INDEKS PEMBANGUNAN GENDER KABUPATEN SERANG 2017

dokumen-dokumen yang mirip
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI GORONTALO 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016

BPS KABUPATEN EMPAT LAWANG. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BENGKULU TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BERITA RESMI STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROPINSI NTB TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT


INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

jayapurakota.bps.go.id

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara Tahun 2016

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN UTARA TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,99

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA(IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

LAPORAN AKHIR ROADMAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI LAMPUNG TAHUN B ADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DKI JAKARTA TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR


STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

STATISTIK GENDER 2011

PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI :

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

INDIKATOR PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PULAU MOROTAI 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Kepada semua pihak yang telah membantu menyusun publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Temanggung, November 2016

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH


BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

Transkripsi:

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER KABUPATEN SERANG No. Publikasi : Katalog : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman: vi + 90 halaman Naskah : Bappeda Gambar Cover oleh: Bappeda Diterbitkan oleh: Bappeda Dicetak oleh : Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik.

Kata Pengantar (IPG) merupakan salah satu ukuran tingkat keberhasilan capaian pembangunan yang sudah mengakomodasi persoalan gender. IPG adalah ukuran pembangunan manusia berbasis gender dilihat dari tiga dimensi capaian dasar manusia yaitu dimensi umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Publikasi ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pembangunan manusia berbasis gender di tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota. Selain itu dapat juga dilihat komponen capaian pembangunan manusia menurut jenis kelamin. Disadari, publikasi ini masih banyak kelemahan. Oleh sebab itu kritik dan saran demi perbaikan di masa mendatang sangat diharapkan. Ucapan terima kasih disampaikan pada semua pihak yang telah berperan membantu dalam penyusunan publikasi ini, sehingga dapat diselesaikan pada waktunya. Serang, November BAPPEDA KABUPATEN SERANG Kepala, Ir. H ANANG MULYANA, MM

Daftar Isi i ii iii Latar Belakang 1 Tujuan 7 Sistimatika 7 Sumber Data 8 1 v 23 Konsep dan Metodologi 9 Konsep Pembangunan Manusia 9 Konsep Gender 11 Penghitungan IPG 15 Komponen IPG 17 Menghitung Komponen IPG 19 Menghitung IPG 21 9 Gambaran Umum Gender 23 Komposisi Penduduk 25 Pendidikan 28 Kesehatan 50 Ketenagakerjaan 64 Politik, Keamanan dan 73 Pemerintahan 85 105 Analisis Gender 85 Perkembangan Capaian 90 Pembangunan Gender di Penutup 105 ii

Daftar Tabel Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator IPG 16 Tabel 2.2 Batas Minimal dan Maksimal Komponen IPG 20 Tabel 3.1 Persentase Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 27 2016 Tabel 3.2 Angka Partisipasi Sekolah ( APS ) Menurut Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten 31 Serang, Tahun 2015-2016 Tabel 3.3 Angka Partisipasi Murni ( APM ) Menurut Jenjang Pendidikan di, 34 Tahun 2015-2016 Tabel 3.4 Presentase Penduduk Berumur 15 Tahun keatas Menurut Status Pendidikan di 49, Tahun 2016 Tabel 3.5 Angka Kesakitan dan Rata rata Lamanya Sakit Penduduk, Tahun 53 2015-2016 Tabel 3.6 Presentase Balita 2 4 Tahun yang Pernah diberi ASI dan Imunisasi di Kabupaten 55 Serang, tahun 2015-2016 Tabel 3.7 Presentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Sarana/ Tenaga Kesehatan di 57, Tahun 2016 Tabel 3.8 Presentase Penolong Persalinan Bayi di, Tahun 2015-2016 58 Tabel 3.9 Jumlah Sumber Daya Manusia ( SDM ) Kesehatan di Puskesmas se Kabupaten 61 Serang, Tahun 2016 Tabel 3.10 Jumlah dan Presentase Akseptor KB Menurut Alat / Cara KB di Kabupaten 63 Serang, Tahun 2016 iii

Tabel 3.11 Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Kabuapten Serang, Tahun 2015 Tabel 3.12 Komposisi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di, Tahun 2013-2015 Tabel 3.13 Jumlah Anggota DPRD Menurut Fraksi dan Jenis Kelamin, Tahun 2009-2014, dan 2016 Tabel 3.14 Jumlah Aparat Penegak Hukum di Tahun 2015-2016 Tabel 3.15 Jumlah Kejahatan dan Kejahatan yang Diselesaikan di, Tahun 2014-2016 Tabel 3.16 Persentase Penduduk yang Pernah Menjadi Korban Kejahatan Tahun 2016 Tabel 3.17 Jumlah Pejabat Menurut Eselon di Pemerintahan Tahun 2016 Tabel 3.18 Jumlah Pegawai Dilingkungan Pemerintahan Daerah Menurut Pendidikan yang Ditamatkan 66 72 75 78 79 80 82 84 iv

Daftar Gambar Gambar 2.1 Perkembangan dan Penyempurnaan IPM dan IPG Gambar 3.1 Piramida Penduduk, Tahun 2016 Gambar 3.2 Angka Partisipasi Sekolah ( APS ) Menurut Jenis Kelamin di, Tahun 2016 Gambar 3.3 Angka Partisipasi Murni ( APM ) Menurut Jenjang Pendidikan di, Tahun 2016 Gambar 3.4 Persentase Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di, Tahun 2016 Gambar 3.5 Persentase Murid PAUD dan TK Menurut Jenis Kelamin di, Tahun 2016 Gambar 3.6 Persentase Murid SD, SMP, SMA dan SMK Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Serang, Tahun 2016 Gambar 3.7 Persentase Murid MI, MTs, dan MA Menurut Jenis Kelamindi Kabupaten Serang, Tahun 2016 Gambar 3.8 Persentase Guru PAUD dan TK Menurut Jenis Kelamin di, Tahun 2016 Gambar 3.9 Persentase Guru SD,SMP,SMA dan SMK Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Serang, Tahun 2016 Gambar 3.10 Persentase Guru MI, MTs, dan MA Menurut Jenis Kelamindi, Tahun 2016 Gambar 3.11 TPAK dan TPT Menurut Jenis Kelamin di Tahun 2015 16 26 33 36 40 42 43 45 45 46 47 67 v

Gambar 3.12 Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Dan Jenis Kelamin di Gambar 3.13 Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Dan Jenis Kelamin di Gambar 3.14 Persentase Penduduk Pernah Menjadi Korban Kejahatan, Tahun 2016 Gambar 3.15 Persentase Perempuan Yang Menduduki Jabatan Eselon, Tahun 2016 Gambar 3.16 Jumlah Pegawai Dilingkungan Pemerintah Daerah, Menurut Pendidikan yang Ditamatkan, Tahun 2016 Gambar 4.1 Katagori Hubungan Antara Indeks Pembangunan Gender ( IPG ) Dengan Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ) di Provinsi Banten Gambar 4.2 Perkembangan IPM dan IPG Kabupaten Serang, Tahun 2010-2016 Gambar 4.3 Perkembangan IPM dan Provinsi Banten, Tahun 2010-2016 Gambar 4.4 Perkembangan IPG dan Provinsi Banten, Tahun 2010-2016 Gambar 4.5 Angka Harapan Hidup ( AHH ) Perempuan Kabupaten Seran, 2010-2016 Gambar 4.6 Perbandingan Angka Harapan Hidup (AHH ) Perempuan dan Angka Harapan Hidup (AHH ) laki laki di, 2010-2016 Gambar 4.7 Kategori Hubungan Antara Angka Harapan Hidup ( AHH ), Harapan Lama Sekolah ( MYS ), Rata rata Lama Sekolah ( EYS ) dan Pengeluaran Perempuan di Kabupaten Serang, Tahun 2016 68 70 80 83 84 94 95 96 97 98 99 100 vi

Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Rata rata Lama Sekolah ( RLS ) di Usia 25 Tahun Keatas, Tahun 2010-2016 Rata rata Lama Sekolah ( RLS ) Penduduk Usia 25 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2010-2016 Harapan Lama Sekolah ( HLS ) Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2010-2016 101 103 104 vii

Ringkasan Ekslusif Capaian Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten Serang secara umum terus menunjukkan peningkatan. Dalam kurun waktu 2015-2016, berhasil meningkatkan capaian IPG yang semula bernilai 91,77 pada tahun 2015 menjadi 92,12 di tahun 2016. Selama lima tahun kebelakang rata-rata pertumbuhan IPG di mencapai 1,01 persen per tahun. Melalui estimasi IPG di tahun 2016 ini harapan hidup bayi yang baru lahir di dapat bertahan hidup hingga usia 65,65 tahun, secara rata-rata penduduk Kabupaten Serang usia 25 tahun ke atas sudah menempuh pendidikan selama 6,47 tahun atau sudah menyelesaikan pendidikan setara kelas 6 dan hampir menyelesaikan kelas 1 SMP. Selain itu ratarata penduduk usia 7 tahun yang mulai bersekolah, diharapkan dapat mengenyam pendidikan hingga 12,8 tahun atau setara dengan bangku kuliah semester 1 serta pengeluaran per kapita yang disesuaikan mencapai Rp.9.334.000 per kapita per tahun di tahun 2016. viii

Salah satu hal yang mempengaruhi pencapaian pembangunan adalah komitmen pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pembangunan. Pelaksaan program-program pembangunan termasuk pengawasan dan evaluasi terhadap program-program yang dilaksanakan memiliki peran dalam mencapai keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Tantangan besar saat ini adalah hingga saat ini pemanfaatan daerah ekonomi secara maksimal, pembuatan zona ekonomi berdasarkan potensi wilayah terus diupayakan oleh Pemerintah Daerah, seperti Kawasan Minapolitan, Kawasan Industrial dan Kawasan Pariwisata. ix

x

BAB Kesetaraan dalam pembangunan tidak lain untuk meningkat kan kualitas Sumber Daya Manusia dan pembangunan yang berkelanjutan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang B eragam permasalahan yang dialami perempuan pada masa lalu maupun kini, tentu saja tidak luput dari perhatian komunitas negara-negara di dunia termasuk juga di Indonesia. Perhatian ini sebagai wujud ungkapan keprihatinan sesama manusia atas terjadinya ketidakadilan di berbagai hal yang menyangkut perempuan. Pada September 2015, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) meluncurkan program pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs direncanakan untuk 15 tahun ke depan sehingga dikenal sebagai Agenda 2030. SDGs memiliki 17 program yang berlaku 1

bagi negara-negara maju dan juga berkembang, termasuk Indonesia. Dalam SDGs isu gender masuk dalam agenda pembangunan tujuan 5. Adapun tujuan pembangunan gender yang ingin dicapai adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan dan anak perempuan. Isu kesetaraan gender di Indonesia tertuang dalam Instruksi Presiden No 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksana, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pengarusutamaan Gender merupakan strategi pembangunan pemberdayaan perempuan, implementasinya melalui prinsip kesetaraan dan keadilan gender harus menjadi dasar dalam setiap kebijakan dalam pembangunan. Dari beberapa literatur, konsep gender secara umum diartikan bukan sebagai perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, melainkan perbedaan peran, perilaku, kegiatan, serta atribut yang dikonstruksikan secara sosial dalam masyarakat. Pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara, penjabaran konsep gender adalah keselarasan dalam peran 2 sosial, ekonomi, dan politik antara laki-laki dan perempuan.

Pada perkembangannya, peran kaum perempuan juga dapat terlihat dari peran reproduksi, peran produktif, dan peran sosial kemasyarakatan (Kantor Menneg Peranan Wanita, 1998; Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003; Sudarta, 2005). Dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, isu-isu terkait gender cukup menarik perhatian terutama pada masalah diskriminasi gender yang dialami oleh perempuan. Diskriminasi terjadi dari berbagai aspek kehidupan yaitu berupa perilaku masyarakat yang berasal dari suatu aturan, sejarah, adat, norma, dan struktur masyarakat. Diskriminasi gender akan melahirkan kesenjangan gender, yang akan menghilangkan hak-hak perempuan atas kesempatan dan kendali pada sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik. Sebagai pihak yang melahirkan dan mendidik generasi penerus, perempuan harus dilindungi hak-hak hidupnya. Bentuk perlindungan hak-hak tersebut adalah menerima perlakuan yang adil terhadap aspek-aspek dasar manusia, yaitu dalam aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Dengan demikian, kebijakan yang melahirkan kesetaraan dan keadilan gender menjadi sangat mutlak. Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak serta merta masalahmasalah terkait gender akan hilang. 3

Sebagian perempuan masih menjadi obyek yang harus menderita, seperti pada kasus kekerasan terhadap perempuan, perdagangan manusia, dan lain-lain. Disamping itu, kesempatan perempuan dalam menyalurkan aspirasinya melalui perlemen juga masih minim. Padahal perempuan telah berperan banyak dalam pembangunan nasional dan pewujudan kesejahteraan. Hal ini seiring dengan pendapat dari UNDP, bahwa mengabaikan aspek gender akan menghambat proses pembangunan di suatu wilayah. Dalam visi pembangunan nasional jangka panjang 2005-2025, untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Adil berarti tidak ada pembatasan/gender. Penghapusan diskriminasi gender di semua bidang kemudian menjadi isu yang terus menerus dibahas sebagai target pembangunan. Dalam RPJMN 2015-2019 perspektif gender di semua bidang dan tahapan pembangunan sangat ditekankan. Kesetaraan dalam pembangunan tersebut tidak lain untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan pembangunan yang berkelanjutan. Permendagri No. 15 tahun 2008 dan No. 67 tahun 2011 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah wajib menyusun 4 kebutuhan/program/kegiatan pembangunan berperspektif dan

responsif gender ke dalam RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD. Visi Tahun 2016-2021 adalah Terwujudnya Yang Maju, Sejahtera dan Agamis. Sedangkan Misi adalah: 1. Meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial demi terwujudnya masyarakat yang sehat, cerdas, berakhlak mulia dan berbudaya; 2. Meningkatkan pembangunan sarana prasarana wilayah, penataan ruang dan permukiman yang memadai, berkualitas dan berwawasan lingkungan; 3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis potensi lokal dalam memperkuat struktur perekonomian daerah; 4. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik serta pelayanan publik yang prima didukung kapasitas birokrasi yang berintegritas, kompeten dan profesional; 5. Memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan spiritual dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara. Untuk mencapai visi dan misi tersebut disusun berbagai prioritas pembangunan, diantaranya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sehat, cerdas, berakhlak mulia dan berbudaya serta kesejahteraan sosial masyarakat. 5

Prioritas pembangunan yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi tersebut harus didukung oleh peran serta dari seluruh lapisan masyarakat dengan mengutamakan kesetaraan gender. Mengingat sampai saat ini masih dijumpai kesenjangan pencapaian pembangunan antara laki-laki dan perempuan maka diperlukan program-program untuk mendukung pembangunan kualitas perempuan agar dapat menjadi lebih mandiri, tangguh, dan berdaya saing. Untuk mengevaluasi sejauh mana prioritas pembangunan sudah responsif gender dan mendukung pengarustamaan gender dapat dilihat dari analisa terhadap data terpilah gender. Indikator - indikator yang menunjukkan capaian pembangunan berbasis gender akan memberikan gambaran nyata tentang besar kecilnya kesenjangan pencapaian pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Tingkat keberhasilan pembangunan yang sudah meng-akomodasi persoalan gender saat ini telah dapat diukur, salah satunya adalah dengan IPG (Indeks Pembangunan Gender), yang diperkenalkan oleh United Nations Development Programs (UNDP) dalam Laporan Pembangunan Manusia tahun 1995. Dari angka IPG ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai perkembangan capaian pembangunan yang sudah mengakomodasi aspek-aspek gender. 6

Tujuan Publikasi ini disusun untuk melihat pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki di berbagai bidang dan masalah kesenjangan gender yang ada di Kabupaten Serang yang direpresentasikan dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan analisa data terpilah gender. Publikasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan penyusunan perencanaan kebijakan, program dan kegiatan yang responsif gender, terkait perbedaan pencapaian antara laki-laki dan perempuan dan pengambilan keputusan. Sistematika Sistematika penulisan dalam penyusunan publikasi ini adalah: a. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, sistematika penulisan dan sumber data b. Bab II Konsep dan Metodologi berisi tentang istilah dan konsep gender, definisi variabel dan metode penghitungan (IPG) c. Bab III Gambaran Umum berisi tentang gambaran umum d. Bab IV Pencapaian Pembangunan Gender berisi tentang besarnya (IPG) Kabupaten 7

