ANALISIS PRAGMATIK VARIASI KESANTUNAN TINDAK TUTUR TERIMA KASIH BAHASA JEPANG DALAM FILM BEAUTIFUL LIFE KARYA KITAGAWA ERIKO



dokumen-dokumen yang mirip
Bab 1. Pendahuluan. Manusia sebagai makhluk hidup sangat memerlukan komunikasi. Menurut Trenholm

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. responden, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: mitra tutur, ungkapan yang digunakan responden disesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem informasi dan sistem komunikasi. Dengan

PROGRAM TAHUNAN. Kompetensi Dasar Materi Pokok Alokasi Waktu. Salam. Mengucapkan salam : おはようございます こんにちは こんばんは. Mengucapkan salam ketika berpisah :

PENGUASAAN KEFASIHAN PRAGMATIK BAHASA JEPANG MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA FILM NONPENDIDIKAN

Bab 2. Landasan Teori. Dalam KBBI, definisi dari tanda baca adalah tan da n 1 yang menjadi alamat

Bab 1. Pendahuluan Latar Belakang

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2006/2007

ANALISIS PENGGUNAAN STRATEGI PENOLAKAN TIDAK LANGSUNG DALAM BAHASA JEPANG OLEH MAHASISWA BAHASA JEPANG STBA YAPARI ABA BANDUNG

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

BAB I PENDAHULUAN. maksud hati yang tersembunyi (Grice, 1975) Grice (1975:41-47) dalam bukunya Logic and Conversation menyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial tidak dapat hidup tanpa adanya komunikasi dengan sesama. seseorang dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu

Bab 2. Landasan Teori. Pada bab ini penulis akan menjabarkan teori-teori yang akan digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. secara lisan maupun tertulis. Dalam komunikasi secara lisan, makna yang

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah (1) sistem lambang

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, manusia akan melakukan sebuah komunikasi. Saat berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar bahasa lain mungkin menjadi penting dalam aktivitas intelektual manusia

BAB I PENDAHULUAN. serius, karena terdapat perbedaan yang signifikan dengan bahasa. ibu pembelajar yang didasari oleh berbagai hal.

BAB II SOFTWERE JLOOK UP. Softwere kamus Jlook up adalah softwere kamus Jepang yang cukup

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN PERCAKAPAN BAGI PENGAJAR BAHASA JEPANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Silakan lihat lampiran 1.

3. Dimasa mendatang, saya bermaksud menjadi pelukis terkenal. ~ つもりです. 4. Sekarang, pertandingan baseball dapat ditonton di televisi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRACT. Keywords: refusal speech acts, pragmatics, language politeness I.PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dipelajari sebagai ilmu dasar bagi ilmu-ilmu lain seperti kesusastraan, filologi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam masyarakat kata bahasa sering digunakan dalam berbagai konteks

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang. salah satunya adalah mempelajari bahasa Asing.

BAB V KESIMPULAN. dengan tamu dan setiap tutur katanya tidak dapat dipisahkan dengan kesan hormat

Bab 3. Analisis Data. Sebagaimana yang telah diceritakan secara singkat mengenai dongeng Urashima

VARIASI KESANTUNAN PENGGUNAAN UNGKAPAN PERMOHONAN MAAF DALAM BAHASA JEPANG 1. Akhmad Saifudin Universitas Dian Nuswantoro

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Pergi kemana? どこへ行きますか

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kepentingan untuk menjalin hubungan interaksi sosial.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. (method =

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. hubungan baik dengan mitra tutur saat melakukan tuturan. Maka pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan mitra tutur. Melalui bahasa, pikiran, perasaan, dan keinginan

3. Bahasa Jepang

PENDAHULUAN. percakapan. Sehingga bisa dinyatakan bahwa berbicara mengenai sebuah

(Asari-chan buku no: 28, halaman: 40) あさり ガンバレ! bersemangat. Berusaha Asari! Pada situasi di atas, penggunaan katakana ada pada kata ガンバレ.

