KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Alah SWT, atas rahmat dan ridho NYA, penyusunan LAKIP tahun 2007 dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Kewajiban menyusun LAKIP didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Tahun 2007 merupakan tahun ke 7, Departemen Kehutanan menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Departemen Kehutanan (LAKIP Dephut), sebagai laporan pertanggungjawaban Departemen Kehutanan dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan organisasi. Melalui LAKIP Dephut tahun 2007, Departemen Kehutanan melaporkan kinerjanya yang diukur dari pencapaian kinerja misi, sasaran, program, dan kegiatan yang dilakukan pada tahun 2007, sesuai yang tertuang dalam Rencana Stratejik Dephut 2005 2009 dan Rencana Kinerja Dephut Tahun 2007. Pengukuran pencapaian kinerja dilakukan dengan merujuk pada indikator kinerja input, output, dan outcome, yang telah ditetapkan dan direalisasikan per tahun. LAKIP Dephut Tahun 2007 disusun berdasarkan masukan dari seluruh unit kerja lingkup Dephut. Laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai seberapa jauh keberhasilan dan kegagalan Departemen Kehutanan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pada tahun 2007. Semoga laporan ini dapat bermanfaat. Jakarta, Maret 2008 Menteri Kehutanan ttd H.M.S. Kaban
IKHTISAR EKSEKUTIF Departemen Kehutanan dalam Rencana Stratejik tahun 2005-2009 telah menetapkan visi Terwujudnya kelestarian hutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari visi tersebut, telah ditetapkan 6 misi. Misi tersebut dipandang sebagai misi yang amat penting dan stratejik karena mendasari kebijakan, program, dan kegiatan Departemen Kehutanan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. Sesuai Dengan Renja Dephut tahun 2007, visi Departemen Kehutanan dicapai melalui 6 misi, 14 tujuan, dan 33 sasaran, yang dilaksanakan melalui 5 kebijakan prioritas, 10 program, dan 51 kegiatan yang dilakukan pada tahun 2007. Sesuai pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang tertuang dalam surat keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara No. 239/IX/6/8/2003 tahun 2003, kinerja Departemen Kehutanan diukur dengan mengukur pencapaian indikator kinerja (masukan, keluaran, dan hasil) kegiatan pembangunan kehutanan yang dilakukan pada tahun 2007. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kinerja Departemen Kehutanan pada tahun 2007 adalah sebesar 81,28%, sedangkan tahun 2006 sebesar 87,79% dan tahun 2005 sebesar 90,60%. Nilai pencapaian persentase (%) kinerja hasil ini menurun dari tahun ketahun, tetapi hasil fisik yang didapatkan jauh lebih besar karena anggaran yang tersedia jauh lebih besar dari tahun sebelumnya. Dari total anggaran pembangunan kehutanan yang tersedia pada tahun 2007 sebesar Rp. 6.724.549.072.000,- realisasi pelaksanaannya sebesar 50,64% atau Rp. 3.405.613.613.000. Pelaksanaan anggaran ini sangat dipengaruhi oleh sistem penganggaran berbasis kinerja yang belum mantap. Pada sistem ini mekanisme pertanggungjawaban anggaran semakin kompleks dan ada ketentuan keharusan untuk seluas-luasnya melibatkan berbagai pihak dalam setiap kegiatan. Pencapaian kinerja hasil pembangunan kehutanan tahun 2007 per program, yang nilainya masing-masing adalah sebagai berikut: ii
