industri pangan di dunia. Oleh karena itu Indonesia sebagai salah satu eksportir kualitas lada yang diterima oleh konsumen di manca negara mengalami

dokumen-dokumen yang mirip
EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi

PENDAHULUAN. peningkatan mutu, penggunaan bahan pembentuk rasa dan warna, serta

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

Polisakarida Larut Air (PLA) Kulit Kopi sebagai Pensubstitusi Gum Arab Pada Enkapsulasi Minyak Kopi

Lampiran 1. Hasil identifikasi teripang Holothuria atra Jaeger

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

Enkapsulasi Minyak Kopi Menggunakan Polisakarida Larut Air Kulit Buah Kopi Sebagai Flavoring

I. PENDAHULUAN. Es krim di Indonesia telah dikenal oleh masyarakat luas sejak tahun 1970-an dan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menguraikan mengenai (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipilih sebagai cara pengolahan makanan karena mampu meningkatkan

SEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES, 4-5 Agustus 2010 ISSN :

TEKNOLOGI ENKAPSULASI FLAVOR REMPAH-REMPAH. Ir. Sutrisno Koswara, MSi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

I. PENDAHULUAN. Konsumen spa khususnya di Bali sudah menyadari bahaya dari bahan bahan

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebut sebagai negara penghasil rempah-rempah, yang juga

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

I. PENDAHULUAN. pemasok utama kakao dunia dengan persentase 13,6% (BPS, 2011). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

LAMPIRAN. A. Tahap 1. Fermentasi L. camara dan B. thuringiensis

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. selama penyimpanan (teroksidasinya senyawa fenol, perubahan warna), kurang praktis dalam penanganan, distribusi dan aplikasinya.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

METODELOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan rimbang

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena saat ini menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk alami

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN MARGARIN TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman sering menggunakan pemanis sebagai

Pewarna Alami untuk Pangan MERAH BIT

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari suatu makanan yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

Nadia Kesuma Astuti Dosen Penguji. Jaka Rukmana, ST., MT.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. goreng segar, 15% pada daging ayam/ikan berbumbu, 15-20% pada daging

KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

Transkripsi:

III KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pikiran Lada merupakan salah satu komoditas rempah yang sangat penting dalam industri pangan di dunia. Oleh karena itu Indonesia sebagai salah satu eksportir lada terbesar dituntut untuk selalu menghasilkan lada dengan kualitas terbaik. Namun sayangnya saat ini Indonesia belum mampu menghasilkan lada dengan kualitas ekspor yang baik. Lada masih diekspor dalam bentuk utuh tanpa pengolahan untuk memperbaiki ataupun mempertahankan kualitasnya. Hasilnya kualitas lada yang diterima oleh konsumen di manca negara mengalami penurunan akibat terjadinya degradasi kualitas selama pengiriman. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan dalam peningkatan kualitas ekspor lada adalah dengan pengolahan lada ke dalam bentuk oleoresin. Menurut Winarno dan Agustinah (2005), oleoresin adalah suatu cairan, semi padat atau residu padat yang diperoleh dengan ekstraksi pelarut dan memiliki seluruh sifat organoleptik dari rempah-rempah alamiah yang mengandung fixed oil, pigmen, cita rasa pedas, dan antioksidan alamiah. Pengubahan bentuk lada kedalam bentuk ekstrak cair memberikan beberapa keuntungan diantaranya akan memperlambat degradasi kualitas serta mempermudah transportasi karena volume dan berat oleoresin lebih kecil daripada lada utuh. Oleoresin murni hasil ekstraksi dari lada pada umumnya memiliki karakteristik semi padat, lenget, dan mudah rusak. Oleh karena itu biasanya oleoresin diperdagangkan dalam bentuk emulsi dalam minyak. Salah satu teknik pembuatan oleoresin murni yang sering digunakan adalah teknik maserasi. Teknik 21

22 ini dipilih karena memiliki beberapa keuntungan yaitu bagian tanaman yang akan diekstrak tidak harus dalam wujud bubuk halus, tidak diperlukan keahlian khusus, dan lebih sedikit kehilangan pelarut dibandingkan dengan teknik perkolasi atau soxhlet (Kumoro, 2015). Selain itu menurut Borges dan Pino (1993), metode maserasi dapat menghasilkan rendemen oleoresin lada 1%-2% lebih banyak dibandingkan dengan metode sokhlet yang berkisar 12-14% namun memiliki kadar piperin yang sama yairu 33%. Sementara itu pelarut etanol dipilih karena etanol dianggap lebih baik dalam mengekstrak senyawa aktif dibandingkan dengan pelarut lain (Hirasawa, 1999 dikutip Fakhrurrozy (2012). Arifianti, Oktarina dan Kusumawati (2014) juga mengungkapkan bahwa pelarut etanol 96% dapat mengekstrak senyawa sinensetin dengan kuantitas yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut lain. Hasil ekstraksi harus dilakukan pemisahan antara pelarut dan oleoresin. Menurut Thiessen dan Scheide dalam Purseglove et al. (1987) karakteristik lada dapat berubah apabila diberi perlakuan panas hingga 90 o C dan akan semakin memburuk seiring penambahan suhu. Oleh karena itu pemisahan pelarut dilakukan dengan rotary vacuum evaporator karena memiliki kemampuan menurunkan titik uap pelarut dengan memodifikasi tekanan udara. Menurut Hikmawanti et al. (2016), suhu yang optimal dalam pemisahan pelarut dengan senyawa piperin adalah 50 o C Oleoresin murni memiliki kelemahan yakni bersifat lengket dan kental, mudah teroksidasi dan terjadinya offlavor selama penyimpanan, serta memiliki kelarutan rendah dalam air (Yuliani, Desmawarni dan Harimurti, 2007). Oleh

