I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pakan dalam industri peternakan memang menjadi pertimbangan penting untuk menjalankan suatu usaha peternakan dimana ketersediaan pakan sepanjang tahun merupakan syarat utama bagi keberlangsungan jalannya usaha. Pakan ternak ruminansia terdiri atas dua macam yaitu pakan utama dan pakan tambahan. Pakan utama yang umum diberikan berupa hijauan rumput yang diperoleh dari hasil budidaya maupun dari alamnya. Adapun keberadaan rumput umumnya tidak tersedia sepanjang tahun terutama di musim kemarau peternak kesulitan mendapatkan rumput. Untuk itu perlu pengembangan pemaanfaatan bahan pakan alternatif sebagai pengganti rumput, salah satunya berasal dari limbah perkebunan pisang. Pisang adalah salah satu komoditas buah unggulan dalam negeri. Produksi pisang di Indonesia terbilang cukup besar. Untuk wilayah Asia Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar karena 50% produksi pisang Asia dihasilkan oleh Indonesia. Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang karena didukung oleh iklim yang sesuai (Suhartanto dkk., 2008) dimana pada tahun 2016 produksi pisang di Indonesia mencapai 7.299.266 ton (BPS, 2016). Pengolahan pisang menghasilkan limbah kulit pisang sebanyak 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas (Munadjim, 1983), sehingga diperkirakan produksi kulit pisang sebesar 2.433.088 ton per tahun. Salah satu jenis pisang yang ada di Indonesia adalah Pisang Kapas. Rasa yang manis menjadikan Pisang Kapas cocok untuk dibuat produk olahan seperti
2 dalam pembuatan kue. Banyaknya pabrik pengolahan pangan dengan berbahan dasar pisang merupakan potensi sebagai penghasil kulit pisang yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan alternatif bagi ternak. Ditinjau dari kandungan nutrisinya, pisang dapat dijadikan sumber energi bagi ruminansia karena mengandung serat kasar (SK) 18,71%, protein kasar (PK) 3,63%, lemak kasar (LK) 2,52%, kalsium 7,18%, phospor 2,06% (Anhwange dkk., 2009) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 40,74% (Agustono, 2011). Namun penggunaan kulit pisang pada ransum perlu diperhatikan karena terdapat anti nutrisi yang dapat membahayakan bagi ternak yaitu tanin. Ruminansia memiliki kemampuan mencerna pakan secara fermentatif di dalam rumen dengan bantuan mikroba rumen. Adanya mikroba pada rumen berperan sebagai pendegradasi partikel pakan dan penyedia protein mikrobial bagi inangnya. Jumlah dan komposisi mikroba rumen sangat dipengaruhi oleh jenis dan kandungan zat makanan pakan yang dikonsumsi. Pakan dengan tingkat kandungan energi yang tinggi mempengaruhi populasi dari mikroba di dalam rumen. Perubahan populasi ini mencapai keseimbangan baru yang sesuai dengan perubahan pakan, karena jenis pakan yang dikonsumsi oleh ternak dapat mempengaruhi kondisi lingkungan dari rumen. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Imbangan Tepung Kulit Pisang Kapas Matang (Musa paradisiaca. L) dan Rumput Lapang Terhadap Populasi Bakteri dan Protozoa Rumen Domba (In Vitro).
3 1.2 Identifikasi Masalah 1. Adakah pengaruh imbangan tepung kulit Pisang Kapas matang dan rumput lapang terhadap populasi bakteri dan protozoa rumen. 2. Berapa persentase penggunaan tepung kulit Pisang Kapas matang pada ransum domba yang menghasilkan populasi bakteri dan protozoa dalam cairan rumen yang tertinggi. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Mengetahui bagaimana pengaruh imbangan tepung kulit Pisang Kapas matang dan rumput lapang terhadap populasi bakteri dan protozoa rumen. 2. Mengetahui persentase penggunaan tepung kulit Pisang Kapas matang pada ransum yang menghasilkan populasi bakteri dan protozoa dalam cairan rumen yang tertinggi. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai informasi dasar tentang tingkat penggunaan tepung kulit Pisang Kapas matang yang optimal dalam ransum, sehingga didapatkan populasi bakteri dan protozoa tertinggi pada cairan rumen. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tentang pemanfaatan tepung kulit Pisang Kapas matang sebagai bahan pakan alternatif. 1.5 Kerangka Pemikiran Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah) dari buah pisang yang telah dimanfaatkan. Selain ketersediannya melimpah, kulit pisang juga memiliki kandungan zat makanan potensial sebagai pakan. Hasil analisis kimia berdasarkan
