LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN TRIWULAN III

Monitoring Realisasi APBD Triwulan I

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Deskripsi dan Analisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 5, NO 1, Edisi Februari 2013 (ISSN : ) ANALISIS APBD TAHUN 2012 Adenk Sudarwanto Dosen Tetap STIE Semarang

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

KONDISI PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan daerah adalah seluruh kegiatan yang meliputi

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

MONITORING REALISASI APBD 2011 TRIWULAN I

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN PASCA OPTIMALISASI DAN PENGHENTIAN KEGIATAN DEKONSENTRASI URUSAN PEMERINTAHAN UMUM DAN FORKOPIMDA TAHUN ANGGARAN 2016

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Semester 1 Tahun 2013

-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

KATA PENGANTAR. iii. ANALISIS Realisasi APBD tahun anggaran 2012

BAB I PENDAHULUAN. hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana dan atau kedua-duanya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Frequently Asked Questions (FAQ)

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Frequently Asked Questions (FAQ)

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Tabel 2. Persentase Sumber Pendapatan Daerah

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

POKOK-POKOK PIKIRAN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS 2017

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembar

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2089, 2014 ANRI. Dana Dekonsentrasi. Kegiatan. Pelaksanaan.

2

RKB PPKD. selaku BUD APBD KEBIJAKAN PENYEDIAAN ALOKASI ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA DALAM APBD

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah. Ratarata % Dalam milyar rupiah. Jenis Pendapatan

MONITORING REALISASI APBD 2009

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan Monitoring dan Evaluasi Pembiayaan Daerah Tahun 2014 SILPA yang berasal dari Transfer Bersifat Earmarked (Dana Alokasi Khusus)

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN DIREKTORAT EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH SUBDIT DATA KEUANGAN DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

BAB III METODE PENELITIAN

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

Deskripsi dan Analisis APBD 2010 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

PENGELOLAAN PNBP SDA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA. Biro Keuangan Kementerian ESDM

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 015 KEMENTERIAN KEUANGAN BAGIAN ANGGARAN PELAKSANA : - - HAL PROG. ID : lui_pend01 % REAL. PEND

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 66/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN ANGGARAN 2010

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH APRIL 2015

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembar

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

Transkripsi:

1

KATA PENGANTAR Kualitas belanja yang baik merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam pengelolaan APBD. Untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh penyerapan belanja saja tetapi juga harus didukung oleh perencanaan anggaran yang lebih baik, penetapan anggaran yang lebih tepat waktu dan pelaksanaan anggaran yang lebih disiplin. Tetapi harus diakui saat ini kondisi tersebut belum sepenuhnya bisa dicapai. Hal itu antara lain tercermin dari pergerakan realisasi penyerapan belanja APBD yang belum berjalan optimal dan masih tingginya dana Idle yang belum digunakan. Guna memperoleh informasi mengenai kedua hal tersebut Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan analisis yang dituangkan dalam bentuk laporan monitoring realisasi APBD dan dana idle yang dilakukan secara berkala yaitu per semester. Laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi pengelolaan APBD dalam konteks besarnya penyerapan belanja per semester dan untuk mengetahui ada tidaknya indikasi peningkatan jumlah dana tak terpakai di daerah (idle). Laporan ini diharapkan dapat menjadi informasi awal mengenai kondisi APBD dan dana idle daerah periode Semester I tahun 2013, sehingga dapat dijadikan input untuk menyempurnakan kebijakan pemerintah dengan tujuan mendorong pemda agar melakukan penyerapan anggaran secara optimal dengan kualitas belanja yang lebih baik. 1

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga laporan ini memberikan manfaat bagi pengambilan kebijakan di Pusat maupun daerah. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan ini. Jakarta, Juli 2013 Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Marwanto Harjowiryono NIP. 195906061983121001 2

