BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB V HASIL PENELITIAN. Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSUD Kota

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil Uji Statistik

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) complex (Isbaniyah et al., 2011;

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei cross-sectional,

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB 1 : PENDAHULUAN. penyakit degeneratif. Transisi epidemiologi ini salah satunya dipengaruhi oleh pola

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Millennium Development Goals (MDG) telah menjadi tujuan milenium

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

4. HASIL. Universitas Indonesia

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini yaitu observasional analitik. Diikuti prospektif. Perawatan terbuka (Kontrol)

BAB IV METODE PENELITIAN. Dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2015 di klinik VCT RSUP Dr.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c-

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis

BAB I PENDAHULUAN. dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering tidak

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Insiden Seluruh Kasus

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Adanya kelainan struktural atau fungsional pada. ginjal yang berlangsung selama minimal 3 bulan disebut

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan mengukur variabel

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease / CKD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. CKD merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak besar pada

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien geriatri di Poliklinik Geriatri dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengamataan pasca rawat inap dilakukan pada 77 anak yang mengikuti studi

BAB III METODE PENELITIAN

4. HASIL. Tabel 4.1 Sebaran Subjek berdasarkan Status Gizi, Usia, Tingkat Pendidikan, Penghasilan Ibu, Morbiditas ibu, dan Praktik ASI eksklusif

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB III METODE PENELITIAN. diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Artritis reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi kronik yang ditandai

BAB II. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL. Tabel 4.2. Data Profil Tekanan Darah Intradialisis Pasien Variabel Nilai Rerata (mmhg) Minimal (mmhg)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik komparatif dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru)

BAB III METODE PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Studi cohort retrospektif telah dilakukan dengan subyek penelitian pasien TB-MDR yang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2011 sampai 2015. Waktu penelitian pada bulan Februari 2018. Sampel penelitian ini adalah pasien TB-MDR yang berobat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sampai memenuhi jumlah sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dan diperoleh jumlah sampel sebesar 89 pasien TB-MDR. Prosedur polymerase chain reaction (PCR) dilakukan untuk mengidentifikasi polimorfisme gen IL-10 1082. Karakteristik genetik IL-10 1082G/A dalam penelitian ini dihipotesiskan berhubungan dengan kejadian nefrotoksik. A. HASIL PENELITIAN Karakteristik Dasar Subjek Penelitian Observasi data catatan medis dari 89 pasien TB-MDR diperoleh dari hasil observasi secara demografi nilai rata-rata umur pada kelompok yang tdak terjadi nefrotoksik sebesar 40,14 tahun (standar deviasi 10,71 tahun) dan yang terjadi nefrotoksik sebesar 40,44 tahun (standar deviasi 13,94 tahun). Jenis kelamin perempuan yang tidak terjadi nefrotoksik sebanyak 29 orang (69%) dan yang terjadi nefrotoksik sebanyak 13 orang (31,0%), adapun jenis kelamin laki-laki yang tidak nefrotostik sebanyak 35 orang (74,5%) dan yang nefrotoksik sebanyak 12 orang (25,5%). Pasien TB-MDR mempunyai berat badan rata-rata 44,40 kg (standar deviasi 8,30 kg) pada kelompok yang tidak terjadi nefrotoksik dan yang terjadi nefrotoksik 44,96 kg (standar deviasi 8,30 kg). Rata-rata indeks massa tubuh (IMT) pasien TB-MDR yang tidak terjadi nefrotoksik sebesar 16,79 kg/m 2 (standar deviasi 10,71 kg/m 2 ) dan IMT pada kelompok yang terjadi nefrotoksik sebesar 17,15 kg/m 2 (standar deviasi 3,71 kg/m 2 ) yang mengindikasikan bahwa rata-rata memiliki status gizi kurang baik pada yang 51

