BAB II ANALISA PEMBEBANAN. atau rintangan berupa sungai, danau, selat, rawa, rel, jalan, dan lain-lain dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JEMBATAN RANGKA BAJA. bentang jembatan 30m. Gambar 7.1. Struktur Rangka Utama Jembatan

ANALISA PERENCANAN JEMBATAN KALI WULAN DESA BUNGO KECAMATAN WEDUNG KABUPATEN DEMAK UNTUK BANGUNAN ATAS

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 11 No. 1

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun

4.1 URAIAN MATERI I : MENENTUKAN MODEL DAN BEBAN JEMBATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

membuat jembatan jika bentangan besar dan melintasi ruas jalan lain yang letaknya lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN JEMBATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jurang, lembah, jalanan, rel, sungai, badan air, atau hambatan lainnya. Tujuan

Struktur dan Konstruksi II

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I - Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan dalam bidang ekonomi global menuntut adanya

BAB VI REVISI BAB VI

II BAB II STUDY PUSTAKA

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

BAB II PERATURAN PERENCANAAN. Jembatan ini menggunakan rangka baja sebagai gelagar induk. Berdasarkan letak

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

PERBANDINGAN DESAIN GELAGAR BAJA KONVENSIOMAL DAN CASTELLA

BAB II LANDASAN TEORI

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V PERHITUNGAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai

BAB III LANDASAN TEORI. gelagar u atau PCU girder. Pemilihan struktur PCU girder dikarenakan struktur ini

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN, SANDARAN DAN TROTOAR

A. BERAT SENDIRI ABUTMENT LUAS (m^2)

PERENCANAAN JEMBATAN COMPOSITE GIRDER YABANDA JAYAPURA, PAPUA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU. Oleh : RIVANDI OKBERTUS ANGRIANTO NPM :

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DELI KECAMATAN MEDAN-BELAWAN TUGAS AKHIR GRACE HELGA MONALISA BAKARA NIM:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Aspek Lalu Lintas

PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN. Laporan Tugas Akhir. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan

BAB III DASAR PERENCANAAN. Martadinata perhitungan berdasarkan spesifikasi pembebanan dibawah ini. Dan data pembebanan dapat dilihat pada lampiran.

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MACAM MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK

disusun oleh : MOCHAMAD RIDWAN ( ) Dosen pembimbing : 1. Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO,MS 2. Dr. RIDHO BAYUAJI,ST.MT

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PEMBEBANAN JALAN RAYA

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

TKS 4022 Jembatan PEMBEBANAN. Dr. AZ Department of Civil Engineering Brawijaya University

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch. Bayzoni 1) Eddy Purwanto 1) Yumna Cici Olyvia 2)

PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

4/3/2012. Pilar. Lantai Kendaraan. Pondasi. /Abutment. Gelagar Memanjang. Tumpuan. Gelagar melintang. Gelagar induk

BAB V PONDASI DANGKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

KONTROL ULANG PENULANGAN JEMBATAN PRESTRESSED KOMPLANG II NUSUKAN KOTA SURAKARTA

Evaluasi Kekuatan Struktur Atas Jembatan Gandong Kabupaten Magetan Dengan Pembebanan BMS 1992

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Pemilihan Tipe Jembatan Tinjauan Penelitian Pembahasan...

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

PERHITUNGAN PILECAP JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pemakai jalan yang akan menggunakan sarana tersebut.

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana

METODE PENGUJIAN KUAT LENTUR NORMAL DENGAN DUA TITIK PEMBEBANAN BAB I DESKRIPSI

Proses Perencanaan Jembatan

PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI

Transkripsi:

BAB II ANALISA PEMBEBANAN 2.1 Uraian Umum Jembatan adalah suatu konstruksi yang dibangun dengan melewati penghalang atau rintangan berupa sungai, danau, selat, rawa, rel, jalan, dan lain-lain dengan tujuan untuk menghubungkan dua daerah guna memperlancar transportasi darat. Kesejahteraan dalam bidang perekonomian, pendidikan, sosial dan budaya semakin berkembang, sehingga menyebabkan tingkat arus lalu lintas semakin meningkat dari desa ke kota maupun sebaliknya. Adanya hubungan tersebut secara tidak langsung menyebabkan pemerintah diwajibkan untuk menyediakan sarana dan prasarana dalam perkembangan-perkembangan yang terjadi. Diharapkan dengan disediakannya fasilitas yang menunjang dan memperlancar perkembangan suatu desa atau kota, maka masyarakat akan merasa lebih nyaman dan lebih diutamakan kesejahteraannya. Dari penjelasan singkat di atas dapat diketahui bahwa pembangunan Jembatan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan transportasi di suatu daerah, sehingga mobilisasi kegiatan penduduk yang terputus oleh adanya sungai, lembah dan sebagainya menjadi lebih mudah. Konstruksi jembatan terdiri dari sub structure (bangunan bawah) dan upper structure (bangunan atas). Bangunan Bawah (Sub Structure) Bangunan bawah jembatan adalah salah satu bagian dari konstruksi jembatan yang berdiri diatas pondasi penyangga dari bangunan atas dan juga seluruh beban 5