4 bahan kering (BK) di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak (2016), bahwa kulit Pisang Kapas matang memiliki kandungan bahan kering (BK) 54%, serat kasar (SK) 15,2%, protein kasar (PK) 11,7%, bahan ekstrtak tanpa nitrogen (BETN) 56,3%, total digestible nutriens (TDN) 60,4%, kalsium (Ca) 0,73% dan fosfor (P) 0,28%. Berdasarkan kandungannya, maka kulit Pisang Kapas matang dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber karbohidrat berupa SK dan BETN dengan persentase total sebesar 71,5% dan berpotensi sebagai pakan utama ternak ruminansia. Secara umum di peternakan rakyat pakan utama bagi domba adalah rumput lapang. Rumput lapang memiliki kandungan zat makanan yaitu bahan kering sebesar 21,85%, protein 9,33%, serat kasar 28,76%, lemak kasar 4,72%, BETN 48,09%, dan TDN 60,63% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak 2016). Dari perbandingan kedua bahan pakan maka kulit Pisang Kapas matang dapat menggantikan rumput lapang sebagai sumber hijauan pada kadar tertentu. Zat makanan yang terkandung dalam kulit Pisang Kapas matang lebih baik dari rumput lapang, terlihat dari persentase BETN dan PK lebih tinggi, sedangkan SK lebih rendah. Serat kasar yang terkandung dalam kulit Pisang Kapas matang pun lebih mudah dicerna oleh mikroba rumen karena diduga memiliki kandungan lignin rendah atau bahkan tidak terkandung. Mikroba rumen yang menggunakan karbohidrat sebagai substrat dapat dikelompokkan menjadi mikroba pengguna karbohidrat struktural (selulosa dan hemiselulosa) dan pengguna karbohidrat non struktural (pati, pektin, dan gula) dimana mikroba pengguna karbohidrat stuktural tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan mikroba pengguna karbohidrat non struktural (Russel dkk.,
5 1992). Dalam hal ini BETN termasuk kabohidrat non struktural, sedangkan SK termasuk karbohidrat struktural, dengan demikian kadar BETN yang tinggi pada kulit Pisang Kapas matang dapat membantu meningkatkan populasi mikroba rumen, sehingga penggunaan tepung kulit Pisang Kapas matang dalam ransum lebih unggul dari rumput lapang. Penambahan karbohidrat dalam ransum dapat menstimulasi laju pertumbuhan mikroba rumen dan laju degradasi substrat oleh mikroba rumen hal tersebut ditandai dengan meningkatnya produksi gas yang dihasilkan (Kurniawati, 2004). Produksi gas selama inkubasi berkorelasi positif dengan pertumbuhan mikroba dan jumlah pakan yang terfermentasi (Carro dan Miller, 1991). Pertumbuhan populasi mikroba terutama bakteri akan berpengaruh terhadap tingkat kecernaan pakan selain itu juga berperan sebagai sumber protein berkualitas bagi ruminansia. Protein mikroba dapat menyumbangkan hingga 90% kebutuhan asam amino, dan asam amino ini sangat konsisten dan sangat ideal untuk memenuhi kebutuhan ternak ruminansia (Russel dkk., 2009). Mikroba rumen memiliki sifat saling ketergantungan dan berinteraksi satu sama lainnya, interaksi ini akan memberikan kestabilan dan adaptasi yang baik dalam rumen. Ruminansia memiliki empat jenis mikroba yang menguntungkan yaitu bakteri, protozoa, jamur, (fungi) dan virus pada kondisi ternak yang sehat. Dari keempat jenis mikroba tersebut, bakteri mempunyai jenis dan populasi tertinggi. Sel per gram isi rumen mencapai 10 10 10 11, sedangkan populasi tertinggi kedua yaitu protozoa yang mencapai 10⁵ - 10⁶ sel per gram isi rumen (Ogimoto dan Imai, 1981). Populasi mikroba rumen tidak bersifat tetap, kondisinya akan berubah-ubah sesuai dengan pakan yang dikonsumsi.
Kendala yang dihadapi dari penggunaan kulit pisang ini adanya antinutrisi yang terkandung yaitu tanin. Tanin selain berfungsi sebagai agen defaunasi juga berperan dalam memproteksi protein pakan. Namun tanin mempunyai kelemahan dalam fungsinya sebagai agen defaunasi karena gugus fenol pada tanin juga mempunyai sifat antibakteri (Wahyuni dkk., 2014), oleh karena itu penggunaan tepung kulit pisang pada ransum harus dibatasi. Kadar tanin di atas 5% dapat mengakibatkan masalah anti nutrisi yang serius pada ternak ruminansia (Mc Loid,1974), kadar tanin ideal yang masih dapat ditoleransi ternak sebesar 2-4% sedangkan kadar tanin di atas 9% dapat mengakibatkan kematian (Akin dkk., 1995). Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa kulit Pisang Kapas matang mengandung tanin sebesar 4,2%. Jika penggunaan kulit Pisang Kapas dalam ransum sebesar 40% berarti ransum tersebut mengandung tanin sebesar 1,68%. Kadar tersebut masih di bawah batas toleransi penggunaan tanin dalam ransum yaitu 5% Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil hipotesis bahwa penggunaan tepung kulit Pisang Kapas matang sampai 40% dalam ransum akan menghasilkan populasi bakteri dan protozoa paling tinggi dalam cairan rumen domba. 1.6 Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Pakan Ternak serta di Laboratorium riset dan Pengujian Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran pada bulan April 2017.