kelompok yang terjadi nefrotoksik maupun kelompok yang tidak terjadi nefrotoksik. Uji statistik diperoleh P-value pada kelompok umur sebesar 0,914, jenis kelamin sebesar 0,570, berat badan sebesar 0,799, tinggi badan sebesar 0,522 dan IMT sebesar 0,600, perolehan P-value dari variabel demografi tersebut lebih besar dari 0.05, hal ini menunjukkan bahwa secara demografi sampel adalah homogen atau setara dalam hal demografi. Karakteristik demografi subyek penelitian selengkapnya dapat dilihat pada tabel empat. Tabel 1. Data Karakteristik Demografi Variabel Umur Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Ya 40,44±13,94 13 (31,0%) 12 (25,5%) Nefrotoksik Tidak 40,14±10,71 29(69,0%) 35(74,5%) P-value 0,914 0,570 Berat Badan 44,96±11,57 44,40±8,30 0,799 Tinggi Badan 161,24±6,62 162,27±6,83 0,522 IMT(kg/m²) 17,15±3,71 16,79±10,71 0,600 Hubungan antara polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan nefrotoksik pada penderita TB-MDR. nefrotoksik Hubungan antara polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan pada penderita TB-MDR diperoleh kelompok IL-10 1082G/A kelompok genotip GG (tinggi) pada pasien tidak terjadi nefrotoksik hanyak 1 orang dari 4 orang (25%) dan yang terjadi nefrotoksisk sebanyak 3 orang dari 4 orang (75%) yang artinya prevalensi terjadinya nefrotoksik pada genotif GG (tinggi) sebesar 75%, kelompok GA (sedang) yang tidak terjadi nefrotoksik sebanyak 54 (73,9%) dan yang terjadi nefrotoksik sebanyak 19 orang (26,1%) prevalensi terjadinya nefrotoksik genotif GA sebesar 26,01% dan AA (rendah) diperoleh yang tidak terjadi nefrotoksik 9 orang (75%) yang terjadi nefrotoksik 3 orang (25%) yang artinya prevalensi terjadinya 52

nefrotoksik pada genotif AA 25%. Resiko terjadinya nefrotoksik pasien TB- MDR di RS Dr. Moewardi terhadap polimorfisme gen IL-10 1082 tertingi ditemukan pada genotip GG (tinggi) sebesar pada 75%, sedangkan terendah ditemukan pada genotip AA (rendah) sebesar 25%. Hasil penelitian menunjukan bahwa genotip GG mendapatkan nilai RR = 2.898 (1.482-5.666), yang berarti bahwa genotip GG merupakan faktor resiko dari kejadian nefrotoksik, dimana genotip GG akan beresiko terjadi nefrotoksik 2,898 (1,482-5,666) kali lebih besar dibandingkan dengan genotip GA dan genotip AA dan signifikan secara statistik dengan nilai p=0,033 (p<0,05). Sedangkan genotip GA dan AA secara parsial cenderung sebagai faktor pelindung (RR<1) akan tetapi tidak menunjukan hasil yang signifikan (p>0,05). Hubungan antar polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan nefrotoksik pada penderita TB-MDR di RS Dr. Moewardi dapat dilihat pada tabel lima. Tabel 2. Hubungan antara polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan nefrotoksik pada penderita TB-MDR. Variabel Nefrotoksik RR p Ya Tidak IL-10-1082G/A GG (Tinggi) 3(75,0%) 1 (25,0%) 2.898 (1.482-5.666) 0,033 GA (Sedang) 19(26,1%) 54 (73,9%) 0.694 (0.331-1.457) 0,335 AA (Rendah) 3(25.0%) 9 (75.0%) Reference Hubungan antara polimorfisme gen IL-10-1082G/A dengan onset pada penderita TB-MDR di RS Dr. Moewardi. Hubungan polimorfisme gen IL-10 1082 terhadap onset terjadinya nefrotoksik. Onset disini dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu onset kurang dari 2 bulan dan lebih 2 bulan. Nilai 2 bulan diambil dari saat pemeriksaan berkala pada TB-MDR yaitu tiap bulan. Polimorfisme gen IL-10 1082G/A kelompok GG pada onset kurang 2 bulan diperoleh 1 orang (25%) dan lebih 2 bulan sebanyak 3 orang (75%). Interleukuin 10 1082G/A 53