TEMA 5 JADWAL PELAJARAN じかんわり

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. satu kendala yang selalu terjadi kepada pembelajar bahasa asing pada. kemampuan berkomunikasi adalah memiliki kemampuan dalam hal

Bab 2. Landasan Teori. perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Contoh : 歩く 倒れる 話す.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah sistem

BAB I. PENDAHULUAN. digunakan oleh kelompok sosial untuk bekerja sama, berinteraksi, dan

ANALISIS PEMAKAIAN PARTIKEL ~NI DAN ~DE DALAM BAHASA JEPANG (Studi kasus pada Mahasiswa Semester III)

DAYA ILOKUSI TINDAK TUTUR DIREKTIF LANGSUNG DALAM CERITA ANAK OSHIIRE NO BOUKEN KARYA FURUTA TARUHI DAN TABATA SEIICHI NASKAH JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. speaks), dengan siapa (with whom), dimana (where), kapan (when), dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi ini media massa semakin berkembang. Jumlah informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Keyword : Speech Act, Refusal,Keigo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGGUNAAN DIALEK OSAKA PADA KOMIK YOZAKURA QUARTET JILID KE-1 KARYA YASUDA SUZUHITO

PARASITE SINGLE SEBUAH FENOMENA SOSIAL KONTEMPORER DI JEPANG. Oleh : Amaliatun Saleha NIP:

Berapa Harganya? いくらですか

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 1. Pendahuluan. Sejak zaman dahulu kala, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. lengkap (Chaer, 2007:240). Menurut Widjono (2005:141) kalimat merupakan

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA. pemahaman mahasiswa terhadap Kotowari Hyōgen. Proses pengumpulan data

BAB IV KESIMPULAN. Dari analisis kontrastif verba tingkat tutur dalam 敬語 bahasa Jepang dan

BAB I PENDAHULUAN. ide, atau perasaan tersebut dapat secara harfiah atau metaforis, secara langsung atau tidak

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) : X MIA 6 (kelas Eksperimen)

Bab 1. Pendahuluan. hasrat, dan keinginan (Sutedi, 2003:2). Selain bahasa tentunya dalam, berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Yanagita Kunio (via Danandjaja, 1997: 35-36) salah satu cara

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

SILABUS PERKULIAHAN CHUKYU BUNPO I (JP 201) SEMESTER 3 /TINGKAT II

BAB 2 TEORI TINDAK TUTUR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Alat komunikasi paling sederhana dan bersifat universal yang

SILABUS MATA KULIAH PROGRAM STUDI MANAJEMEN RESORT & LEISURE

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil

Bab 4. Simpulan dan Saran. Pada bab ini penulis akan memberikan Simpulan dari hasil analisis mengenai makna

BAB II RAGAM KESANTUNAN MEMOHON BAHASA JEPANG DAN KURIKULUM B. RAGAM KESANTUNAN DALAM MEMOHON BAHASA JEPANG

MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA) MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA JEPANG

Bab 1. Pendahuluan. semua ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain semakin memperdalam

BAB 1. Pendahuluan. Manusia berinteraksi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi. Untuk dapat berkomunikasi dengan

BAB 1. Pendahuluan. Bahasa di dalam wacana linguistik diberi pengertian sebagai sistem simbol bunyi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab 2. Landasan Teori. Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan

BAB I PENDAHULUAN. lambang tertentu ada yang dilambangkan maka yang dilambangkan adalah sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. bagian-bagian kalimat digunakan kata sambung (konjungsi) yang membuat

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam teks yang sepadan dengan bahasa sasaran. Munday (2001) mendefinisikan

membahas dari penggunaan dan arti tiga kata kerja tersebut,...ok,...he,.,he,.,he,.,.

MODEL PEMBELAJARAN KAIWA TINGKAT DASAR SESUAI DENGAN JF STANDARD

SPEECH ACT APOLOGIES IN MOTION OJIGI ( お辞儀 ) OF SHAZAI NO OUSAMA FILM

Bab 2. Tinjauan Pustaka

Bab 2. Landasan Teori. dasar analisis yang akan diuraikan pada bab selanjutnya.

Journal of Japanese Learning and Teaching

BAB I PENDAHULUAN. ajektiva (keiyoushi), nomina (meishi), pronomina (rentaishi), adverbia (fukushi), interjeksi

Transkripsi:

