PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus undatus) PADA POSISI TANAM DAN KOMPOSISI MEDIA BERBEDA SECARA IN VITRO

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

PERTUMBUHAN TANAMAN BUAH NAGA (Hylocereus undatus L.) YANG DIBERIKAN BERBAGAI KONSENTRASI NAA (Napthalen Acetic Acid) SECARA IN VITRO

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A.

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PERTUMBUHAN TANAMAN BUAH NAGA MERAH (Hylocerus polyrhizus) PADA BERBAGAI KONSENTRASI BENZILAMINO PURINE DAN UMUR KECAMBAH SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

TUGAS AKHIR (SB )

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

BAB 3 BAHAN DAN METODA

III. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih

PENGGUNAAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) SECARA IN-VITRO

Perbanyakan Tunas Mikro Pisang Rajabulu (Musa AAB Group) dengan Eksplan Anakan dan Jantung

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

PENGARUH KOMBINASI AUKSIN-SITOKININ TERHADAP PERTUMBUHAN BUAH NAGA ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

PENGARUH KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP REGENERASIBAWANG PUTIH (Allium sativum L) SECARA KULTUR JARINGAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

PENGARUH 2.4 D DAN BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

STERILISASI ORGAN DAN JARINGAN TANAMAN

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

PRODUKSI BIBIT PISANG RAJA NANGKA (Musa sp.) SECARA KULTUR JARINGAN DENGAN EKSPLAN ANAKAN DAN BUNGA

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

II. METODOLOGI PENELITIAN

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PROLIFERASI TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) SECARA INVITRO

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TERHADAP INISIASI TANAMAN APEL (Malus sylvestris Mill)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

MULTIPLIKASI PROPAGULA PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca L.) DARI BERBAGAI JUMLAH TUNAS, DALAM MEDIA MS YANG DIBERI BAP PADA BERBAGAI KONSENTRASI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

Tugas Akhir - SB091358

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

PERBANYAKAN IN VITRO PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca Var. Sapientum L.) PADA MEDIA MURASHIGE DAN SKOOG DENGAN PENAMBAHAN BENZYLAMINOPURIN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Khansa Orchid Cimanggis-

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

PERKEMBANGAN PISANG RAJA NANGKA (Musa sp.) SECARA KULTUR JARINGAN DARI EKSPLAN ANAKAN DAN MERISTEM BUNGA

Transkripsi:

e-j. Agrotekbis 1 (1) : 1-7, April 2013 ISSN : 2338-3011 PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus undatus) PADA POSISI TANAM DAN KOMPOSISI MEDIA BERBEDA SECARA IN VITRO The Growth Of Dragon Fruit Explants (Hylocereus undatus) at Various Planting Position And Media Composition Via In Vitro Culture Eka Handayani 1), Sakka Samudin 2) dan Zainuddin Basri 2) 1) Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu 2) Staf Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ABSTRACT The aims of this experiment were to obtain the most suitable explant planting position and medium composition for the growth of dragon fruit via in vitro culture. This experiment used Split Plot Design with the main plot was explant planting position, namely vertical and horizontal positions. The sub plot was media composition, namely 2 ppm BAP + 0.40 ppm NAA; 3 ppm BAP + 0.20 ppm NAA; 2 ppm BAP + 0.40 ppm NAA + 0.88 ppm vitamin C; and 3 ppm BAP + 0.20 ppm NAA + 0.88 ppm vitamin C. Results of this experiment indicated that media composition had a highly significant difference on the growth of dragon fruit explants on each planting position tested. Medium composition supplemented with 3 ppm BAP + 0.20 ppm NAA planted horizontally showed a good growth with average shoot formation 8.67 shoots and shoot length 1.76 cm per explant. Root formation was more intensive at the vertical planting position with average 7.50 roots per explant. Key words : Dragon fruit, in vitro culture, media composition, planting position. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan posisi tanam eksplan dan komposisi media yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman buah naga secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah dengan perlakuan pada petak utama yaitu posisi tanam yang terdiri dari dua cara, yaitu ditanam tegak dan ditanam rebah. Perlakuan pada anak petak adalah komposisi media yang terdiri atas empat macam, yaitu 2 ppm BAP + 0,40 ppm NAA; 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA; 2 ppm BAP + 0,40 ppm NAA + 0,88 ppm vitamin C; dan 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA + 0,88 ppm vitamin C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media memberikan perbedaan terhadap pertumbuhan eksplan buah naga pada setiap posisi tanam yang dicobakan. Media yang ditambahkan 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA dengan posisi tanam rebah memberikan hasil lebih baik dengan rata-rata pembentukan tunas mencapai 8,67 tunas dan panjang tunas mencapai 1,76 cm per eksplan. Pembentukan akar lebih intensif pada posisi tanam tegak dengan jumlah rata-rata mencapai 7,50 helai akar per eksplan. Kata kunci : Buah naga, posisi tanam, komposisi media, kultur in vitro. PENDAHULUAN Buah naga (Hylocereus undatus) adalah sejenis tanaman kaktus yang berasal dari Meksiko dan sekarang telah menyebar dan dibudidayakan hingga ke negara-negara Asia. Usaha pengembangan buah naga di Indonesia baru dimulai pada tahun 2001, di daerah Mojokerto, Pasuruan dan Jember. Hingga saat ini, pengembangannya relatif lambat, sehingga daerah-daerah yang bukan sentra produksi menjual buah naga import dengan harga yang relatif mahal. Harga buah naga berdaging putih di kota Palu 1

berkisar Rp. 12.500/buah (Survei Pasar Swalayan, September 2012). Harga jual yang tinggi dan ketersediaan yang musiman, membuat komoditi ini menjanjikan secara ekonomi. Ditinjau dari segi kandungan gizi, dalam 100 g buah naga berdaging putih mengandung 83 g air, 0,21-0,61 g lemak, 0,15-0,2 g protein, 0,7-0,9 g serat, 0,005-0,1 mg karoten, 6,3-8,8 mg kalsium, 31,6 mg fosfor, 1,5 g karbohidrat, 60,4 mg magnesium serta vitamin B1, B2 dan vitamin C. Berdasarkan komposisi tersebut, buah naga diyakini dapat berkhasiat menyeimbangkan kadar gula darah, melindungi kesehatan mulut, menurunkan kolesterol dan mencegah pendarahan serta kanker usus (Kristanto, 2005). Selain dikonsumsi secara langsung, buah ini juga dapat dijadikan jus, es krim, manisan dan selai. Pengembangan tanaman buah naga di Provinsi Sulawesi Tengah terkendala oleh ketidaktersediaan bibit. Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako telah berhasil melakukan perbanyakan tanaman buah naga secara in vitro dan melalui program IPTEKS bagi masyarakat tahun 2012 sedang diperkenalkan kepada petani. Meskipun demikian, untuk mendapatkan protokol yang efisien dalam perbanyakan tanaman buah naga secara in vitro, faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan seperti posisi tanam dan komposisi media masih perlu diteliti. Mackay dan Kitto (1988) melaporkan perbanyakan tunas tanaman French Tarragon (Artemisia dracunculus) pada media MS yang diberi BAP dan NAA dapat ditingkatkan dengan cara posisi tanam rebah (horizontal). Meskipun pada tanaman pir, posisi tanam rebah cenderung memacu pertumbuhan kalus (Gafriady, 2010). Percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa dengan posisi tanam rebah, pertumbuhan tanaman buah naga menghasilkan jumlah tunas lebih banyak dengan ukuran lebih besar, meskipun cenderung mengalami browning yang cukup tinggi (Handayani, 2012). Untuk mengatasi gejala browning, penambahan vitamin C telah dilaporkan sangat efektif pada berbagai kultur, antara lain pada tanaman pisang Cavendish (Ko et al., 2009) dan tanaman Faba beans (Vicia faba) (Rabha, 2008). Secara umum, Taji et al., (1997) menganjurkan penggunaan vitamin C pada skala medium 0,88 ppm. Pengaruh positif dari penambahan BAP dan NAA pada kultur buah naga telah dilaporkan. Media yang ditambahkan 3 ppm kinetin dan 0,2 ppm NAA berpengaruh baik terhadap pertumbuhan (pembentukan tunas, duri dan akar) tanaman buah naga (Mufida, 2008). Penelitian selanjutnya, pada perbanyakan tunas dan eksplan pucuk kecambah steril buah naga, Samudin (2009) menyarankan penambahan 3 ppm BAP + 0,2 ppm NAA untuk jumlah tunas dan 2 ppm BAP + 0,4 ppm NAA untuk kualitas tunas yang lebih baik. Penambahan sitokinin dan auksin pada jumlah dan perbandingan tertentu mempengaruhi pertumbuhan eksplan dalam media kultur jaringan (Gunawan, 1995). Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan eksplan buah naga pada posisi tanam dan komposisi media berbeda secara in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan posisi tanam eksplan dan komposisi media yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman buah naga secara in vitro. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu dari bulan September sampai November 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT), dengan perlakuan petak utama adalah posisi tanam yang terdiri dari dua cara, yaitu ditanam tegak (T 1 ) dan ditanam rebah (T 2 ). Adapun perlakuan anak petak adalah komposisi media yang terdiri atas empat macam yaitu N 1 = 2 ppm BAP + 0,40 ppm NAA, N 2 = 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA, N 3 = 2 ppm BAP + 0,40 ppm NAA + 0,88 ppm vitamin C dan N 4 = 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA + 0,88 ppm vitamin C. Terdapat delapan kombinasi perlakuan yang dicobakan dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 24 unit percobaan. 2

