BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini laju perkembangan pemasaran minyak sawit cukup menanjak. Di antara jajaran minyak nabati utama di dunia, antara lain minyak kedelai, bunga matahari, lobak, zaitun, dan kelapa hibrida munculnya minyak sawit dalam pemasaran dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing dengan minyak nabati yang lain. Bahkan, keberadaannya mampu mendesak mendesak pemasaran minyak kedelai. Dengan melihat kemampuannya dalam merebut pasar dunia dengan cepat, tentunya ada hal-hal khusus yang menjadi keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak nabati yang lain. Dapat dicatat bahwa ada keunggulan penting yang dipunyai minyak sawit(satyawibawa, 1993). Mono- dan digliserida termasuk salah satu produk diversifikasi minyak yang bernilai ekonomi relatif tinggi dan mempunyai prospek pasar yang yang cukup cerah pada era pasar global. Hal tersebut disebabkan karena mono dan digliserida dibutuhkan baik dalam industri pangan dan farmasi, industri kosmetika serta produk pencuci atau pembersih, sebagai surfaktan atau bahan emulsifier (Hassanuddin, 2001). Produksi monogliserida dapat dilakukan dengan hidrolisis, esterifikasi gliserol dengan asam lemak, dan gliserolisis. Gliserolisis menggunakan katalis logam alkali seperti MgO dan Ca(OH)2 membutuhkan suhu reaksi yang tinggi yaitu 220-250 C. Temperatur yang tinggi menyebabkan produk yang dihasilkan berwarna gelap dan terbentuk bau yang tidak diinginkan serta produk yang dihasilkan sedikit. Namun sekarang penelitian tentang proses gliserolisis dengan penggunaan biokatalis (enzim
lipase) banyak sekali dilakukan karena dalam prosesnya energi yang diperlukan untuk reaksi lebih sedikit, lebih ramah lingkungan, dan dapat menghasilkan produk dengan warna yang lebih terang (Noureddini, 2004). Sihotang dan Ginting (2006) telah melakukan penelitian mengenai Gliserolisis Minyak Inti Sawit Secara Kimia Menggunakan Katalis Natrium Metoksida. Pada penelitian tersebut dihasilkan campuran mono- dan digliserida tertinggi yakni 37,26% dengan perbandingan minyak inti kelapa sawit dan gliserol 1:3. Sedangkan Sri Kuncorowati (2012) melakukan Optimasi Sintesa Campuran Monogliserida dari Minyak Inti Kelapa Sawit Menggunakan Katalis Natrium Hidroksida dan Pelarut Terbutanol, pada suhu 82-90 C dengan perbandingan RBDPKO : gliserol (Refining Bleached Deodorizing Palm Kernel Oil) yakni 1 : 15. Kuncorowati menganalisa gliserolat yang diperoleh secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Gas (KG) dihasilkan mono- dan digliserida sebesar 53,36% dan 12,34%. Penelitian Elisabeth dkk yang berjudul Upaya peningkatan Produksi Mono- dan Digliserida dari Minyak Sawit Mentah dengan Proses Gliserolisis Enzimatik, digunakan campuran enzim lipase yakni Lipozyme IM dan Novozym-435, rasio molar antara minyak sawit mentah dan gliserol adalah 1 : 3, kadar air dalam reaksi ditetapkan sebesar 12% dengan kecepatan pengadukan 300 rpm serta waktu reaksi adalah 24 jam diperoleh kandungan mono- dan digliserida sebesar 44,4% dan 6,1%. Gliserolisis enzimatik ini membutuhkan suhu reaksi hanya 50 C, sangat berbeda dengan gliserolisis menggunakan katalis kimia. Penelitian lainnya yang juga menggunakan biokatalis enzim lipase adalah Patricia Bogalhos Lucente Fregolente (2008) yakni gliserolisis minyak kacang kedelai menggunakan biokatalis enzim lipase dari jenis Candida antartica B (Lipase immobilisasi CA-IM). Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pembuatan mono- dan digliserida melalui gliserolisis minyak inti sawit