RINGKASAN EKSEKUTIF Rata-rata realisasi belanja daerah semester I tahun 2013 agregat per provinsi adalah sebesar 34,3%. Terdapat 17 daerah yang mempunyai realisasi belanja di bawah rata-rata dan 15 daerah mempunyai realisasi belanja di atas rata-rata. Daerah di Jawa yang meliputi Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi D.I. Yogyakarta serta Provinsi Bali memiliki rata-rata realisasi belanja daerah di bawah rata-rata. Gorontalo merupakan daerah yang mempunyai persentase penyerapan belanja yang paling tinggi pada semester I tahun 2013 yaitu sebesar 43,7 %, sedangkan Kalimantan Timur merupakan daerah yang mempunyai persentase penyerapan belanja yang paling rendah yaitu sebesar 23,3%. Pada bulan Juni 2013 simpanan pemda di perbankan meningkat menjadi Rp201,4 triliun, dimana pada bulan yang sama tahun sebelumnya adalah Rp179,8 triliun sehingga terjadi peningkatan Rp21,6 triliun atau 12,0%. Hal serupa juga tampak pada besaran kepemilikan BPD terhadap SUN yang mengalami peningkatan dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu dari Rp18,2 triliun menjadi Rp24,6 triliun. Sedangkan untuk kepemilikan BPD terhadap SBI justru mengalami penurunan dari Rp10,15 triliun pada Juni 2012 menjadi Rp5,0 triliun pada Juni 2013, dimana hal tersebut dimungkinkan karena jangka waktu SBI yang semula hanya periode 3 bulan dan 6 bulan menjadi 9 bulan. Periode penyerapan belanja yang cenderung menumpuk di akhir tahun dengan jumlah penyerapan belanja yang tidak mencapai 100% menyebabkan munculnya dana idle (tidak tergunakan). Dana idle pemda dalam laporan ini diestimasi dengan cara melihat beberapa 3

indikator yaitu simpanan pemda di bank umum dan BPR, kepemilikan BPD dalam bentuk SBI dan kepemilikan BPD dalam bentuk SUN. Pada semester I tahun 2013, dana idle pemda kembali menunjukkan peningkatan dari periode yang sama tahun sebelumnya. 4

DAFTAR ISTILAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran SiLPA tahun sebelumnya adalah SiLPA tahun anggaran sebelumnya yang masuk dalam penerimaan pembiayaan SILPA Tahun Berkenaan adalah selisih antara jumlah Pembiayaan Netto dengan jumlah Surplus/Defisit (hanya dikenal dalam Laporan Realisasi APBD) Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya Transaksi above the line adalah transaksi APBD yang masuk dalam pendapatan dan belanja daerah. Transaksi below the line adalah transaksi APBD yang masuk dalam penerimaan dan pengeluaran pembiayaan. Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan hutang dalam rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 5

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan sistem diskonto. Giro adalah simpanan dalam bentuk rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank pada bank umum yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan. Tabungan adalah simpanan dalam rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu. Simpanan berjangka adalah simpanan pada bank umum dan BPR dalam rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. 6

A. REALISASI BELANJA DAERAH SEMESTER I Realisasi belanja daerah sampai dengan semester I tahun 2013 adalah sebesar 34,3%. Hal ini bisa dilihat pada Grafik 1 berikut. Grafik 1 Perbandingan Realisasi APBD 2011, 2012 dan 2013 (Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota) Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah) Realisasi penyerapan belanja secara persentase menunjukkan perbandingan antara besaran realisasi penyerapan dengan anggaran belanja (konsolidasi). Secara persentase, penyerapan belanja triwulan I tahun 2013 adalah sebesar 13,6%, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012, akan tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011. Sedangkan realisasi belanja semester I tahun 2013 adalah sebesar 34,3%, lebih 7

tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011, akan tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2012. Grafik 2 Realisasi Belanja Daerah (Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota) Semester I Tahun 2013 Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah) Grafik 2 menggambarkan realisasi belanja daerah yang menunjukkan nominal penyerapan besaran belanja sampai dengan semester I tahun 2013. Secara nominal, realisasi belanja triwulan I 2013 adalah sebesar Rp96,14 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2011 dan 2012. Demikian pula dengan realisasi belanja semester I 2013 (Rp242,6 triliun), besarannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011 dan 2012, yang hanya sebesar Rp164,1 triliun dan Rp205,0 triliun. 8