Setiap unit percobaan menggunakan dua eksplan tanaman buah naga. Guna mengetahui pengaruh perlakuan yang dicobakan, data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam. Hasil sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji nilai tengah menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5%. Pelaksanaan penelitian melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu sterilisasi alat dan aquades, pembuatan dan sterilisasi media, sterilisasi dan penanaman eksplan serta pemeliharaan. Seluruh peralatan yang akan digunakan terlebih dahulu disterilkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Alat-alat yang digunakan dicuci terlebih dahulu dengan detergen, dibilas, kemudian dikeringkan. Setelah kering, alat-alat seperti cawan Petri, corong, gelas ukur, scalpel, pinset, batang pengaduk dan pipet dibungkus rapi dengan kertas. Kemudian seluruh alat tersebut disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC dan tekanan 17,5 psi selama satu jam. Hal ini juga berlaku untuk sterilisasi aquades, yaitu menggunakan suhu dan tekanan yang sama. Sebelum pembuatan media, terlebih dahulu dibuat larutan stok sesuai komposisi media MS. Pembuatan media dimulai dengan memasukkan stok hara makro dan stok hara mikro ke dalam gelas kimia 1000 ml. Selanjutnya menimbang Myo Inositol sebanyak 0,1 g, vitamin 1 g, phytagel 2 g dan sukrosa 30 g, kemudian dicampurkan dengan aquades hingga batas ukuran gelas kimia 1000 ml. Selanjutnya larutan media dibagi menjadi 4 bagian dan dituangkan masing-masing ke dalam gelas kimia berukuran 250 ml. Kemudian masing-masing larutan dicampurkan dengan setiap perlakuan yaitu N 1 = 2 ppm BAP + 0,4 ppm NAA, N 2 = 3 ppm BAP + 0,2 ppm NAA, N 3 = 2 ppm BAP + 0,4 ppm NAA + 0,88 ppm vitamin C dan N 4 = 3 ppm BAP + 0,2 ppm NAA + 0,88 ppm vitamin C. Seluruh media ditetapkan ph 5,8. Media dipanaskan dengan menggunakan hot plate hingga suhu mencapai 80ºC. Setelah itu, masing-masing media dituangkan ke dalam botol kultur steril, kemudian ditutup dengan plastik dan dikeratkan dengan karet gelang. Setelah itu diberi kertas label pada masingmasing media. Sterilisasi media dilakukan menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC dan tekanan 17,5 psi selama 15 menit. Eksplan yang digunakan adalah tunas tanaman buah naga yang telah diinisiasi. Penanaman eksplan dilakukan di LAFC yang sebelumnya telah disemprot dengan alkohol 70%. Eksplan diambil dengan menggunakan pinset dan diletakkan pada cawan Petri, dipotong bagian tunasnya, kemudian dikultur dengan posisi tanam tegak dan rebah ke dalam media tanam. Saat melakukan penanaman, mulut botol harus selalu didekatkan pada pembakar Bunsen untuk menghindari terjadinya resiko kontaminasi. Selanjutnya botol kultur ditutup kembali dengan plastik dan dikeratkan dengan karet gelang, kemudian diberi label dan disimpan pada rak kultur dalam ruang penyimpanan. Ruang pemeliharaan harus selalu steril dan dijaga kebersihannya. Suhu ruangan dipertahankan antara 22ºC sampai 26ºC. Selain itu juga dipasang lampu Fluorescent 20 Watt sebagai sumber cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dalam botol kultur. Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi jumlah tunas, jumlah akar dan panjang tunas yang terbentuk pada umur delapan minggu setelah tanam. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Tunas. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan posisi tanam berpengaruh sangat nyata dan komposisi media berpengaruh tidak nyata. Interaksi antara posisi tanam dan komposisi media berpengaruh nyata terhadap rata-rata jumlah tunas yang terbentuk 8 minggu setelah tanam. Rata-rata jumlah tunas yang terbentuk pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 1. Hasil uji nilai tengah (Tabel 1) menunjukkan bahwa pengaruh posisi tanam berbeda pada setiap komposisi media. Pada setiap komposisi media, posisi tanam rebah (T 2 ) menghasilkan tunas lebih banyak. 3