ANALISIS PRAGMATIK VARIASI KESANTUNAN TINDAK TUTUR TERIMA KASIH BAHASA JEPANG DALAM FILM BEAUTIFUL LIFE KARYA KITAGAWA ERIKO Akhmad Saifudin (asep@dosen.dinus.ac.id) Universitas Dian Nuswantoro Abstract: This study discusses the politeness in speech act of thanking in correlation to the Japanese situation and object structure of thanking. This study aims to identify and define the socio-cultural factor and politeness in speech act of thanking using pragmatics point of view. The writer uses Kitagawa Eriko s Beautiful Life movie as the source of data. The result shows that the disclosure of speech act of thanking relies on the speech situation and object structure of thanking. The factors of speech situation are the context of event and the relationship among participants or uchi/soto. The factors of object structure of thanking are real or potential, major or minor, material or immaterial, asked or unasked kindness, and kindness which can lead to moral duty. Those factors affect the choice of the types of speech act of thanking. As a result, the socio-cultural factor that determines the speech variation is uchi/soto. Key words: Language politeness, Speech situation, Thanking object, Thanking speech act, Uchi/soto Ungkapan terima kasih merupakan salah satu ungkapan yang paling sering muncul dalam percakapan sehari-hari dan memainkan peranan yang sangat penting dalam masyarakat Jepang untuk membangun solidaritas antarindividu dan memelihara keharmonisan sosial (Gordon, 1999:1). Begitu pentingnya ungkapan ini bagi orang Jepang, sejak kecil orang Jepang sudah diajari cara dan penggunaan ungkapan terima kasih. Penggunaan ungkapan terima kasih yang tidak tepat dapat merusak hubungan sosial dan sebaliknya, ketepatan penggunaannya dapat menciptakan dan menambah keharmonisan sosial. Dalam bahasa Jepang, tindak tutur terima kasih dituturkan dalam banyak variasi. Beberapa contoh dari variasi ini adalah doumo, kansha-shiteimasu, sankyuu,, dan sumimasen. Fenomena keberagaman tuturan terima kasih ini tentunya sangat menarik untuk diteliti. Dalam tulisan ini, penulis mengkaji permasalahan variasi kesantunan tindak tutur terima kasih bahasa Jepang dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan memerikan variasi kesantunan bahasa tindak tutur terima kasih dan faktor-faktor yang melatarinya. Menurut Allen (2001: 2), ungkapan terima kasih dalam komunikasi seharihari adalah salah satu contoh dari banyak strategi kesopanan (politeness) yang digunakan manusia dalam rangka memupuk dan memelihara hubungan sosial. Jacobsson (2002: 64-65), menyatakan bahwa tindak berterimakasih merupakan fenomena kesopanan dan kesopanan adalah kata kunci untuk mempelajari ungkapan terima kasih. John R. Searle (1969: 67) menyatakan bahwa ungkapan

126 Volume 6 No. 2, Juni 2010 terima kasih adalah tindak ilokusi yang dilakukan oleh penutur untuk mengungkapkan perasaan terima kasihnya atas apa yang telah dilakukan oleh petutur. Si penutur percaya bahwa tindakan tersebut bermanfaat baginya dan ia merasa bersyukur lalu membuat pernyataan terima kasih atas apa yang telah dilakukan petutur. Kemudian menurut Leech (1983: 84), ungkapan terima kasih merupakan ungkapan yang berfungsi sosial menyenangkan (convivial) untuk memulihkan atau mengurangi ketidak-seimbangan akibat kebaikan yang diperoleh penutur dari petutur. Dari beberapa uraian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat meneliti tindak tutur terima kasih tidak cukup jika hanya menggunakan aspek-aspek kebahasaan saja. Tindak tutur terima kasih digunakan dalam masyarakat, sehingga dalam mengkajinyapun dibutuhkan pula pengkajian terhadap kondisi sosial dan kebudayaan masyarakat pemakainya. Dalam tulisn ini, penulis menggunakan ancangan pragmatik untuk memerikan variasi dan faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan tindak tutur bahasa Jepang. Pragmatik adalah studi mengenai hubungan bahasa dan konteks. Permasalahan dibahas dengan memadukan teori kesantunan bahasa Jepang Ide (1982, 1986), teori kerangka prakmatik situasional Ajmer (1996) dan konsep struktur objek terima kasih Coulmas (1981), serta konsep situasi interaksi orang Jepang yang menggambarkan pola sosial dan budaya masyarakat Jepang (Lebra, 1974, 1976). Teori kesantunan bahasa Jepang Ide (1982: 367,1986:25), digunakan untuk melihat variasi kesantunan bahasa Jepang. Menurut Ide, pilihan penggunaan bahasa yang berkaitan dengan kesopanan melibatkan dua jenis aturan, yaitu aturan linguistik dan aturan sosial. Aturan linguistik berarti berhubungan dengan bentuk tata bahasa, dan dalam bahasa Jepang terdapat sistem yang mengatur penggunaan tingkat kesopanan berbahasa, yakni sistem keigo bahasa hormat. Aturan sosial berarti perilaku yang patut yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat. Menurut Ide, faktor yang terutama adalah tergantung pada situasi yang lebih banyak ditentukan oleh faktor distance jarak yang dirasakan oleh peserta tutur. Jarak yang dimaksud adalah jarak status sosial (perbedaan status, usia, pangkat), jarak formalitas (formalitas peristiwa), dan jarak psikologis (kedekatan). Faktor jarak menentukan penggunaan kesopanan berbahasa agar patut dengan norma-norma sosial budaya dan aturan linguistik dalam bahasa Jepang. Selain teori Ide, juga digunakan paduan teori pragmatik Ajmer dan konsep struktur objek terima kasih Coulmas, serta konsep sosial budaya budaya Jepang. Paduan teori-teori ini digunakan untuk mengungkap unsur-unsur yang ada dalam tindak tutur terima kasih. Analisis pragmatik Ajmer menekankan pada unsurunsur situasional yang terdiri atas partisipan, konteks, dan struktur tindak tutur. Analisis ini dipadukan dengan konsep Coulmas tentang objek terima kasih yang terdiri atas faktor-faktor: kebaikan riil/potensial, mayor/minor, material/ imaterial, diminta/tidak diminta, dan kebaikan yang menimbulkan hutang budi/tidak, untuk melengkapi faktor yang ada pada struktur tindak tutur. Konsep Lebra digunakan untuk melihat hubungan antarpeserta tutur dalam berinteraksi sesuai dengan budaya masyarakat Jepang. Lebra menyatakan bahwa