NO. PROGRAM Hasil Kinerja (%) 1 Pemantapan Pemanfaatan potensi SDH 81,64 2 Peningkatan kualitas dan akses informasi SDA dan LH 75,00 3 Rehabilitasi dan Pemulihan cadangan SDA 80,41 4 Pengembangan Kapasitas pengelolaan SDA 80,00 5 Pemantapan keamanan dalam negeri 74,81 6 Perlindungan dan konservasi SDA 72,84 7 Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan 84,99 8 Penelitian dan Pengembangan IPTEK 81,64 9 Pendidikan Kedinasan 80,70 10 Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara 96,83 Rata-rata 81,28 Melihat pencapaian hasil di atas, Departemen Kehutanan tahun 2007 memiliki kinerja sebesar 81,28%, dibandingkan tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 7,66% (tahun 2006 sebesar 88,94%). Hasil-hasil yang pelaksanaan kinerja pembangunan kehutanan tahun 2007, antara lain : 1. Program Pemantapan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan dengan hasil peta paduserasi provinsi Kalimantan Tengah; data dan dokumen pengukuhan kawasan hutan di 12 provinsi; penyelesaian permasalahan pengukuhan kawasan hutan di 2 provinsi; penyelesaian proses tukar menukar kawasan hutan untuk pembangunan non kehutanan di 12 lokasi; sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari 19 sertifikat seluas 1.774.820 ha; ekspor panel kayu 2,67 juta ton dan iii
wood working 1,6 juta ton; jumlah pulp yang dihasilkan tahun 2007 sebanyak 5,5 juta ton; pngkayaan dan pemeliharaan hasil pengkayaan di 4 provinsi (Sumbar, Kalbar, Kaltim, Kalsel); pnerimaan PNBP dari 16 provinsi penghasil; buku Pedoman actionplan pembangunn KPH tingkat nasional; pembangunan areal model HHBK seluas 295 ha. 2. Program Peningkatan kualitas dan akses informasi SDA dan LH, dengan hasil data dan informasi neraca sumber daya hutan (NSDH) 33 provinsi; data luas dan persebaran penutupan lahan sebanyak 300 lembar peta; data penutupan lahan di Sumatera dan Sulawesi; data tematik kehutanan di 29 provinsi 3. Program Rehabilitasi dan Pemulihan cadangan SDA, dengan hasil pembangunan Gerhan dengan hutan tanaman reboisasi seluas 28.536 ha, tanaman hutan rakyat 51.016.944 ha, tanaman hutan mangrove 2.911 ha, dan tanaman silvikultur intensif 2.276 ha, HTI 447.982 ha, Perum Perhutani 201.564 ha, hutan meranti 2.799 ha; bangunan konservasi tanah (dam, embung, sumur resapan) sebanyak 2.568 unit; pembangunan areal model hutan rakyat 500 ha, dan areal model wanatani 140 ha; rencana teknik tahunan tahun 2007 di 23 DAS; Indonesia menanam 79 juta batang; perempuan menanam 12 juta batang; dan penanaman kemitraan dengan 32 ormas sebanyak 3,2 juta batang. 4. Program Pengembangan Kapasitas pengelolaan SDA, dengan hasil pembangunan hutan kemasyarakatan tahun 2007, program HKm melibatan masyarakat sebanyak 57 Kelompok Tani terbaik (6.742 KK), dengan luas lahan 8.811,06 Ha di Lampung, DIY, dan NTB. Untuk mendorong upaya pengentasan kemiskinan dan rehabilitasi kawasan hutan Negara, Wapres RI menetapkan target penetapan areal kerja dan ijin usaha pemanfaatan HKm seluas 400.000 Ha tahun 2009, dan 2,1 juta ha tahun 2015; pemberdayaan masyarakat (PHBM) di areal IUPHHK-HA 16.015 KK dan IUPHHK-HTI 30.557 KK; pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) 1,6 juta KK; peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan konservasi 425.764 KK di 1.333 desa; peningkatan usaha masyarakat di sekitar hutan produksi 29 provinsi, 58 desa, 1.160 KK. 5. Program Pemantapan Keamanan Dalam Negeri, dengan hasil pelatihan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC), Diklat Polhut dan PPNS sebanyak 8.153 orang, jumlah SPORC 893 orang 11 provinsi; operasi Represif dan operasi Polhut khusus 11 paket, dengan hasil iv
operasi kayu 37.105 batang/126.928 m3, alat berat 8 unit, kapal 7 unit, truk 16 unit, mobil 3 unit, satwa 424 ekor, dan lahan perambahan 416,43 ha; rapat kerja pengamanan hutan dengan instansi terkait; penanganan perkara tindak pidana kehutanan 1 paket; pelanggaran pencurian kayu tahun 2007 sebanyak 293 kasus (2006 : 1422 kasus), kebakaran hutan 11 kasus (2006: 28 kasus), perambahan 39 kasus (2006 : 84 kasus). Terjadi penurunan kasus pelanggaran kehutanan pada tahun 2007; perbaikan tata usaha hasil hutan (SAKB, faktur, SKAU, log tracking atau barcode system). 