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa pengaruh komposisi media sama pada setiap posisi tanam. Jumlah Akar. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan posisi tanam, komposisi media, serta interaksi antara posisi tanam dan komposisi media berpengaruh sangat nyata terhadap rata-rata jumlah akar yang terbentuk 8 minggu setelah tanam. Rata-rata jumlah akar yang terbentuk pada masingmasing perlakuan disajikan pada Tabel 2. Hasil uji nilai tengah (Tabel 2) menunjukkan bahwa pengaruh posisi tanam berbeda pada komposisi media yang ditambahkan 2 ppm BAP + 0,40 ppm NAA (N 1 ) dan 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA (N 2 ), tetapi tidak berbeda pada komposisi media yang ditambahkan 2 ppm BAP + 0,40 ppm NAA + 0,88 ppm vitamin C (N 3 ) dan 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA + 0,88 vitamin C (N 4 ). Pada komposisi media yang ditambahkan 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA (N 2 ), posisi tanam tegak menghasilkan akar yang lebih banyak. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pengaruh komposisi media berbeda pada posisi tanam tegak (T 1 ) tetapi tidak berbeda pada posisi tanam rebah (T 2 ). Panjang Tunas. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan posisi tanam tidak nyata. Komposisi media dan interaksi antara posisi tanam dan komposisi media berpengaruh sangat nyata terhadap rata-rata panjang tunas yang terbentuk 8 minggu setelah tanam. Rata-rata panjang tunas yang terbentuk pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 3. Tabel 1. Rata-rata Jumlah Tunas yang Terbentuk pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam Posisi Tanam N 1 Komposisi Media N 2 N 3 N 4 BNJ 0,05 T 1 p 3,67 a p 3,16 a p 4,16 a a p 4,83 1,55 T 2 q 7,33 a q 8,67 a q 8,16 a a q 7,16 BNJ 0,05 1,68 Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada uji BNJ 0,05 Tabel 2. Rata-rata Jumlah Akar yang Terbentuk pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam Posisi Tanam Komposisi Media N 1 N 2 N 3 N 4 T 1 p 4,16 a p 7,50 b p 3,16 a a p 3,00 T 2 q1,83 a q 2,00 a p 2,33 a a p 2,83 BNJ 0,05 1,97 BNJ 0,05 Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada uji BNJ 0,05 Tabel 3. Rata-rata Panjang Tunas yang Terbentuk pada Umur 8 Minggu Setelah Tanam Posisi Tanam Komposisi Media BNJ 0,05 N 1 N 2 N 3 N 4 T 1 p 1,00 a p 1,48 b p 1,58 b p 1,53 b 0,35 T 2 p 1,33 a p 1,76 b p 1,28 a p 1,20 a BNJ 0,05 0,37 Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a,b) atau kolom (p,q) yang sama tidak berbeda pada uji BNJ 0,05 1,72 4