6 yang bekerja pada bangunan atas. Bangunan bawah jembatan berfungsi sebagai konstruksi jembatan yang menahan beban dari bangunan atas jembatan dan menyalurkannya ke pondasi yang kemudian disalurkan menuju dasar tanah. Pada dasarnya konstruksi bangunan bawah Jembatan dalam masalah perencanaan merupakan hal utama yang harus diperhatikan, karena merupakan salah satu penyaluran semua beban yang bekerja pada Jembatan termasuk juga gaya akibat gempa. Selain gaya-gaya tersebut, pada bangunan bawah juga bekerja gayagaya akibat tekanan tanah dari oprit serta barang-barang hanyutan dan gayagaya sewaktu pelaksanaan. Ditinjau dari konstruksinya, struktur bawah Jembatan terdiri dari pondasi bore pile. 2.2 Dasar Pembebanan Pedoman Pembebanan untuk perencanaan jembatan jalan raya merupakan dasar dalam menentukan beban dan gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Pedoman pembebanan meliputi: 2.2.1 Beban Primer Beban primer adalah beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Adapun yang termasuk beban primer adalah: BEBAN MATI (M) BEBAN HIDUP (H) BEBAN KEJUT (K)

7 BEBAN MATI (M) Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya. Dalam menentukan besarnya beban mati berdasarkan PPPJJR 1987 Bab III Pasal 1, harus digunakan nilai berat isi untuk bahan-bahan bangunan seperti tersebut di bawah ini: Baja tuang... 7,85 t/m³ Besi tuang... 7,25 t/m³ Alumunium paduan... 2,80 t/m³ Beton bertulang/pratekan... 2,50 t/m³ Beton biasa, tumbuk, siklop... 2,20 t/m³ Pasangan batu/bata... 2,00 t/m³ Kayu... 1,00 t/m³ Tanah, pasir, kerikil... 2,00 t/m³ Perkerasan jalan aspal... 2,00 t/m 3 sampai dengan 2,50 t/m³ Air.... 1,00 t/m³ Beban mati terdiri dari: Beban plat lantai kendaraan Beban aspal Beban girder Beban precast slab Beban parapet

8 Beban pier Beban pier head Beban pilecap Beban Plat Lantai Kendaraan L t Gambar 2.1 Plat Lantai Kendaraan Beban plat lantai kendaraan (W1) = Volume x γbeton Dimana, T = tebal plat lantai kendaraan (m) L = lebar plat lantai kendaraan (m) γbeton = berat isi beton (t/m 3 ) Beban Aspal L t Gambar 2.2 Perkerasan Aspal Beban aspal (W2) = Volume x γaspal Dimana, t = tebal aspal (m) L = lebar aspal (m) γaspal = berat isi aspal (t/m 3 ) Beban Precast Slab 0,02 m 1,53 m 1,57 m Gambar 2.3 Precast Slab 0,05 m

9 Beban Precast Slab (W3) = Volume x γbeton x n Dimana, V = Volume Precast Slab (m3) n = Jumlah Precast Slab γbeton = Berat isi beton (t/m 3 ) Beban Girder 1 2 1 2 3 3 4 5 Gambar 2.4 Girder Beban Girder (W4) = Volume x γbeton x n Dimana, V = Volume Girder (m3) n = Jumlah Girder γbeton = Berat isi beton (t/m 3 )

10 Beban Parapet 0,30m 0,25m 0,85m 1 0,25m 0,10m 2 3 0,50m Gambar 2.5 Parapet Beban Parapet (W5) = Volume x γbeton Dimana, V = Volume Parapet (m3) γbeton = Berat isi beton (t/m 3 ) Beban Pier 19,5 m 2,2 m Gambar 2.6 Pier

