1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

8. PRIORITAS PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEMERSAL YANG BERKELANJUTAN DENGAN ANALISIS HIRARKI PROSES

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

ELASTISITAS PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP KOTA TEGAL PRODUCTION ELASTICITY OF TEGAL MARINE CATCHING FISHERIES

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

6 STATUS PEMANFAATAN SUMBER DAYA IKAN DI WILAYAH PESISIR DAN LAUT CIREBON

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 KERANGKA PEMIKIRAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

3. METODOLOGI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Kota Tegal

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin ,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

penangkapan (Berkes et a/., 2001 dalam Wiyono dan Wahju, 2006). Secara de

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

7 KONSEP PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN TELUK BONE

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (90%) hidup diperairan laut dan sisanya 300 spesies (10%) hidup di perairan air

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENGAPA PRODUKSI KEPITING RAJUNGAN MENURUN DAN KEBIJAKAN APA YANG PERLU DILAKUKAN MENGANTISIPASINYA. Oleh. Wayan Kantun

4 HASIL. Gambar 18 Grafik kurva lestari ikan selar. Produksi (ton) Effort (trip) MSY = 5.839,47 R 2 = 0,8993. f opt = ,00 6,000 5,000 4,000

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya ikan dan sumberdaya hayati lainnya di perairan Indonesia beraneka ragam jenisnya dan berlimpah jumlahnya. Pemanfaatannya sudah dilakukan sejak dahulu hingga saat ini. Kondisi sumberdaya ikan dan biota laut tersebut harus dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kepentingan pangan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkesinambungan, yaitu dengan memanfaatkan sumberdaya ikan dan sumberdaya hayati lainnya secara lestari. Untuk mewujudkan hal itu, maka dalam pengembangan teknologi penangkapan ikan hendaknya senantiasa memperhatikan kondisi sumberdaya yang menjadi tujuan penangkapan. Pengembangan teknologi penangkapan ikan harus memenuhi kriteria berwawasan lingkungan serta ditujukan untuk menangkap ikan yang tergolong komoditi unggulan. Persoalan umum yang selalu dihadapi dalam menangkap ikan adalah diperolehnya ikan hasil tangkapan yang tidak diinginkan atau by-catch. Berbagai percobaan penangkapan telah dilakukan dengan berbagai macam alat tangkap yang ditujukan untuk mendapatkan alat tangkap yang ramah lingkungan, namun dalam kenyataannya masih banyak dijumpai alat tangkap yang membahayakan kelestarian sumberdaya ikan. Dalam memanfaatkan sumberdaya ikan, informasi tentang potensi sumberdaya ikan serta jenis ikannya adalah hal yang tidak dapat diabaikan. Potensi sumberdaya ikan yang ketersediaannya di seluruh wilayah perairan Indonesia sesuai dengan daya dukung lingkungannya adalah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan usaha penangkapan ikan. Usaha penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah dengan tetap menjaga kelestarian sumberdayanya. Kebijakan yang mengatur tentang jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau biasa disebut dengan Total Allowable Catch (TAC), sesuai dengan SK Mentan No. 995/Kpts/IK.210/9/1999 (Tabel 1), yang mengatur tentang jumlah sumberdaya ikan yang boleh ditangkap dengan memperhatikan pengamanan konservasinya di wilayah perairan Indonesia.

Besarnya sumberdaya ikan yang boleh ditangkap didasarkan pada pengelompokan sumberdaya ikan. Kelompok sumberdaya ikan adalah pengelompokan sumberdaya ikan yang terdiri atas beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat atau karakteristik biologi dan lingkungan yang sama atau hampir sama yang dibagi menjadi 7 kelompok sumberdaya ikan, yaitu : (1) pelagis besar ; (2) pelagis kecil ; (3) demersal ; (4) udang ; (5) cumicumi; (6) ikan karang dan (7) ikan hias. Tabel 1 Potensi sumberdaya ikan dan JTB/TAC di perairan Indonesia dan ZEEI satuan : ribuan ton No Kelompok Perairan Indonesia Perairan ZEEI Sumberdaya Ikan Potensi JTB Potensi JTB 1 Pelagis Besar 1.053,5 842,8 463,5 370,8 2 Pelagis Kecil 3.235,8 2.588,7 978,9 783,0 3 Demersal 1.786,4 1.429,1 458,4 366,8 4 Udang 78,6 62,7 25,7 20,6 5 Cumi-cumi 28,3 22,7 4,8 3,8 6 Ikan Karang 76,0 60,7 - - T o t a l 6.258,6 5.006,7 1.931,3 1.545,0 7 Ikan Hias (juta ekor) 1.518,0 1.214,5 - - Sumber : SK Mentan N0 : 995/Kpts/IK.210/9/1999 Dalam SK Mentan No. 995/Kpts/IK.210/9/1999 tersebut, wilayah perikanan Indonesia meliputi perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dibagi dalam 9 (sembilan) Wilayah Pengelolaan Perikanan yang didasarkan pada daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang meliputi : (1) Perairan Selat Malaka; (2) Perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan; (3) Perairan Laut Jawa dan Selat Sunda; (4) Perairan Laut Flores dan Selat Makasar; (5) Perairan Laut Banda; (5) Perairan Laut Maluku dan sekitarnya; (6) Perairan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik; (7) Perairan Laut Arafura; dan (8) Perairan Samudera Hindia. Di dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan angka potensi sumberdaya ikan sangat diperlukan dan sebetulnya angka potensi ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan tersebut mempunyai batas. Ini berarti bahwa pembangunan perikanan tidak dapat dipacu terus tanpa melihat batas kemampuan sumberdaya tersebut atau daya dukungnya. Pada perikanan tangkap yang telah berkembang pesat, upaya pengendalian 2