6. Program Perlindungan dan Konservasi SDA, dengan hasil pemantauan hotspot di 25 provinsi, dimana tahun 2007 jumlah hotspot yang teridentifikasi dalam kawasan hutan 343 titik, dan di lahan 1.081 titik; koordinasi pengendalian kebakaran hutan, pengendalian kebakaran lahan dan hutan di di BKSDA/BTN rawan kebakaran di 11 porpinsi; pembentukan masyarakat peduli api di Bengkulu, Sumbar, Sumut, Sulsel, dan Kalbar; inventarisasi areal bekas kebakaran di Riau, Jambi, TN Ciremai, TN Gunung palung, dan kalimantan Tengah; Pengelolaan jasa lingkungan dan jasa wisata di 10 lokasi. 7. Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK, dengan hasil teknologi pengembangan jenis-jenis pohon dan rehabilitasi sebanyak 55 kegiatan; teknologi peningkatan produktivitas hutan sebanyak 198 kegiatan; teknologi pengelolaan dan pelestarian keanekaragaman hayati sebanyak 141 kegiatan; teknologi pembuatan, pengelolaan, pemanfaatan HHBK dan jasa hutan; tehnik pengkayaan dan inventarisasi hutan alam 17 kegiatan, dan model dan pola partisipasi masyarakat sebanyak 35 kegiatan. 8. Program Pendidikan Kedinasan, dengan hasil jumlah yang terdidik di SKMA Manokwari, Diploma IV penyuluhan dan S1 kerjasama, 253 orang; jumlah aparatur yang mengikuti diklat perencanaan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, perlindungan hutan dan pengamanan hutan, bidang administrasi kepemimpinan 3.463 orang. 9. Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara, dengan hasil laporan hasil pemeriksaan reguler, PNBP, khusus, lainnya, pencermatan kerjasama dan BLN, aset IKMN, evaluasi pencapaian DIPA th 2007, evaluasi pencermatan lainnya 369 LHA; v
laporan evaluasi SAKIP dan SAI; laporan pembinaan wilayah 15 provinsi. 10. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan, dengan hasil arahan kebijakan Departemen kehutanan 288 dokumen; penerimaan negara bukan pajak Dana Reboisasi 1.358,78 milyar, PSDH 670,09 milyar, IHPH dan IHPHTI 76,01 milyar; fasilitasi konvensi internasional dan internalisasi konvensi internasional dan perencanaan kehutanan 33 propinsi; kerjasama lintas sektor dan international (Fleg, MOU dengan Inggris, China, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Norwegia); penyusunan peraturan perundang-undangan bidang kehutanan; Laporan perkembangan kredit KUK DAS, KUPA, KUHR Penegakan hukum masalah hutan dan lingkungan masih menjadi masalah besar yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan. Kejahatan bidang kehutanan sangat komplek dan dampaknya tidak dirasakan secara langsung secara singkat tetapi dampak yang ditimbulkan jangka panjang. Tidak efektifnya penegakan hukum terutama disebabkan oleh kurangnya kemauan untuk melakukan tindakan. Sebaliknya, justru banyak faktor yang mendukung lemahnya penegakan hukum, antara lain: lemahnya kelembagaan, peraturan perundangan yang kurang realistis, lemahnya sistem pengawasan serta penyalahgunaan wewenang. Menghadapi permasalahan tersebut diatas, maka Departemen kehutanan akan terus meningkatkan kinerjanya, terutama kinerja dari 5 kebijakan prioritas dan dijabarkan ke daalam 19 fokus kegiatan yang telah ditetapkan. Peningkatan kinerja ini akan tercapai dengan meningkatkan kerjasama dengan semua pihak (stakeholders), terutama dengan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. vi
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... IKHTISAR EKSEKUTIF... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... i ii vii viii ix I. PENDAHULUAN... 1 A. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, DAN FUNGSI... 1 B. STRUKTUR ORGANISASI... 1 C. LINGKUNGAN STRATEGIS YANG BERPENGARUH... 3 II. PERENCANAAN STRATEJIK... A. RENCANA STRATEJIK... 8 1. VISI... 8 2. MISI... 8 3. TUJUAN... 8 4.... 10 5. CARA MENCAPAI TUJUAN DAN... 10 B. RENCANA KINERJA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2007... 18 III. AKUNTABILITAS KINERJA... 19 A. PENGUKURAN KINERJA... 19 1. KINERJA PROGRAM PEMBANGUNAN KEHUTANAN... 21 2. KINERJA MISI PEMBANGUNAN KEHUTANAN... 28 3. KINERJA VISI PEMBANGUNAN KEHUTANAN... 34 B. ASPEK KEUANGAN... 35 C. PERMASALAHAN... 36 vii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Misi, Jumlah Sasaran, Program, dan Jumlah Kegiatan Sesuai Renstra Dephut 2005-2009 dan Renja Dephut 2007... 19 Tabel 2. Hasil Pengukuran Kinerja Program... 21 Tabel 3. Hasil Pengukuran Kinerja Sasaran, tujuan, dan misi Pembangunan Kehutanan Tahun 2007... 29 Tabel 4. Alokasi dan Realisasi Anggaran Departemen Kehutanan Tahun 2007... 35 viii
DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Sebaran Pegawai Departemen Kehutanan Berdasarkan Pendidikan dan Jenis Kelamin... 3 ix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Matrik Renstra-Kl Departemen Kehutanan Tahun 2005-2009... 38 Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2007... 47 Lampiran 3. Pengukuran Kinerja Kegiatan... 68 Lampiran 4. Pengukuran Pencapaian Sasaran... 84 x
I. PENDAHULUAN A. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, DAN FUNGSI Berdasarkan Keppres Nomor 187/M Tahun 2004 Tentang Susunan Kabinet Indonesia Bersatu, telah ditunjuk Menteri Kehutanan yang tergabung didalam Menteri Negara Kabinet Indonesia Bersatu, untuk membantu melaksanakan sebaik baiknya tugas Presiden didalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI, disebutkan bahwa Menteri memimpin Departemen dan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Departemen adalah unsur pelaksana Pemerintah. Departemen Kehutanan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kehutanan. Dalam melaksanakan tugasnya, Departemen Kehutanan menyelenggarakan fungsi: 1. perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang kehutanan; 2. pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya; 3. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya; 4. pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 5. penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. B. STRUKTUR ORGANISASI Untuk dapat menampung tugas dan fungsi pokok tersebut di atas, maka telah ditetapkan susunan organisasi Departemen sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005, sebagai berikut: a. Menteri; b. Sekretaris Jenderal; c. Direktorat Jenderal; d. Inspektorat Jenderal; e. Badan dan/atau Pusat; f. Staf Ahli. Susunan organisasi Departemen Kehutanan ditetapkan didalam peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 tentang Organisasi Dan 1
Tata Kerja Departemen Kehutanan. Tugas setiap unit kerja di dalam susunan organisasi Departemen Kehutanan, adalah sebagai berikut: 1. Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas dan administrasi Departemen. 2. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam. 3. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial. 4. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan produksi kehutanan. 5. Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen. 6. Badan Planologi Kehutanan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan perencanaan makro di bidang kehutanan dan pemantapan kawasan hutan. 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan. 8. Staf Ahli Bidang Kelembagaan mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah kelembagaan dan sumberdaya manusia. 9. Staf Ahli Bidang Ekonomi mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah ekonomi kehutanan. 10. Staf Ahli Bidang Lingkungan mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah lingkungan hidup. 11. Staf Ahli Bidang Kemitraan mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah kemitraan kehutanan. 12. Staf Ahli Bidang Penanganan Perkara Kehutanan mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah perkara kehutanan. Struktur organisasi Departemen Kehutanan adalah sebagai berikut: MENTERI KEHUTANAN SAM I s/d V ITJEN SETJEN DITJEN BPK DITJEN RLPS DITJEN PHKA BAPLAN BALITBANG 2