11 Beban Pier (W6) = Volume x γbeton x n Dimana, V = Volume Pier (m3) n = Jumlah Pier γbeton = Berat isi beton (t/m 3 ) Beban Pier Head 2,2 m I 2 3 2,2 m 2,2 m 2,2 m 2,2 m Gambar 2.7 Pier Head Beban Pier (W7) = Volume x γbeton x n Dimana, V = Volume Pier Head (m3) n = Jumlah Pier Head γbeton = Berat isi beton (t/m 3 ) Beban Pilecap 25 105 Gambar 2.8 Pilecap

12 Beban Pilecap (W8) = Volume x γbeton Dimana, V = Volume Pilecap (m3) γbeton = Berat isi beton (t/m 3 ) Jadi total beban mati = W1 + W2 + W3 + W4 + W5 + W6 + W7 + W8 BEBAN HIDUP (H) Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak/lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Beban hidup pada jembatan harus ditinjau dinyatakan dalam dua macam, yaitu beban T yang merupakan beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban D yang merupakan beban jalur untuk gelagar. Jalur lalu lintas mempunyai lebar minimum 2,75 meter dan lebar maksimum 3,75 meter. Lebar jalur minimum ini harus digunakan untuk beban D per jalur. Jumlah jalur lalu lintas untuk lantai kendaraan dengan lebar 5,50 m atau lebih ditentukan menurut tabel berikut: Tabel 2.1 Jumlah Jalur Lalu Lintas Sumber: PPPJJR 1987

13 Muatan D a. Muatan D atau muatan jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar q ton per meter panjang jalur, dan beban garis P ton per jalur lalu lintas tersebut. Besarnya beban q ditentukan sebagai berikut: Beban garis P=12 ton Beban terbagi rata q (t/m ) Gambar 2.9 Beban D Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar dari: q = 2,2 t/m... untuk L < 30 m q = 2,2 t/m 1,1/60 x (L 30) t/m... untuk 30<L< 30 m q = 1,1 (1+30/L) t/m... untuk L < 60 m L = Panjang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan. t/m = Ton per meter panjang, per jalur. b. Ketentuan penggunaan beban D dalam arah melintang jembatan adalah sebagai berikut: Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,50 meter, beban D sepenuhnnya (100%) harus di bebankan pada seluruh lebar jembatan.

14 Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar dari 5,50 meter sedang lebar selebihnya dibebani hanya separuh beban D (50%). P ½ P q ½ q ½ P ½ q 5,5 m Gambar 2.10 Ketentuan Penggunaan Beban D c. Dalam menentukan beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) perlu diperhatikan ketentuan bahwa beban hidup per meter lebar jembatan menjadi sebagai berikut: Beban Terbagi Rata = Beban garis = Dengan P = 12 ton Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalu lintas. d. Beban D tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan pengaruh terbesar dengan pedoman sebagai berikut: 1. Dalam menghitung momen-momen maksimum akibat beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) pada gelagar menerus di atas beberapa perletakan digunakan ketentuan, yaitu: Satu beban garis untuk momen positif menghasilkan pengaruh maksimum.

15 Dua beban garis untuk momen negatif yang menghasilkan pengaruh maksimum. Beban terbagi rata di tempatkan pada beberapa bentang/bagian bentang yang akan menghasilkan momen maksimum. 2. Dalam menghitung momen maksimum positif akibat beban hidup pada gelagar dua perletakan digunakan beban terbagi rata sepanjang bentang gelagar dan satu beban garis. e. Dalam menghitung reaksi perletakan pada pangkal jembatan dan pilar perlu diperhatikan jumlah jalur lalu lintas sesuai ketetuan. Dan untuk jumlah jalur lalu lintas mulai 4 jalur atau lebih, beban D harus diperhitungkan dengan menganggap jumlah median sebagai berikut: Tabel 2.2 Jumlah Median Anggapan untuk Menghitung Reaksi Perletakan Jumlah Jalur Lalu Lintas Jumlah Median Anggapan n = 4 1 n = 5 1 n = 6 1 n = 7 1 n = 8 3 n = 9 3 n = 10 3 Sumber: PPPJJR 1987 Bentang D tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan pengaruh terbesar, dimana dalam perhitungan momen maksimum positif akibat