Serang dan perbandingan dengan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. e. Bab VI Penutup berisi kesimpulan dan saran untuk perencanaan kebijakan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penghitungan (IPG) adalah Sensus Penduduk 2010 (SP2010), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) sebagai data primer dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) sebagai data sekunder. Data Sensus Penduduk 2010 digunakan untuk menghitung angka harapan hidup. Sedangkan data Susenas sendiri digunakan untuk menghitung angka harapan lama sekolah, angka rata-rata lama sekolah, serta pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Sementara data Sakernas digunakan untuk mendapatkan angka upah serta jumlah angkatan kerja sebagai penunjang penghitungan pendapatan per kapita yang disesuaikan. Untuk memperkaya dan mendalami analisis untuk melihat perpektif gender dari sisi lainn disajikan data sekunder yang terkait dengan gender dari OPD dan Instansi dilingkungan Pemerintah Daerah. 8

2

BAB 2 KONSEP DAN METODOLOGI Fokus utama pembangunan manusia pada perluasan pilihan masyarakat untuk hidup dengan bebas dan bermartabat bergerak seiring dengan pertumbuhan yang positif dan perubahan dalam tingkat kesejahteraan Konsep Pembangunan Manusia Pembangunan nasional dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai denan tujuan nasional Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia yang seutuhnya serta pembangunan seluruh masyarakat. Peningkatan taraf hidup dan kualitas masyarakat sebagai hasil dari pembangunan nasional harus dirasakan oleh seluruh masyarakat. Menurut United Nation Development Program (UNDP), tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan 9

pilihan bagi penduduk (a process of enlarging the choices of people). Untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara atau daerah digunakan suatu indikator, salah satunya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang menjelaskan bagaimana masyarakat dapat mengakses hasil pembangunan dalam hal kesehatan, pendidikan dan kehidupan yang layak. IPM adalah indeks yang mengukur pembangunan manusia dari tiga aspek dasar, yaitu: 1. A long and healthy life (umur panjang dan hidup sehat). 2. Knowledge (pengetahuan). 3. A decent standard of living (standar hidup layak). Menurut UNDP, ketiga dimensi tersebut digunakan sebagai pendekatan dalam mengukur kualitas hidup, dimana hakikatnya adalah mengukur capaian pembangunan manusia. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Tetapi IPM mengabaikan disparitas gender. Padahal ke-senjangan gender masih banyak terjadi, khususnya di negaranegara berkembang. Hal ini tentu saja menyebabkan kualitas kesehatan, pendidikan dan kehidupan yang layak antara laki-laki dan perempuan di Negara berkembang tidak sama. Oleh karena itu, UNDP memasukkan aspek gender kedalam konsep pembangunan manusia untuk melengkapi perhitungan IPM. 10

Ada dua indikator untuk mengukur aspek gender, yakni: Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). IPG mengukur pencapaian dimensi dan variabel yang sama seperti IPM, tetapi mengungkapkan ketidakadilan pencapaian laki-laki dan perempuan. Sementara IDG menunjukkan apakah perempuan dapat secara aktif berperan serta dalam kehidupan ekonomi dan politik Konsep Gender Perbedaan laki-laki dengan perempuan dalam hal jenis kelamin merupakan perbedaan organ biologis, khususnya pada bagian reproduksi. Dalam hal ini merupakan ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat ditukar serta berlaku kapan dan dimana saja. Gender diartikan sebagai perbedaan fungsi, peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial dari masyarakat. Dalam hal ini, gender merupakan buatan manusia, tidak bersifat kodrat, dapat berubah, dapat ditukar serta tergantung waktu dan budaya setempat. Isu Gender Masalah atau isu yang berkaitan dengan peran, perilaku, tugas, hak dan fungsi yang dibebankan kepada perempuan dan laki-laki. Biasanya isu Gender muncul sebagai akibat suatu kondisi yang menunjukkan perbedaan Gender. 11

Peran Gender, Peran sosial yang diakibatkan oleh perbedaan jenis kelamin, misalnya peran mengasuh anak dan melakukan pekerjaan rumah tangga dianggap sebagai tugas dan tanggung jawab perempuan, padahal peran tersebut bagi perempuan bukan kodrat melainkan konstruksi sosial sehingga laki-lakipun sebenarnya dapat melakukannya. Analisis Gender, Suatu analisis yang digunakan oleh perencana/pembuat kebijakan untuk menilai dampak kebijaksanaan yang bergerak bagi perempuan dan laki-laki atas program atau peraturan yang diusulkan dan dilaksanakan. Persepektif Gender, Mengkaji masalah-masalah ekonomi, politik, sosial dan budaya dari sudut pandang yang mempertimbangkan keberadaan laki-laki dan perempuan. Lebih jauh lagi, perspektif Gender menganalisis bagaimana kebijakan ekonomi, politik, sosial dan budaya berproyeksi mempengaruhi terjadinya diskriminasi yang didasarkan pada jenis kelamin. Gender Responsif, Perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat dengan mengacu pada rasa keadilan. Ketidakadilan Gender, Ketidakadilan Gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan Gender, seperti pembatasan peran, penyingkiran atau pilih kasih yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak 12 azasinya, persamaan antara laki-laki dan perempuan, maupun

hak dasar dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lainlain. Misalnya perempuan dan laki-laki tidak diberi kesempatan pendidikan, pekerjaan, kesehatan yang seharusnya. Kesetaraan Gender (gender equity), Kesamaan kondisi bagi lakilaki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hakhaknya sebagai manusia dalam berperan dan berpartisipasi di segala bidang. Keadilan Gender (gender equality), Merupakan proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki sehingga dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), Tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, kesempatan berpartisippasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Disparitas/ Kesenjangan/ Ketimpangan Gender, Suatu kondisi yang menunjukkan ketidakseimbangan dalam hubungan antara laki- laki dan perempuan. Ketidakseimbangan ini terjadi dalam pekerjaan, pendapatan, kesempatan, dan penghargaan. Pengarusutamaan Gender (PUG), Usaha agar kebijakan apapun yang dikeluarkan pejabat pemerintah dan swasta (baik dalam 13

bentuk kebijakan, undang-undang, peraturan, maupun kebijakan yang bersifat teknis) harus selalu mempertimbangkan kesetaraan dan keadilan Gender. Kebijakan ini harus diterapkan mulai dari tahap perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan sampai pada tahap evaluasi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks yang mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup melalui pendekatan tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge) dan standar hidup layak (decent standard of living) (IPG), Indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM yaitu di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi dengan memperhatikan ketimpangan gender. IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. 14

Penghitungan Indeks Pembangunan Gender (IPG) UNDP memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pertama kali pada tahun 1995, lima tahun kemudian setelah itu pada tahun 2010 diluncurkan Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang mengukur disparitas dari masing-masing komponen IPM untuk setiap gender dan angka IPG metode ini tidak bisa diinterpretasikan terpisah dari IPM. Tahun 2010 hingga 2013 penghitungan IPG dihentikan dan pada tahun 2014, penghitungan IPG kembali dilakukan dengan menggunakan metode baru sebagai penyempurnaan dari metode sebelumnya. IPG metode baru ini merupakan dari metode sebelumnya. IPG metode baru ini merupakan pengukuran langsung terhadap ketimpangan antar gender dalam pencapaian IPM. IPG metode baru ini menggunakan rasio IPM perempuan dengan IPM laki-laki, sehingga bisa terlihat pencapaian pembangunan manusia antara perempuan dengan laki-laki. 15

Gambar 2.1. Perkembangan dan Penyempurnaan IPM dan IPG Perubahan IPG Metode baru terjadi pada indikator yang digunakan dan metodologi pengitungannya, namun dimensi yang digunakan masih tetap sama dengan metode sebelumnya, yaitu: Umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life); Pengetahuan (knowledge); dan Standar hidup layak (decent standard of living). Tabel 2.1. Dimensi dan Indikator IPG Dimensi Umur panjang dan sehat Pengetahuan Kehidupan yang layak Indikator Angka Harapan Hidup pada saat lahir (e), Laki-laki dan Perempuan 1. Harapan Lama Sekolah (EYS); Laki-laki & Perempuan 2. Rata-rata Lama Sekolah (MYS); Laki-laki & Perempuan Perkiraan pendapatan; Laki-laki & Perempuan 16

Penghitungan IPG Metode baru memiliki beberapa keunggulan antara lain; 1) Menggunakan indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan baik (diskriminatif ). 2) Dengan memasukkan Rata-rata Lama Sekolah dan angka Harapan Lama Sekolah, bisa didapatkan gambaran yang lebih relevan dalam pendidikan dan perubahan yang terjadi. 3) PNB menggantikan PDB karena lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. 4) Dengan menggunakan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM dapat diartikan bahwa capaian satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain. Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya. Komponen IPG Angka Harapan Hidup saat Lahir AHH (Life Expectancy e0) Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. AHH mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. AHH dihitung dari hasil Proyeksi SP2010. 17

Rata-rata Lama Sekolah RLS (Mean Years of Schooling MYS) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung RLS adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. RLS dihitung untuk usia 25 tahun ke atas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir. Penghitungan RLS pada usia 25 tahun ke atas juga mengikuti standard internasional yang digunakan oleh UNDP. Harapan Lama Sekolah HLS (Expected Years of Schooling EYS) Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. 18

Pengeluaran per Kapita disesuaikan Pengeluaran per kapita disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli. Rata-rata pengeluaran per kapita setahun diperoleh dari Susenas Modul, dihitung dari level provinsi hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100. Perhitungan paritas daya beli pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas nonmakanan. Metode penghitungannya menggunakan Metode Rao. Menghitung Komponen IPG Penyusunan indeks komposit dimulai dengan membangun indeks untuk masing-masing komponen. Setiap komponen IPG distandardisasi dengan nilai minimum dan maksimum sebelum digunakan untuk menghitung IPG. Berikut ini adalah nilai maksimum dan minimum masing-masing komponen IPG: 19

Tabel 2.2. Batas Minimum dan Maksimum Komponen IPG Maksimum Minimum Komponen Satuan Lakilaki Perempuan Lakilaki Perempuan Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) Harapan Lama Sekolah (HLS) Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Tahun 82,5 87,5 17,5 22,5 Tahun 18 18 0 0 Tahun 25 25 0 0 Rupiah 26.572.352 1.007.436 Penyusunan indeks untuk indikator dalam dimensi kesehatan, dimensi pengetahuan dan dimensi pengeluaran menggunakan rumus sebagai berikut : Dimensi Kesehatan I kesehatan = AHH AHH min AHH maks AHH min Dimensi Pengetahuan I pendidikan = I HLS + I RLS 2 20

I HLS = HLS HLS min HLS maks HLS min I RLS = RLS RLS min RLS maks RLS min Dimensi Standar Hidup Layak I pendapatan = Keterangan: ln (pendapatan) ln(pendapatan min ) ln(pendapatan maks ) ln(pendapatan min ) I kesehatan AHH I pengetahuan I HLS I RLS HLS RLS I pendapatan = Indeks Kesehatan = Angka Harapan Hidup = Indeks Pengetahuan = Indeks Harapan Lama Sekolah = Indeks Rata-rata Lama Sekolah = Harapan Lama Sekolah = Rata-rata Lama Sekolah = Indeks Pendapatan Menghitung IPG IPG dihitung sebagai rasio antara Pembangunan Manusia Perempuan) dengan IPM P (Indeks IPM L (Indeks Pembangunan Manusia Laki-laki), menggunakan rumus sebagai berikut: 21

IPM IPM P IPG x 100 L Adapun penghitungan IPM P dan IPM L sebagai ratarata geometrik dari indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks pendapatan, dengan rumus sebagai berikut: IPM P 3 IndeksKeseha tan IndeksPendidikan IndeksPend apa tan P P P IPM L 3 IndeksKeseha tan IndeksPendidikan IndeksPend apa tan L L L Interpretasi angka IPG, jika semakin mendekati nilai 100 maka capaian pembangunan kapabilitas antara laki-laki dengan perempuan semakin setara. Sebaliknya jika semakin jauh dari nilai 100 maka semakin terjadi ketimpangan pembangunan kapabilitas antara laki-laki dan perempuan. 22

23

24

BAB 3 GAMBARAN UMUM GENDER Kondisi kesehatan ditentukan dari tahapan konsepsi dan berakhir pada kematian, sehingga status kesehatan merupakan representasi dari berbagai ukuran seperti ukuran-ukuran mortalitas, morbiditas, kondisi kesehatan individu seperti status gizi, disabilitas, kesehatan jiwa, dan lain sebagainya. G ender secara umum diartikan bukan sebagai perbedaan jenis kelamin, melainkan perbedaan peran, perilaku, kegiatan, serta atribut yang dikonstruksikan secara sosial dalam masyarakat antara laki-laki dan perempuan. Gender juga merupakan keselarasan dalam peran sosial, ekonomi, dan politik antara laki-laki dan perempuan. Selama ini peran publik dan domestik menjadi pembeda antara peran laki-laki dan perempuan di masyarakat. Laki-laki cenderung berperan dalam aktivitas publik, yaitu aktivitas yang dilakukan di luar rumah dan bertujuan mendapatkan pendapatan. Sedangkan perempuan lebih banyak dalam peran domestik, yaitu aktivitas yang dilakukan di dalam 23

rumah, yaitu mengurus rumah tangga dan tidak dimaksudkan untuk mendapat pendapatan. Kedua peran ini dapat menjelaskan perbedaan peran gender dalam masyarakat selama ini. Secara umum, perempuan lebih berperan secara domestik dibandingkan publik. Hal ini tidak terlepas dengan kodrat perempuan untuk mengurus rumah tangga. Sementara untuk mencari nafkah keluarga menjadi tanggung jawab laki-laki. Banyak pandangan mengenai perempuan bahwa perempuan hanyalah pendamping hidup, bersifat lemah, selalu memakai perasaan, berpikiran sempit dan lain sebagainya. Disamping itu budaya patriarki yang masih kuat berkembang pada masyarakat Indonesia, terkadang menempatkan perempuan pada posisi nomor dua. Salah satunya adalah belum diakuinya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan sehingga kepentingannya belum banyak terwakili. Hal ini juga berdampak pada ketidaksetaraan perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Pada perkembangannya, saat ini perempuan Indonesia sudah memberikan sumbangan besar bagi kesejahteraan keluarga dan pembangunan masyarakat. Terlihat dari banyaknya perempuan yang berkarya dan bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Bahkan banyak perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga karena suami tidak bekerja atau menjadi orang tua tunggal. Di samping itu banyak prestasi-prestasi yang diperoleh para perempuan Indonesia 24 pada level nasional maupun internasional. Potensi yang dimiliki

oleh perempuan Indonesia, tidak kalah dengan laki-laki. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada perempuan untuk peran publik, maka akan meningkatkan kemakmuran masyarakat Indonesia. Mengingat jumlah penduduk perempuan hampir sama dengan penduduk laki-laki. Komposisi Penduduk Penduduk merupakan komponen utama dalam pembangunan yang tidak hanya digunakan sebagai alat pembangunan tapi juga sebagai sasaran dalam pembangunan. Pada tahun 2016 jumlah penduduk Kabupaten Serang diperkirakan mencapai 1.484.502 juta jiwa. Dengan sex ratio sebesar 103, menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki masih sedikit lebih besar dibanding dengan penduduk perempuan. Komposisi jumlah penduduk lakilaki yang lebih dominan dari perempuan hampir terjadi pada semua kelompok umur, kecuali usia 30 34 tahun dan klompok usia 55 tahun ke atas. Jika dilihat dari sisi demografi, peran perempuan dapat terlihat dari komposisi umurnya. Perempuan sangat berperan dalam menghasilkan generasi penerus. Hal ini sangat terkait dengan fungsi reproduksinya. Untuk menghasilkan generasi yang unggul dan berkualitas, maka kesehatan perempuan dalam proses hamil, melahirkan sampai menyusui perlu dijaga dengan baik. Jaminan kesehatan tidak hanya fungsi reproduksinya, tetapi juga fisik dan psikologisnya. 25

Fase perempuan pada proses ini tercermin pada masa usia subur yaitu pada kelompok umur 16-49 tahun. Tercatat jumlah penduduk perempuan usia subur pada tahun 2016 sebesar lebih dari 399 ribu orang, atau lebih dari 50 persen jumlah penduduk perempuan. Besarnya jumlah penduduk perempuan pada kelompok ini perlu mendapatkan perhatian serius khususnya kesehatan ibu. Karena perannya yang cukup besar untuk melahirkan generasi-generasi penerus yang berkualitas. 75+ 65 69 55 59 45 49 35 39 25 29 15 19 5 9 100.000 50.000 0 50.000 100.000 Perempuan Laki-laki Gambar 3.1. Piramida Penduduk Kab. Serang tahun Dari sisi lain, perempuan mempunyai peran produktif, yaitu peran perempuan sebagai pencari nafkah keluarga. Dari tahun ke tahun, peran perempuan tersebut semakin meningkat. Peran produktif ini dapat diartikan peran perempuan sebagai peran publik. Dari komposisi jumlah penduduk menurut umur, peran produktif terepresentasi dari usia produktif, yaitu pada 26 kelompok usia 15-64 tahun.