Akhmad Saifudin, Analisis Pragmatik Variasi Kesantunan Tindak Tutur 127 Terima Kasih Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Erico ada tiga ranah situasi yang terjadi dalam interaksi, yakni intimate situation (situasi intim/akrab), ritual situation, dan anomic situation (situasi asing/tidak saling kenal). Ketiga situasi ini sangat tergantung pada konteks yang mempengaruhi perilaku individu. Faktor utama yang membedakan situasi satu dengan yang lain adalah adanya dikotomi uchi dan soto. Uchi berarti di dalam, internal, privat, soto berarti di luar, eksternal, publik. Dikotomi ini sangat mewarnai perilaku sosial orang Jepang. Tidak dapat disangkal, bahwa orang Jepang sangat membedakan perilaku interaksi mereka terhadap orang yang termasuk dalam kategori uchi dan soto. Perbedaan ini menjadi ciri khas budaya orang Jepang secara umum. Yang termasuk uchi adalah anggota keluarga, kelompok, sekolah, perusahaan, maupun negaranya, dan yang termasuk dalam soto adalah orangorang yang berada di luar kelompoknya atau orang asing. Lebra juga membagi perilaku interaksi sosial individu Jepang dalam tiga jenis, yakni perilaku intimate, ritual, anomic. Dalam praktiknya, meskipun tidak selalu, antara ranah situasi dan perilaku interaksi sering kali berkoresponden. Dalam situasi intimate, baik ego maupun alter memperlakukan sebagai insider dan merasa yakin bahwa perilaku ego terhadap alter terjaga dari publik. Perilaku ini pada umumnya terjadi karena seringnya ego dan alter berinteraksi. Alter biasanya adalah orang-orang yang berada di lingkungannya, baik teman main, teman sekolah, teman kerja, dan seterusnya. Ada dua hal utama yang melandasi perilaku intimate, yakni situasi santai, saat bermain, piknik, dan situasi lain yang terbebas dari situasi kerja, dan yang kedua adalah faktor kesamaan usia. Berlawanan dengan intimate, dalam situasi ritual ego memperlakukan alter sebagai outsider dan ada kesadaran bahwa perilakunya dinilai dan diperhatikan oleh alter atau orang ketiga sebagai audience. Keterjagaan dari audience yang menjadi ciri situasi intimate sangat sedikit dalam situasi ritual. Perilaku ritual biasanya terjadi dalam situasi ceremonial, situasi pada waktu rapat, atau dalam pekerjaan. Situasi ritual juga dapat terjadi dalam situasi yang seharusnya intimate. Biasanya situasi ini terjadi karena kehadiran orang ketiga. Contohnya adalah ketika suami istri yang seharusnya berperilaku intimate, mengubah menjadi perilaku ritual dikarenakan kehadiran anak, dengan tujuan agar anak belajar mengenai sopan santun. Dalam situasi ritual, ego sangat menjaga dirinya agar jangan sampai kehilangan muka nya. Menurut Matsumoto (1996) muka bagi orang Jepang adalah simbol, yang mungkin oleh orang Barat disamakan dengan citra atau reputasi. Bagi orang Jepang, muka tidak hanya cermin dari perasaan hati manusia, melainkan juga sebagai simbol kekuasaan dalam masyarakat dan kebudayaan. Karena itu, orang Jepang selalu menjaga agar tidak kehilangan muka dan menghilangkan muka orang lain agar terjaga keharmonisan. Kesalahan atau perbuatan yang mengancam muka seseorang dapat berakibat serius. Ketiga, yaitu situasi anomic, juga kontras dengan situasi anomic karena ego memperlakukan alter sebagai outsider, juga kontras dengan situasi ritual karena dalam anomic, ego terbebas dari perhatian audience, yakni orang-orang yang memperhatikannya. Situasi anomic terjadi ketika ego memperlakukan alter sebagai orang asing atau musuh sehingga ia tidak terlalu perlu memperhatikan norma-norma ego. Biasanya situasi ini terjadi jika ego berada dalam lingkungan