sangat diperlukan dan upaya pengendalian tersebut haruslah mengacu pada hasil penghitungan nilai JTB atau TAC, potensi sumberdaya ikan dan alokasi jumlah kapal yang diizinkan beroperasi dimasing-masing wilayah pengelolaan. Kalau hal ini dilaksanakan maka kita menerapkan pembangunan perikanan yang berkelanjutan, sehingga kelestarian sumberdaya perikanan dapat dijamin keberadaannya. Penetapan jumlah JTB atau TAC sebesar 80 % dari potensi lestari atau MSY adalah upaya pengelolaan secara hati-hati untuk menjamin kelangsungan dan kelestarian sumberdaya ikan tersebut. Sebetulnya sampai dengan 100 %-nya pun dari potensi lestari yang ada masih diperbolehkan untuk ditangkap. Namun untuk menghindari segala kemungkinan yang dapat ditimbulkannya dari penangkapan yang berlebihan dan juga dimaksudkan sebagai antisipasi dari beberapa faktor biologi, ekologi dan ekonomi, maka nilai JTB-nya hanya sekitar 80 % dari MSY. Perairan Kota Tegal, memiliki sumberdaya perikanan serta fasilitas pendukungnya yang cukup besar. Sumberdaya ikan telah dimanfaatkan oleh para nelayan dari sejak dulu hingga sekarang. Pada umumnya para nelayan mendaratkan hasil tangkapannya di tempat pelelangan ikan (TPI). Di Kota Tegal terdapat 3 (tiga) TPI yakni TPI Pelabuhan, TPI Tegalsari dan TPI Muarareja. Pada masing-masing TPI terdapat kekhasan jenis armada dan hasil tangkapan yang didaratkan. Untuk TPI Pelabuhan, jenis alat tangkap yang mendaratkan hasil tangkapannya adalah jenis alat tangkap purse seine dan gillnet. Jenis ikan yang didaratkan pada umumnya jenis ikan pelagis seperti kembung, tembang, tongkol dan lain-lain. Di TPI Tegalsari, jenis alat tangkap yang mendaratkan hasil tangkapannya adalah jenis alat tangkap dongol/cantrang. TPI Tegalsari ini saat ini sudah lebih layak, karena sudah dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang diperlukan. Jenis ikan yang banyak didaratkan pada umumnya adalah ikan demersal seperti ikan pepetek, manyung dan lain-lainnya. Sedangkan di TPI Muarareja hanya mencatat hasil tangkapan dari alat tangkap arad dengan hasil utamanya adalah udang. Selain itu dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, informasi tentang alat tangkap yang selektif sangat penting terutama untuk penentuan jenis dan ukuran ikan yang akan ditangkap. Pengurangan hasil tangkapan yang tidak diinginkan atau by-catch 3