Pada tahun 2016, jumlah penduduk perempuan pada kelompok usia ini adalah hampir mencapai 482 ribu, atau sekitar 66 persen dari penduduk perempuan. Jumlah yang besar ini menunjukkan potensi sumber daya manusia untuk pembangunan. Jika perempuan tidak mampu berkarya secara produktif, maka akan menjadi beban ekonomi bagi bangsa Indonesia. Terkait dengan peran produktif perempuan sebagai penghasil pendapatan, data menunjukkan jumlah perempuan yang bekerja semakin meningkat. Pada tahun 2015, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan sekitar 68,30 persen. Dengan semakin banyaknya perempuan yang bekerja, menunjukkan peran produktif perempuan semakin meningkat. Tabel 3.1. Persentase Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan jenis kelamin, Tahun 2016 Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Total 0-14 31,18 29,86 30,53 15-64 65,91 65,82 65,87 65+ 2,91 4,32 3,61 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Angka Beban Tanggungan 51,72 51,92 51,82 27

Pendidikan ( Modal Pembangunan Manusia ) Ada banyak ukuran yang digunakan untuk mengukur capaian pendidikan, pada umumnya adalah partisipasi sekolah dan tingkat literasi penduduk. Akan tetapi, kedua ukuran tersebut tidak cukup mampu untuk mengukur persediaan (stok) modal manusia yang tersedia di suatu wilayah. Lutz, Goujon, & Wils (2008) mengemukakan bahwa dalam studi perkembangan pendidikan, penting untuk membedakan antara arah (flow) dan persediaan (stok). persediaan (stok). Dalam analisis ini, partisipasi sekolah digunakan untuk mengukur arah capaian pendidikan sedangkan pendidikan yang ditamatkan dan ratarata lama sekolah untuk mengukur stok modal manusia yang tersedia di. Sementara itu, angka literasi juga dapat digunakan untuk mengukur stok karena terkait dengan kemampuan dasar yang harus dimiliki manusia untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi maupun sosial. Selain itu, angka literasi digunakan sebagai salah satu komponen dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) selama kurang lebih dua decade. Pembangunan sebagai proses memperluas pilihan-pilihan dalam hal ini adalah kemampuan atau kapabilitas manusia untuk berfungsi dalam rangka meningkatan kualitas hidupnya. -------- Amartya Sen Mulai tahun 2015 UNDP tidak lagi menggunakan indikator literasi atau kemampuan baca tulis (melek huruf) orang dewasa untuk mengukur pendidikan yang digantikan oleh 28

expected years of schooling atau harapan lama sekolah. Indikator melek huruf dianggap sudah tidak relevan lagi untuk mengukur pembangunan pendidikan karena capaian di kebanyakan negara-negara di dunia sudah hampir mencapai 100 persen. UNDP mengukur pembangunan manusia dalam tiga dimensi yaitu: A long and healthy life (umur panjang dan hidup sehat), Knowledge (pengetahuan) dan A decent standard of living (standar hidup layak). Dimensi pengetahuan terkait dengan pengajaran atau pendidikan dari semua individu dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 berbunyi Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Terkait hal tersebut diatas, sesungguhnya pendidikan adalah bagian dari upaya untuk memajukan setiap individu untuk mengembangkan potensi dirinya agar tumbuh menjadi manusia yang tangguh dan berkarakter. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, bermoral dan sejahtera maka diperlukan kualitas pendidikan yang baik dan sesuai. Untuk itu pemerintah harus dapat memberikan kesempatan bagi warganya untuk mendapat pendidikan yang baik, karena awal kemajuan bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikannya. 29

Tingkat Partisipasi Sekolah Indikator status sekolah sudah cukup dapat menggambarkan kondisi partisipasi sekolah penduduk, tetapi masih sangat kasar dan tidak cukup dapat menunjukkan partisipasi penduduk menurut kelompok usia sekolah. Dengan mengetahui partisipasi sekolah penduduk menurut kelompok usia sekolah, program pendidikan akan lebih terarah karena dapat diketahui target kelompok penduduk yang partisipasi sekolahnya perlu ditingkatkan. Untuk itu, indikator yang digunakan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). Angka partisipasi sekolah (APS) digunakan untuk melihat tingkat partisipasi pendidikan menurut kelompok umur tertentu, yaitu 7-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun yang terinci menurut jenis kelamin. Pendidikan yang dihitung adalah pendidikan formal seperti SD, SMP, SMU, SMK, MI, MTs, MA dan sejak tahun 2009 pendidikan non formal (Paket A, Paket B dan Paket C) turut diperhitungkan. Pengukuran APS merupakan proporsi dari anak yang masih sekolah pada kelompok umur tertentu terhadap jumlah penduduk dengan kemlompok umur 30 yang sesuai. pada setiap kelompok usia sekolah. APS

digunakan untuk melihat seberapa besar (dalam persen) penduduk dalam kelompok usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah (tanpa memandang jenjang pendidikan yang ditempuh) terhadap penduduk kelompok usia sekolah yang bersesuaian. Melalui indikator ini dapat diperoleh gambaran seberapa banyak penduduk usia sekolah yang telah memiliki akses terhadap fasilitas pendidikan. APS yang tinggi menunjukkan peluang yang lebih besar dalam mengakses pendidikan secara umum. Tabel 3.2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Kelompok Usia Sekolah di, 2015-2016 Kelompok Usia Sekolah (tahun) 2015 2016 L P L+P (1) (2) (3) (4) (5) 5-6 30,87 13,31 21,56 17,07 7-12 97,21 100 100 100 13-15 95,1 95,47 100 97,66 16-18 69,97 61,57 68,97 65,29 Sumber: BPS, Susenas Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase atau angka partisipasi sekolah usia 7-12 tahun sudah mencapai angka tertinggi sebesar 100 persen, 31

kemudian usia 13-15 tahun sebesar 97,66 persen sudah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia yang lain. Angka partisipasi sekolah usia 7-12 tahun menunjukkan bahwa partisipasi sekolah di Kabupaten Serang Tahun 2016 antara laki-laki dan perempuan tidak memperlihatkan kesenjangan karena sudah mencapai angka tertinggi, sedangkan kelompok usia 13-15 tahun menunjukkan perempuan mencapai angka tertinggi sebesar 100 persen dibandingkan laki-laki sebesar 95,47 persen. APS perempuan juga lebih tinggi pada kelompok umur 16-18 tahun yaitu perempuan sebesar 68,97 persen dan laki-laki sebesar 61,57 persen. Untuk usia 5-6 tahun yang merupakan usia belum wajib bersekolah terdapat 17,07 persen dan jika dirinci menurut jenis kelamin, ternyata APS perempuan sebesar 21,56 persen lebih tinggi dibandingkan laki-laki sebesar 13,31 persen. Kesimpulannya adalah tingkat partisipasi pendidikan perempuan lebih tinggi dibandingkan lakilaki pada tiga kelompok usia sekolah dan hanya pada kelompok usia 7-12 tahun terjadi kesetaraan gender. 32

Gambar 3.2. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Jenis Kelamin Di, 2016 100. 100. 13,31 21,56 100. 95,47 61,57 68,97 APS 5-6 APS 7-12 APS 13-15 APS 16-18 Laki laki Perempuan Sumber: BPS, Susenas Angka Partisipasi Murni (APM) didefinisikan sebagai proporsi anak sekolah pada satu kelompok usia tertentu yang bersekolah pada jenjang yang sesuai dengan kelompok usianya terhadap seluruh anak pada kelompok usia tersebut, dimana pendidikan non formal (Paket A, Paket B dan Paket C) sudah diperhitungkan. Jadi APM bermanfaat untuk mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat pada waktunya, hal ini juga menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai dengan usia pada jenjang pendidikannya. APM dibagi dalam tiga kelompok jenjang pendidikan yaitu SD untuk penduduk usia 7-12 tahun, SLTP untuk penduduk 33

usia 13-15 tahun, dan SLTA untuk penduduk usia 16-18 tahun. APM sudah memperhitungkan pendidikan dari sekolah dibawah pengurusan Kementarian Agama. Tabel 3.3. Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Jenjang Pendidikan Di, 2015-2016 Jenjang Pendidikan 2015 2016 L P L+P (1) (2) (3) (4) (5) SD 96,3 98,85 98,61 98,73 SLTP 79,88 73,73 89,72 81,47 SLTA 52,64 56,22 56,09 56,15 Sumber: BPS, Susenas ( data diolah ) Pendidikan jika dilihat dari sisi angka partisipasi murni, semakin tinggi jenjang pendidikan semakin menurun anak yang mengikuti pendidikan pada jenjang tersebut, hal ini dikarenakan bahwa masih minimnya fasilitas pendidikan setelah SD sehingga menyulitkan para lulusan SD untuk melanjutkan sekolah. Salah satu contoh dalam satu desa belum tentu ada bangunan SMP apalagi SMA, baik itu sekolah negeri maupun yang 34

didirikan oleh masyarakat. Jarak antara sekolah SD ke SMP/ SMA lebih dari 8 km, sedangkan fasilitas transportasi belum tersedia. Dibandingkan tahun 2015 pencapaian APM tahun 2016 sudah lebih baik, artinya mengalami kenaikan pada semua jenjang pendidikan. APM SD menunjukkan angka lebih tinggi dibandingkan jenjang pendidikan SLTP dan SLTA, yaitu masing-masing sebesar APM SD 98,73 persen, APM SLTP 81,47 persen, APM SLTA 56,15 persen. Hal ini disebabkan pada jenjang SD masyarakat merasakan biaya yang murah dengan adanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan kemudahan akses (cenderung dekat) tetapi pada jenjang SLTP dan SLTA biaya yang dibutuhkan lebih besar apalagi jika transport ke sekolah memerlukan biaya tinggi. 35

Gambar 3.3. Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Jenjang Pendidikan Di, 2016 98,85 98,61 89,72 73,73 56,22 56,09 APM SD APM SMP APM SMA Laki laki Perempuan Sumber: BPS, Susenas Besarnya APM SD berdasarkan jenis kelamin memperlihatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan, yaitu masing-masing sebesar laki-laki 98,85 persen dan perempuan 98,61 persen. Demikian juga untuk APM SLTA, tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara lakilaki dan perempuan yaitu APM Laki-laki 56,22 persen dan APM Perempuan 56,09 persen. Perbedaan yang signifikan terjadi pada APM SLTP dimana perempuan lebih tinggi yaitu APM Perempuan 89,72 persen dan APM 36 Laki-laki 73,73 persen. Dari data ini dapat disimpulkan

bahwa anak yang bersekolah tepat pada waktunya lebih tinggi perempuan daripada laki-laki. Melihat pencapaian APS maupun APM untuk jenjang SD menunjukkan bahwa program wajib belajar 6 tahun telah tercapai, tetapi program wajib belajar 9 tahun belum tercapai dan masih ada pekerjaan rumah. Rendahnya APS dan APM pada tingkat pendidikan SLTP dan SLTA disebabkan oleh banyak hal, seperti ketersediaan fasilitas sekolah, sarana angkutan dan jalan menuju ke sekolah tersebut juga faktor ekonomi masyarakat. Perbandingan secara gender dari APS dan APM menunjukkan bahwa secara umum partisipasi sekolah perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Peran gender dalam menentukan arah pembangunan dalam bidang pendidikan, hal ini terlihat dari proporsi perempuan yang terlibat dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini : Fasilitas Pendidikan Tingkat partisipasi sekolah tergantung pada kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat serta ketersediaan fasilitas pendidikan dan tenaga pengajar 37

(guru). Ketersediaan sarana dan prasarana sekolah untuk mengakses pendidikan juga hal penting agar tercipta suasana belajar mengajar yang nyaman dan menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan mengenai ketersediaan fasilitas sekolah agar sesuai dengan kebutuhan dan tempat yang tepat. Pada tahun 2016 jumlah fasilitas pendidikan pra sekolah yang terdapat di sudah cukup banyak, terdapat 158 PAUD dan Taman Kanak-Kanak (TK) berjumlah 97 TK. Jumlah PAUD yang terbanyak di kecamatan Cikande sebesar 20 sedangkan pada kecamatan Lebakwangi dan Mancak belum terdata adanya PAUD. Untuk TK jumlah yang terbanyak ada pada kecamatan Kramatwatu sebanyak 20 dan belum terdapat TK pada Kecamatan Lebakwangi dan Tunjung Teja ( lihat di lampiran ) Sekolah SD merupakan jenjang pendidikan dasar dan merupakan sekolah dengan jumlah terbesar, yaitu sebanyak 730 sekolah dan rata-rata terdapat 25 sekolah per kecamatan, sedangkan Madrasah Ibtidaiyah hanya ada 121 sekolah. 38

Secara total jumlah sekolah untuk pendidikan dasar ini sebanyak 851 sekolah yang tersebar di 29 kecamatan. Jumlah sekolah SMP/MTs sebanyak 242 sekolah dimana perbedaan jumlah sekolah SLTP dan MTs tidak besar yaitu masing-masing sebanyak 192 SMP dan 182 MTs. Di setiap kecamatan sudah terdapat sekolah SMP dan Mts dengan rata-rata 7 SMP perkecamatan dan 6 Mts per kecamatan. Sementara itu untuk SMA/SMK/MA, jumlah totalnya sebanyak 217 sekolah dengan rata-rata jumlah perkecamatan masing-masing sebesar 2 SMA perkecamatan, 2 SMK perkecamatan dan 3 MA perkecamatan. Terlihat bahwa sekolah MA lebih banyak dibandingkan SMA dan SMK, kemungkinan karena masyarakat di cenderung menyekolah anaknya pada sekolah berbasis agama. Jumlah SMA terbanyak pada Kecamatan Cikande sebesar 6 SMA dan belum terdapat sekolah SMA pada kecamatan Puloampel. Jumlah SMK terbanyak pada Kecamatan Kramatwatu sebesar 7 SMK dan belum terdapat sekolah SMK pada empat kecamatan di. Jumlah MA terbanyak pada Kecamatan Cikande sebesar 8 MA dan belum terdapat sekolah SA pada kecamatan Kibin, kemungkinan karena letaknya yang berdekatan 39

dimana Kecamatan Kibin merupakan pecahan dari Kecamatan Cikande. Gambar 3.4. Persentase Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di, Tahun 2016 MTs 11% SMA 4% SMK 4% MA 5% Paud 9% TK 6% SMP 11% MI 7% SD 43% Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Fasilitas sekolah pendidikan menengah keatas masih terbilang susah dijangkau pada penduduk yang berada di daerah pedesaan, jarak yang jauh dan akomodasi transportasi umum belum banyak dan bahkan tidak ada, membuat tingginya angka tidak bersekolah lagi. 40

Pemerintah daerah sebenarnya sudah membuka sekolah jarak jauh atau sekolah satu atap, namun nampaknya masyarakat terkendala dengan pengetahuan dan minimnya informasi mengenai sekolah satu atap. Sedangkan penduduk laki laki yang tidak melanjutkan sekolah, hal ini disebabkan oleh masuknya laki laki kedalam kegiatan ekonomi aktif. Jumlah Murid dan Guru Salah satu indikasi suatu sekolah memiliki kualitas yang baik adalah diminati masyarakat sebagai pilihan utama. Kecendrungan masyarakat dalam memilih sekolah pada umumnya adalah sekolah favorit yang mempunyai kualitas pendidikan baik. Faktor penting dari sekolah agar menghasilkan pendidikan yang berkualitas adalah kompetensi guru sebagai pengajar dan jumlah guru yang sebanding dengan jumlah murid. Selain hal-hal tersebut, ketersediaan sarana fasilitas belajar juga membuat proses belajar mengajar menjadi lebih nyaman dan baik. Tetapi ada juga sebagian masyarakat yang memilih sekolah lebih mengutamakan jarak sekolah dengan tempat tinggalnya atau kemudahan akses ke sekolah tersebut. 41