128 Volume 6 No. 2, Juni 2010 baru dan dia merasa orang-orang tidak mengenalnya sehingga ia merasa bebas berbuat sekehendak hatinya. Seperti juga diungkapkan oleh Matsumoto (1996) bahwa secara psikologis orang Jepang akan merasa lebih dapat mengekspresikan emosinya di luar lingkungan sosialnya. Anomic cenderung mengabaikan norma dan tidak dibatasi oleh faktor muka, baik muka ego maupun alter. Pada satu saat ego dapat berada pada situasi intimate, pada saat yang lain juga dapat berada pada situasi ritual maupun anomic, bahkan jika dengan alter yang sama. Contohnya, seorang teman dekat yang seharusnya berada pada situasi intimate, tiba-tiba berganti dalam situasi ritual karena berada dalam situasi formal dan diperhatikan oleh audience lain, atau berganti pada situasi anomic ketika terjadi perselisihan yang menimbulkan retak atau menjauhnya hubungan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur. Data diperoleh dari film Beautiful Life karya Kitagawa Eriko. Data kajian yang dibutuhkan adalah satuan kebahasaan yang berupa tindak tutur terima kasih bahasa Jepang. Paradigma yang digunakan adalah paradigma kualitatif dengan menggunakan ancangan pragmatik. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pengumpulan data ditemukan 10 (sepuluh) variasi tindak tutur terima kasih. Data-data tersebut adalah sebagai berikut. (1) どうも (doumo). (2) ありがとう きれいにしてくれてありがとう (.kireinishitekurete ). (3) すいません (suimasen). (4) サンキュ (sankyu). (5) どうもありがとうございます (doumo gozaimasu). (6) ごちそうになっちゃってすみません (gochisouninatchattesumimasen). (7) いただきます (itadakimasu). (8) ありがとうございました ( gozaimashita). (9) ありがと (arigato). (10) 本 当 にどうもありがとう (Hontouni doumo ). Faktor Situasi Dari hasil analisis diperoleh temuan bahwa faktor situasi sangat menentukan variasi kesantunan tindak tutur terima kasih. Adapun hasil analisis data jika dihubungkan dengan situasi tindak tutur tampak dalam tabel berikut:

Akhmad Saifudin, Analisis Pragmatik Variasi Kesantunan Tindak Tutur 129 Terima Kasih Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Erico Tabel 1 Hubungan Antara Kesopanan Tindak Tutur Terima Kasih dan Situasi Tuturan Tindak Tutur Setting Scene Situasi Ragam pagi hari, di tempat parkir informal, (1) Doumo - biasa perpustakaan anomic (2). kireini shite (3) suimasen (4) sankyu (5) doumo gozaimas u (6) gochisou ni natchatte sumimas en (7) itadakim asu (8) gozaimas hita malam hari, di jalan + siang hari, di kantin, pada saat istirahat siang malam hari,di salon hotlips, di luar jam kerja siang hari, di salon hotlips pada saat jam kerja malam hari, di depan rumah kyouko malam hari, di depan rumah kyouko malam hari,di depan toserba, pada saat jam kerja (9) arigato siang hari, di apartemen shuuji + (10) hontouni doumo malam hari, di rumah kyouko + + - informal, intimate informal, intimate informal, intimate + formal, ritual + formal, ritual + formal, ritual + formal, ritual informal, intimate informal, intimate biasa akrab+sop an biasa merendah +sopan meninggik an+sopan merendah +sopan merendah +sopan Keterangan: + : menunjukkan keadaan psikologis positif, misalnya bahagia atau senang. - : menunjukkan keadaan psikologis negatif, misalnya marah atau bosan. Jika dilihat dari konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan, tampak bahwa setting sangat mempengaruhi situasi tuturan. Setting pada waktu jam kerja situasinya selalu formal dan ritual, dan ini mempengaruhi penggunaan ragam kesopanan bertindak tutur terima kasih. Ragam kesopanan yang digunakan selalu bentuk keigo, yakni kenjougo+teineigo merendah+sopan, seperti dalam penggunaan tindak tutur doumo gozaimasu dan gozaimashita. Situasi formal dan ritual juga terjadi pada saat makan malam bersama antara keluarga Kyouko dan Sachi. Ketika hanya berdua dengan Sachi ragam yang digunakan adalah ragam biasa, tetapi karena dalam situasi makan bersama hadir biasa biasa

