2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber daya ikan yang telah dikaji oleh Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa perikanan tangkap di kabupaten Indramayu sudah over fishing. Kenapa hal ini terjadi apakah jumlah alat tangkap dan armada kapal perikanan yang ada saat ini sudah melebihi batas yang optimum? Bagaimana kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah di bidang perikanan tangkap baik sebelum maupun sesudah ditetapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah?. Khusus untuk efektivitas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya ikan perlu diketahui lebih lanjut adalah: (1) Apakah di dalam proses penyusunan kebijakan-kebijakan tersebut, sudah melibatkan masyarakat terkait dan bagaimana implikasinya di lapangan?. (2) Apakah kebijakan tersebut tidak menimbulkan konflik?. (3) Apakah kebijakan tersebut dapat dilaksanakan serta diterima masyarakat?. (4) Bagaimana dampak pemanfaatan sumber daya ikan terhadap aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, etika dan kelembagaan. Apabila hal tersebut telah dilaksanakan, maka akan diketahui status perikanan tangkap berdasarkan tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Berdasarkan penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa:
(1) Dari faktor ekologi terdapat tiga indikasi permasalahan, yaitu penangkapan sumber daya ikan berlebih (over fishing), kerusakan lingkungan, dan degradasi ekosistem pesisir (mangrove dan terumbu karang). (2) Dari faktor sosial ekonomi diperoleh informasi bahwa tingkat kesejahteraan dan pendapatan nelayan sangat rendah, sumber daya manusia rendah, serta belum ada budaya konservasi. (3) Dari faktor teknologi terlihat bahwa produksi perikanan sudah tinggi, masih terdapat alat tangkap ilegal seperti jaring arad serta penggunaan bom dan racun yang tidak ramah lingkungan. Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi aspek keberlanjutan pemanfaatan sumber daya ikan, salah satunya adalah RAPFISH (Rapid Appraisal for Fisheries). Metode RAPFISH adalah teknik analisis yang dipakai untuk mengevaluasi keberlanjutan suatu kegiatan perikanan secara multidisipliner. Teknik RAPFISH didasarkan pada teknik ordinasi (menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur) secara Multi Dimensional Scaling (MDS). MDS sendiri pada dasarnya merupakan teknik statistik melalui transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah. Dimensi dalam RAPFISH menyangkut aspek keberlanjutan ekologi, ekonomi, teknologi, sosial, etika dan kelembagaan. Setiap dimensi memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan keberlanjutan sebagaimana diisyaratkan dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) FAO1995. Menurut Imron (2000) terdapat tiga pendekatan yang dapat dipergunakan sebagai dasar pengelolaan sumber daya, yaitu (1) berdasarkan pertimbangan historis, (2) pertimbangan kepentingan ekonomi dan (3) pertimbangan aspek biooseanografi jangka panjang. Ketiga pendekatan ini sangat fungsional untuk dapat menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan pengalokasiannya bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Pembangunan perlu melandaskan 10
pada kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan untuk memastikan bahwa ketersediaan sumber daya alam dapat dinikmati oleh generasi berikutnya. Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987). Sumber daya ikan merupakan salah satu sumber daya hayati yang terbukti memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kesejahteraan bangsa. Sifat sumber daya ikan meskipun dapat diperbaharui (renewable) namun perlu kehati-hatian dalam pemanfaatannya untuk menjamin keberlanjutan. Hal ini dikarenakan, sifat dari sumber daya ikan yang dikenal open acces telah memberi peluang dan anggapan bahwa setiap orang berhak dan bebas memanfaatkan dan memiliki sumber daya tersebut secara bersama-sama (common property resources). Tidak ada pelarangan sekaligus privilage bagi orang per orang atau kelompok dalam memanfaatkan sumber daya ikan. Sifat sumber daya yang demikian menjadikan masyarakat perikanan banyak terjun dalam ranah perikanan tangkap. Usaha penangkapan memang diyakini mendatangkan keuntungan yang lebih besar dibanding ranah usaha perikanan lainnya seperti budidaya dan pengolahan. Upaya penangkapan diukur oleh seberapa besar produksi yang dihasilkan dari upaya tangkap. Sumber daya hayati yang melimpah ditambah sifat sumber daya yang open access mendorong masyarakat pemanfaat sumber daya ikan menjadikan produksi sebagai indikator dan target dalam pemenuhan aktivitas usaha penangkapan. Kondisinya menjadi berbahaya ketika upaya penangkapan tidak mengindahkan kaidah-kaidah keberlanjutan sumber daya. Akhirnya kelestarian sumber daya ikan menjadi terancam dan itu berarti keberlanjutan sumber daya juga terancam. 11