Hasil uji nilai tengah (Tabel 3) menunjukkan bahwa pengaruh posisi tanam tidak berbeda pada setiap komposisi media. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa pengaruh komposisi media berbeda pada setiap posisi tanam. Pada posisi tanam tegak (T 1 ), komposisi media yang ditambahkan 2 ppm BAP + 0,40 ppm NAA + 0,88 ppm vitamin C (N 3 ) menghasilkan tunas lebih panjang, berbeda dengan komposisi media yang ditambahkan 2 ppm BAP + 0,40 ppm NAA (N 1 ) tetapi tidak berbeda dengan komposisi media yang ditambahkan 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA (N 2 ) dan 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA + 0,88 ppm vitamin C (N 4 ). Pada posisi tanam rebah (T 2 ), komposisi media yang ditambahkan 3 ppm BAP + 0,20 ppm NAA (N 2 ) menghasilkan tunas lebih panjang dan berbeda dengan komposisi media lainnya. Pembahasan. Keberhasilan pertumbuhan eksplan pada media kultur jaringan ditentukan oleh beberapa faktor penting, diantaranya adalah komposisi hara yang ditambahkan ke dalam media tumbuh tanaman dan posisi tanam yang dapat dilakukan pada beberapa jenis tanaman. Pada penelitian ini dicobakan zat pengatur tumbuh yaitu BAP dengan konsentrasi 2 ppm dan 3 ppm serta NAA pada konsentrasi 0,2 ppm dan 0,4 ppm. Selain itu juga ditambahkan 0,88 ppm vitamin C pada 2 perlakuan komposisi media. Aspek yang perlu diperhatikan pada suatu media kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh yang digunakan, terutama jenis dan konsentrasinya (Yusnita, 2004). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan posisi tanam berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan jumlah tunas dan jumlah akar, namun tidak nyata pada pertumbuhan panjang tunas. Pada perlakuan komposisi media berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan jumlah akar dan panjang tunas, namun tidak nyata pada pertumbuhan jumlah tunas. Hasil interaksi antara posisi tanam dan komposisi media berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan jumlah akar dan panjang tunas, serta berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah tunas. Berdasarkan hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa perlakuan posisi tanam rebah (T 2 ) memberikan hasil lebih baik pada jumlah tunas dan panjang tunas. Posisi tanam tegak (T 1 ) memberikan hasil lebih baik hanya pada pertumbuhan akar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa posisi tanam rebah (T 2 ) dapat membantu meningkatkan proses pembentukan dan pertumbuhan pada tunas buah naga. Tunas yang ditanam secara rebah memperoleh nutrisi dari media pada seluruh permukaan tubuh. Oleh karena itu dapat meningkatkan pertumbuhan dan pertambahan panjang tunas. Hal ini sejalan dengan penelitian Mackay dan Kitto (1988) yang melaporkan proliferasi tunas tanaman French Tarragon (Artemisia dracunculus) pada media MS yang diberi BAP dan NAA dapat ditingkatkan dengan posisi tanam rebah (horizontal). Teknik posisi tanam juga merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kultur jaringan. Pada beberapa jenis tanaman, terdapat posisi tanam yang memungkinkan untuk menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak. Produksi tanaman dengan merangsang terbentuknya tunas-tunas aksilar merupakan teknik mikropropagasi yang paling umum dilakukan. Diantara metode produksi tunas aksilar yang dilakukan, kultur pucuk yang biasanya ditanam secara tegak (vertikal), dan kultur mata tunas yang biasanya ditanam secara rebah (horizontal) sering dilakukan pada perbanyakan tanaman. Kedua teknik kultur ini didasarkan pada prinsip perangsangan terbentuknya atau munculnya tunas-tunas samping dengan cara mematahkan dominasi apikal dari meristem apikal (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tunas, jumlah akar, dan panjang tunas lebih baik diperoleh pada perlakuan media yang ditambahkan 3 ppm BAP + 0,2 ppm NAA (N 2 ) berturut-turut yaitu 8,67 tunas, 7,50 helai akar dan 1,76 cm (Tabel 1, 2 dan 3). Pertumbuhan tunas sering kali dipengaruhi oleh konsentrasi sitokinin yang dalam percobaan ini digunakan BAP. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian konsentrasi 3 ppm BAP dan 0,2 ppm NAA dapat meningkatkan pertumbuhan tunas. Hal ini sejalan dengan penelitian Mufida 5