130 Volume 6 No. 2, Juni 2010 orang tua dan kakak Kyouko situasi menjadi formal dan ritual. Dengan kata lain situasi menjadi formal dikarenakan kehadiran pihak lain, yaitu keluarga Kyouko. Dengan kondisi ini, ragam yang digunakan Sachi ketika bertindak tutur terima kasih adalah gochisouninatchatte sumimasen (sonkeigo+teineigo) kepada orang tua Kyouko dengan maksud meninggikan petutur dan menunjukkan kesopanan. Ragam kesopanan yang digunakan untuk menyatakan terima kasih kepada kakak Kyouko juga menggunakan ragam keigo, itadakimasu (kenjougo+teineigo), yakni ungkapan merendah dengan maksud meninggikan status petutur dan memperlihatkan tuturan dan sikap sopan. Untuk setting yang tidak terjadi pada waktu jam kerja atau peristiwa khusus (misalnya makan malam bersama), situasi secara umum menunjukkan informal dan intimate, kecuali pada data 1 (tindak tutur doumo) yang menunjukkan situasi anomic. Situasi ini terjadi karena dilatarbelakangi scene atau kondisi psikologis emosional di antara peserta tutur yang terlibat perselisihan. Dalam keadaan wajar seharusnya ragam yang digunakan penutur adalah ragam keigo untuk memperlihatkan kesopanan, mengingat petutur adalah soto-mono. Dengan demikian dalam hal ini situasi tuturan mengalahkan pertimbangan petutur. Sementara pada data 4 (sankyu) meskipun scene menunjukkan negatif, situasinya tidak sama karena psikologis negatif pada penutur tidak disebabkan oleh petutur. Pada data 3, yaitu suimasen, setting menunjukkan waktu di luar jam kerja dan situasi menunjukkan informal dan intimate, sementara ragam yang digunakan akrab+sopan. Penutur menggunakan ragam ini dengan pertimbangan situasi dan status petutur yang usianya lebih tua. Namun, dalam hal ini faktor situasilah yang dominan dalam penggunaan tindak tutur suimasen. Penutur menggunakan ragam akrab dengan mengucapkan suimasen. Seharusnya penutur menggunakan ragam keigo yang lebih hormat, mengingat posisinya yang lebih rendah dari segi umur dan dari segi bahwa dia yang meminta pertolongan. Dari hasil analisis mengenai hubungan antara ragam kesopanan tindak tutur terima kasih dan situasi tuturan menunjukkan dominannya faktor situasi tuturan dalam pengaruhnya pada tindak tutur terima kasih. Faktor Struktur Objek Terima Kasih Struktur objek terima kasih yang dimaksud di sini adalah isi yang terdapat dalam objek terima kasih. Karin Aijmer (1996) mengistilahkan struktur ini sebagai tipe-tipe terima kasih, sementara Coulmas (1981) mengistilahkannya sebagai object of gratitude. Struktur objek terima kasih diklasifikasikan dalam lima jenis, yaitu kebaikan riil/potensial, mayor/minor, material/ imaterial, diminta/tidak diminta, dan kebaikan yang menimbulkan hutang budi/tidak.