Tahapan kedua dalam kajian ini adalah mengetahui sejauh mana status perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu dengan mendasarkan pada pertimbangan berbagai aspek. Diketahuinya status perikanan bertujuan untuk menentukan langkah-langkah kebijakan yang perlu diambil dalam rangka pembangunan perikanan berkelanjutan. Penilaian kelestarian sumber daya ikan umumnya didasarkan pada parameter dimensi biologi dan ekonomi sebagai indikator. Dengan perubahan paradigma pembangunan menuju ke arah paradigma pembangunan berkelanjutan, maka penilaian kelestarian sumber daya ikan mencakup lebih banyak aspek yang menjadi fokus kajian. Interaksi aspek-aspek tersebut menjadi indikator bagi keberlanjutan usaha perikanan tangkap. Beberapa aspek tersebut antara lain adalah aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, etika dan kelembagaan. Keenam aspek ini dipandang cukup merepresentasikan dan dapat mengindikasikan status usaha perikanan yang dilakukan di suatu wilayah/unit analisis. Penilaian dimensi ini diturunkan lagi dalam berbagai atribut yang mencirikan dimensi tersebut dengan mengacu pada Alder et al. (2000). Aspek ekologi dan teknologi menjadi barometer utama dalam penilaian status. Hal ini dikarenakan begitu pentingnya keberlanjutan lingkungan perairan beserta ekosistem dan biota didalamnya yang merupakan landasan bagi dibangunnya aspek lainnya. Dimensi ekologi diturunkan lagi menjadi beberapa atribut penciri seperti status ekploitasi, variabel peremajaan, perubahan rantai makanan, jarak migrasi dan atribut lainnya. Selanjutnya upaya penangkapan tentu didorong oleh motif ekonomi dan pemenuhan kebutuhan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan usaha penangkapan tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial masyarakat perikanan/nelayan yang berada di wilayah tersebut dan memanfaatkan sumber daya ikan. Perilaku dan kondisi sosial 12
tersebut perlu dipotret untuk memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya ikan berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumber daya ikan tidak bisa dilepaskan dari pemanfaatan teknologi yang menjadi sarana dalam usaha perikanan tangkap. Untuk itu evaluasi terhadap dimensi teknologi beserta atribut pendukung juga tidak bisa dipisahkan. Pemanfaatan sumber daya ikan akan menjadi bias dan destruktif jika tidak dilandaskan pada kaidah-kaidah yang berlaku dan berkesesuaian dengan etika lingkungan. Tanpa mengindahkan etika lingkungan, maka jaminan kelestarian sumber daya ikan menjadi isapan jempol semata. Oleh karenanya, etika menjadi salah satu dimensi yang harus dikaji. Selanjutnya yang terakhir adalah dimensi kelembagaan. Kebijakan dan peraturan serta sumber-sumber aturan lokal yang berjalan di tengah masyarakat merupakan penentu bagi berjalannya arah usaha penangkapan. Aturan yang tidak berpihak dan bias, akan menghasilkan upaya-upaya penangkapan ynag destruktif dan pada gilirannya akan mengancam kelestarian sumber daya ikan. Indikator-indikator kelestarian sumber daya alam di atas sebelumnya telah diintrodusir dan diterima dalam komunitas ahli perikanan secara luas. Acuan dasar dalam penetapan dimensi dan atribut tersebut mengacu pada indikator yang dikembangkan oleh FAO dalam rangka implementasi CCRF 1995. Berdasarkan indikator tersebut dilakukan analisis status masing-masing aspek/dimensi kelestarian, apakah mendukung atau tidak terhadap kelestarian sumber daya ikan dalam suatu wilayah tertentu untuk jenis perikanan yang spesifik. Hasil analisis ini sangat penting agar dapat merumuskan kebijakan yang spesifik dapat dilakukan untuk aspek tertentu. Dasar dari penentuan status ini nantinya menjadi barometer dalam penentuan kebijakan apa yang harus dilakukan guna terjaminnya keberlanjutan sumber daya ikan. Adapun indikator 13