23 karena itu diperlukan proses emulsifikasi dalam minyak sehingga dapat mencegah oleoresin dari kerusakan. Minyak yang digunakan sebagai fase minyak dalam pembuatan emulsi ini adalah minyak kedelai (soybean oil). Minyak kedelai dipilih karena berdasarkan penelitian (Fitriani et al., 2017), karakteristik dan kestabilan fisik minyak kedelai, minyak VCO, dan minyak kelapa sawit lebih baik jika dibandingkan dengan minyak zaitun. Penelitian dimulai dengan pembuatan oleoresin yang diekstrak dengan teknik maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Terdapat dua jenis lada yang dibedakan berdasarkan kualitasnya yaitu lada dengan kualitas yang baik (kualitas A) dan lada dengan kualitas yang kurang baik (kualitas B). Lada dengan kualitas yang kurang baik merupakan lada yang tidak lolos dari proses pengayakan. Tujuan dari diikut sertakan lada dengan kualitas yang kurang baik ini adalah untuk membandingkan jumlah pipperin yang terdapat dalam kedua jenis lada dengan kualitas yang berbeda tersebut. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah peneliti lakukan, ditemukan bahwa kadar air lada kualitas A sebesar 11,25% sedangkan lada kualitas B memiliki kadar air sebesar 11,5%. Kadar air tersebut masih berada dalam rentang kadar air lada yang dapat diproses yaitu sebesar 12-14% sehingga tidak perlu diadakan pengeringan pendahuluan (Badan Standardisasi Nasional, 2013). Tahapan selanjutnya ialah membuat oleoresin tersebut dapat teremulsifikasi dalam minyak. Emulsifikasi dikatakan berhasil apabila emulsi yang dihasilkan bersifat stabil dalam jangka waktu yang panjang. Terdapat

24 beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsifier diantaranya jenis emulsifier, konsentrasi emulsifier, dan kecepatan pengadukan. Emulsifier yang digunakan terdiri dari tiga jenis emulsifier yaitu: lesitin, gelatin, dan tween 80, yang mana secara berurutan memiliki HLB rendah (4,0) (Fitriyaningtyas dan Widyaningsih, 2015), sedang (9,8) (Aisyah, Haryani dan Safriani, 2017), dan tinggi (15) (Taylor, 2011). Emulsifier ini dianggap sudah mewakili jenis emulsifier lainnya sehingga hasilnya dapat merepresentasikan emulsifier lain yang memiliki HLB yang sama. Penelitian Cicilia (2016) melaporkan bahwa emulsifier yang memiliki HLB rendah akan stabil dalam emulsi air dalam minyak (W/O). Hal ini dibenarkan oleh Pan, Tomás dan Añón (2002) dan (Cabezas, Diehl dan Tomás, 2016) bahwa lesitin memiliki tingkat kestabilan yang tinggi dalam emulsi W/O. Adapun pada penggunaan Tween 80 dan gelatin hanya dipergunakan sebagai pembanding atas dasar tingkatan HLB yang berbeda pada emulsifikasi oleoresin lada tersebut. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, ditemukan bahwa emulsi akan mulai terbentuk dengan baik pada penambahan emulsifier lesitin sebesar 7,5% dari total minyak dan emulsifier. Oleh karena itu nilai ini dijadikan nilai tengah dan digunakan konsentrasi rendah dan konsentrasi tinggi yaitu sebesar 5%, 7,5%, dan 10% dari jumlah total minyak dan oleoresin. Kecepatan pengadukan memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan sebuah emulsi. Penelitian Zehn (2016) mengungkapkan bahwa ada pengaruh antara kecepatan pengadukan dengan stabilitas emulsi yang ditunjukkan dengan keseragaman ukuran droplet emulsi. Berdasarkan penelitian tersebut

25 disimpulkan bahwa kecepatan pengadukan 20.000 rpm selama 10 menit menghasilkan emulsi dengan ukuran droplet yang paling kecil. 3.2 Hipotesis Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun hipotesis sebgai berikut: emulsifier yang memiliki nilai HLB paling rendah akan dapat meghasilkan oleoresin dengan kestabilan yang paling baik.