Akhmad Saifudin, Analisis Pragmatik Variasi Kesantunan Tindak Tutur 131 Terima Kasih Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Erico Tabel 2 Hubungan Tindak Tutur Terima Kasih dan Struktur Objek Terima Kasih Tindak Tutur Riil/ Potensial Struktur Objek Terima Kasih Diminta/ Mayor Material/ Tidak / Imaterial diminta Minor 1. doumo riil material diminta minor 2..ki reinishite Hutang Budi/ Tidak Hutang Budi tidak hutang budi riil material tidak diminta mayor hutang budi 3. suimasen riil material diminta mayor hutang budi 4. sankyu riil material tidak diminta minor hutang budi 5. doumo gozaimasu 6. gochisoun inatchatte sumimase n 7. itadakima su 8. gozaimash ita riil material diminta mayor hutang budi riil material tidak diminta mayor hutang budi riil material tidak diminta minor hutang budi riil material diminta mayor hutang budi 9. arigato potensial imaterial tidak diminta mayor hutang budi 10. hontouni doumo riil imaterial tidak diminta mayor hutang budi Dari tabel di atas dapat diketahui pengaruh struktur objek terima kasih terhadap pilihan variasi tindak tutur terima kasih dalam bahasa Jepang. Dengan data yang hanya sepuluh memang tidak dapat menggambarkan keseluruhan pengaruh struktur objek terima kasih terhadap tindak tutur terima kasih. Diperlukan kajian yang lebih komprehensif dan data yang beragam untuk dapat menyimpulkan secara lebih mendalam dan menghasilkan suatu generalisasi. Meskipun demikian, dari analisis data dan studi literatur yang digunakan dalam penelitian ini, kita dapat mengetahui pengaruh struktur objek terima kasih terhadap tindak tutur terima kasih. Berikut ini adalah penjelasan mengenai tiap-tiap struktur yang ada dalam objek terima kasih.

132 Volume 6 No. 2, Juni 2010 1. Kebaikan atau pertolongan yang bersifat riil atau potensial, yaitu apakah kebaikan atau pertolongan yang dijadikan objek terima kasih merupakan sesuatu yang sudah nyata dilakukan atau berupa potensi (misalnya janji, tawaran). Dalam data yang dapat ditemukan adalah ungkapan yang menggunakan bentuk lampau, seperti gozaimashita, dan ungkapan gochisouni natchatte sumimasen selalu menunjukkan sifat riil. Untuk ungkapan dapat dipakai untuk sifat riil dan potensial. 2. Kebaikan atau pertolongan yang bersifat material atau imaterial, material yaitu kebaikan atau pertolongan yang berwujud, berupa barang atau pelayanan jasa, merupakan komoditas yang dapat dimanfaatkan oleh penerima kebaikan; sementara imaterial adalah kebaikan atau pertolongan yang yang tidak berwujud, misalnya ucapan selamat, penyemangat, dan doa. Secara umum ungkapan seperti, sankyu, doumo dapat digunakan pada keduanya, tetapi untuk ungkapan sumimasen tidak dapat digunakan untuk imaterial. 3. Kebaikan atau pertolongan yang diminta atau tidak diminta oleh petutur. Secara logis ini akan membedakan tingkat kedalaman rasa terima kasih, akan tetapi masih sangat bergantung pada situasi dan faktor petutur. Dari data yang disajikan dapat diketahui bahwa faktor diminta atau tidaknya kebaikan tidak berpengaruh secara signifikan pada ragam kesopanan. Pengungkapan tingkat kedalaman terima kasih yang digunakan adalah dengan menambahkan intensifier. 4. Kebaikan atau pertolongan yang bersifat mayor atau minor. Penilaian mayor atau minor sangat tergantung pada penutur dan konteks. Terkadang bantuan yang tampaknya kecil artinya justru mempunyai nilai yang besar bagi seseorang, demikian pula sebaliknya. Semakin besar nilai kebaikan, seharusnya akan semakin dalam dan sopan tindak tutur yang dituturkan. 5. Kebaikan atau pertolongan yang menimbulkan hutang budi atau tidak. Semakin besar nilai kebaikan yang diperoleh seharusnya akan menimbulkan hutang budi, tetapi ini juga masih sangat tergantung pada konteks. Secara umum, tindak tutur terima kasih yang ada dalam data menggambarkan orientasi hutang budi sebagai konsekuensi kebaikan yang diperoleh penutur dari petutur. Tindak tutur yang paling dapat menggambarkan adanya orientasi hutang budi adalah tindak tutur sumimasen yang bermakna sebagai pernyataan hutang budi penutur, karena dalam ungkapan tersebut menyiratkan empati dari penuturnya. SIMPULAN Dari hasil studi kepustakaan dan temuan-temuan yang terdapat dalam analisis data dapat diketahui bahwa tindak tutur terima kasih adalah tindak tutur penutur yang ditujukan sebagai konsekuensi atas manfaat atau kebaikan yang ia peroleh dan sebagai bentuk penghargaan, empati, atau rasa hutang budi kepada petutur, di samping sebagai ekspresi rasa syukur dan rasa senang di pihak penutur. Oleh karena itu, apabila tindak ini dilakukan dalam interaksi sosial, tindak ini mempunyai makna pada dua pihak, yaitu penutur dan petutur. Di pihak penutur, dapat bermakna ungkapan syukur dan kebahagiaan, dan di pihak petutur tindak ini