Pada bagian ini akan dibahas mengenai jumlah dan komposisi murid dan guru. Gambar 3.5. Persentase Murid PAUD dan TK Menurut Jenis Kelamin Di Tahun 2016 49,85 48,91 50,15 51,09 P A U D TK L P Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Jumlah murid PAUD lebih banyak dibandingkan murid TK yaitu sebesar 7.499 orang murid PAUD (60 persen) dan 4.989 orang murid TK (40 persen). Sedangkan berdasarkan gender perbedaan jumlah murid laki-laki dengan perempuan tidak berbeda jauh, dimana murid perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki yaitu 50,15 persen murid PAUD perempuan dan 51,09 persen murid TK perempuan 42

Gambar 3.6. Persentase Murid SD, SMP, SMA dan SMK Menurut Jenis Kelamin Di Tahun 2016 48,78 48,29 56,96 40,57 51,22 51,71 43,04 59,43 SD S M P S M A S M K L P Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Berdasarkan gender pada jenjang pendidikan SD dan SMP jumlah murid perempuan lebih sedikit dibandingkan murid laki-laki tetapi tidak signifikan yaitu sebesar 48,78 persen murid SD perempuan dan 48,29 persen murid SMP perempuan. Tetapi pada tingkat SMA terjadi perubahan, yaitu jumlah murid perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, sebesar 56,96 persen murid SMA perempuan. Kebalikan dari SMA 43

pada jenjang SMK jumlah murid laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu sebesar 59,43 persen murid SMK laki-laki. Banyaknya murid laki-laki pada jenjang SMK kemungkinan karena pada sekolah ini terdapat jurusan yang lebih diminati oleh laki-laki yaitu jurusan teknik, bangunan maupun otomatif Untuk sekolah dibawah binaan Kementerian Agama jumlah murid perempuan lebih banyak pada Mts dan MA dan sebaliknya untuk di MI. Persentase murid perempuan pada sekolah MI sebesar 49,69 persen murid MI perempuan, hal ini menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan atau cenderung sama. Sedangkan pada jenjang MTs dan MA persentase jumlah murid perempuan masing-masing sebesar 50,83 persen dan 53,85 persen. 44

Gambar 3.7. Persentase Murid MI, MTs dan MA Menurut Jenis Kelamin di Tahun 2016 100,00 80,00 49,69 50,83 53,85 60,00 40,00 20,00-50,31 49,17 46,15 MI MTs MA L P Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Gambar 3.8. Persentase Guru PAUD dan TK Menurut Jenis Kelamin Di Tahun 2016 L P 95,71 96,24 4,29 3,76 P A U D TK Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 45

Gambar 3.9. Persentase Guru SD, SMP, SMA dan SMK Menurut Jenis Kelamin Di Tahun 2016 57,43 50,88 50,00 41,04 42,57 49,12 50,00 58,96 SD S M P S M A S M K L P Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Perbandingan jumlah guru laki-laki dan perempuan untuk jenjang sekolah PAUD dan TK dapat dilihat pada grafik diatas. Perempuan mendominasi sebagai guru pada jenjang pendidikan PAUD dan TK yaitu masing-masing sebesar 95,71 persen guru PAUD perempuan dan 96,24 persen guru TK perempuan. Sementara untuk tingkat pendidikan selanjutnya yaitu SD, SMP, SMA/SMK perbedaan jumlah guru perempuan tidak besar. Pada tingkat sekolah SD dan SMP persentase jumlah guru perempuan lebih besar yaitu masing-masing sebesar 57,43 persen dan 46

50,88 persen. Pada tingkat SMA jumlah guru laki-laki dan perempuan sama banyaknya. Kemudian pada tingkat SMK jumlah guru perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki yaitu sebesar 41,04 persen guru perempuan, hal ini disebabkan pada SMK terdapat jurusan yang cenderung indentik untuk laki-laki. Gambar 3.10. Persentase Guru MI, MTs dan MA Menurut Jenis Kelamin Di Tahun 2016 59,05 41,26 42,47 40,95 58,74 57,53 MI MTs MA L P Sumber: Kementerian Agama Untuk sekolah binaan Kementrian Agama yaitu MI, MTs dan MA, jumlah guru perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki pada jenjang MI sedangkan pada 47

MTs dan MA sebaliknya. Terjadi perbedaan yang signifikan antara persentase jumlah guru perempuan pada semua tingkatan yaitu masing-masing sebesar 59,05 persen guru MI perempuan, 41,26 persen guru MTs perempuan dan 42,47 persen guru MA perempuan. Hal ini kemungkinan karena minat guru perempuan untuk mengajar pada tingkat MTs dan MA sedikit atau minat guru laki-laki untuk Pendidikan Yang Ditamatkan dan Status Pendidikan Salah satu indikator untuk melihat kualitas SDM dari bidang pendidikan adalah dari pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk berusia 15 tahun keatas. Pendidikan yang ditamatkan penduduk Serang tahun 2016 paling banyak adalah masih tingkat SD sederajat yaitu sebesar 38,67 persen. Sedangkan SLTP dan SLTA masing-masing sebesar 16,77 persen dan 21,31 persen. Sedangkan penduduk yang berpendidikan tinggi SLTA keatas sudah mencapai 4,29 persen. Sementara itu masih terdapat penduduk yang tidak punya ijazah SD sebesar 18,96 persen. 48

Tabel 3.4. Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan di, 2016 Ijazah/ STTB yang dimiliki Laki laki Perempuan Jumlah Tidak punya ijazah SD 15.67 22.27 18.96 SD/MI/SDLB/Paket A 38.86 38.48 38.67 SMP/MTs/SMPLB/Paket B 17.24 16.29 16.77 SMA/MA/SMLB/Paket C 18.66 15.91 17.3 SMK/MAK 5.30 2.71 4.01 Diploma 1/2 0.22 0.34 0.27 Diploma 3 0.88 1.35 1.11 Diploma 4/S1 2.8 2.61 2.7 S2/S3 0.37 0.04 0.21 Jumlah 100 100 100 Sumber : Susenas, ( data diolah ) Partisipasi sekolah pada akhirnya turut mempengaruhi jenjang pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk. Secara umum, tingkat pendidikan perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. lebih dari 21 persen perempuan berpendidikan tinggi (SMA ke atas) dan sisanya berpendidikan menengah kebawah. 49

KESEHATAN Pencapaian berbagai indikator kesehatan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, tidak terlepas dari akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan. Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai indikator-indikator sumber daya manusia, termasuk dalam bidang kesehatan melalui kesepakatankesepakatan global seperti Millenium Development Goals (MDGs) yangdilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2015, Deklarasi Alma Ata pada tahun 1990an,dan A World Fit for Children (WFC). Meskipun tidak mudah untuk mewujudkan komitmen tersebut, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, salah satunya menetapkan standar pelayanan minimal berbagai pelayanan kesehatan. Upaya tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan sekaligus mencapai tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk. Pembangunan bidang kesehatan yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional diarahkan agar jangkauan pelayanan kesehatan lebih luas dan merata sehingga dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat diharapkan 50 dapat menghasilkan derajat kesehatan masyarakat yang

lebih tinggi sehingga memungkinkan masyarakat hidup lebih produktif, baik secara ekonomi maupun sosial. Masalah kesehatan merupakan persoalan penduduk selama hidup, oleh karenanya pembangunan sarana dan prasarana kesehatan sangatlah penting. Bahkan pemerintah telah mengarahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) diprioritaskan ke sektor kesehatan dan pendidikan dasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat antara lain tersedianya sarana kesehatan, keadaan lingkungan yang memadai dan mutu makanan yang dikonsumsi. Penanganan faktor tersebut harus dilakukan terarah dan terpadu dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi yang terkait. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat derajat kesehatan penduduk adalah Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup. Selain itu aspek penting lainnya yang turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah Status Kesehatan antara lain diukur melalui Angka Kesakitan atau tingkat keluhan kesehatan. 51

Derajat dan Status Kesehatan Penduduk Gambaran mengenai status kesehatan penduduk biasanya dapat dilihat melalui indikator Angka Kesakitan, yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan atau keluhan kesehatan sehingga dapat menggangu aktivitas seharihari. Dari tabel 7 pada tahun 2016 sebanyak 25,88 persen penduduk mengalami keluhan kesehatan yang mengakibatkan terganggu aktivitasnya. Bila dibedakan berdasarkan gender, penduduk laki-laki yang mengalami keluhan kesakaitan memiliki persentase yang lebih sedikit dibandingkan perempuan, yaitu 25,03 persen dan perempuan 26,76 persen. 52

Tabel 3.5. Angka Kesakitan dan Rata-rata Lamanya Sakit Penduduk, Tahun 2015-2016 Indikator 2015 2016 Kesehatan Laki Perempu an Total Laki Perempu an Total Angka Kesakitan (%) 29,79 32,92 32,33 25,03 26,76 25,88 Rata-rata Lamanya Sakit (hari) 5,59 5,44 5,52 4,90 4,97 4,94 Sumber : Susenas, BPS Provinsi Banten ( data diolah ) Rata-rata lamanya sakit penduduk perempuan relatif lebih lambat dibandingkan penduduk laki-laki. Ratarata lamanya sakit penduduk perempuan 4,97 hari dan penduduk laki-laki 4,90 hari. Pemberian ASI dan Imunisasi Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi yang paling penting bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi karena selain mengandung nilai gizi yang cukup tinggi juga mengandung zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit, untuk itu perlu adanya peningkatan kesadaran penduduk khususnya kaum ibu akan pentingnya ASI bagi seorang bayi yang tidak bisa digantikan dengan susu formula apapun. Selain pemenuhan ASI dan cakupan 53

imunisasi, bayi diharapkan memperoleh asupan gizi yang cukup. Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan Propeda pemerintah mencanangkan program perbaikan gizi yang salah satunya adalah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai status gizi yang baik dengan menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi lebih. Pada tahun 2016, balita di yang pernah mendapatkan ASI dari orangtuanya cukup besar yaitu 97,65 persen, dengan rata-rata lamanya disusui selama 16 bulan. Kondisi ini cukup menggembirakan dan harus lebih di tingkatkan, dengan tingginya jumlah balita yang mendapatkan ASI sehingga memungkinkan balita-balita di Serang dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat dan berkualitas. Rata-rata balita di Serang mendapatkan ASI cukup lama yaitu kurang lebih satu setengah tahun walaupun masih kurang dari yang semestinya (2 tahun). 54

Tabel 3.6. Persentase Balita 2-4 Tahun yang Pernah diberi ASI dan Imunisasi di, Tahun 2015-2016 Indikator Kesehatan 2015 2016 L P L+P L P L+P Pernah diberi ASI 98,16 97,61 97,87 98,01 97,28 97,65 Rata-rata lamanya diberi ASI (bulan) Persentase ASI Eksklusif 18,06 18,35 18,21 15,95 15,41 15,48 21,58 31,32 26,74 32,61 26,42 29,61 Sumber : Susenas, BPS Provinsi Banten ( data diolah ) Banyaknya balita yang mendapatkan imunisasi di cukup tinggi yaitu sekitar persen dengan beragam imunisasi yang diberikan seperti imunisasi BCG, Polio dan sebagainya. Bagi balita imunisasi sangat penting untuk menjaga dan memberikan kekebalan tubuh dari serangan berbagai jenis penyakit. Dengan tingginya persentase balita yang mendapatkan imunisasi diharapkan status kesehatan balita di Serang lebih baik sehingga balita Serang dapat berkembang terus menjadi anak yang lebih sehat dan lebih kuat. 55

Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Salah satu faktor yang mempunyai andil cukup besar dan merupakan faktor penentu utama dalam upaya meningkatkan derajat dan status kesehatan penduduk adalah ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas, sarana dan prasarana kesehatan. Keberadaan Puskemas dan Puskesmas Pembantu di lapangan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan karena relatif lebih mudah dijangkau oleh penduduk di pelosok desa. Tabel di bawah ini menunjukkan persentase jumlah penduduk yang mengalami keluhan penyakit dan melakukan berobat jalan di berbagai sarana/tenaga kesehatan. Penggunaan fasilitas rumah sakit pemerintah sudah cukup baik dimana sudah 50,71 persen penduduk yang datang untuk melakukan pengobatan. Tempat pengobatan lainnya yang banyak dikunjungi oleh penduduk adalah praktek tenaga kesehatan (seperti praktek bidan, mantri kesehatan) mencapai 49,43 persen lalu praktek dokter/poliklinik dan puskesmas. 56

Tabel 3.7. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Sarana/Tenaga Kesehatan di, Tahun 2016 Faslitas Kesehatan Laki-laki Perempuan Jumlah RS Pemerintah 51,47 49,926 50,71 RS Swasta 4,81 2,38 3,58 Praktek Dokter/Poliklinik 31,13 23,98 27,51 Puskesmas 15,90 25,90 20,97 Praktek Nakes 46,61 52,17 49,43 Prakter Pengobatan Tradisional 0,43 1,53 0,99 Lainnya 1,94 1,97 1,95 Sumber : Susenas, BPS Provinsi Banten ( data diolah ) Kaum perempuan lebih banyak yang memanfaatkan puskesmas, praktek tenaga kesehatan dan pengobatan tradisional dibandingkan laki-laki. Namun sebaliknya laki-laki lebih banyak yang memanfaatkan rumah sakit dan praktek dokter/polikilinik dibandingkan perempuan. 57

Penolong Persalinan Tenaga Kesehatan Tabel 3.8. Persentase Penolong Persalinan Bayi di, Tahun 2015-2016 2015 2016 L P L+P L P L+P -Dokter 5,90 9,26 7,70 12,47 3,83 8,27 -Bidan 49,69 52,64 51,28 49,75 61,44 55,44 -Tenaga Medis Lainnya Bukan Tenaga Kesehatan - - - 3,04 2,49 2,77 -Dukun 43,78 37,14 40,21 34,15 31,73 32,97 -Lainnya 0,63 0 0,29 0,59 0,50 0,55 Sumber : Susenas, BPS Provinsi Banten ( data diolah ) Pertolongan tenaga kesehatan khususnya bidan mengalami peningkatan, seiring dengan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan semakin gencarnya dinas kesehatan dalam sosialisasi dibidang kesehatan. Bayi laki laki dan perempuan yang ditolong oleh bidan pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 4,16 % dibanding tahun 2015, yang hanya mencapai 51,28 %. 58

Secara umum, persalinan yang dibantu oleh dokter, bidan ataupun tenaga medis lainnya lebih aman dibandingkan dengan persalinan yang dibantu oleh tenaga non medis. Hal ini menunjukan bahwa peran penolong persalinan/kelahiran sangat penting bagi keselamatan bayi dan ibu yang melahirkan serta berkaitan erat dengan usaha penurunan angka kematian bayi dan ibu pada saat melahirkan. Pada tahun 2016 persentase penolong persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 63,71 persen sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, selebihnya masih ditolong oleh tenaga non medis. Bila dilihat secara rinci persentase penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, 55,44 persen lebih dilakukan oleh bidan sedangkan yang ditolong oleh dokter hanya sekitar 8,27 persen. Tenaga Kesehatan Keterwakilan perempuan dalam keterlibatannya di bidang kesehatan sangat mendominasi, artinya bahwa tenaga kesehatan merupakan suatu pofesi yang sangat diminati oleh kaum perempuan, dan untuk profesi bidan dikcualikan hanya untuk perempuan saja. 59

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan, jumlah tenaga kesehatan yang ada di seluruh UPT Puskesmas berjumlah 907 orang dengan rincian laki-laki sebanyak 170 orang dan perempuan 737 orang. Selain bidan, dokter umum dan dokter gigi juga didominasi oleh perempun, dari 52 dokter hanya terdapat 9 orang laki-laki. Berikut dibawah ini disajikan tabel Jumlah Sumber Daya Manusia Kesehatan di. Rasio dokter terhadap penduduk sebanyak 12,71 % artinya setiap 13 dokter umum yang ada dikabupaten serang harus menangani pasien sebanyak 100.000 orang. 60