Grafik 3 Realisasi Belanja Daerah Secara Agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota Per Provinsi Semester I Tahun 2013 Sumber : Bank Indonesia dan Ditjen Perimbangan Keuangan (data diolah) Grafik 3 menunjukkan persentase penyerapan belanja secara agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota di provinsi yang sama sampai dengan semester I tahun 2013. Rata-rata realisasi APBD 2013 semester I tahun 2013 agregat per provinsi adalah sebesar 34,3%. Terdapat 17 daerah yang mempunyai realisasi belanja di bawah rata-rata dan 16 daerah mempunyai realisasi belanja di atas rata-rata. Daerah di Jawa yang meliputi Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi D.I. Yogyakarta serta Provinsi Bali memiliki rata-rata realisasi belanja daerah di bawah rata-rata. Meskipun semua daerah mempunyai persentase penyerapan belanja masih di bawah 50% pada semester I tahun 2013, namun Provinsi Gorontalo memiliki realisasi belanja pemerintah daerah secara agregat mendekati angka 50%. Gorontalo merupakan daerah yang mempunyai persentase penyerapan belanja yang paling tinggi pada semester I tahun 2013 yaitu sebesar 43,7 %, sedangkan Kalimantan Timur merupakan daerah yang mempunyai persentase penyerapan belanja yang paling rendah yaitu sebesar 23,3%. 9

Secara lebih lengkap, realisasi penyerapan belanja daerah secara agregat Provinsi, Kabupaten, dan Kota per Provinsi semester I tahun 2013 dapat dilihat pada lampiran II. 10

B. DANA IDLE PEMERINTAH DAERAH SEMESTER I Masih munculnya beberapa kendala dalam penyerapan anggaran dan kualitas belanja daerah yang belum membaik, pada akhirnya mendorong terjadinya pengendapan dana di perbankan yang cukup tinggi. Sebagai ilustrasi pada akhir tahun 2012 simpanan pemda di bank umum dan BPR mencapai Rp99,2 triliun. Kondisi ini mengundang sorotan publik termasuk pengamat dan praktisi keuangan sehingga harus menjadi perhatian pemerintah secara serius karena meskipun atas dana yang mengendap tersebut pemda mendapatkan hasil berupa pendapatan bunga, tapi ini merupakan cerminan belum efektifnya kinerja pemerintah terhadap penyerapan belanja. Apabila besaran dana sebesar Rp99,2 trilun tersebut bisa diserap dengan baik dan dapat direalisasikan untuk belanja barang dan modal, maka hal ini bisa meningkatkan output pelayanan masyarakat dan mendorong roda perekonomian daerah. Untuk itulah monitoring terhadap dana pemda yang belum digunakan (idle) dalam belanja atau pengeluaran pembiayaan menjadi penting untuk secara rutin disajikan informasinya. Pada akhir tahun besaran dana idle dapat dilihat dari besaran SiLPA tahun berkenaan pada realisasi APBD, dimana secara nasional pada akhir tahun 2012 telah mencapai Rp96,9 triliun. Untuk melihat perkiraan dana idle pemerintah daerah per bulan digunakan tiga indikator, antara lain adalah dana pemda di bank umum dan BPR, dana BPD yang disimpan dalam bentuk SBI dan dana pemda yang disimpan dalam bentuk SUN. 11

B.1. SIMPANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING PADA BANK UMUM DAN BPR Besaran simpanan dana pemda di bank umum (termasuk BPD) dan BPR merupakan beberapa komponen yang dapat memberikan gambaran besaran dana yang disimpan oleh pemda di perbankan, dimana data tersebut diperoleh dari data published yang disediakan oleh Bank Indonesia (BI) melalui website BI. Data yang disajikan merupakan jumlah simpanan pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten dan kota di 33 provinsi. Terdapat tiga jenis simpanan pemerintah daerah, antara lain dalam bentuk tabungan, rekening giro dan simpanan berjangka (deposito berjangka, Deposits on Call dan sertifikat deposito, baik dalam bentuk rupiah maupun valuta asing). Dana pemda di bank umum dan BPR dapat digunakan untuk memprediksi besaran dana yang dimiliki oleh pemda. Data dana pemda di bank umum dan BPR merupakan akumulasi dari berbagai jenis dana pemerintah daerah, baik yang bersumber dari PAD, transfer dari provinsi, transfer dari pusat maupun sumber-sumber lainnya. Posisi dana pemda ini sekaligus juga menunjukkan hasil transaksi penerimaan dan pengeluaran kas maupun dana idle yang ditempatkan dalam bentuk simpanan berjangka. Peningkatan dana pemda di bank umum dan BPR pada akhir bulan menunjukkan pendapatan pada bulan tersebut lebih tinggi dari belanja yang dikeluarkan pada bulan tersebut, sebaliknya jika dana pemda pada akhir bulan lebih rendah dari bulan sebelumnya menunjukkan bahwa belanja pada bulan tersebut lebih tinggi dari pendapatan yang diperoleh pada bulan tersebut. Dengan mengetahui selisih dana pemda di bank umum dan BPR, serta realisasi transfer tiap bulannya, maka pergerakan dana pemda dapat digunakan dalam mengestimasi realisasi belanja setiap bulannya. Pada umumnya dana pemda di perbankan mempunyai pergerakan dengan pola meningkat pada tiga bulan pertama, selanjutnya akan 12