Akhmad Saifudin, Analisis Pragmatik Variasi Kesantunan Tindak Tutur 133 Terima Kasih Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Erico dapat dimaknai sebagai bentuk penghargaan, empati dan/ atau pernyataan hutang budi atas apa yang petutur lakukan. Untuk kepentingan kesopanan, penutur merasa perlu meyakinkan petutur melalui tindak tutur terima kasih bahwa apa yang dilakukan atau diberikan petutur dihargai dan dapat bermanfaat bagi penutur. Dalam pengungkapan tindak tutur terima kasih faktor-faktor seperti setting, scene, dan partisipan menentukan situasi intimate, ritual, ataupun anomic. Dalam situasi intimate digunakan tuturan terima kasih ragam biasa, kecuali jika ada kondisi yang menyebabkan berubahnya situasi seperti hadirnya pihak lain yang dihormati dan jika tuturan terjadi pada saat kerja di lokasi kerja. Kondisi ini akan mengubahnya menjadi situasi ritual yang formal. Dalam situasi ritual ragam keigolah yang digunakan. Adapun dalam situasi anomic, pada data yang ditemukan menggunakan ragam biasa dikarenakan kondisi psikologis partisipan yang marah. Struktur objek terima kasih juga menentukan variasi tindak tutur terima kasih. Faktor struktur objek terima kasih, yakni kebaikan riil/potensial, mayor/minor, material/ imaterial, diminta/tidak diminta, dan kebaikan yang menimbulkan hutang budi/tidak. Faktor kebaikan riil/potensial dan material/ immaterial menentukan jenis tindak tutur terima kasih, dan unsur yang lain menentukan tingkat kesantunannya. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, faktor sosial budaya orang Jepang juga sangat berpengaruh pada variasi tindak tutur terima kasih. Faktor penentu utamanya adalah dikotomi hubungan antarindividu orang Jepang yang dibedakan atas uchimono dan sotomono. DAFTAR PUSTAKA Aijmer, Karin.1996. Conversational Routines in English. London: Longman. Allen, Simone..2001. The Management of the Communication of the Japanese Speech Act of Gratitude Asaa e- journal of Asian Linguistics and Language Teaching, http:/www.arts.unsw.edu.au, diakses 4 Oktober 2003. Benedict, Ruth.1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni: Pola-pola Kebudayaan Jepang, Terj. oleh Pamudji, Jakarta: Sinar Harapan. Coulmas, Florian.1981 Poison to Your Soul: Thanks and Apologies Contrastively View dalam Coulmas F., Ed., Conversational Routine, The Hague: Morton. Eisenstein,M. and J.W. Bodman. 1986 I very appreciate : Expressions of Gratitude by Native and Non-native Speakers of American English dalam Applied Linguistic 7.1995 Expressing Gratitude in American English dalam G. Kasper & S. Blum-Kulka (Eds.), Interlanguage Pragmatics (pp. 64-81). New York: Oxford University Press. Gordon, Bill.1999. Analysis of Gratitude Speech Act. Ide Sachiko.1982 Japanese Sociolinguistics: Politeness and Women s Language,. dalam Lingua 57. (366-377) Ide Sachiko et al.1986 Sex Difference and Politeness in Japanese, dalam International Journal of the Sociology of Language: Sociolinguistics in Japan, New York, Mouton De Gruyter. (25-36)

134 Volume 6 No. 2, Juni 2010 Jacobsson, Mattias.2002. Thank You and Thanks in Early Modern English, dalam Icame Journal 16 Ohashi, Jun. 2000. Orei and the Speech Act of Thanking, University of Melbourne. Kitagawa Eriko.2000. Beautiful Life, Tokyo: Kadogawashoten. Lebra, Takie Sugiyama dan Lebra, William P.1974. Japanese Culture and Behavior, Honolulu: The University Press of Hawaii. Lebra, Takie Sugiyama. 1976. Japanese Patterns of Behavior, Honolulu: The University Press of Hawaii. Leech, Geoffrey N. 1983 Principles of Pragmatics. London: Longman. Tokunaga, Misato.1992. Dichotomy in the Structures of Honorifics of Japanese, dalam Pragmatics 2:2, 127-140.