Tabel 3.9. Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan di Puskesmas, Tahun 2016 Tenaga Kesehatan Laki-laki Perempuan Jumlah Analis Farmasi 0 3 3 Analis Kesehat 2 4 6 Analis Kimia 1 2 3 Bidan 0 155 155 Bidan Desa 0 288 288 Bidan Lainnya 0 75 75 Dokter Gigi 2 16 18 Dokter Umum 7 27 34 Kes. Lingkungan 1 3 4 Kesmas Lainnya 24 19 43 Nutrisionis 3 6 9 Perawat 97 108 205 Perawat Gigi 2 13 15 Radiografer 0 1 1 Sanitasi Lingk 7 1 8 Tenaga Lainnya 24 16 40 Jumlah 170 737 907 Sumber : Dinas Kesehatan 61

Keluarga Berencana Keluarga berencana (disingkat KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya Sementara ini, banyak persepsi di masyarakat bahwa tugas pembatasan kelahiran dibebankan kepada pihak perempuan, artinya perempuan adalah obyek yang harus menggunakan alat/cara kontrasepsi. Selain itu, alat/cara yang tersedia banyak yang diharuskan untuk perempuan, laki-laki dimungkinkan untuk menggunakan alat kontrasepsi Kondom dan MOP (Metode Operasi Pria). Berdasarkan tabel di bawah ini, dari seluruh akseptor KB, 92,82 persen aksepor KB adalah perempuan dan hanya 7,18 persen laki-laki. 62

Tabel 3.10. Jumlah dan Persentase Akseptor KB Menurut Alat/ Cara KB, Di Tahun 2016 Alat / Cara KB Jumlah Akseptor Persentase IUD 3.332 5,89 MOW 278 0,49 MOP 88 0,16 Kondom 3.975 6,99 Implant 5.842 10,32 Suntik 26.307 46,48 PIL 17.154 30,31 Jumlah 56.598 100 Sumber: BKBPMP Penggunaan alat kontrasepsi keluarga berencana (KB) suntik di Provinsi Banten, saat ini paling diminati diantara alat kontrasepsi lainnya. Selama 2016 lalu yang jumlahnya 56.598 akseptor dari target yang ditentukan sebanyak 26.307 akseptor, menggunakan alat KB jenis suntik, sedangkan untuk penggunaan pil KB dan implan di peringkat dua dan tiga. 63

KETENAGAKERJAAN Konsep dan definisi yang digunakan dalam pengumpulan data ketenagakerjaan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah The Labour Force Concept yang disarankan oleh the International Labour Organization (ILO). Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Selanjutnya penduduk usia kerja dibedakan pula menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya. Kelompok tersebut adalah angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, dan pengangguran. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang masih sekolah, mengurus rumahtangga atau melaksanakan kegiatan lainnya. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit dilakukan selama 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Penghasilan atau keuntungan mencakup 64 upah/gaji termasuk semua tunjangan dan bonus bagi

pekerja/karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa atau keuntungan, baik berupa uang atau barang termasuk bagi pengusaha. Untuk melihat kondisi ketenagakerjaan disuatu wilayah perlu dilihat karakteristik ketenagakerjaan di wilayah tersebut. Karakteristik tersebut berupa indikator ketenagakerjaan antara lain Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh BPS merupakan salah satu survei yang menghasilkan data ketenagakerjaan di Indonesia. Data yang tersedia adalah Sakernas pada tahun 2015, karena pada tahun 2016 BPS tidak melakukan Sakernas untuk mengestimasi tingkat kabupaten/kota. Partisipasi penduduk usia kerja dalam bekerja dan mencari pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan rumahtangganya dapat dilihat melalui angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja. TPAK adalah proporsi penduduk usia kerja yang termasuk kedalam angkatan kerja mencakup mereka yang bekerja dan mencari pekerjaan terhadap jumlah penduduk usia kerja. 65

Tabel 3.11. Indikator Ketenagakerjaan Penduduk Jenis Kegiatan Utama Tahun 2015 Agustus 2015 Laki Laki Perempuan Total 1. Penduduk 15+ 518,646 508,863 1,027,509 Angkatan Kerja 425,636 194,891 620,527 2. Bekerja (000) 358,196 170,487 528,683 Penganggur (000) 67,44 24,404 91,844 Bukan Angkatan Kerja (000) 93,01 313,972 406,982 3. Sekolah 39,733 36,381 76,114 Mengurus Rumah Tangga 12,379 260,666 273,045 Lainnya 40,898 16,925 57,823 4. 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja/ TPAK (%) Tingkat Pengangguran Terbuka/ TPT (%) 82.07 38.30 60.39 15.84 12.52 14.80 Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 Pada tahun 2015, terlihat bahwa partisipasi penduduk usia kerja dalam bekerja dan mencari pekerjaan sebesar 60,39 persen, artinya dari 100 penduduk usia kerja sebanyak 60 orang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa. Bila dibandingkan 66 berdasarkan jenis kelamin, terlihat lebih banyak laki-laki

sebesar 82,07 persen dibandingkan perempuan 38,30 persen. Sedangkan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 14,80 persen, artinya terdapat sebesar 14,80 persen penduduk usia kerja yang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dari sejumlah angkatan kerja yang ada. Gambar 3.11. TPAK dan TPT Menurut Jenis Kelamin di Tahun 2015 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 82,07 38,3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja/TPAK (%) Laki Laki 15,84 Tingkat Pengangguran Terbuka/TPT (%) Perempuan 12,52 Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 Pengangguran pada penduduk perempuan ternyata lebih kecil yaitu 12,52 persen dibandingkan 67

pengangguran penduduk laki-laki sebesar 15,84 persen. Masalah pengangguran merupakan masalah yang sangat penting untuk segera ditangani, karena pengangguran terkait dengan masalah masalah sosial lainnya Lapangan Usaha dan Status Pekerjaan Gambar 3.12. Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Dan Jenis Kelamin di Tahun 2015 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 29,88 70,12 46,24 41,02 34,26 53,76 58,98 65,74 0,35 99,65 32,25 67,75 Laki-Laki Perempuan Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 Penyerapan terhadap tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan berdasarkan lapangan usaha dominan pada sektor Industri pengolahan sebesar 159376 68

orang atau sebesar 30,15 persen, kemudian sektor perdagangan sekitar 110034 orang dan sektor pertanian 102480 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian sudah mulai ditinggalkan dan lebih banyak yang beralih kerja pada sektor industri dan perdagangan. Pada sektor Industri Pengolahan jumlah tenaga kerja laki-laki lebih banyak yaitu 53,76 persen dibandingkan perempuan yaitu 46,24 persen. Jumlah tenaga kerja laki-laki lebih dominan dibandingkan perempuan pada semua sektor/lapangan usaha dan terutama pada sektor pertanian masing-masing sebesar 70,12 persen laki-laki dan 29,88 persen perempuan. Kemungkinan hal ini karena pada sektor pertanian lebih banyak menggunakan tenaga fisik dan laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan. Sedangkan secara total persentase penduduk perempuan yang bekerja sebanyak 170.487 orang atau 32,25 persen. Iklim usaha di Serang terlihat cukup kondusif, hal ini terlihat dari tingginya persentase penduduk dengan status berusaha sendiri atau sebagai pengusaha pada tahun 2016. Penduduk yang masuk dalam pengusaha pada tahun 2016 relatif cukup besar yaitu sekitar 21 persen menempati posisi kedua setelah buruh/karyawan/ pegawai. Status pekerjaan tenaga kerja laki-laki dan perempuan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. 69

Gambar 3.13. Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Dan Jenis Kelamin di Tahun 2015 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 27,83 17,25 18,09 34,14 38,56 72,17 82,75 81,91 65,86 61,44 8,92 91,08 77,68 22,32 32,25 67,75 Laki-Laki Perempuan Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 Status pengusaha pada tenaga kerja laki-laki sangat tinggi yaitu 72,17 persen, sedangkan pada tenaga kerja perempuan hanya sebesar 27,83 persen. Keadaan sebaliknya pada status pekerja keluarga/tidak dibayar pada tenaga kerja laki-laki hanya sebesar 22,32 persen, sedangkan pekerja keluarga/tidak dibayar perempuan mencapai 77,68 persen. Penduduk yang bekerja sebagai buruh/pegawai sebesar 242.627 orang atau sekitar 46 persen dari semua 70 penduduk yang bekerja. Persentase perempuan yang

bekerja sebagai buruh/pegawai sebesar 34,14 persen dan sisanya adalah laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri di didominasi oleh laki-laki yang bekerja sebagai buruh/pegawai. Pencari Kerja Menurut data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jumlah pencari kerja berdasarkan pembuatan kartu kuning di Disnakertrans sebanyak 27.660 orang dimana perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Dari sejumlah pencari kerja tersebut terdapat 959 orang (3,47 persen) yang sudah diterima bekerja pada perusahaan-perusahaan di. Hal ini berarti masih banyak pencari kerja yang belum terserap dan mereka dikategorikan sebagai penganggur. Pencari kerja yang terdaftar dan yang ditempatkan pada setiap bulan selama tahun 2016 memiliki kesenjangan yang cukup signifikan artinya berdasarkan catatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bahwa selama tahun 2016 terdapat pencari kerja laki-laki sebanyak 15.103 orang (54,60 persen) dan pencari kerja perempuan sebanyak, yaitu 12.557 orang (45,40 persen). Namun, pencari kerja yang diterima oleh perusahaan hanya 493 orang laki-laki (51,41 persen) dan 466 orang perempuan (48,59 persen). 71

Tabel 3.12. Jumlah Pencari Kerja yang terdaftar dan ditempatkan Di Tahun 2016 Status PencariKerja Bulan Yang Terdaftar Pada Bulan Ini Yang Ditempatkan Pada Bulan Ini Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) Januari 1.447 949 21 55 Februari 1.183 867 10 27 Maret 772 601 76 30 April 745 589 52 48 Mei 1.350 1.302 68 86 Juni 1.070 1.250 41 17 Juli 2.670 2.461 51 35 Agustus 1.933 1.738 41 110 September 1.069 856 18 1 Oktober 1.037 695 49 21 Nopember 712 526 36 24 Desember 1.115 723 30 12 Jumlah 15.103 12.557 493 466 Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Berdasarkan waktu jumlah pencari kerja berdasarkan yang terbanyak pada bulan Juli dan Agustus 2016 yaitu sebanyak 5.131 orang (19 persen) dan 3.671 72

orang (13 persen). Persentase penduduk perempuan yang ikut mencari kerja pada bulan Juli dan Agustus 2016 masing-masing sebesar 47 persen. Pencari kerja yang diterima oleh perusahaan terbanyak pada bulan Mei 2016 sebanyak 154 orang dan Agustus 2016 sebanyak 151 orang. Persentase tenaga kerja perempuan yang diterima pada perusahaan pada bulan Mei dan Agustus 2016 masing-masing sebesar 16,06 persen.. POLITIK, KEAMANAN DAN PEMERINTAHAN Pembangunan di bidang ekonomi sangat penting karena berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, tetapi mungkinkan pembangunan tersebut dapat berhasil tanpa didukung kemantapan kondisi politik dan keamanan. Dalam tinjauan ekonomi politik, terdapat kait mengait antara bidang politik dan keamanan dengan ekonomi. Keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Ada beberapa pandangan untuk menciptakan kondisi ekonomi yang kokoh dibutuhkan stabilitas politik dan keamanan. 73

Berkaitan dengan stabilitas politik dan keamanan, diperlukan personil yang mempunyai kompetensi baik dan jumlah cukup serta peran aktif masyarakat untuk meminimalisir tingkat kerawanan dan potensi konflik di wilayah yang bersangkutan. Kondisi politik dan keamanan sudah mengalami pergeseran dalam era globalisasi informasi saat ini, kemajuan tehnologi mempunyai pengaruh besar dan memainkan peran penting di segala aspek kehidupan termasuk informasi tentang politik dan keamanan. Politik Perkembangan politik mengalami kemajuan seiring dengan perkembangan teknologi dan proses reformasi maupun demokrasi dalam masyarakat. Partisipasi wanita dalam bidang politik sudah lebih baik dengan adanya peraturan yang mewajibkan setiap partai peserta pemilu sejak tahun 2004 untuk memasukkan anggota legislatif yang terpilih sebanyak 30%, begitu pula di badan legislatif seperti halnya DPR/DPRD Tk I dan Tk II anggotanya minimal 30% harus wanita. 74

Tabel 3.13. Jumlah Anggota DPRD Menurut Fraksi dan Jenis Kelamin Tahun 2009-2014 dan 2016 Fraksi 2009-2014 2016 L P L+P L P L+P (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Partai Golkar 9 1 10 8 1 9 PDI Perjuangan 4-4 3 2 5 Partai Persatuan Pembangunan 4-4 4-4 Partai Keadilan Sejahtera 5-5 5-5 Partai Madani 6-6 Partai Demokrat 5 3 8 3 1 4 Partai Hanura 3 1 4 3-3 Partai Gerindra 4-4 5 1 6 Partai PAN 5-5 4 1 5 PKB - - - 4-4 PBB - - - 1-1 Nasdem - - - 3 1 4 Jumlah 45 5 50 43 7 50 Sumber : DPRD 75

Keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Serang hasil pemilu 2009 masih belum memenuhi harapan dan target 30%. Anggota DPRD periode 2009-2014 hanya terwakili oleh 5 orang perempuan saja atau sekitar 10 persen. Hasil pemilu legislative periode 2014-2019 pada kondisi tahun 2016 terdapat 7 orang perempuan dari 50 anggota DPRD. Mungkin masyarakat masih belum yakin dengan anggota legislative perempuan, sehingga pilihan masyarakat masih terfokus pada caleg laki-laki. Keterwakilan wanita dalam DPRD Kabupaten Serang Tahun 2016 menunjukkan bahwa hanya 14 persen saja wanita yang menjadi anggota DPRD dan sisanya adalah laki-laki. Apabila dirinci per fraksi atau partai terlihat bahwa Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hanura, PKB tidak terdapat anggota legislative perempuan. Pada Partai Bulan Bintang juga tidak terdapat perempuan tetapi jumlah anggota legislativ hanya ada satu orang laki-laki. Apakah aspirasi pembangunan yang berhubungan dengan wanita tetap akan mendapat respon dan prioritas dari anggota DPRD yang mayoritas laki-laki? Semoga saja, program pembangunan yang responsive gender tetap optimal. 76

Keamanan Penegak hukum diartikan sebagai petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan, maka lembaga penegak hukum dapat diartikan sebagai organisasi dari petugas-petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan. Lembaga Penegak Hukum antara lain Advokat, Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga tersebut dapat dikatakan sebagai penegak hukum bukan hanya karena memiliki kewenangan terkait proses peradilan, tetapi juga karena memiliki kewenangan menangkap, memeriksa, mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di bidangnya masing-masing. Tabel di bawah ini menggambarkan jumlah aparat penegak hukum yang terdiri dari polisi, hakim dan jaksa di Tahun 2015-2016 sebagai berikut: 77

Tabel 3.14. Jumlah Aparat Penegak Hukum di Tahun 2015-2016 Aparat Penegak Hukum 2015 2016 L P L+P L P L+P Polisi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 205 88 1 293 1 217 82 1 299 Hakim 10 6 16 10 6 16 Jaksa 16 8 24 16 8 24 Sumber: Polres, Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri Serang Jumlah aparat penegak hukum dari Hakim dan Jaksa pada tahun 2016 tidak mengalami perubahan dari tahun 2015, masing-masing sebanyak 16 orang hakim dan 24 orang jaksa. Persentase perempuan dari hakim sebesar 37,5 persen dan jaksa sebesar 33,3 persen. Sedangkan pada Kepolisian terdapat penambahan jumlah personil polisi dari tahun 2015 sebanyak 1.293 orang menjadi 1.299 orang pada tahun 2016. Penambahan ini terjadi hanya pada personil laki-laki sebanyak 12 orang tetapi pada personil perempuan terjadi pengurangan sebanyak 6 orang. Sehingga persentase Polisi Wanita (Polwan) pada tahun 2015 sebesar 6,80 persen menjadi 6,31 persen pada 78 tahun 2016.