pembangunan perikanan bertanggung jawab berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Indikator pembangunan perikanan bertanggung jawab dan berkelanjutan ASPEK INDIKATOR Ekologi Ekonomi Sosiologi Teknologi Etika Kelembagaan Diolah dari Alder et al. (2000) Status eksploitasi Keragaman rekrutmen Tekanan terhadap terumbu karang Tekanan terhadap mangrove Tingkat abrasi Sektor tenaga kerja Sumber pemasukan lain Penghasilan terhadap UMR Sarana Ekonomi Besarnya subsidi Waktu Waktu perbaikan Peran masyarakat Partisipasi keluarga Frekuensi konflik Penanganan di atas kapal Penanganan pasca panen Alat tangkap destruktif Fish Aggregating Divice Alat tangkap selektif Pengaturan perundangan Ikan yang terbuang Perikanan ilegal Hak untuk memasarkan Mitigasi habitat Lembaga kemitraan Limited entry Intensitas pemanfaatan Zonasi peruntukkan Transparansi Perubahan ukuran ikan Penangkapan ikan sebelum dewasa Jarak migrasi Jumlah spesies tertangkap Sedimentasi Besarnya pasar Transfer keuntungan Kontribusi PAD GDP per orang Keuntungan Tingkat pendidikan Pengetahuan lingkungan Pertumbuhan tenaga kerja Jumlah tenaga kerja pemanfaat Sosialisasi terhadap isu perikanan Kekuatan alat tangkap Ukuran kapal Rambu lalu lintas Jenis alat tangkap Penyebaran TPI Mitigasi ekosistem Aturan pengelolaan Equity in entry Alternatif Kedekatan dan kepercayaan Fungsionalisasi Personil Penyuluhan Peraturan adat istiadat dan nilai-nilai Peraturan formal Setelah mengevaluasi kebijakan yang ada, maka akan dicari suatu alternatif alokasi jumlah alat tangkap yang optimum dioperasikan menurut 14
jenisnya di wilayah perairan kabupaten Indramayu sebagai salah satu alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan melalui analisis tingkat efisiensi pemanfaatan menggunakan metode Data Envelope Analysis (DEA). DEA merupakan pengukuran efisiensi yang bersifat bebas nilai (value free) karena didasarkan pada data yang tersedia tanpa harus mempertimbangkan penilaian (judgement) dari pengambil keputusan (Korhumen et.al., 1998 dalam Fauzi dan Anna, 2005). Pada analisis ini dibutuhkan data output (penerimaan bersih dan tenaga kerja) dan input (investasi, biaya per trip, biaya tetap, GT kapal serta jumlah hari dalam 1 trip. Selanjutnya dalam melakukan analisis tersebut juga harus memperhatikan peraturan perundang-undangan nasional yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya serta memperhatikan ketentuan internasional seperti CCRF 1995. Adapun tujuan dan target dari pengelolaan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan nelayan, meningkatkan PAD perikanan tangkap, menyerap tenaga kerja perikanan, dan mewujudkan perikanan tangkap berkelanjutan yang didasarkan pada pembangunan nasional berkelanjutan dengan memperhatikan aspek sosial, budaya, ekonomi, ekologi, hukum dan teknologi. Penyusunan analisis kebijakan pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Kabupaten Indramayu dijelaskan pada diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian seperti pada Gambar 1 berikut ini. 15
SUMBER DAYA IKAN (Jenis, Sebaran, Potensi Lestari/MSY) Upaya Penangkapan Hasil Tangkapan Otonomi daerah KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN Tingkat Pemanfaatan EKOLOGI Over fishing Kerusakan Lingkungan Perairan, Lingkungan Pesisir STATUS PERIKANAN TANGKAP SOSIAL EKONOMI Kesejahteraan Rendah, Tidak Ada Budaya Konservasi, SDM Rendah TEKNOLOGI Berbagai jenis alat tangkap, ukuran kapal, dan fishing ground yang semakin jauh EVALUASI KEBIJAKAN Partisipasi Masyarakat Peraturan Perundang-undangan Pembangunan Berkelanjutan Sosiologi Ekonomi Budaya Teknologi Hukum Ekologi Ketentuan Internasional Alternatif Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN TUJUAN DAN TARGET PENGELOLAAN Peningkatan Kesejahteraan dan Pendapatan Nelayan, Peningkatan PAD Perikanan Tangkap, Penyerapan Tenaga Kerja Perikanan, Mewujudkan Perikanan Tangkap Berkelanjutan Gambar 1 Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian. Keterangan: Batas Penelitian Feed Back Keterkaitan dan Hubungan 16