kelompok GA onset kurang 2 bulan sebanyak 58 orang (79,5%) lebih besar dari onset lebih 2 bulan yaitu 15 orang (20,5%) dan pada IL-10 1082G/A kelmpok AA onset kurang 2 bulan sebanyak 9 orang (75%) dan onset lebih 2 bulan sebanyak 3 orang (25%). Hasil uji statistik didapatkan bahwa genotip GG dan GA cenderung sebagai faktor resiko karena mendapatkan nilai RR>1, akan tetapi hasil uji chi square diadapatkan nilai p>0,05, yang berarti bahwa genotip GG dan GA bukan sebagai faktor resiko dari onset < 2 bulan, atau dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan onset pada penderita TB-MDR di Rs Dr. Moewardi. Hubungan polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan onset nefrotoksik dapat dilihat pada tabel enam. Tabel 3. Hubungan Antara polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan Onset pada penderita TB-MDR Variabel Onset RR P <2 bulan >2 bulan IL-10-1082G/A GG GA AA 1 (25.0%) 6 (8.2%) 0 (0,0%) 3 (75.0%) 67 (91.8%) 12 (100.0%) 3.542 (0.549-22.852) 1.315 (0.170-10.182) Reference 0,193 0,791 Perbedaan lama onset nefrotoksik polimorfisme gen IL-10-1082G/A Secara statistik dapat dilihat bahwa nilai onset pada polimorfisme IL-101082G/A kelmpok GG mempunyai nilai mean sebesar 2.582±2.582, kelompok GA sebesar 1,33±2.85 dan kelompok AA sebesar 1,48±3,74 dengan nilai p=0.159>0.05 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna dari ketiga kelompok polimorfisme gen IL-10-1082G/A. Akan tetapi onset yang paling cepat adalah GA disusul AA dan GG. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa polimorfisme gen IL- 10 1082G/A genotip GG terjadinya nefrotoksik lebih lama bila dibandingkan 54

dengan genotip GA dan AA. Perbedaan nilai polimorfisme IL-10 1082 dapat dilihat pada tabel tujuh. Tabel 4. Perbedaan lama onset nefrotoksik polimorfisme gen interleukin 10 1082G/A IL-10-1082G/A N (n=25) Mean Std. Deviati on P- value GG 3 4,00 2,00 0.378 GA 19 5,11 3,47 AA 3 7,67 3,06 Analisis Ketahanan terhadap kejadian nefrotoksik metode Kaplan-Meier disertai dengan uji Log Rank a. Analisis ketahanan kejadian nefrotoksik 12 bulan pada pengobatan TB MDR Selama 12 bulan dari 89 penderita TB-MDR terjadi nefrotoksik sebesar 25 penderita. Angka ketahanan pasien dari efek samping gangguan nefrotoksik adalah 71,9%. Gambar 1. Kurva ketahanan kejadian nefrotoksik Kaplan Meier seluruh penderita TB MDR 55

b. Analisis ketahanan kejadian nefrotoksik 12 bulan pada pengobatan TB MDR berdasarkan usia - Selama 12 bulan dari 61 penderita dengan usia >55 tahun yang terjadi nefrotoksik adalah sebesar 14 penderita. Angka ketahanan 12 bulan adalah 77,0% - Selama 12 bulan dari 28 penderita dengan usia <55 tahun yang terjadi nefrotoksik adalah sebesar 11 penderita. Angka ketahanan 12 bulan adalah 60,7%. - Dengan uji Log Rank tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara dua kurva ketahanan. (p = 0.074) Gambar 2. Kurva ketahanan nefrotoksik seluruh penderita TB MDR berdasarkan Usia 56