(Palm Kernel Oil) menggunakan biokatalis enzim lipase dari Candida rugosa. Peneliti memilih lipase dari Candida rugosa untuk melihat efisiensi penggunaan lipase tersebut dalam proses gliserolisis dibandingkan lipase jenis lain yang umum digunakan. Kemampuan katalitik lipase dari Candida rugosa immobil adalah 800 U/mg (Fregolente et al, 2008) dan dapat digunakan sebagai biokatalis yang serbaguna yang mampu mengkatalisis hidrolisis, esterifikasi, dan transesterifikasi dari trigliserida dan ester-ester hidrofobik lainnya (Pandey et al, 1999). 1.2. Perumusan Masalah 1. Apakah jenis pelarut yang terbaik untuk digunakan dalam gliserolisis sehingga menghasilkan jumlah campuran mono- dan digliserida tertinggi? 2. Apakah lipase dari Candida rugosa dapat digunakan sebagai biokatalis dalam reaksi gliserolisis minyak inti sawit? 1.3. Pembatasan Masalah 1. Biokatalis lipase yang digunakan berasal dari Candida rugosa dan bersifat free-enzyme berbentuk powder 2. Bahan baku minyak inti sawit diperoleh dari PT.SMART 3. Perbandingan gliserol dan minyak inti sawit 3 : 1 4. Suhu reaksi yang digunakan konstan yaitu 37 C
5. Kecepatan pengadukan yang digunakan konstan yaitu 350 rpm 6. Waktu reaksi yang digunakan konstan yaitu 24 jam 7. Mono- dan digliserida yang dihasilkan dianalisa secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Gas (KG) 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Untuk mengetahui jenis pelarut terbaik yang dapat digunakan dalam gliserolisis 2. Untuk mengetahui apakah biokatalis lipase dari Candida rugosa yang bersifat free dapat digunakan untuk gliserolisis minyak inti sawit 3. 1.5. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan : 1. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai penggunaan biokatalis lipase sebagai pengganti katalis kimia yang bersifat lebih ramah lingkungan 2. Dapat memberikan informasi mengenai alternatif biokatalis lipase dari jenis lain seperti Candida rugosa yang dipakai dalam penelitian ini 3. Untuk memberikan informasi mengenai kadar mono- dan digliserida yang dihasilkan melalui gliserolisis enzimatis 4. Dapat memberikan informasi secara luas mengenai penggunaan minyak inti sawit dalam industri makanan, farmasi, dan surfaktan 1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Jl. Brigjen Katamso No. 51 Medan Sumatera Utara 1.7. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian dilakukan dengan beberapa tahap yaitu : 1. Penyediaan minyak inti sawit Bahan baku dalam penelitian ini adalah minyak inti sawit yang diperoleh dari PT. SMART Medan 2. Analisa pendahuluan untuk minyak inti sawit Analisa kadar air dari minyak inti sawit menggunakan metode oven udara Analisa kadar asam lemak bebas (%ALB) dari minyak inti sawit dianalisa melalui metode titrimetri menggunakan metode titrasi netralisasi di mana titran yang digunakan adalah KOH 3. Penghilangan kadar air Kadar air yang baik untuk gliserolisis enzimatis adalah 12% Penghilangan kadar air dari minyak inti kelapa sawit dan gliserol dapat dilakukan dengan mengalirkannya dengan gas Nitrogen (gassing) Bahan yang telah bebas air disimpan dalam erlenmeyer yang tertutup 5. Proses gliserolisis minyak inti sawit Gliserolisis dilakukan dengan penambahan gliserol terhadap minyak inti sawit kemudian dilakukan penambahan biokatalis lipase sebanyak 5% dari campuran minyak inti sawit dan gliserol (w/w) Biokatalis yang digunakan berasal dari Candida rugosa dan bersifat freeenzyme dan berbentuk powder
6. Proses gliserolisis Campuran reaksi diinkubasi pada suhu reaksi 37 C Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 350 rpm Waktu reaksi yang digunakan adalah 24 jam 7. Analisa mono- dan digliserida Gliserolat dianalisa secara kuantitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Gas (KG) untuk mengetahui kadar campuran mono- dan digliserida yang dihasilkan Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas adalah variabel yang mempunyai pengaruh terhadap kadar monodan digliserida yang dihasilkan, yaitu : Jenis pelarut yang digunakan 2. Variabel terikat adalah variabel yang terukur terhadap perubahan perlakuan. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat, yaitu : Kadar mono- dan digliserida 3. Variabel tetap adalah variabel yang tidak menyebabkan perubahan pada variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel tetap yaitu : Perbandingan minyak inti kelapa sawit dengan gliserol 1 : 3 Suhu reaksi yang digunakan yaitu 37 C Kecepatan pengadukan yang digunakan yaitu 350 rpm Waktu reaksi yang digunakan yaitu 24 jam