di lapangan, dan kurang memadainya waktu pelatihan. Waktu pendataan secara keseluruhan yang terlalu singkat juga dinilai sebagai kendala utama pelaksanaan pendataan sehingga tidak semua tahapan dilakukan dengan baik dan benar. Berdasarkan penelitian di lapangan, dana kompensasi yang diterima kebanyakan sudah habis digunakan, bahkan ada yang habis dibelanjakan dalam sehari. Masih terjadi ketegangan dan bahkan konflik di tingkat masyarakat. Konflik bersumber dari kecemburuan sosial dan tidak transparannya proses verifikasi penerima program. Di beberapa daerah konflik tersebut bisa diredam melalui mekanisme lokal, yakni dengan membagikan sebagian dana BLT kepada nonpenerima. Pemotongan dana BLT terjadi di tingkat masyarakat dengan jumlah yang cenderung bertambah dan dilakukan secara sistematis. Keadaan ini tidak diantasipasi dan ditangani oleh aparat terkait, bahkan aparat cenderung menutup mata atas kondisi tersebut. Jumlah dana yang terbatas dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam jangka pendek menyebabkan masyarakat miskin harus bertindak rasional dengan tetap bekerja untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat. 1 Dikutip dari Rosfadhila, M. et al (2011), Kajian Cepat Pelaksanaan Progran Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2008 dan Evaluasi Penerima Program BLT 2005 di Indonesia, Jakarta, Lembaga Penelitian SMERU Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 16
4. Berbagai pendapat terkait Program Bantuan Tunai a. Prof. Suahasil Nazara dalam Rapat Dengar Pendapat di Badan Anggaran DPR-RI tanggal 8 Maret 2012 menyatakan antara lain: Kenaikan harga BBM memicu inflasi dan mengancam daya beli penduduk miskin. Dampak inflasi diperkirakan hanya sementara oleh karena itu perlindungan daya beli juga harus bersifat sementara. Konsep bantuan tunai tanpa syarat seperti BLSM cocok untuk meredam dampak sementara, seperti untuk meredam gejolak harga. Sedangkan konsep bantuan tunai dengan syarat seperti Program Keluarga Harapan (PKH) cocok untuk program jangka panjang karena dapat merubah perilaku,mencegah transmisi kemiskinan antar-generasi dan dampaknya dapat terlihat dalam jangka panjang. Data yang tersedia saat ini dapat dipakai untuk men-cover 30 % penduduk dengan status sosial ekonomi yang rendah. b. Dr. Anggito Abimanyu dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Anggaran DPR-RI tanggal 12 Maret 2012 menyatakan antara lain: Kenaikan harga BBM Rp 1.500/liter atau 33% sedikit diatas kewajaran. Dampak inflasi yang diakibatkan diperkirakan berada diatas 2 persen. Selain itu, ekspansi ekonomi akan terhambat serta angka kemiskinan meningkat. Kenaikan harga BBM yang wajar adalah Rp.1.000/liter atau 22%. Dampak inflasinya sekitar 2 persen. Kenaikan ini masih dibawah kenaikan pendapatan perkapita dalam 2 tahun 2010-2012 (25%). Kenaikan angka kemiskinan tidak akan seburuk yang diperkirakan karena tidak ada kenaikan harga Minyak Tanah. Dalam skenario kenaikan harga BBM Rp 1.000/liter, Kebutuhan BLSM mencapai Rp. 10 triliun atau Rp 100 ribu (10 juta Rumah Tangga Sasaran). Yang lebih dibutuhkan adalah kompensasi untuk percepatan BBG dan transportasi umum (Rp 15 triliun). c. Susidarto dalam opininya di koran Republika tanggal 13 Maret 2012 yang berjudul Bantuan Langsung Tekor berpendapat bahwa: Pengalaman selama ini dengan BLT tidak pernah