c. Analisis ketahanan kejadian nefrotoksik 12 bulan pada pengobatan TB MDR berdasarkan jenis kelamin - Selama 12 bulan dari 42 penderita dengan jenis kelamin perempuan yang terjadi nefrotoksik adalah sebesar 13 penderita. Angka ketahanan 12 bulan adalah 69,0% - Selama 12 bulan dari 47 penderita dengan jenis kelamin laki-laki yang terjadi nefrotoksikadalah sebesar12penderita. Angka ketahanan 12 bulan adalah 74,5%. - Dengan uji Log Rank tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara dua kurva ketahanan. (p = 0.605) Gambar 3. Kurva ketahanan nefrotoksik seluruh penderita TB MDR Berdasarkan Jenis Kelamin d. Analisis ketahanan kejadian nefrotoksik 12 bulan pada pengobatan TB MDR berdasarkan IMT - Selama 12 bulan dari 65 penderita dengan IMT kategori kurang yang terjadi nefrotoksik adalah sebesar 17 penderita. Angka ketahanan 12 bulan adalah 73,8% 57

- Selama 12 bulan dari 24 penderita dengan IMT normal yang terjadi nefrotoksik adalah sebesar 8 penderita. Angka ketahanan 12 bulan adalah 66,7%. - Dengan uji Log Rank tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara dua kurva ketahanan. (p = 0,431) Gambar 4. Kurva ketahanan nefrotoksik seluruh penderita TB MDR Berdasarkan IMT e. Analisis ketahanan kejadian nefrotoksik 12 bulan pada pengobatan TB MDR berdasarkan gen polimorfisme - Selama 12 bulan dari 4 penderita dengan genotip GG yang terjadi nefrotoksik adalah sebesar 3 penderita. Angka ketahanan 12 bulan adalah 25,0% - Selama 12 bulan dari 73 penderita dengan genotip GAyang terjadi nefrotoksik adalah sebesar19 penderita. Angka ketahanan 12 bulan adalah 74,0%. 58

- Selama 12 bulan dari 12 penderita dengan genotip AA yang terjadi nefrotoksik adalah sebesar 3 penderita. Angka ketahanan 12 bulan adalah 75,0%. - Dengan uji Log Rank didapatkan perbedaan yang bermakna antara ketiga kurva ketahanan (p = 0,026) dimana genotip GG memiliki angka ketahanan yang paling rendah dibandingkan genotip GA dan AA. Gambar 5. Kurva ketahanan nefrotoksik seluruh penderita TB MDR Berdasarkan gen Polimorfisme B. PEMBAHASAN Faktor risiko yang diketahui terjadinya nefrotoksik akibat aminoglikosida meliputi deplesi volume intravaskular, sepsis, insufisiensi ginjal yang sudah ada sebelumnya, lama terapi, usia lanjut, disfungsi hati dan penggunaan nefrotoksik lainnya (Anthony et al., 2011). Penelitian kami tidak didapatkan riwayat sepsis, dehidrasi dan insufisiensi ginjal baik akut dan kronik. 59

1. Karateristik subjek penelitian Karakteristik subyek penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan indeks massa tubuh (IMT). Jenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 47 (52,8%) dari 89 pasien bila dibandingkan jenis kelamin wanita 42 (47,1%). Hasil penelitian ini mirip dengan yang dilaporkan (Mulu et al., 2015) yaitu laki-laki 57% wanita 42,5% di Amhara Ethiopia. Rerata umur yang terjadi nefrotoksik pada pasien TB-MDR di RS Dr. Moewardi adalah 40,44±13,94. Jenis kelamin wanita lebih banyak terjadi nefrotoksik yaitu 13(31,0%) dari 42 wanita bila dibandingkan dengan jenis kelamin lakilaki yaitu 12 (25,5%) dari 47 laki-laki. Peneliti tidak bisa membandingkan umur dan jenis kelamin yang dihubungkan dengan nefrotoksik karena belum dapat menemukan penelitian yang serupa. Status indeks massa tubuh pada pasien yang terjadi nefrotoksik penelitian ini rata-rata 17,15 kg/m 2 (standar deviasi 3,71 kg/m 2 ) yang mengindikasikan bahwa rata-rata pasien TB-MDR memiliki status gizi kurang menurut kriteria dari WHO. (Singla et al. 2010). Penurunan berat badan dapat terjadi pada pasien dengan penyakit kronis seperti tuberkulosis. Sitokin sitokin inflamasi seperti TNF-α, IL-6, IFN-γ dan leptin dapat mempengaruhi hipotalamus sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Penurunan masa otot juga dapat terjadi akibat peningkatan proses katabolisme protein yang disebabkan proses inflamasi kronis (Greenberg & Obin 2006). 2. Hubungan antara polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan nefrotoksik pada penderita TB-MDR. Hubungan polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan terjadinya nefrotoksik pada pasien TB-MDR di RS Dr. Moewardi Surakarta didapatkan prosentase masing-masing genotif yaitu genotif GG 4 (4,49%) orang dari 89 pasien, genotif GA 73 (82,02%) dan AA 12 (13,48%) dari ketiga genotif tersebut GA adalah genotif yang terbanyak dari sampel disusul AA dan GG. Distribusi polimorfisme gen interleukin-10 1082G/A hampir sama dengan penelitian yang pernah dilaporkan (Wu F et al., 2008) di China yaitu GG 60