fluktuatif naik turun pada bulan-bulan berikutnya dan mempunyai titik terendah pada bulan Desember. Hal ini berkaitan dengan realisasi penyerapan belanja daerah yang bergerak lamban di awal tahun dan akan meningkat tajam realisasinya pada akhir tahun. Untuk DKI Jakarta mempunyai pola yang sedikit berbeda dengan daerah secara umum, pada bulan Januari simpanan dana pemda di bank umum dan BPR mempunyai titik yang lebih rendah dari bulan Desember dimana hal tersebut dikarenakan alokasi DAU yang rendah sehingga harus menggunakan simpanan pemda di bank umum dan BPR terlebih dahulu. Pergerakan simpanan pemda per bulan dapat dilihat dalam grafik A.4 sebagai berikut: Grafik 4 Pergerakan Simpanan Dana Pemda di Perbankan per Bulan Sumber : Bank Indonesia (diolah) Hingga semester I besaran dana pemda di bank umum dan BPR tahun 2013 masih lebih tinggi dari tahun 2012. Rata-rata peningkatan dana pemda di bank umum dan BPR pada semester I adalah 15,6% dari tahun 2012 atau meningkat sebesar 55,35% dibanding dengan semester 1 tahun 2011. Jika mengikuti pola yang ada pada tahuntahun sebelumnya, diperkirakan akhir Desember 2013 dana pemda di bank umum dan BPR dapat mencapai kurang lebih Rp113 triliun, 13

dengan kata lain SiLPA tahun berkenaan APBD TA 2013 akan kembali meningkat dibanding tahun 2012. Pergerakan dana pemda di bank umum dan BPR secara periodik dapat dilihat dalam grafik 5 dibawah ini, dimana dalam grafik tersebut ditampilkan data M-o-M (bulan per bulan) bulan Mei. Untuk data yang terpisah antara provinsi dengan kabupaten/kota masih berdasarkan bulan Mei karena data yang terpisah provinsi dan kabupaten/kota diperoleh lebih lambat dibanding dengan data agregat provinsi dan kabupaten/kota. Jika dilihat dari grafik 5 tersebut tampak bahwa pada tahun 2002-2004, dana pemda relatif stabil dan mulai meningkat di tahun 2005 hingga tahun 2007. Pada tahun 2008 hingga 2010, pergerakan dana pemda kembali bergerak datar dan kembali meningkat tinggi di tahun 2011. Secara terpisah kabupaten/kota mempunyai pola yang sama dengan pola pergerakan dana secara total, sedangkan provinsi mempunyai tren meningkat dari tahun 2005 hingga 2013. Untuk perbandingan pergerakan dana pemerintah provinsi dan kab/kota tampak dalam grafik 5 sebagai berikut : Grafik 5 Total Simpanan Pemda MoM (Bulan Mei) Sumber: Bank Indonesia (diolah) Grafik 5 menunjukkan secara total dana pemda di bank umum dan BPR milik kabupaten dan kota lebih besar disbanding milik pemerintah provinsi, namun jika dilihat dari rata-rata per daerah akan terjadi 14