C. LINGKUNGAN STRATEGIS YANG BERPENGARUH Departemen Kehutanan dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, dipengaruhi oleh kondisi lingkungan stratejik, baik internal maupun eksternal. Lingkungan internal berasal dari aspek-aspek sumberdaya manusia (SDM), peraturan perundang-undangan, sarana dan prasarana, keuangan, dan kelembagaan. Sedangkan lingkungan eksternal berasal dari aspek-aspek ekologi, sosial, dan ekonomi, karena pembangunan kehutanan ke depan ditujukan untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari yang dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang secara umum tercermin pada kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi. 1. Lingkungan Internal a. Aspek Sumber Daya manusia SDM sangat berpengaruh dalam pencapaian suatu program. Berdasarkan data 28 Desember 2007, jumlah pegawai Departemen Kehutanan sebanyak 17.170 orang. Berdasarkan pendidikan, pegawai Departemen Kehutanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 78 orang S3, 845 orang S2, 4.192 orang S1/D4, 587 orang D3, 10.251 orang SLTA, 648 orang SLTP, dan 569 orang SD. Kondisi pegawai berdasarkan pendidikan dapat dilihat dalam grafik berikut: 12000 10000 Perempuan Laki-laki 8000 6000 4000 2000 0 S3 S2 S1/D4 D3 SLTA SLTP SD Grafik 1. Sebaran Pegawai Departemen Kehutanan berdasarkan Pendidikan dan Jenis Kelamin Peningkatan kompetensi SDM Departemen Kehutanan telah dilakukan melalui pendidikan formal dan pelatihan di dalam dan luar negeri. Sedangkan untuk meningkatkan kinerja pegawai agar lebih profesional di bidang tugasnya, para pegawai Departemen 3
Kehutanan dianjurkan untuk meniti karir di jabatan fungsional (jabfung). a. Aspek Peraturan Perundangan Perangkat perundang-undangan memberikan legitimasi yang diperlukan Departemen Kehutanan dalam melaksanakan wewenang dan tanggungjawabnya dengan mengingat pembatasan-pembatasan tertentu yang diberlakukan. Ketentuan perundang-undangan yang berlaku berupa produk legalilasi yang dicapai melalui berbagai tahap dan proses serta melibatkan banyak pihak yang berkepentingan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara prosedural ketentuan perundangundangan, dalam konteks kehutanan menjadi domain Departemen, telah mencerminkan perhatian, harapan, persepsi dari unsur-unsur pemangku kepentingan mengenai tugas pokok dan fungsi Departemen Kehutanan. b. Aspek Sarana dan Prasarana Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Departemen Kehutanan memiliki berbagai fasilitas utama, antara lain: Tanah senilai Rp 84,51 Milyar Peralatan dan mesin senilai Rp 1,74 trilyun Gedung dan bangunan senilai Rp 340,28 Milyar Jalan, irigasi dan jaringan senilai Rp 35,23 Milyar Asset tetap lainnya senilai Rp 39,28 Milyar d. Aspek Sumber Daya Keuangan Sumber daya keuangan merupakan faktor yang menentukan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi guna merealisasikan tujuan dan sasaran organisasi yang telah ditetapkan. Pada tahun 2007 total alokasi anggaran Departemen Kehutanan adalah sebesar Rp6.724.549.072.000,00. Anggaran ini dibagi kedalam 2 jenis sumber anggaran, yaitu yang tercantum dalam DIPA 29 sebesar Rp2.503.920.399.000,00 dan dalam DIPA 69 Luncuran sebesar Rp1.259.672.026.000,00, dan DIPA 69 Murni sebesar Rp2.960.956.647.000,00. e. Aspek Kelembagaan Penyelenggaraan kehutanan, selain dilakukan oleh pemerintahan pusat (sesuai susunan organisasi di atas), juga dilakukan oleh pemerintahan daerah. Sesuai dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Penyelenggaraan Kehutanan di daerah terdiri dari : 4