(2008) yang menyatakan bahwa media yang ditambahkan 3 ppm kinetin dan 0,2 ppm NAA berpengaruh baik terhadap pertumbuhan (pembentukan tunas, duri dan akar) tanaman buah naga. Penelitian selanjutnya, pada perbanyakan tunas dan eksplan pucuk kecambah steril buah naga, Samudin (2009) menyarankan penambahan 3 ppm BAP + 0,2 ppm NAA untuk jumlah tunas dan 2 ppm BAP + 0,4 ppm NAA untuk kualitas tunas yang lebih baik. Keseimbangan zat pengatur tumbuh khususnya sitokinin dan auksin dalam media sangat menentukan keberhasilan suatu kultur (Gunawan, 1995). Penambahan auksin dan sitokinin secara kombinasi telah berhasil dilakukan terhadap beberapa spesies tanaman. Gunawan (1995) menyatakan bahwa interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan ke dalam media dan diproduksi oleh sel tanaman menentukan arah perkembangan suatu kultur. Diperkuat dengan pernyataan George dan Sherrington (1984), pertumbuhan dan perkembangan eksplan dipengaruhi oleh interaksi dan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh endogen dan zat pengatur tumbuh eksogen. Data hasil penelitian pada penambahan 0,88 ppm vitamin C, telah diketahui berperan penting dalam pertumbuhan tunas. Maslukhah (2008) menyatakan konsentrasi ekstrak buah pisang 50 g/l yang mengandung vitamin B dan vitamin C ternyata lebih bagus pengaruhnya pada parameter jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, panjang daun, jumlah akar dan panjang akar, dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Handayani (2012) melaporkan bahwa tunas buah naga yang ditambahkan 3 ppm BAP mengalami gejala browning. Pada penelitian ini, pemberian 0,88 ppm vitamin C telah membantu mengatasi gejala browning pada eksplan buah naga. Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan yang mengikat senyawa racun sehingga menjadi tidak berbahaya. Hal ini dipertegas dengan pernyataan bahwa vitamin C sangat efektif pada berbagai kultur, antara lain pada tanaman pisang Cavendish (Ko et al., 2009) dan tanaman Faba beans (Vicia faba) (Rabha, 2008). Vitamin C pada konsentrasi tertentu dapat mengatasi gejala browning pada tanaman kultur jaringan (Taji et al., 1997). Vitamin adalah bahan organik bagian dari enzim atau kofaktor yang esensial untuk fungsi metabolik (Lieberman dan Bruning, 1990). Vitamin diperlukan tanaman untuk pertumbuhan jaringan. Tanaman biasanya menghasilkan vitamin dengan sendirinya, tetapi dalam kultur jaringan vitamin harus ditambahkan pada media sebagai penyedia sumber vitamin yang sangat dibutuhkan tanaman untuk perkembangan jaringan tanaman. Vitamin yang biasanya ditambahkan adalah vitamin B1 (thiamine), vitamin B6 (pyridoxine) dan niasin. KESIMPULAN Komposisi media menyebabkan perbedaan pertumbuhan eksplan buah naga pada setiap posisi tanam yang dicobakan. Media yang ditambahkan 3 ppm BAP + 0,2 ppm NAA pada posisi rebah memberikan hasil lebih baik dengan rata-rata jumlah dan panjang tunas masing-masing 8,67 tunas dan 1,76 cm per eksplan. Pembentukan akar lebih banyak dijumpai pada komposisi media yang sama dengan posisi tanam tegak, yaitu 7,50 helai akar per eksplan. DAFTAR PUSTAKA Gafriady. 2010. Pertumbuhan Tanaman Pir (Pyrus pyrifolia) Varietas Sweet Pear pada Cara Tanam dan Konsentrasi Benzilamino Purine yang Berbeda Secara In Vitro. Fakultas Pertanian, Universitas Tompotika, Luwuk (Tidak dipublikasikan). George, E.F. and P.D. Sherington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exagetics Ltd., England. 709 pp. Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur Raringan Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi IPB, Bogor. 6