sebaliknya. Secara rata-rata besaran dana pemda di bank umum dan BPR bulan Mei tahun 2013 per Pemerintah Provinsi adalah Rp1,5 triliun atau jika tanpa DKI Jakarta menjadi Rp1,2 triliun per Pemerintah Provinsi, dimana selisih rata-rata tersebut menunjukkan dominasi DKI Jakarta dalam besaran simpanan dana pemda. Sedangkan untuk kabupaten/kota rata-rata per pemerintah daerah adalah Rp288,6 miliar, dengan kata lain dana yang mengendap di pemerintah provinsi lebih banyak dibanding dengan pemerintah kabupaten/kota. Rincian bentuk dana pemda secara terpisah dapat dilihat dalam grafik 6 dan grafik 7 sebagai berikut: Grafik 6 Grafik 7 Tren Bentuk Simpanan Pemda Tren Bentuk Simpanan Pemda di Perbankan Provinsi di Perbankan Kabupaten/kota Data per Mei 2013 Sumber : Bank Indonesia (diolah) Bulan Mei 2013 sebagian besar dana provinsi disimpan di bank umum dan BPR dalam bentuk simpanan berjangka sebanyak 52,5% atau meningkat 6,6% dari tahun 2012. Untuk bentuk simpanan lainnya adalah dalam bentuk giro sebanyak 47,1% dan sisanya 0,4% dalam bentuk tabungan. Besarnya porsi simpanan berjangka menunjukkan 15

nilai dana pemda yang tidak tergunakan pada kurun waktu tertentu. Hal tersebut dimungkinkan karena berkaitan dengan tingkat pola penyerapan belanja yang belum membaik yang cenderung menumpuk di akhir tahun sehingga porsi simpanan berjangka yang cenderung besar akan turun drastis di bulan Desember. Besaran porsi simpanan dana pemda kabupaten/kota berbeda dengan provinsi, dimana kabupaten/kota menyimpan dananya sebagian besar dalam bentuk giro (72,7%) sedangkan untuk jenis lainnya adalah simpanan berjangka sebesar 26,4% dan sisanya dalam bentuk tabungan sebesar 0,9%. Bulan Desember tahun sebelumnya merupakan titik terendah, sehingga dengan membandingkan dengan bulan Juni, maka akan dapat dilihat berapa peningkatan simpanan dana pemda tersebut. Pada grafik 8 disajikan selisih antara dana pemda bulan Desember 2012 dengan bulan Juni 2013. Dana pemda di bank umum se-provinsi Kalimantan Timur tahun 2013 (Juni) merupakan yang terbesar dengan jumlah mencapai lebih dari Rp25,6 triliun. Sedangkan daerah yang mengalami peningkatan simpanan di perbankan yang tertinggi secara nominal adalah Jawa Tengah yang meningkat sebesar Rp9,3 triliun atau mencapai 136%. Grafik 8 Simpanan Dana Pemda di Perbankan per Provinsi Sumber : Bank Indonesia (diolah), data per Juni 2013 16

Bulan Desember merupakan akhir periode APBD, sehingga dengan mengetahui dana pemda di bank umum dan BPR dapat diperkirakan pula besaran sisa lebih penggunaan anggaran tahun berkenaan atau SiLPA tahun berkenaan. Dengan melihat perbandingan antara dana pemda di bank umum dan BPR bulan Desember dan SiLPA tahun berkenaan tahun-tahun sebelumnya, maka dapat diperkirakan besaran SiLPA tahun berkenaan. Hal tersebut dapat diperkuat dengan gambaran yang terlihat digrafik 9, dimana dalam grafik tersebut menunjukkan kesamaan pola antara SiLPA tahun berkenaan dengan dana pemda di bank umum dan BPR. Grafik 9 Perbandingan Dana Pemda di Bank Umum dan BPR dengan SiLPA Tahun Berkenaan Sumber : BI dan DJPK (diolah), data tahun 2012 merupakan data sementara Dana pemda di bank umum dan SiLPA tahun berkenaan mempunyai keterkaitan erat karena sebagian besar dana pemda di bank umum dan BPR merupakan SiLPA tahun berkenaan, sehingga jika dihitung korelasi antara keduanya dihasilkan angka 99%. Dengan 17