1. Desentralisasi/pelimpahan wewenang dan tanggung jawab berada di Provinsi dan Kabupaten/Kota; 2. Dekonsentrasi yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kehutanan; 3. Perbantuan, tugas-tugas pusat dilaksanakan oleh daerah. Dalam melaksanakan dekonsentrasi, Departemen Kehutanan memiliki 180 UPT yang terdiri dari Balai Pengelolaan DAS (36 unit); Balai Pemantapan Kawasan Hutan (17 unit); Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (2 unit); Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (8 unit), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (19 unit), Balai Besar Taman Nasional (8 unit) Balai Taman Nasional (42 unit), Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (18 unit), Balai Besar Litbang (2 unit), Balai Litbang Kehutanan (14 unit), Balai Persuteraan Alam (1 unit), Balai Diklat Kehutanan (7 unit), Balai Perbenihan dan Tanaman Hutan (6 unit). Untuk mencapai sinkronisasi-koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kehutanan di pusat dan daerah melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 103/Menhut- II/2004, Departemen kehutanan membentuk Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional di 4 Regional, masing-masing: Regional I wilayah Sumatra; Regional II wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara; Regional III wilayah Kalimantan, Regional IV wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua. 2. Lingkungan Eksternal a. Aspek Ekologi Sampai dengan tahun 2007, dari kawasan hutan Indonesia seluas 120,35 juta ha, yang telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan adalah seluas 109,9 juta ha. Kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan konservasi seluas 23,24 juta ha, hutan lindung seluas 29,1 juta ha, hutan produksi terbatas seluas 16,21 juta ha, hutan produksi seluas 27,74 juta ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 13,67 juta ha. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, hutan dan perairan Indonesia memiliki kekayaan alam hayati yang tinggi, tercermin dengan keanekaragaman jenis satwa dan flora. Sejauh ini kekayaan tersebut diindikasikan dengan jumlah mamalia 515 jenis (12% dari jenis mamalia dunia), 511 jenis reptilia (7,3% dari jenis reptilia dunia), 1.531 jenis burung (17% jenis burung dunia), 270 jenis amphibi, 2.827 jenis binatang tak bertulang, dan 38.000 jenis tumbuhan (Bappenas, 2003). 5
Populasi dan distribusi kekayaan tersebut saat ini mengalami penurunan sebagai akibat pemanfaatan Sumber Daya Hutan (SDH) yang kurang bijaksana antara lain: pemanfaatan yang berlebihan (flora/fauna), perubahan peruntukan kawasan hutan (legal dan illegal), bencana alam, dan kebakaran hutan. b. Aspek Sosial Berdasarkan sensus penduduk BPS tahun 2003, mengindikasikan jumlah penduduk Indonesia mencapai 220 juta orang. CIFOR (2004) dan BPS (2000) menggambarkan bahwa kurang lebih 48,8 juta diantaranya tinggal di sekitar kawasan hutan dan sekitar 10,2 juta orang diantaranya tergolong dalam kategori miskin. Penduduk yang bermata pencaharian langsung dari hutan sekitar 6 juta orang dan sebanyak 3,4 juta orang diantaranya bekerja di sektor swasta kehutanan. Secara tradisi, pada umumnya masyarakat tersebut memiliki mata pencaharian dengan memanfaatkan produk-produk hutan, baik kayu maupun bukan kayu (al. rotan, damar, gaharu, lebah madu). Keadaan pendidikan dan kesehatan penduduk sekitar hutan pada umumnya tidak sebaik di perkotaan. Akses terhadap fasilitas tersebut di atas dapat dikatakan rendah. Seiring dengan kondisi tersebut, sanitasi perumahan dan lingkungan serta fasilitas umum masih kurang memadai. Dengan meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk di dalam dan sekitar kawasan hutan, kondisi kualitas sosial penduduk di sekitar hutan secara umum menurun. c. Aspek Ekonomi Pemanfaatan hutan secara komersial terutama di hutan alam, yang dimulai sejak tahun 1967, telah menempatkan kehutanan sebagai penggerak perekonomian nasional. Indonesia telah berhasil merebut pasar ekspor kayu tropis dunia yang diawali dengan ekspor log, kayu kergajian, kayu lapis, dan produk kayu lainnya. Selama 1992-1997 tercatat devisa sebesar US$ 16.0 milyar, dengan kontribusi terhadap PDB termasuk industri kehutanan rata-rata sebesar 3,5 % (BPS, 2004). Pada tahun 2003 ekspor kehutanan secara resmi dilaporkan sejumlah US$ 6,6 milyar atau sekitar 13,7 % dari nilai seluruh ekspor non migas. Ekspor tersebut terdiri dari kayu lapis, kayu gergajian, dan kayu olahan sebesar US$ 2,8 milyar, pulp and paper sebesar US$ 2,4 milyar dan furniture sebesar US$ 1,1 milyar dan sisanya berasal dari kayu olahan lain. Tetapi menurut perkiraan, karena tidak tercatat seluruhnya jumlah tersebut dapat mencapai lebih dari US$ 8,0 milyar, (CIFOR, 2003). Sungguhpun demikian masa keemasan industri kehutanan mulai tahun 1990 mengalami penurunan. Hal tersebut digambarkan 6