Jumlah kejahatan (crime total) dari tahun 2014 hingga 2016 menunjukkan penurunan yang signifikan. Sedangkan persentase jumlah kejahatan yang diselesaikan (crime cleared) mengalami kenaikan dari tahun 2014 hingga 2016, masing-masing sebesar 22,25 persen, 37,24 persen dan 68,54 persen. Hal ini menunjukkan kondisi keamanan di semakin baik dan kinerja Polres Serang juga semakin baik. Tabel 3,15 Jumlah Kejahatan dan Kejahatan Yang Diselesaikan di Kabupaten Serang, Tahun 2014 2016 No Uraian 2014 2015 2016 Jumlah Kejahatan (Crime Total) 1 2 (Crime Total adalah jumlah seluruh kejahatan yang tercatat di kepolisian pada satu tahun atau biasa disebut dalam data polisi jumlah laporan Jumlah Kejahatan Yang diselesaikan (Crime Cleared) (Crime Cleared adalah jumlah seluruh kejahatan yang diselesaikan oleh kepolisian pada satu tahun) 3 560 2 943 2 015 792 1 096 1 381 Sumber: Polres Serang Persentase 22,25 37,24 68,54 79

Tabel 3.16. Persentase Penduduk Yang Pernah Menjadi Korban Kejahatan Tahun 2016 Jenis Kelamin Korban Kejahatan L P L+P (1) (2) (3) (4) Ya 0,96 0,44 0,71 Tidak 99,04 99,56 99,29 Total 100 100 100 Sumber: BPS, Susenas Gambar 3.14. Persentase Penduduk Pernah Menjadi Korban Kejahatan, 2016 99,04 99,56 0,96 0,44 Laki laki Ya Perempuan Tidak Sumber: BPS, Susenas Berdasarkan data Susenas 2016 terdapat penduduk yang pernah menjadi korban kejahatan sejak Maret 2015 sampai dengan Februari 2016 (setahun 80

terakhir dari periode pencacahan) sebanyak 0,71 persen. Korban kejahatan disini meliputi kejahatan pencurian, penganiayaan, pencurian dengan kekerasan, pelecehan seksual dan lainnya. Laki-laki yang menjadi korban kejahatan sebanyak 0,96 persen lebih banyak dibandingkan perempuan sebesar 0,44 persen. Pemerintahan Kepemerintahan yang baik dengan sistem yang menerapkan prinsip prinsip demokrasi, hukum, profesionalitas dan pelayanan prima tergantung juga pada kualitas kepemimpinan yang terdapat dalam pemerintahan yang bersangkutan sehingga dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Saat ini persoalan gender yang ramai dibicarakan menyentuh juga dalam aspek pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Proporsi perempuan dalam kepemimpinan menjadi diperhitungkan, dimana terdapat cukup banyak wanita yang menduduki jabatan-jabatan penting dalam instansi pemerintah pusat dan daerah. 81

Tabel 3.17. Jumlah Pejabat Menurut Eselon Di Pemerintahan Tahun 2015-2016 2015 2016 Jenis Jabatan L P P/L L P P/L (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Eselon II 28 4 14,29 26 4 15,38 Eselon III 157 33 21,02 131 23 17,55 Eselon IV 678 234 34,51 568 232 40,84 Eselon V 72 19 26,39 53 5 9,43 Jumlah 935 290 31,02 778 264 33.93 Sumber: BKD Pada tabel di atas tampak bahwa jumlah perempuan yang menjadi pejabat eselon IV lebih banyak dari laki-laki sebesar 77 persen atau 232 orang. Tetapi seiring dengan semakin tinggi jabatan jumlah perempuan yang menjadi pejabat semaik berkurang secara signifikan. Persentase perempuan yang menjadi pejabat eselon III sebanyak 15 persen dan kemudian turun menjadi 3 persen pada jabatan eselon II. Pada jabatan eselon V jumlah perempuan yang menduduki jabatan tersebut hanya 5 persen atau sebanyak 5 orang, hal ini menarik karena 82

perempuan yang menduduki jabatan eselon pada tingkat rendah dan tinggi adalah sama rendah tepati cukup besar pada eselon menengah. Gambar 3.15. Persentase Perempuan yang menduduki Jabatan Eselon, 2016 Sumber: BKD Rendahnya proporsi wanita dalam jabatan eselon tersebut perlu dipelajari lebih lanjut, apakah disebabkan kompetensi atau hal-hal lain seperti kebijakan yang tidak responsif gender, kurangnya kesempatan untuk perempuan. 83

Tabel 3.18. Jumlah Pegawai di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Tahun 2015- Pendidikan Yang Ditamatkan 2016 2015 2016 L P P/L L P P/L (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) SLTP kebawah 311 12 3,86 327 12 3,67 SLTA 1061 763 71,91 978 662 67,69 D1/D2/D3 1295 1501 115,91 1049 915 87,23 D4/S1 2783 2930 105,28 2860 2840 99,30 S2/S3 405 174 42,96 408 174 42,65 Jumlah 5855 5380 91,89 5622 4603 81,87 Sumber : BKD kabupaten Serang Gambar 3.16. Jumlah Pegawai di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Tahun 2016 84 Sumber : BKD kabupaten Serang

Proporsi perempuan yang menjadi Pegawai di Lingkungan Pemerintah Daerah sebesar 45,02 persen atau 4603 orang, lebih sedikit dibandingkan pegawai laki-laki. Jika dilihat dari potensi pendidikan, proporsi pegawai perempuan berdasarkan pendidikan yang ditamatkan pada SLTA. sederajat, D1/2/3 dan D4/S1 sebesar 40 50 persen, hal ini cukup baik dibandingkan pada tingkat pendidikan SLTP kebawah dan S2/S3 masing masing sebesar 3,54 persen dan 2,99 persen. Hal ini berarti persentase pegawai wanita berpendidikan tinggi sudah cukup baik dan sejalan dengan proporsi pejabat wanita pada tingkat menengah (eselon IV dan III). 85

86

BAB 4 Kondisi kesehatan ditentukan dari tahapan konsepsi dan berakhir pada kematian, sehingga status kesehatan merupakan representasi dari berbagai ukuran seperti ukuran-ukuran mortalitas, morbiditas, kondisi kesehatan individu seperti status gizi, disabilitas, kesehatan jiwa, dan lain sebagainya. ANALISIS GENDER I stilah gender sangat terkait dengan paradigma yang berlakupada masyarakat, yaitu perbedaan fungsi dan peran antara laki- laki dan perempuan. Di sebagian negara-negara di dunia termasuk Indonesia yang memiliki budaya patriarki, perbedaan tersebut cukup jelas terjadi di masyarakat. Pada praktiknya, perbedaan tersebut sering menimbulkan ketidakadilan, terutama terhadap kaum perempuan baik di lingkungan rumah tangga, pekerjaan, kehidupan bermasyarakat, maupun bernegara. Diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan melalui praktik-praktik nilai-nilai budaya, sosial dan nilai-nilai kehidupan lainnya tidak dapat dihindari. 85

Dalam konstitusi, yaitu Pasal 28 I (2) UUD 1945 menyatakan bahwa Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Hal ini menunjukkan bahwa secara hukum dan filosofis, Indonesia telah menjamin dan melindungi tiap warga negaranya dari sikap atau tindakan diskriminatif dalam semua hal, termasuk jenis kelamin. Oleh sebab itu, untuk menghilangkan ketidak adilan terkait gender, diperlukan adanya kesetaraan dan keadilan gender dalam proses bermasyarakat dan bernegara. Kesetaraan gender (gender equity) lebih dimaknai sebagai kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hakhaknya sebagai manusia dalam berperan dan berpartisipasi di segala bidang. Sementara keadilan gender (gender equality) merupakan proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki, sehingga dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki (Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2014, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan 86

Perlindungan Anak dan BPS). Oleh sebab itu, untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender harus dihilangkan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Dengan demikian, perempuan akan memiliki peluang dan kesempatan dalam menggunakan sumber daya dan mempunyai akses untuk mengambil keputusan untuk menggunakan sumber daya tersebut. Kertas Kebijakan pemerintah memberikan gambaran umum tentang pencapaian hasil dan masalah utama yang belum tuntas dalam melaksanakan Instruksi Presiden/INPRES No 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender, yang bertujuan untuk menurunkan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki Indonesia dalam mengakses dan memperoleh manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dalam dan penguasaan terhadap proses pembangunan. INPRES ini memunculkan momentum bagi kemajuan perempuan dan peningkatan kesetaraan gender, yang belakangan ini diperluas hingga mencakup perencanaan dan penganggaran yang inklusif gender. Ada pergeseran norma dan nilai sosial-budaya untuk lebih melindungi hak-hak perempuan dan laki-laki seperti yang tercermin dalam beberapa undang-undang 87

yang sudah direvisi. Namun, ditingkat lokal, ada juga tanda-tanda munculnya undang-undang diskriminatif yang diilhami oleh agama. Tantangan saat ini adalah untuk memperkuat pelaksanaan pengarustamaan gender dengan memperbaiki kerangka perundang-undangan dan kebijakan, memperkuat koordinasi antar kementerian pusat dan lembaga publik di semua tingkat dalam mengimplementasikan pengarustamaan gender, serta mereplikasi praktek yang baik yang ada. Upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara perlu adanya upaya yang dilakukan oleh semua elemen masyarakat maupun pemerintah. Kebijakankebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender telah ditetapkan melalui GBHN 1999, UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas 2000-2004), dan dipertegas dalam instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarus Utamaan Gender (PUG). Disamping itu beberapa undangundang lain yang mendukung kesetaraan gender, antara lain: UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang 88 Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga; UU Nomor

21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dan yang terbaru adalah Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) adalah salah satu RUU yang sedang menunggu untuk disahkan. Dengan RUU ini, penyelenggaraan kesetaraan dan keadilan gender oleh lembaga negara di Indonesia akan menjadi landasan hukum. Dengan beberapa kebijakan-kebijakan yang lebih berpihak pada kesetaraan dan keadilan gender, maka perempuan di Indonesia akan mempunyai peran yang lebih besar dalam pembangunan dan penyelenggaraan negara. Tingkat keberhasilan pembangunan yang sudah mengakomodasi persoalan gender dapat diukur, salah satunya adalah dengan IPG (). Pertama kali IPG diperkenalkan oleh United Nations Development Programs (UNDP) dalam Laporan Pembangunan Manusia tahun 1995. IPG merupakan ukuran pembangunan manusia yang merupakan komposit dari empat indikator, yang lebih menekankan status perempuan, khususnya dalam mengukur kemampuan dasar. Dari angka IPG diharapkan mampu memberikan perkembangan capaian pembangunan yang sudah mengakomodasi kesetaraan dan keadilan gender. Secara 89

umum, pembangunan manusia secara kuantitatif telah digambarkan dari angka IPM. Namun demikian, angka IPM ini belum mampu menjelaskan perbedaan capaian kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan. Perkembangan Capaian Pembangunan Gender di Kabupaten Serang Peningkatan IPG ini juga terjadi seiring dengan meningkatnya angka IPM. Berarti, perbedaan perlakuan terhadap perempuan menurun seiring dengan meningkatnya capaian pembangunan manusia. Dengan kata lain, penghargaan atau pengakuan terhadap peran perempuan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya kualitas hidup masyarakat. Kondisi inilah yang menjadi bukti bahwa program-program pembangunan yang sudah dilaksanakan di Kabupaten Serang, memang dilakukan dengan berpedoman pada strategi pengarusutamaan gender. Ramirez dkk (1998) dari studi lintas negara menemukan bukti adanya hubungan positif dan kuat pada 90

kedua jalur hubungan pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Ramirez dkk, Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia, khususnya melalui aktivitas rumahtangga, pemerintah dan perusahaan, serta organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Semua aktivitas tersebut di atas, berkaitan dengan pengeluaran yang baik langsung maupun tidak langsung berhubungan erat dengan peningkatan kualitas manusia. Pengeluaranpengeluaran ini, antara lain adalah pengeluaran untuk makanan dan gizi (rumahtangga), serta pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan dan pelatihan ketenagakerjaan (rumahtangga, pemerintah dan institusi lainnya). Adapun tingkat pembangunan manusia yang tinggi, dalam arti tingkat kesehatan, pendidikan dan keterampilan yang tinggi, akan mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan kapabilitas, produktivitas dan kreativitas penduduk (tenaga kerja). Berkaitan dengan hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi, UNDP melakukan kategorisasi hubungan tersebut menjadi hubungan yang seimbang (kuat atau lemah) dan tidak seimbang. Hubungan dikatakan seimbang jika laju pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan manusia berlangsung relatif cepat (hubungan yang kuat), atau keduanya berlangsung relatif lambat (hubungan yang lemah). 91

Tahun 2016 BPS Pusat hanya melakukan penghtungan IPG tingkat Provinsi dan tidak melakukan penghitungan IPG per Kabupaten/Kota, sehingga penghitungan IPG Kabupaten / Kota menggunakan angka proyeksi, penghitungan ini dilakukan oleh BPS Provinsi. Tahun 2016 IPG adalah diproyeksikan sebesar 92,12 % menunjukan bahwa pemberdayaan perempuan dalam proses pembangunan di cukup baik. Pada gambar diatas dapat dilihat komponen pembentukan IPG. IPG Kabupaten Serang masih dipengaruhi oleh dimensi umur panjang dan sehat yang lebih baik dibanding dengan laki laki. 92

IPG mengukur pencapaian dimensi dan variabel yang sama seperti IPM, tetapi mengungkapkan ketidakadilan dalam pencapaian antara laki-laki dan perempuan. IPG adalah rasio dari IPM Perempuan dengan IPM Laki-laki, semakin rendah IPG dibandingkan dengan nilai IPM-nya. Nilai IPG Tahun 2016 sebesar 92,12 dengan nilai IPM Perempuan sebesar 63,60 dan IPM Laki-laki sebesar 69,04. Nilai IPG sebesar 92,12 mencerminkan bahwa jarak (gap) secara nyata dalam pencapaian kemampuan dasar laki-laki dan perempuan sudah semakin kecil, hal ini mengidentifikasi bahwa peningkatan kapabilitas dasar perempuan sudah memberikan hasil positif.. 93

Gambar 4.1. Kategori Hubungan antara ( IPG ) dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) di Provinsi Banten, 2016 Kota Cilegon Tangerang Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Kota Serang 70 75 80 85 90 70 95 100 85 80 75 Lebak 65 Pandeglang 60 Serang Sumber : BPS Provinsi Banten Pada gambar diatas bisa dilihat bahwa menempati kuadran IV yang mengisyaratkan bahwa IPG mengalami perkembangan yang cukup cepat dibanding dengan IPM yang menempati posisi ke 6 dari 8 Kabupaten/ Kota di Banten. memiliki capaian pembangunan manusia yang relative cepat namun belum optimal dalam pemanfaatannya untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. 94

Gambar 4.2. Perkembangan IPM dan IPG Tahun 2010 2016 Sumber : BPS Provinsi Banten Laju pencapaian indeks pembangunan manusia tidak dapat disetarakan dengan laju capaian indeks pembangunan berdasarkan gender, karena IPM melaju dengan lambat sedangkan IPG melaju dengan cepat. Hal ini dapat kita lihat pada grafik diatas. Pada sisi IPM perempuan posisi terpaut 5,44 point dibanding IPM Laki laki yang mencapai pada posisi 69,04 point. Namun IPG menunjukan 92,12 point atau meningkat sebesar 0,35 % dibanding tahun 2015. 95

Gambar 4.3. Perkembangan IPM dan Provinsi Banten, Tahun 2010-2016 64,72 65,48 58,04 59,18 66,20 60,18 66,65 61,12 67,50 62,44 Banten 67,96 68,50 63,02 63,60 Serang 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) Sumber : BPS Provinsi Banten *) Angka Estimasi Capaian IPM tiap tahun mengalami kenaikan walaupun pergerakannya lambat. Untuk melakukan lompatan kategori tidak bisa hanya dengan business as usual, namun dibutuhkan inovasi dalam pengambilan kebijakan. Pada tahun 2016 merupakan angka estimasi, capaian IPM sebesar 63,6 % masih dibawah angka Provinsi Banten yang telah mencapai 68,5 %. Berdasarkan penghitungan reduksi shortfall seberapa besar jarak peningkatan IPM akhir terhadap IPM awal, tercatat sebesar 1,68 % artinya adanya kenaikan kualitas pembangunan manusia pada tahun 2016. 96

