BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara-negara yang sedang berkembang, minyak goreng adalah satu kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan ia sebagai sumber utama lemak (fat). Jenis dan jumlah minyak goreng yang kita konsumsi sehari-hari sangat erat kaitannya dengan kesehatan kita. Minyak goreng yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah yang berbahan baku minyak sawit ( >70% ), diikuti dengan minyak kelapa (Elisabeth, 2002). Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia, khususnya minyak nabati. Hal ini dikarenakan, selain mengandung asamasam lemak essensial, minyak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K. Minyak goreng adalah minyak yang digunakan untuk menggoreng makanan, dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak biji bunga matahari. Minyak juga dapat bersumber dari hewan, misalnya minyak sapi, kambing, ikan sarden, ikan paus dan lain-lain. Minyak goreng merupakan salah satu angota dari senyawa lipid netral, yaitu senyawa yang tidak larut dalam air. Minyak goreng diperoleh dengan cara memurnikan minyak nabati, dengan tujuan menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak bebas dan zat warna (SNI 01-3741-1995). Minyak merupakan medium penggoreng bahan pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat luas. Kurang lebih 290 juta ton minyak dikonsumsi setiap tahunnya. Ia sering kali ditambahkan ke bahan makanan dengan berbagai tujuan, salah satunya sebagai media penghantar panas atau untuk menggoreng seperti minyak goreng. Fungsi minyak goreng selain sebagai media penghantar panas, juga untuk menambah nilai kalori, memperbaiki tekstur dan cita rasa dari bahan pangan (Winarno, 1992). Minyak sebagai sumber kalori yang tinggi, di dalam tubuh, minyak yang dioksidasi secara sempurna akan menghasilkan 9,30 kalori setiap 1 gramnya.
Pengolahan bahan pangan dengan minyak goreng juga dapat membentuk aroma dan rasa dari bahan pangan tersebut akibat adanya pemanasan protein, karbohidrat, lemak dan komponen minor lainnya di dalam suatu bahan pangan yang digoreng (Ketaren, 2005). Masyarakat Indonesia biasanya menggunakan cara deep frying dalam menggoreng bahan makanan, yaitu dengan merendam seluruh bahan makanan dalam minyak panas. Dengan cara tersebut, akan diperoleh minyak goreng bekas. Minyak goreng bekas tersebut biasanya akan digunakan kembali untuk menggoreng bahan makanan yang lain dengan atau tanpa menambahkan sedikit minyak goreng yang baru pada minyak goreng bekas. Minyak goreng bekas yang digunakan secara berulang kali tersebut, biasa disebut sebagai minyak jelantah (Fransiska, 2010). Prosedur pembuatan minyak jelantah akan mengakibatkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak, minyak tersebut akan mengalami perubahan baik secara fisik atau kimia yakni dengan adanya perubahan warna dari bening menjadi berwarna gelap dan berbau tengik, serta secara kimiawi mengalami perubahan reaksi hidrolis, oksidasi termal dan polimerasi termal kemudian terjadi penghasilan produk degradasi volatil dan non-volatil (Cuesta et al, 1988; Dobarganes et al, 2000 dalam A.S. Nazrun; C.M. Chew; M. Norazlina; J. Kamsiah, 2007). Minyak jelantah juga dapat mengandung senyawa-senyawa radikal seperti hidroperoksida dan peroksida. Senyawa-senyawa radikal tersebut bersifat karsinogenik, oleh karena itu pemakaian minyak goreng yang berkelanjutan dapat mengganggu kesehatan manusia dengan menyebabkan penyakit seperti tumor atau kanker. Menurut hasil kajian dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan, serta kajian dari pakar kesehatan terhadap penggunaan minyak berulang kali dapat memberikan dampak pada gangguan kesehatan. Pemanasan minyak goreng yang berulang kali (lebih dari 2 kali) pada suhu tinggi (160 derajat C sampai dengan 180 derajat C) akan mengakibatkan hidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas yang mudah teroksidasi, sehingga minyak menjadi tengik dan membentuk asam lemak trans yang
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, misalnya: kerusakan liver, ginjal, saluran cerna maupun sel endothelial aorta (Takeoka dkk, 1996 dalam Fransiska, 2010). Peristiwa oksidasi terbentuk akibat pemakaian minyak goreng secara berulang kemudian akan terjadi penghasilan senyawa peroksida dan akrolein. Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis dalam otot usus dan mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah dapat mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah dan jika lipoprotein mengalami denaturasi, akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah sehingga terbentuk atherosclerosis, akhirnya menyebab penyumbatan pembuluh darah (Ketaren, 2005). Akrolein, yakni sejenis aldehid, jika terkonsumsi dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Penggunaan minyak goreng secara berulang kali tidak dianjurkan dan berbagai penelitian telah banyak dilakukan oleh para peneliti, yang membukitkan dampak negatif dari minyak goreng jelantah. Walaupun demikian, masih banyak orang yang belum tahu cara menggunakan minyak goreng yang baik dan benar. Tidak hanya pedagang-pedagang kaki lima yang sering menggunakan minyak goreng jelantah, bahkan dalam dapur keluarga pun sering tanpa sadar kita menggunakan minyak goreng secara berulang. Alasan mereka sangat beragam namun umumnya karena penghematan. Menurut penelitian dari Sudaryati Etti dan Albiner Siagian (2002) mengatakan bahwa pengetahuan produsen(penjual gorengan) dan konsumen jajanan gorengan mengenai pemanfaatan minyak goreng dan akibat samping yang ditimbulkan terbesar termasuk dalam kategori kurang yaitu 94,4% produsen dan 77,8% konsumen. Untuk sikap, yang terbanyak pada produsen adalah sedang (77,8%) dan pada konsumen adalah baik (75%). Untuk tindakan, frekuensi pemakaian minyak goreng 3 kali pada produsen semuanya berpengetahuan kurang(100%), pada produsen yang memakai minyak goreng 2 kali hanya 12,5% yang berpengetahuan sedang. Di Kota Medan sendiri, terdapat banyak penjual gorengan yang
menggunakan minyak goreng berulang kali, meskipun hal ini tidak dianjurkan. Oleh karena itu, penelitian ini dicadangkan dan dilakukan untuk melihat bagaimana karateristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: bagaimanakah karakteristik, pengetahuan, sikap, dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan tahun 2011. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umun Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan, sikap, dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik penjual gorengan tentang penggunaan 2. Untuk mengetahui pengetahuan penjual gorengan tentang penggunaan 3. Untuk mengetahui sikap penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011. 4. Untuk mengetahui tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng di kawasan Kampus USU Medan pada tahun 2011. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti 1. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian. 2. Mengembangkan minat dan kemampuan meneliti dalam bidang penelitian.
1.4.2. Bagi Masyarakat 1. Sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng. 2. Sebagai bahan masukan bagi penelitian lain dan bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kedokteran, Medan. 3. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan penjual gorengan tentang penggunaan minyak goreng. 4. Sebagai bahan masukan bagi penjual gorengan agar tidak melakukan penggunaan minyak goreng secara berulang.