Handayani, E. 2012. Pertumbuhan Tanaman Buah Naga (Hylocereus undatus) pada Cara Tanam Berbeda Secara In Vitro. Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. (Tidak dipublikasikan). Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Kanisius Yogyakarta. Ko, W. H., C. L. Chen and C. P. Chao. 2009. Control of Lethal Browning of Tissue Culture Plantlets of Cavendish Banana cv. Formosana with Ascorbic Acid. Biomedical and Life Sciences. Vol.96(2): 137-141. Kristanto, D. 2005. Buah Naga, Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya Jakarta. Lieberman, S. and N. Bruning. 1990. The Real Vitamin and Mineral Book. Avery Group. New York. Mackay, W. A. and S. L. Kitto. 1988. Factors Affecting In Vitro Shoot Proliferation of French Tarragon. HortScience. Vol.113(2): 282-287. Maslukhah, U. 2008. Ekstrak Pisang Sebagai Suplemen Media MS dalam Media Kultur Tunas Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca L.AAB Group) In Vitro. Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Instituti Pertanian Bogor. Mufida. 2008. Pertumbuhan Buah Naga pada Berbagai Konsentrasi Kombinasi Sitokinin-Auksin Secara In Vitro. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako Palu (Tidak dipublikasikan). Rabha, A., N. Hakam., M. Labhilili and S.M. Udupa. 2008. Use of an Adsorbent and Antioxidants to Reduce the Effects of Leached Phenolis in In Vitro Planlet Regeneration of Faba Beans. African Journal of Biotechnology. Vol.7(8): 997-1002. Samudin, S. 2009. Pengaruh Kombinasi Auksin-Sitokinin Terhadap Pertumbuhan Buah Naga. Media Litbang Sulawesi Tengah. Vol.2(1):62-66 Taji, M., W.A. Dodd and R.R. Williams. 1997. Plant Tissue Culture Practice. 3rd Ed. University of New England Printery, Armidale. NSW, Australia. Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka, Jakarta. 7