1,1%, GA 14,2%, AA 84,7%. Prevalensi masing-masing genotif adalah sebagai berikut genotif GG sebesar 75%, AA sebesar 25% dan GA sebesar 20,5%. Penulis belum menemukan study prevalensi kejadian nefrotoksik yang dikaitkan dengan pengobatan TB-MDR sampai saat ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa genotip GG mendapatkan nilai RR = 2.898 (1.482-5.666), yang berarti bahwa genotip GG merupakan faktor resiko dari kejadian nefrotoksik, dimana genotip GG akan beresiko terjadi nefrotoksik 2,898 (1,482-5,666) kali lebih besar dibandingkan dengan genotip GA dan genotip AA dan signifikan secara statistik dengan nilai p=0,033 (p<0,05). Hasil penelitian ini dihasilkan adanya hubungan yang signifikan polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan nefrotoksik pada penderita TB- MDR. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Paquette et al., 2015; Waikar et al., 2008; Chawla et al., 2011, dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa aminoglikosida (AG) adalah penyebab AKI nefrotoksik yang paling sering digunakan mengobati infeksi TB-MDR dan endokarditis (Lopez-Novoa et al., 2011). Aminoglikosida terakumulasi pada sel tubulus proksimal yang mengganggu metabolisme fosfolipid, menyebabkan kematian sel epitel tubular dan nekrosis tubular akut (Bell et al., 2014). Acute kidney injury (AKI) akibat AG mengakibatkan mortalitas tinggi pada rumah sakit dengan perawatan lama dan berkembang menjadi chronic kidney disease (CKD). Vasokonstriksi ginjal dan kontraksi mesangial yang disebabkan oleh AG berkontribusi terhadap gangguan fungsi ginjal (Lopez-Novoa et al., 2011). 3. Hubungan polimorfisme interleukin 10 1082G/A dengan onset nefrotoksik. Hasil uji statistik didapatkan bahwa genotip GG dan GA cenderung sebagai faktor resiko karena mendapatkan nilai RR>1, akan tetapi hasil uji chi square diadapatkan nilai p>0,05, yang berarti bahwa genotip GG dan GA bukan sebagai faktor resiko dari onset < 2 bulan, atau dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara polimorfisme gen IL-10 1082G/A dengan onset pada penderita TB-MDR di Rs Dr. Moewardi. 61

Penelitian tentang hubungan polimorfisme gen interleukin 10 1082G/A dengan nefrotoksik akibat obat anti tuberkulosis pada penderita TB- MDR merupakan penelitian pertama kali yang dilakukan dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. C. KETERBATASAN PENELITIAN Keterbatasan penelitian ini menggunakan kohort resrospektif sehingga pengamatan dilakukan secara tidak langsung dan kurang menunjukan secara tepat waktu timbulnya efek samping pada pengobatan TB-MDR. Proporsi genotip polimorfisme interleukin 10 tidak seimbang mungkin mempengaruhi hasil penelitian. 62