antara lain dengan penurunan jumlah unit pengusahaan hutan (HPH) dari 560 unit (tahun 1990) dengan ijin produksi 27 juta m3, menjadi 270 unit HPH (tahun 2002) dengan ijin produksi 23,8 juta m3. Penurunan berlanjut pada tahun 2003 dengan ijin produksi 6,8 juta m3 dan tahun 2004 dengan ijin produksi 5,8 juta m3. Penerimaan pemerintah dari pungutan Dana Reboisasi (DR), Bunga Jasa Giro DR, Provisi Sumber Daya hutan (PSDH), dan Iuran Hak Pengusahaan Hutan pada tahun 2007 Rp. 2,10 trilyun. Pembangunan kehutanan sejauh ini memiliki kontribusi yang besar terhadap pembangunan wilayah. Hal ini ditunjukkan dengan terbukanya wilayah-wilayah terpencil melalui ketersedian jalan HPH bagi masyarakat di dalam dan sekitar hutan, bertambahnya kesempatan kerja, peningkatan pendapatan pemerintah daerah dan masyarakat. 7
II. PERENCANAAN STRATEJIK A. RENCANA STRATEJIK 1. VISI Sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 3, kondisi hutan dan kehutanan Indonesia serta persetujuan DPR-RI periode 2004-2009, visi pembangunan kehutanan ditetapkan sebagai berikut : Terwujudnya Penyelenggaraan Kehutanan untuk Menjamin Kelestarian Hutan dan Peningkatan Kemakmuran Rakyat Berdasarkan visi tersebut, Departemen Kehutanan menyelenggarakan pengurusan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal dan lestari serta untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. 2. MISI Berdasarkan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 5 tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta persetujuan DPR-RI periode 2004-2009 tanggal 1 Desember 2004, Departemen Kehutanan telah menetapkan 6 misi dalam pembangunan kehutanan, yaitu: 1) Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional. 2) Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem perairan yang meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu, non kayu dan jasa lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari. 3) Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). 4) Mendorong peran serta masyarakat. 5) Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. 6) Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah. 3. TUJUAN Tujuan yang ditetapkan Departemen Kehutanan berdasarkan misi yang diemban, adalah sebagai berikut: Tujuan dari misi 1: Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional, adalah untuk: 8
a. Terselenggaranya pengukuhan kawasan hutan; b. Terjamin dan optimalnya luas dan fungsi kawasan hutan. Tujuan dari misi 2: Mengoptimalkan aneka fungsi hutan dan ekosistem perairan yang meliputi fungsi konservasi, lindung dan produksi kayu, non kayu dan jasa lingkungan untuk mencapai manfaat lingkungan sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari, adalah untuk: a. Terselenggaranya pengaturan dan pengurusan pengelolaan hutan; b. Terselenggaranya pengaturan dan pengurusan rehabilitasi dan reklamasi hutan; c. Termanfaatkannya sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan prinsip kelestarian; d. Terselenggaranya pengaturan dan pengurusan perencanaan kehutanan; e. Berperan aktif dalam memanfaatkan perjanjian global tentang kehutanan dan lingkungan; f. Meningkatkan efektifitas pengelolaan hutan di propinsi, kabupaten/kota; g. Terselenggaranya penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan. Tujuan dari misi 3: Meningkatkan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS), adalah untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan untuk mendukung sistem penyangga kehidupan. Tujuan dari misi 4: Mendorong peran serta masyarakat, adalah untuk: a. Terbangunnya masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan kehutanan; b. Mewujudkan aparatur kehutanan yang bersih dan berwibawa. Tujuan dari misi 5: Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan, adalah untuk mewujudkan ketahanan usaha di bidang kehutanan. Tujuan dari misi 6: Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah, adalah untuk mewujudkan sinkronisasi peraturan perundangan. 9
4. Sasaran prioritas pencapaian visi jangka menengah Departemen Kehutanan (2005-2009), adalah sebagai berikut: 1) Tercapainya desentralisasi pembangunan kehutanan yang didukung oleh stakeholder dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pelestarian sumberdaya hutan; 2) Pemberantasan pencurian kayu dan perdagangan kayu ilegal; 3) Penerapan prinsip pengelolaan hutan lestari antara lain dengan membangun minimal satu unit pengelolaan hutan di setiap provinsi: 4) Penambahan pembangunan hutan tanaman sehingga mencaapai seluas 5 juta ha dan rehabilitasi hutan dan lahan seluas 5 juta ha; 5) Pembentukan 20 unit Taman Nasional mmodel; 6) Revitalisasi dan pengembangan hutan rakyat terutama di luar pulau Jawa; 7) Revitalisasi 282 DAS prioritas agar berfungsi secara optimal; 8) Pengembangan aneka usaha kehutanan non kayu dan jasa lingkungan secara komersial; 9) Peningkatan penyerapan tenaga tenaga kerja sebesar 3-10% dan pendapatan masyarakat di dalam dan sekitar hutan sebesar 3-4%; 10) Pengukuhan kawasan hutan seluas 12 juta ha. Berdasarkan visi dan misi Departemen Kehutanan dan dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, maka sesuai dengan tujuan di atas, telah ditetapkan sasaran pembangunan kehutanan selama 5 tahun (2005-2009) sejumlah 35 sasaran. 5. CARA MENCAPAI TUJUAN DAN Cara untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas, dilakukan melalui kebijakan, program, dan kegiatan pokok, sebagai berikut: a. Kebijakan Untuk mencapai sasaran pembangunan jangka menengah sebagaimana diuraikan sebelumnya, Departemen Kehutanan menetapkan 5 kebijakan prioritas periode 2005-2009, yang 10
ditetapkan melalui surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.456/Menhut-VII/2004, yaitu sebagai berikut: 1) Pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan perdagangan kayu illegal; Kebijakan ini dimaksudkan : a) Menegakkan kepastian hukum dibidang kehutanan. b) Mendorong iklim usaha di bidang kehutanan secara sah dan benar. c) Meningkatkan partisipasi berbagai pihak serta masyarakat dalam melestarikan hutan. d) Menjamin keberadaan hutan sebaagai model pembangunan. 2) Revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan; kebijakan ini dimaksudkan : a) Menciptakan industri kehutanan yang tangguh dan mampu bersaing secara global serta mewujudkan struktur industri pengolahan kayu yang efisien dan berwawasan lingkungan yang dapat menghasilkan produk bernilai tinggi dan berdaya saing global. b) Mewujudkan produk kehutanan yang memenuhi standar nasional dan internasional, termasuk standar PHL. c) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja. d) Meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara. e) Mewujudkan PHL mendukung pengembangan industri kehutanan. 3) Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan; kebijakan ini dimaksudkan : a) Menjaga dan memelihara keutuhan ekosistem hutan dan fungsinya. b) Mempercepat pemulihan hutan dan lahan kritis, termasuk rehabilitasi hutan mangrove dan hutan pantai. c) Meningkatkan daya dukung lingkungan lokal, nasional, dan global. d) Meningkatkan manfaat hutan bagi kesejahteraan masyarakat. e) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memelihara hutan dan berusaha di sektor kehutanan. 11