menyelesaikan masalah kemiskinan. BLT bersifat jangka pendek dan lebih cocok untuk mengatasi keadaan dan situasi darurat seperti bencana alam. Tidak ada pembelajaran yang diambil dari fase BLT sebelumnya. Padahal kenaikan peristiwa kenaikan BBM sangat mungkin akan terulang kembali. Bantuan tunai seringkali disalahgunakan sebagian masyarakat. Mereka cenderung membelanjakan uang dari BLT untuk keperluan konsumtif, bukan untuk kebutuhan hidup yang vital dan mendesak. Bahkan sebelum BLT dibagikan, ada beberapa keluarga miskin yang berencana membeli barang konsumsi dengan cara mencicil sesuai dengan dana yang diterima tiap bulannya. Hampir mustahil mendapati keluarga miskin yang menggunakan dana bantuan tunai untuk modal usaha atau penciptaan lapangan kerja. Dana BLSM justru bisa memancing masyarakat untuk terjebak dalam budaya konsumerisme. Masyarakat harus memahami bahwa dana bantuan tunai yang mereka terima ditujukan untuk meringankan beban akibat kenaikan barang dan jasaa. Konsekuensinya dana tersebut harus bisa digunakan untuk sesuatu yang sifatnya jangka panjang. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 17
Lampiran a. Tren Kemiskinan Indonesia, 1996 2011 60 50 49.5 48.0 40 30 20 10 0 34.0 17.5 24.2 23.4 Tahun 38.7 37.9 38.4 37.3 36.1 Sumber: BPS b. Garis Kemiskinan Nasional dan Internasional, 2008 2011 NASIONAL DESA KOTA US$ 1,25/hari US$ 1,25/hari Rupiah Rupiah Rupiah (PPP) (PPP) 2008 182.636 161.831 160.968 204.896 227.074 2009 200.262 179.835 173.723 222.123 245.068 2010 211.726 192.354 179.682 232.989 253.475 2011 233.740 213.395 191.632 253.016 270.332 Sumber : TNP2K 35.1 19.1 18.4 18.2 17.4 16.7 16.0 39.3 17.8 37.2 35.0 32.5 31.0 30.0 16.6 15.4 14.2 13.3 12.5 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah Pend. Miskin % Pend. Miskin Penyusun : Donny Alverino Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 18
Sumber Abimanyu, A.(2012) RAPBN 2012 dan Kenaikan Harga BBM, presentasi pada Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Badan Anggaran DPR RI, 12 Maret 2012 Investors Daily (2012), BPS: Kenaikan BBM Picu Inflasi Akhir Tahun 7%, 2 Maret 2012 Investors Daily (2012), Dana BLT Rp 25 Triliun untuk 18,5 Juta Keluarga, 2 Maret 2012 Kementerian ESDM (2012), Langkah-langkah Pengendalian BBM Bersubsidi, disampaikan pada Rapat Kerja Komisi VII DPR-RI dengan Menteri ESDM, Jakarta, 28 Februari 2012 Kementerian ESDM (2012), Rencana Pengaturan BBM Bersubsidi, disampaikan pada Rapat Kerja Komisi VII DPR-RI dengan Menteri ESDM, Jakarta, 28 Februari 2012 Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan( 2012) Republika (2012), Bantuan Langsung Tekor, 13 Maret 2012 Rosfadhila, M. et al (2011), Kajian Cepat Pelaksanaan Progran Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2008 dan Evaluasi Penerima Program BLT 2005 di Indonesia, Jakarta, Lembaga Penelitian SMERU http://www.smeru.or.id/report/research/blt/blt2008_ind.pdf Nazara, S. (2012) Kenaikan Harga BBM dan Perlindungan Penduduk Miskin, presentasi pada Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Badan Anggaran DPR RI, 8 Maret 2012 TNP2K (2011), Benarkah Jumlah Penduduk Miskin Meningkat?, http://tnp2k.go.id/downloads/finish/27-publikasi-ulasan/74-ulasan-tnp2k/0.html http://www.bpk.go.id/doc/hapsem/2006ii/ikhtisar/bagian_ii/bab_xx_depsos.pdf Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI 19