memperhatikan pola grafik 9 di atas dan estimasi perkiraan dana pemda di bank umum dan BPR bulan Desember 2013 dapat diperkirakan bahwa SiLPA tahun berkenaan untuk tahun 2013 dapat mencapai Rp103 triliun. B.2. DANA BPD YANG DISIMPAN DALAM BENTUK SERTIFIKAT BANK INDONESI (SBI) DAN SURAT UTANG NEGARA Selain dengan menggunakan data dana pemda di bank umum dan BPR, indikator lain yang digunakan untuk memberikan gambaran mengenai dana idle pemda adalah dari besaran kepemilikan SUN dan SBI oleh BPD. Hal tersebut digunakan sebagai indikator alternatif karena sebagan besar sumber dana BPD (kurang lebih 60%) berasal dari pemda. Dengan mengetahui pergerakan kepemilikan SUN dan SBI diharapkan dapat memberikan gambaran pemanfaatan dana idle pemda oleh BPD. Secara terpisah berikut akan disajikan pergerakan dana pemda dalam bentuk SUN dan SBI. B.2.1. KEPEMILIKAN SBI OLEH BPD Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI mempunyai beberapa jangka waktu yaitu 1, 3, 6 dan 9 bulan, dimana mulai tahun 2012 untuk jangka waktu 1,3 dan 6 bulan sudah tidak diterbitkan lagi. Tidak semua BPD memiliki SBI, data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa hingga Juni 2013 terdapat 20 BPD yang memiliki SBI. Pergerakan kepemilikan SBI oleh BPD per bulannya dapat dilihat dalam grafik 10 berikut. 18

Grafik 10 Tren Data Kepemilikan SBI oleh BPD Sumber : Bank Indonesia (diolah) Tahun 2013 tren kepemilikan SBI oleh BPD mengalami penurunan dibanding dengan tahun 2011 dan 2012, selain secara nominal jumlah BPD yang menyimpan dananya dalam bentuk SBI lebih sedikit dibanding dengan dua tahun sebelumnya. Tren kepemilikan SBI oleh BPD menunjukkan ketertarikan BPD terhadap SBI cenderung menurun karena besaran tersebut berbanding terbalik dengan besaran simpanan masyarakat di BPD yang semakin meningkat di tahun 2013. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh pengakuan utang jangka pendek untuk 1,3 dan 6 bulan tidak diterbitkan lagi sejak tahun 2012. B.2.2. KEPEMILIKAN SUN OLEH BPD Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Untuk tren per tahun dapat dilihat dalam grafik 11 berikut. 19

Grafik 11 Tren Dana BPD dalam SUN Sumber : Ditjen Pengelolaan Utang (diolah) Berkebalikan dengan nilai kepemilikan SBI yang semakin menurun, maka kepemilikan SUN oleh BPD semakin meningkat dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Dalam bulan yang sama (Juni), jumlah BPD yang menyimpan dananya dalam bentuk SUN tahun 2013 (22 BPD) lebih banyak dibanding dengan tahun 2011 (18 BPD). Dari 22 BPD tersebut terdapat lima BPD mendominasi kepemilikan pemda atas SUN, yaitu mencapai 86,5% total kepemilikan SUN oleh BPD. Pola data kepemilikan SUN oleh BPD menunjukkan penurunan di akhir tahun walaupun tidak lebih rendah dari Januari, dimana pola ini menunjukkan pola yang menyerupai dana pemda di bank umum dan BPR.. 20