16 beban hidup (beban terbagi rata dan beban garis) pada gelagar dua perletakan digunakan beban terbagi rata sepanjang bentang gelagar dan satu beban garis. BEBAN KEJUT (K) Untuk memperhitungkan pengaru-pengaruh getaran-getaran dan pengaruhpengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akan memberikan hasil maksimum sedangkan beban merata q dan beban T tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Koefisien kejut ditentukan dengan rumus: Dimana: K L = Koefisien Kejut = Panjang bentang dalam keadaan meter, ditentukan oleh tip konstruksi jembatan (keadaan statis) dan kedudukan muatan garis P. Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap bangunan bawah apabila bangunan bawah dan bangunan atas merupakan satu kesatuan makan koefisien kejut diperhitungkan terhadap bangunan bawah. 2.2.2 Beban Sekunder Beban sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Yang termasuk beban sekunder antara lain: BEBAN ANGIN (A) GAYA AKIBAT PERBEDAAN SUHU (Tm)

17 GAYA REM (Rm) GAYA AKIBAT GEMPA BUMI (Gh) GAYA TEKANAN TANAH AKIBAT GEMPA BUMI (Tag) BEBAN ANGIN (A) Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m 2 pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horisontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Jumlah luas bidang vertikal bangunan atas jembatan yang dianggap terkena oleh angin ditetapkan sebesar suatu prosentase tertentu terhadap luas bagian-bagian sisi jembatan dan luas bidang vertikal beban hidup. Bidang vertikal beban hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang vertikal yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 meter di atas lantai kendaraan. Untuk menghitung jumlah luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin dapat digunakan ketentuan sebagai berikut: 1.1 Keadaan tanpa beban hidup Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100% luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50% luas bidang sisi lainnya. Luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angina. Untuk jembatan rangka diambil sebesar 30% luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 15% luas bidang sisi-sisi lainnya. 1.2 Keadaan dengan beban hidup Untuk Jembatan diambil 50% terhadap luas bidang menurut ketentuan (1.1.a)

18 Untuk beban hidup diambil sebesar 100% luas bidang sisi yang langsung terkena angin. 1.3 Jembatan menerus diatas lebih dari 2 perletakan. Untuk perletakan tetap perlu diperhitungkan beban angin dalam arah longitudinal jembatan yang tejadi bersamaan dengan beban angin yang sama besar dalam arah lateral jembatan, dengan beban angin masing-masing sebesar 40% terhadap luas bidang menurut keadaan (1.1.a dan 1.1.b). Pada jembatan yang memerlukan perhitungan pengaruh angin yang teliti, harus diadakan penelitian khusus. GAYA AKIBAT PERBEDAAN SUHU (Tm) Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan struktural karena adanya perubahan bentuk akibat perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan baik yang menggunakan bahan yang sama maupun dengan bahan yang berbeda. Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan data perkembangan suhu setempat. Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu tersebut dapat dihitung dengan mengambil perbedaan suhu untuk: Bangunan Baja : - Perbedaan suhu maksimum-minimum = 30 o - Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan = 15 o Bangunan Beton : - Perbedaan suhu maksimum-minimum = 15 o - Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan < 15 o, tergantung dimensi penampang. Untuk perhitungan tegangan-tegangan dan pergerakan pada jembatan/bagian-bagian jembatan/perletkan akibat perbedaan suhu dapat

19 diambil nilai modulus elasitas young (E) dan koefisien muai panjang (ε) sesuai tabel 2.3. Tabel 2.3 Modulus Elastisitas Young (E) dan Koefisien Muai Panjang (ε). Jenis Bahan E (Kg/cm 2 ) ε per derajat celcius - Baja - Beton - Kayu: 2,1 x 10 6 2 sampai 4 x 10 5 12 x 10-6 10 x 10-6 Sejajar Serat 1,0 x 10 5 5 x 10-6 Tegak Lurus Serat 1,0 x 10 5 50 x 10-6 *) tergantung pada mutu bahan. GAYA REM (Rm) Pengaruh gaya-gaya dalam arah memanjang Overpass akibat gaya rem, harus ditinjau. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari beban D tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua lajur lalu lintas yang ada, dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titk tangkap setinggi 1,80 meter diatas permukaan lantai kendaraan. GAYA AKIBAT GEMPA BUMI (Gh) Jembatan yang akan dibangun pada daerah-daerah dimana diperkirakan terjadi pengaruh-pengaruh gempa bumi, harus direncanakan dengan menghitung pengaruh-pengaruh gempa bumi tersebut sesuai dengan peraturan gempa yang berlaku.

20 Gambar 2.11 Wilayah Gempa Indonesia GAYA TEKANAN TANAH AKIBAT GEMPA BUMI (Tag) Gambar 2.12 Gaya Tekanan Tanah Akibat Gempa Bumi P = ½ x γtanah x ka x H 2 Dimana: P = Gaya tekan tanah akibat gempa bumi (Tag)