Gambar 4.4. Perkembangan IPG dan Provinsi Banten, Tahun 2010-2016 88,91 89,25 89,54 90,26 91,78 91,77 92,12 90,22 90,22 90,28 90,31 90,99 91,11 90,97 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) Serang Banten Sumber : BPS Provinsi Banten *) Angka Estimasi Dilihat dari pembangunan kesetaraan gender dengan menggunakan indikator angka IPG, maka peranan gender yang ada di cukup menggembirakan, hal ini terlihat dari trend IPG yang setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan dan sejalan dengan arah dan laju IPG Provinsi Banten. Pada grafik diatas dapat ditunjukan bahwa pergerakan IPG pada tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 0,38 % dibanding tahun 2015 yang hanya mencapai 91,77%. Berdasarkan penghitungan reduksi Shortfall IPG mencapai 4,24 %, 97

artinya adanya peningkatan kualitas perempuan dalam partisipasi pembangunan di. Gambar 4.5. Angka Harapan Hidup Perempuan, 2010-2016 Banten Serang 70,48 70,66 70,84 71,02 71,11 71,41 74,08 64,33 64,52 64,68 64,80 64,86 65,36 65,65 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) Sumber : BPS Provinsi Banten telah berkomitmen untuk mencapai indikator-indikator sumber daya manusia, termasuk dalam bidang kesehatan melalui kesepakatankesepakatan global seperti Millenium Development Goals (MDGs) yang dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2015, Deklarasi Alma Ata pada tahun 1990an, dan A World Fit for Children (WFC). Meskipun tidak mudah untuk mewujudkan komitmen tersebut, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, salah satunya menetapkan standar pelayanan minimal berbagai pelayanan kesehatan. Upaya tersebut dilakukan dengan 98

tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan sekaligus mencapai tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk. Trend untuk menjaga kesehatan nampaknya dipelihara, hal ini terlihat dari trend yang setiap tahun ada upaya peningkatan drajat kesehatan. Pemeliharaan kesehatan perempuan masih lebih baik dibanding dengan laki laki, hal ini dapat dilihat dari AHH yang selalu diatas angka laki laki. Gambar 4.6. Perbandingan Angka Harapan Hidup Perempuan dan Laki Laki di,2010-2016*) 64,33 64,52 64,68 64,80 64,86 60,69 60,87 61,03 61,15 61,21 65,36 65,65 61,71 61,85 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) AHH Laki-laki AHH Perempuan Sumber : BPS Provinsi Banten 99

200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 MYS AHH Gambar 4.7. Kategori Hubungan antara Angka Harapan Hidup EYS Pengeluaran ( AHH), Harapan Lama Sekolah ( MYS ), Rata Lama Sekolah ( EYS ), dan Pengeluaran Perempuan di, 2016 0 50 100 150 200 Sumber : BPS Provinsi Banten Angka Harapan Hidup masih dibawah angka Provinsi, terpaut 9 point hal ini disebabkan karena angka kematian ibu dan bayi di masih dikategorikan tinggi. Rendahnya harapan hidup penduduk di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia biasanya berhubungan dengan tingginya kasus atau insiden penyakit termasuk tingginya angka kematian bayi. Secara nasional, terjadi penurunan angka kematian bayi dari 39 menjadi 34 bayi per 1000 kelahiran, namun tren tersebut tidak berlaku di. Hasil Profil Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa AKB di 100

pada tahun 2015 tercatat sebesar 10,32 per 1000 kelahiran hidup. Rata Lama Sekolah dan Pengeluaran penduduk di cukup baik, yakni hingga 6 tahun. Dengan adanya daerah industri di wilayah Kabupaten Serang membawa angin segar pada struktur perekonomian, sehingga daya beli masyarakat terlihat membaik. Namun karena struktur ekonomi ini hanya tersentral di suatu wilayah maka penyebaran ekonomi dirasa kurang merata, sehingga pemanfaatan wilayah untuk pengembangan ekonomi masih lemah. Gambar 4.8. Rata Lama Sekolah ( RLS )Perempuan usia 25 tahun keatas, Tahun 2010-2016 7,20 7,22 7,50 7,56 7,60 7,66 7,82 5,38 5,50 5,73 5,95 5,99 6,23 6,42 Banten Serang 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016*) Sumber : BPS Provinsi Banten *) Angka Estimasi 101

Rata lama sekolah nampaknya mengikuti trend Provinsi Banten, namun pergerakannya lambat dibanding pada tahun 2011-2012. Hal ini dimungkinkan karena sebagian masyarakat usia sekolah merasa jenuh dan bosan terhadap sekolah dan cenderung malas untuk bersekolah. Berdasarkan hasil estimasi provinsi, angka rata lama sekolah di mencapai 6,42 tahun, artinya penduduk yang berusia 25 tahun keatas sudah menyelesaikan sekolah hingga kelas 6 SD atau berada di bangku SMP kelas 1. Keterbandingan antara perempuan yang telah menyelesaikan sekolah yang berumur 25 tahun keatas dengan penduduk laki laki di, masih cukup tertinggal, terpaut 1.17 poin. 102

Gambar 4.9. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Penduduk Kab. Serang Usia 25 Th ke Atas, Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2010 2016 Sumber : BPS Provinsi Banten *) Angka Estimasi Disisi lain pada angka harapan sekolah pada tahun 2016 tidak mengalami perubahan yang signifikan, hal ini terjadi sejak tahun 2014-2016. Adanya anak yang putus sekolah menjadi kendala dalam perubahan angka harapan sekolah. Pada tahun ajaran 2016 / angka putus sekolah pada tingkat SD sebanyak 119 orang, SMP sebanyak 197 orang sedangkan tingkat SMA sebanyak 24 orang. 103

Gambar 4.10. Harapan Lama Sekolah (HLS) Penduduk Kab. Serang Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2010 2016 Sumber : BPS Provinsi Banten *) Angka Estimasi Harapan lama sekolah untuk penduduk perempuan di mengalami peningkatan tidak signifikan hanya sebesar 0,01 %, hal ini juga dialami oleh penduduk laki laki, namun lebih lambat dibanding dengan penduduk perempuan. 104

Penutup Dari hasil pengamatan data Indeks Pembangunan Gender (IPG), baik tren 2010-2016*) maupun spasialnya didapat beberapa kesimpulan diantaranya: Tren pembangunan gender di Kabupaten Serang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan juga terjadi di tahun 2016. Capaian IPG pada tahun 2016 adalah 92,12 % dengan pertumbuhan sebesar 3,60 persen dari tahun 2010. Peningkatan terjadi pada seluruh komponen IPG yaitu: 1. Komponen kesehatan ditunjukkan dengan meningkatnya angka harapan hidup menjadi 65,65 % di tahun 2016 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 65,36% (tumbuh 0,44 persen). 2. Komponen pendidikan dengan meningkatnya angka harapan lama sekolah menjadi 12,80 tahun (tumbuh 0,046 persen), dan rata-rata lama sekolah menjadi 6,42 tahun (tumbuh 3,08 persen) dibanding tahun 2015. 105

3. Komponen ekonomi yang ditunjukkan dengan meningkatnya pengeluaran perkapita per tahun menjadi 9.334 juta pada tahun 2016 (tumbuh 2,056 persen) dibanding tahun 2015. 106

Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik. 2011. Indeks Pembangunan Manusia 2009-2010. Jakarta:CV. Rioma.. 2012. Indeks Pembangunan Manusia 2010-2011. Jakarta: CV. Rioma. 2013. Indeks Pembangunan Manusia 2012. Jakarta: CV. Rioma. Statistik Indonesia 2015. Jakarta: BPS. Hinde, Andrew. 1998. Demographic Method. London: Arnold. H. Preston, Samuel, et. all. 2004. Demography: Measuring and Modelling Population Processes. USA: Blackwell. Imawan, Wynandin dan Uzair Suhaimi. 1997. Status dan Perkembangan Upaya Pembangunan Manusia di Indonesia: Perbandingan Antar Provinsi. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Kemenko Bidang Perekonomian. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia;. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Meneg PP dan BPS. 2008. Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2007. Jakarta. 107

Lampiran 109

Jumlah Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan dan Kecamatan Di Tahun 2016 No. Kecamatan Paud TK SD MI SMP MTs SMA SMK MA Total 1 Anyar 6 3 27 3 5 6 4 4 1 59 2 Bandung 5 1 19 1 3 2 2 1 2 36 3 Baros 6 1 25 4 6 4 3 2 2 53 4 Binuang 2 3 12 5 5 6 3 2 3 41 5 Bojonegara 4 2 22 0 6 5 2 1 2 44 6 Carenang 2 1 17 3 9 5 3 3 2 45 7 Cikande 20 7 34 12 13 12 6 5 8 117 8 Cikeusal 9 4 44 2 8 7 3 2 4 83 9 Cinangka 11 3 36 5 9 9 5 2 4 84 10 Ciomas 2 1 28 2 5 5 1 0 2 46 11 Ciruas 9 10 33 2 6 5 4 5 1 75 12 Gunungsari 1 1 13 1 3 3 1 0 1 24 13 Jawilan 10 3 17 14 11 11 1 2 5 74 14 Kibin 1 3 23 1 7 3 2 2 0 42 15 Kopo 5 3 22 10 6 10 4 2 4 66 16 Kragilan 5 4 32 1 13 4 3 5 4 71 17 Kramatwatu 12 20 31 0 9 6 3 7 2 90 18 Lebakwangi 0 0 21 2 2 4 1 1 1 32 19 Mancak 0 2 28 3 7 7 2 0 2 51 20 Pabuaran 3 2 19 4 5 7 2 3 2 47 21 Padarincang 5 4 38 5 9 8 1 2 4 76 22 Pamarayan 12 2 25 9 7 5 1 3 2 66 23 Petir 3 5 24 9 7 10 5 3 5 71 24 Pontang 7 1 26 4 8 8 3 3 1 61 25 Puloampel 6 5 20 0 3 4 0 1 1 40 26 Tanara 2 2 21 7 3 9 2 1 4 51 27 Tirtayasa 3 3 26 6 6 6 2 2 4 58 28 Tunjungteja 4 0 23 4 7 7 1 4 2 52 29 Waringinkurung 3 1 24 2 4 4 2 0 2 42 JUMLAH 158 97 730 121 192 182 72 68 77 1.697 Rata-rata per kecamatan 5 3 25 4 7 6 2 2 3 59 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 110

Jumlah Murid PAUD dan TK Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Tahun 2016 PAUD TK Total No. Kecamatan Sex L P L P L P Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 01 Anyar 127 107 170 177 297 284 104,58 02 Bandung 70 96 0 0 70 96 72,92 03 Baros 134 136 100 85 234 221 105,88 04 Binuang 36 39 73 66 109 105 103,81 05 Bojonegara 112 102 58 53 170 155 109,68 06 Carenang 42 51 37 37 79 88 89,77 07 Cikande 473 440 133 144 606 584 103,77 08 Cikeusal 154 150 79 57 233 207 112,56 09 Cinangka 235 208 90 89 325 297 109,43 10 Ciomas 36 43 44 42 80 85 94,12 11 Ciruas 215 236 279 256 494 492 100,41 12 Gunungsari 13 7 0 0 13 7 185,71 13 Jawilan 237 191 47 52 284 243 116,87 14 Kibin 19 15 87 76 106 91 116,48 15 Kopo 114 120 58 52 172 172 100,00 16 Kragilan 114 105 100 112 214 217 98,62 17 Kramatwatu 442 428 497 452 939 880 106,70 18 Lebakwangi 0 0 0 0 0 0-19 Mancak 0 0 0 0 0 0-20 Pabuaran 98 99 0 0 98 99 98,99 21 Padarincang 108 114 80 71 188 185 101,62 22 Pamarayan 238 240 38 49 276 289 95,50 23 Petir 86 68 86 78 172 146 117,81 24 Pontang 149 193 68 67 217 260 83,46 25 Puloampel 274 265 172 193 446 458 97,38 26 Tanara 49 55 55 50 104 105 99,05 27 Tirtayasa 85 86 89 80 174 166 104,82 28 Tunjungteja 43 74 0 0 43 74 58,11 29 Waringinkurung 58 70 109 102 167 172 97,09 Jumlah 3.761 3.738 2.549 2.440 6.310 6.178 102,14 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 111

Jumlah Murid Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Serang Tahun 2016 SD MI Total No. Kecamatan Sex L P L P L P Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 01 Anyar 2.930 6.131 372 349 3.302 6.480 50,96 02 Bandung 1.784 1.706 288 305 2.072 2.011 103,03 03 Baros 3.407 3.070 486 560 3.893 3.630 107,25 04 Binuang 1.428 1.293 376 380 1.804 1.673 107,83 05 Bojonegara 2.538 2.335 0 0 2.538 2.335 108,69 06 Carenang 1.727 1.687 347 341 2.074 2.028 102,27 07 Cikande 5.417 4.991 673 670 6.090 5.661 107,58 08 Cikeusal 4.129 3.761 317 322 4.446 4.083 108,89 09 Cinangka 3.331 2.963 408 387 3.739 3.350 111,61 10 Ciomas 2.636 2.491 305 319 2.941 2.810 104,66 11 Ciruas 4.912 4.500 338 324 5.250 4.824 108,83 12 Gunungsari 1.437 1.415 278 273 1.715 1.688 101,60 13 Jawilan 2.586 2.482 671 635 3.257 3.117 104,49 14 Kibin 2.687 2.454 331 340 3.018 2.794 108,02 15 Kopo 2.696 2.528 573 544 3.269 3.072 106,41 16 Kragilan 4.778 4.253 308 307 5.086 4.560 111,54 17 Kramatwatu 4.903 4.470 0 0 4.903 4.470 109,69 18 Lebakwangi 1.642 1.528 326 336 1.968 1.864 105,58 19 Mancak 3.006 2.609 305 303 3.311 2.912 113,70 20 Pabuaran 1.962 1.782 429 408 2.391 2.190 109,18 21 Padarincang 4.507 4.093 453 444 4.960 4.537 109,32 22 Pamarayan 2.987 2.555 549 501 3.536 3.056 115,71 23 Petir 2.812 2.534 479 473 3.291 3.007 109,44 24 Pontang 2.356 2.064 368 366 2.724 2.430 112,10 25 Puloampel 2.007 1.885 0 0 2.007 1.885 106,47 26 Tanara 2.233 1.880 436 453 2.669 2.333 114,40 27 Tirtayasa 2.104 2.023 394 375 2.498 2.398 104,17 28 Tunjungteja 2.655 2.381 348 336 3.003 2.717 110,53 29 Waringinkurung 2.565 2.290 341 320 2.906 2.610 111,34 Jumlah 84.162 80.154 10.499 10.371 94.661 90.525 104,57 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 112

Jumlah Murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Tahun 2016 No. Kecamatan SMP MTs Total L P L P L P Sex Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 01 Anyar 790 707 834 922 1.624 1.629 99,69 02 Bandung 726 673 160 160 886 833 106,36 03 Baros 1.458 1.285 493 449 1.951 1.734 112,51 04 Binuang 765 757 481 387 1.246 1.144 108,92 05 Bojonegara 885 911 560 504 1.445 1.415 102,12 06 Carenang 923 819 521 540 1.444 1.359 106,25 07 Cikande 1.595 1.622 1.302 1.192 2.897 2.814 102,95 08 Cikeusal 1.524 1.581 560 600 2.084 2.181 95,55 09 Cinangka 1.108 855 743 696 1.851 1.551 119,34 10 Ciomas 571 579 461 483 1.032 1.062 97,18 11 Ciruas 1.103 895 830 979 1.933 1.874 103,15 12 Gunungsari 427 422 184 173 611 595 102,69 13 Jawilan 1.514 1.357 858 889 2.372 2.246 105,61 14 Kibin 885 822 137 103 1.022 925 110,49 15 Kopo 753 736 1.386 1.580 2.139 2.316 92,36 16 Kragilan 1.902 1.755 336 298 2.238 2.053 109,01 17 Kramatwatu 1.668 1.714 512 443 2.180 2.157 101,07 18 Lebakwangi 495 565 187 195 682 760 89,74 19 Mancak 654 573 449 474 1.103 1.047 105,35 20 Pabuaran 624 506 731 798 1.355 1.304 103,91 21 Padarincang 1.124 925 1.006 1.344 2.130 2.269 93,87 22 Pamarayan 1.011 1.091 478 398 1.489 1.489 100,00 23 Petir 1.186 1.068 918 1.048 2.104 2.116 99,43 24 Pontang 738 738 720 809 1.458 1.547 94,25 25 Puloampel 266 214 470 492 736 706 104,25 26 Tanara 395 344 999 1.013 1.394 1.357 102,73 27 Tirtayasa 570 568 647 617 1.217 1.185 102,70 28 Tunjungteja 843 738 627 637 1.470 1.375 106,91 29 Waringinkurung 873 744 389 365 1.262 1.109 113,80 Jumlah 27.376 25.564 17.979 18.588 45.355 44.152 102,72 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 113