LAMPIRAN I METODOLOGI PERHITUNGAN REALISASI BELANJA DAERAH Gambaran mengenai besaran realisasi belanja daerah perlu dikemukakan untuk mengetahui signifikansi antara penyerapan belanja daerah dengan penyediaan layanan kepada masyarakat. Untuk merespon tuntutan yang tinggi atas kecepatan informasi penyerapan belanja daerah yang bersifat periodik dengan interval waktu yang relatif singkat, maka telah dibuat sebuah instrumen yang dapat digunakan untuk memonitor besarnya penyerapan belanja APBD secara bulanan. Instrumen ini didasarkan pada data-data sekunder untuk dapat membuat proxy penyerapan belanja daerah secara bulanan per provinsi (merupakan agregasi penyerapan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota dalam satu wilayah provinsi). Dengan cakupan informasi penyerapan belanja yang lebih luas, diharapkan dapat memberikan bahan masukan yang lebih baik buat Pemerintah Pusat untuk mendesain kebijakan terkait keuangan daerah. Pendekatan ini merupakan proxy dengan menggunakan data dana pemerintah daerah di perbankan per bulan dari Bank Indonesia, data realisasi transfer per bulan dan proxy realisasi PAD. Laporan estimasi penyerapan bulanan ini mempunyai lag time kurang dari 20 hari setelah akhir bulan yang bersangkutan. Lag time ini terjadi karena salah satu sumber informasi utama yang dijadikan sebagai basis estimasi adalah informasi dana pemda di Bank Umum per provinsi yang baru dapat diterima setelah 15 hingga 17 hari setelah berakhirnya bulan yang diobservasi (sumber dari Bank Indonesia). Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah sebagai berikut : 21

1. Dana pemerintah daerah di perbankan per bulan (sumber : Bank Indonesia); 2. Realisasi transfer per bulan (sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan); 3. Laporan realisasi PAD per triwulan (sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan). Adapun cara perhitungan yang dipakai menggunakan langkahlangkah sebagai berikut : 1. LANGKAH PERTAMA - Menghitung total realisasi dana transfer yang disalurkan ke daerah berdasarkan nomor SP2D per provinsi; - Mengestimasi realisasi PAD yang berasal dari laporan realisasi APBD per triwulan, dibedakan antara realisasi PAD Kabupaten/Kota/Provinsi. 2. LANGKAH KEDUA - Menghitung realisasi belanja dengan rumus sebagai berikut : BELANJA = DPDP(T-1)+DT(T)+PAD(T)-DPDP(T) Keterangan : DPdP = Dana Pemerintah Daerah di Perbankan DT = Dana Transfer PAD t = Estimasi Penerimaan dari PAD = bulan ke t 22

3. LANGKAH KETIGA - Menghitung prosentase belanja dengan rumus sebagai berikut: % BELANJA = ESTIMASI BELANJA / ANGGARAN BELANJA APBD Analisis ini memiliki beberapa kelemahan yaitu : 1. Hanya dapat membuat estimasi realisasi belanja pemerintah daerah secara agregat provinsi, kabupaten, dan kota untuk masing-masing provinsi. 2. Realisasi belanja yang diperoleh adalah realisasi belanja secara total, tidak per jenis belanja. Masih terdapat lag 45 hari untuk dapat menyajikan laporan realisasi bulanan per provinsi, sehingga untuk pertengahan Juli 2013, baru dapat ditampilkan estimasi realisasi belanja semester I tahun 2013 di luar dana pemda di BPR. 23

24

LAMPIRAN II REALISASI PENYERAPAN BELANJA DAERAH SECARA AGREGAT PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA PER PROVINSI SEMESTER I TAHUN 2013 1. PROVINSI ACEH 2. PROVINSI SUMATERA UTARA 25

3. PROVINSI SUMATERA BARAT 4. PROVINSI RIAU 5. PROVINSI JAMBI 26

6. PROVINSI SUMATERA SELATAN 7. PROVINSI BENGKULU 8. PROVINSI LAMPUNG 27

9. PROVINSI DKI JAKARTA 10. PROVINSI JAWA BARAT 11. PROVINSI JAWA TENGAH 28

12. PROVINSI DI YOGYAKARTA 13. PROVINSI JAWA TIMUR 14. PROVINSI KALIMANTAN BARAT 29

15. PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 16. PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 17. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 30

18. PROVINSI SULAWESI UTARA 19. PROVINSI SULAWESI TENGAH 20. PROVINSI SULAWESI SELATAN 31

21. PROVINSI SULAWESI TENGGARA 22. PROVINSI BALI 23. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 32

24. PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 25. PROVINSI MALUKU 26. PROVINSI PAPUA 33

27. PROVINSI MALUKU UTARA 28. PROVINSI BANTEN 29. PROVINSI BANGKA BELITUNG 34

30. PROVINSI GORONTALO 31. PROVINSI KEPULAUAN RIAU 32. PROVINSI PAPUA BARAT 35

33. PROVINSI SULAWESI BARAT 36

37