Jumlah Murid Sekolah Menengah Atas (SMA) Madrasah Aliyah (MA) Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Tahun 2016 SMA MA Total No. Kecamatan Sex L P L P L P Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 01 Anyar 566 887 115 157 681 1.044 65,23 02 Bandung 237 214 143 110 380 324 117,28 03 Baros 318 360 195 187 513 547 93,78 04 Binuang 224 247 347 360 571 607 94,07 05 Bojonegara 292 517 220 337 512 854 59,95 06 Carenang 258 322 290 365 548 687 79,77 07 Cikande 532 739 592 670 1.124 1.409 79,77 08 Cikeusal 617 704 493 469 1.110 1.173 94,63 09 Cinangka 448 481 222 216 670 697 96,13 10 Ciomas 233 419 145 205 378 624 60,58 11 Ciruas 663 932 44 42 707 974 72,59 12 Gunungsari 89 106 45 21 134 127 105,51 13 Jawilan 278 371 416 408 694 779 89,09 14 Kibin 391 851 0 0 391 851 45,95 15 Kopo 656 624 471 647 1.127 1.271 88,67 16 Kragilan 166 197 425 657 591 854 69,20 17 Kramatwatu 367 651 139 137 506 788 64,21 18 Lebakwangi 38 3 79 84 117 87 134,48 19 Mancak 149 167 103 101 252 268 94,03 20 Pabuaran 396 352 87 126 483 478 101,05 21 Padarincang 189 164 496 514 685 678 101,03 22 Pamarayan 295 452 85 79 380 531 71,56 23 Petir 623 945 261 356 884 1.301 67,95 24 Pontang 582 712 172 248 754 960 78,54 25 Puloampel 147 150 48 52 195 202 96,53 26 Tanara 220 136 678 862 898 998 89,98 27 Tirtayasa 308 433 481 470 789 903 87,38 28 Tunjungteja 0 62 127 177 127 239 53,14 29 Waringinkurung 416 634 150 191 566 825 68,61 Jumlah 9.698 12.832 7.069 8.248 16.767 21.080 79,54 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 114

Jumlah Murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Tahun 2016 No. Kecamatan SMK L P Sex Rasio (1) (2) (3) (4) (5) 01 Anyar 938 1.095 85,66 02 Bandung 415 392 105,87 03 Baros 955 881 108,40 04 Binuang 388 336 115,48 05 Bojonegara 263 293 89,76 06 Carenang 836 392 213,27 07 Cikande 986 283 348,41 08 Cikeusal 183 126 145,24 09 Cinangka 382 219 174,43 10 Ciomas 0 0-11 Ciruas 627 581 107,92 12 Gunungsari 0 0-13 Jawilan 739 603 122,55 14 Kibin 777 509 152,65 15 Kopo 177 151 117,22 16 Kragilan 812 477 170,23 17 Kramatwatu 1.859 338 550,00 18 Lebakwangi 59 67 88,06 19 Mancak 0 0-20 Pabuaran 245 207 118,36 21 Padarincang 366 411 89,05 22 Pamarayan 243 123 197,56 23 Petir 314 287 109,41 24 Pontang 313 333 93,99 25 Puloampel 630 167 377,25 26 Tanara 395 250 158,00 27 Tirtayasa 354 365 96,99 28 Tunjungteja 869 757 114,80 29 Waringinkurung 0 0 - Jumlah 14.125 9.643 146,48 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 115

Jumlah Guru PAUD, TK Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Tahun 2016 No. Kecamatan PAUD TK Total L P L P L P Sex Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 01 Anyar 0 21 1 23 1 44 2,27 02 Bandung 1 6 0 0 1 6 16,67 03 Baros 2 19 1 12 3 31 9,68 04 Binuang 0 9 3 9 3 18 16,67 05 Bojonegara 0 20 1 6 1 26 3,85 06 Carenang 0 4 0 4 0 8 0,00 07 Cikande 4 53 0 14 4 67 5,97 08 Cikeusal 1 27 0 13 1 40 2,50 09 Cinangka 0 44 1 13 1 57 1,75 10 Ciomas 0 9 0 4 0 13 0,00 11 Ciruas 4 37 1 49 5 86 5,81 12 Gunungsari 0 0 0 0 0 0 #DIV/0! 13 Jawilan 0 0 0 10 0 10 0,00 14 Kibin 0 4 0 8 0 12 0,00 15 Kopo 0 9 1 7 1 16 6,25 16 Kragilan 2 20 0 11 2 31 6,45 17 Kramatwatu 1 81 3 103 4 184 2,17 18 Lebakwangi 0 0 0 0 0 0-19 Mancak 0 0 0 0 0 0-20 Pabuaran 1 8 0 0 1 8 12,50 21 Padarincang 0 17 0 14 0 31 0,00 22 Pamarayan 1 21 0 4 1 25 4,00 23 Petir 2 10 0 8 2 18 11,11 24 Pontang 0 28 3 13 3 41 7,32 25 Puloampel 0 0 0 23 0 23 0,00 26 Tanara 0 1 0 5 0 6 0,00 27 Tirtayasa 0 16 0 10 0 26 0,00 28 Tunjungteja 2 12 0 0 2 12 16,67 29 Waringinkurung 1 15 21 1 36 2,78 Jumlah 22 491 15 384 37 875 4,23 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 116

Jumlah Guru Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Tahun 2016 SD MI Total No. Kecamatan Sex L P L P L P Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 01 Anyar 114 202 26 61 140 263 53,23 02 Bandung 85 109 3 5 88 114 77,19 03 Baros 104 174 19 40 123 214 57,48 04 Binuang 94 65 23 18 117 83 140,96 05 Bojonegara 119 148 0 0 119 148 80,41 06 Carenang 104 89 24 37 128 126 101,59 07 Cikande 127 251 46 82 173 333 51,95 08 Cikeusal 208 279 7 11 215 290 74,14 09 Cinangka 183 227 35 55 218 282 77,30 10 Ciomas 127 157 10 10 137 167 82,04 11 Ciruas 179 306 7 15 186 321 57,94 12 Gunungsari 58 59 0 0 58 59 98,31 13 Jawilan 99 114 47 67 146 181 80,66 14 Kibin 98 117 14 14 112 131 85,50 15 Kopo 114 151 37 57 151 208 72,60 16 Kragilan 163 247 0 0 163 247 65,99 17 Kramatwatu 118 334 0 0 118 334 35,33 18 Lebakwangi 118 105 5 6 123 111 110,81 19 Mancak 147 148 20 23 167 171 97,66 20 Pabuaran 81 139 33 47 114 186 61,29 21 Padarincang 192 226 7 7 199 233 85,41 22 Pamarayan 125 144 13 23 138 167 82,63 23 Petir 129 205 28 54 157 259 60,62 24 Pontang 130 161 20 13 150 174 86,21 25 Puloampel 64 132 0 0 64 132 48,48 26 Tanara 127 112 32 29 159 141 112,77 27 Tirtayasa 122 150 30 34 152 184 82,61 28 Tunjungteja 134 136 13 12 147 148 99,32 29 Waringinkurung 122 150 8 11 130 161 80,75 Jumlah 3.585 4.837 507 731 4.092 5.568 73,49 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 117

Jumlah Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Tahun 2016 SMP MTs Total No. Kecamatan Sex L P L P L P Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 01 Anyar 43 65 30 26 73 91 80,22 02 Bandung 45 32 15 11 60 43 139,53 03 Baros 66 92 26 34 92 126 73,02 04 Binuang 42 29 53 33 95 62 153,23 05 Bojonegara 34 60 78 32 112 92 121,74 06 Carenang 55 58 56 23 111 81 137,04 07 Cikande 97 70 90 52 187 122 153,28 08 Cikeusal 92 81 29 30 121 111 109,01 09 Cinangka 57 80 60 48 117 128 91,41 10 Ciomas 31 32 54 26 85 58 146,55 11 Ciruas 61 68 24 27 85 95 89,47 12 Gunungsari 22 30 24 16 46 46 100,00 13 Jawilan 75 48 66 53 141 101 139,60 14 Kibin 45 53 33 15 78 68 114,71 15 Kopo 53 40 119 52 172 92 186,96 16 Kragilan 117 94 35 26 152 120 126,67 17 Kramatwatu 62 121 62 43 124 164 75,61 18 Lebakwangi 26 29 34 29 60 58 103,45 19 Mancak 39 39 53 49 92 88 104,55 20 Pabuaran 22 31 50 58 72 89 80,90 21 Padarincang 53 60 71 43 124 103 120,39 22 Pamarayan 48 35 40 41 88 76 115,79 23 Petir 67 57 103 71 170 128 132,81 24 Pontang 61 48 79 59 140 107 130,84 25 Puloampel 8 19 29 35 37 54 68,52 26 Tanara 26 19 101 60 127 79 160,76 27 Tirtayasa 31 36 69 44 100 80 125,00 28 Tunjungteja 41 50 41 55 82 105 78,10 29 Waringinkurung 53 49 56 19 109 68 160,29 Jumlah 1.472 1.525 1.580 1.110 3.052 2.635 115,83 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 118

Jumlah Guru Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Tahun 2016 SMA MA Total No. Kecamatan Sex L P L P L P Rasio (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 01 Anyar 65 57 11 9 76 66 115,27 02 Bandung 36 29 9 9 45 38 118,42 03 Baros 44 38 7 3 51 41 124,69 04 Binuang 35 32 5 2 40 34 117,91 05 Bojonegara 41 59 8 14 49 73 67,12 06 Carenang 40 33 15 3 55 36 153,52 07 Cikande 53 46 11 11 64 57 112,28 08 Cikeusal 48 40 31 18 79 58 136,52 09 Cinangka 71 62 30 18 101 80 126,25 10 Ciomas 22 25 5 3 27 28 96,43 11 Ciruas 68 82 4 3 72 85 84,71 12 Gunungsari 16 13 3 5 19 18 105,71 13 Jawilan 21 29 21 20 42 49 85,71 14 Kibin 39 34 0 0 39 34 114,71 15 Kopo 54 37 5 9 59 46 128,57 16 Kragilan 27 32 27 17 54 49 110,20 17 Kramatwatu 29 60 5 3 34 63 53,60 18 Lebakwangi 9 8 3 2 12 10 120,00 19 Mancak 27 28 19 16 46 44 104,60 20 Pabuaran 35 31 6 4 41 35 117,14 21 Padarincang 20 15 23 8 43 23 186,96 22 Pamarayan 29 29 10 8 39 37 105,48 23 Petir 70 68 12 18 82 86 95,35 24 Pontang 54 49 3 7 57 56 101,79 25 Puloampel 13 14 0 0 13 14 92,59 26 Tanara 30 17 30 17 60 34 176,47 27 Tirtayasa 34 37 15 9 49 46 106,52 28 Tunjungteja 10 15 11 8 21 23 91,30 29 Waringinkurung 43 51 7 4 50 55 90,91 Jumlah 1.078 1.065 336 248 1.414 1.313 107,70 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama 119

Jumlah Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Di Tahun 2016 No. Kecamatan SMK L P Sex Rasio (1) (2) (3) (4) (5) 01 Anyar 51 54 94,44 02 Bandung 34 67 50,75 03 Baros 53 60 88,33 04 Binuang 37 15 246,67 05 Bojonegara 48 40 120,00 06 Carenang 21 18 116,67 07 Cikande 32 23 139,13 08 Cikeusal 24 18 133,33 09 Cinangka 43 29 148,28 10 Ciomas 0 0-11 Ciruas 20 26 76,92 12 Gunungsari 0 0-13 Jawilan 31 15 206,67 14 Kibin 59 28 210,71 15 Kopo 21 17 123,53 16 Kragilan 44 22 200,00 17 Kramatwatu 32 15 213,33 18 Lebakwangi 54 18 300,00 19 Mancak 0 0-20 Pabuaran 33 49 67,35 21 Padarincang 35 36 97,22 22 Pamarayan 47 22 213,64 23 Petir 48 21 228,57 24 Pontang 25 34 73,53 25 Puloampel 17 20 85,00 26 Tanara 61 25 244,00 27 Tirtayasa 61 4 1.525,00 28 Tunjungteja 53 9 588,89 29 Waringinkurung 0 0 - Jumlah 984 685 143,65 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 120

Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Dan Jenis Kelamin di Tahun 2015 Lapangan Usaha Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, Pertambangan dan penggalian Laki- Laki Jumlah (orang) Persentase (%) Perempuan Total Laki- Laki Perempuan Total 71857 30623 102480 70,12 29,88 100,00 Industri Pengolahan 85679 73697 159376 53,76 46,24 100,00 Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel 64898 45136 110034 58,98 41,02 100,00 Jasa kemasyarakatan 39709 20695 60404 65,74 34,26 100,00 Lainnya 96053 336 96389 99,65 0,35 100,00 JUMLAH 358196 170487 528683 67,75 32,25 100,00 Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 121

Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Dan Jenis Kelamin di Tahun 2015 Status Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) Laki-Laki Perempuan Total Laki-Laki Perempuan Total Berusaha sendiri 80310 30967 111277 72,17 27,83 100,00 Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap 44872 9351 54223 82,75 17,25 100,00 10277 2269 12546 81,91 18,09 100,00 Buruh/Karyawan/Pegawai 159783 82844 242627 65,86 34,14 100,00 Pekerja bebas di Pertanian 16193 10164 26357 61,44 38,56 100,00 Pekerja bebas di Non Pertanian 37802 3704 41506 91,08 8,92 100,00 Pekerja tidak dibayar 8959 31188 40147 22,32 77,68 100,00 JUMLAH 358196 170487 528683 67,75 32,25 100,00 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Angkatan Kerja Menurut Golongan Umur Dan Jenis Kelamin di Tahun 2016 Golongan Umur Jenis Kelamin (Orang) Laki laki Perempuan Persentase Perempuan 15-24 87371 51470 37,07 25-34 113562 51673 31,27 35-44 102791 46927 31,34 45-54 73718 31039 29,63 55+ 48194 13782 22,24 JUMLAH 425636 194891 31,41 Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 122

Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Dan Jenis Kelamin di Tahun 2016 Pendidikan Jenis Kelamin (Orang) Laki laki Perempuan Persentase Perempuan <SD 220005 94110 29,96 SMTP 96340 55032 36,36 SMTA 97598 37328 27,67 Diploma I/II/III/Akademi 1038 1874 64,35 Universitas 10655 6547 38,06 JUMLAH 425636 194891 31,41 Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 Penduduk Yang Bekerja Menurut Pendidikan Dan Jenis Kelamin di Tahun 2016 Pendidikan Laki-Laki Jenis Kelamin (orang) Perempuan Persentase Perempuan <SD 190799 86977 31,31 SMTP 77186 47344 38,02 SMTA 79269 29671 27,24 Diploma I/II/III/Akademi 287 1463 83,60 Universitas 10655 5032 32,08 JUMLAH 358196 170487 32,25 Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 123

Penduduk Yang Bekerja Menurut Golongan Umur Dan Jenis Kelamin di Tahun 2016 Golongan Umur Laki-Laki Jenis Kelamin (orang) Perempuan Persentase Perempuan 15-24 48674 32342 39,92 25-34 96670 49806 34,00 35-44 99277 44614 31,01 45-54 69196 29943 30,20 55+ 44379 13782 23,70 JUMLAH 358196 170487 32,25 Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 Penganggur Terbuka Menurut Pendidikan Dan Jenis Kelamin di Tahun 2016 Pendidikan Jenis kelamin (orang) Laki laki Perempuan Persentase Perempuan <SD 29206 7133 19,63 SMTP 19154 7688 28,64 SMTA 18329 7657 29,47 Akademi/Universitas 751 24815 97,06 JUMLAH 67440 24404 26,57 Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 124

Penganggur Terbuka Menurut Golongan Umur Dan Jenis Kelamin di Tahun 2016 Golongan Umur Laki-Laki Jenis Kelamin (orang) Perempuan Persentase Perempuan 15-24 38697 19128 33,08 25-34 16892 1867 9,95 35-44 3514 2313 39,69 45+ 8337 1096 11,62 JUMLAH 67440 24404 26,57 Sumber : BPS, Sakernas Agustus 2015 125

126

127