merupakan persyaratan bagi unit penangkapan ikan yang bertanggung jawab, sesuai dengan code of conduct for responsible fisheries. Alat tangkap jenis trawl hingga saat ini masih merupakan jenis alat tangkap yang paling efektif dan ekonomis untuk menangkap berbagai jenis komoditi ikan dan udang. Alat tangkap ini mempunyai nilai selektivitas yang paling rendah dibandingkan dengan alat tangkap lainnya, karena sangat beragamnya hasil tangkapan, baik dari segi ukuran ikan maupun jenis ikannya. Alat tangkap trawl ini meskipun ditujukan untuk menangkap udang, namun demikian pada umumnya hasil tangkapan sampingan (by-catch) lebih banyak dibandingkan dengan ikan targetnya. Hal ini mengakibatkan kelestarian sumberdaya ikan demersal menjadi terancam. Apalagi dengan banyaknya alat tangkap yang sejenis atau hasil modifikasi dari trawl seperti arad, yang banyak dimiliki oleh nelayan dan dioperasikan di sekitar perairan pantai, menjadikan sumberdaya ikan demersal semakin berkurang dan mengganggu kelestariannya. 1.2 Perumusan Masalah Ketika alat tangkap trawl masih diizinkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan utara Jawa, total hasil tangkapan ikan demersal pada tahun 1975 sebesar 77.037 ton dan terus meningkat total hasil tangkapannya hingga sebesar 116.894 ton pada tahun 1978. Menurut Dwiponggo (1988), total hasil tangkapan ikan demersal pada tahun 1978 tersebut telah melebihi MSY nya yang hanya sebesar 107.537 ton. Akibatnya pada tahun berikutnya mulai terjadi penurunan dari tahun ke tahun sampai akhirnya pada akhirnya alat trawl dilarang dioperasikan di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Penggunaan alat tangkap trawl dilarang setelah dikeluarkannya Keppres No. 39 Tahun 1980. Perairan utara Jawa termasuk perairan yang dilarang untuk pengoperasian trawl. Dengan dilarangnya alat tangkap trawl tersebut mengakibatkan total hasil tangkapan ikan demersal menurun. Penurunan hasil tangkapan ini disebabkan karena belum adanya alat tangkap yang menangkap ikan demersal seproduktif alat tangkap trawl. Namun demikian, pelarangan trawl dioperasikan di perairan Utara Jawa membawa dampak yang positif juga, yakni terjadinya pemulihan kondisi potensi sumberdaya ikan demersal di perairan Utara Jawa. Sebagai pengganti alat tangkap trawl, nelayan mengoperasikan alat 4

tangkap trammel net, arad dan dogol/cantrang. Pada era tahun 2000-an alat tangkap arad telah berkembang sedemikian pesatnya jumlahnya dari hanya sebanyak 39 unit pada tahun 1996 menjadi 274 unit arad pada tahun 2000 dan terus meningkat menjadi 359 unit pada tahun 2005. Perkembangan alat tangkap dogol/cantrang pada relatif tidak berubah banyak dari tahun 1996 s/d 2005 yakni dari 325 unit menjadi 347 unit. Di samping menambahan jumlah unit penangkapan, ukuran alat tangkapnya juga mengalami modifikasi atau penambahan ukuran. Akibatnya kondisi sumberdaya ikan demersal yang telah mengalami pemulihan pada dekade tahun 1981 s/1995, potensi sumberdaya ikan demersal menjadi semakin menurun dan daerah penangkapannya menjadi semakin jauh dari basis penangkapan ikan. Kegiatan penangkapan ikan di perairan Indonesia pada umumnya belum memperhatikan code of conduct for responsible fisheries. Hasil tangkapan ikan yang didaratkan sebagian besar ditangkap oleh para nelayan dengan menggunakan alat tangkap yang sangat beragam dan pada umumnya tidak ramah lingkungan misalnya arad (mini trawl), bagan tancap, dogol/cantrang dan lain sebagainya. Meskipun berbagai kebijakan telah dibuat dan diberlakukan, namun karena lemahnya pengawasan dan kurangnya kesadaran akan arti kelestarian sumberdaya perikanan, dan juga karena lebih kepada tuntutan hidup yang harus dijalani nelayan akibat kemiskinan struktural, maka mengakibatkan terancamnya kelestarian sumberdaya dan rusaknya lingkungan. Akibatnya dari tahun ke tahun kondisi kesejahteraan nelayan, yang merupakan cerminan dari kondisi lingkungannya, cenderung sama saja dan memprihatinkan. Dengan memperhatikan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, diharapkan pengembangan perikanan tangkap di Indonesia pada umumnya dan di perairan Kota Tegal pada khususnya, akan dapat melestarikan potensi sumberdaya ikan yang ada di perairan, juga pada akhirnya akan ikut meningkatkan kesejahteraan nelayan. Demikian halnya dengan kelestarian sumberdaya ikan demersal, maka pemanfaatannya tidak dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Namun demikian pada kenyataannya, justru alat tangkap yang digunakan adalah alat tangkap yang cenderung merusak sumberdaya dan lingkungannya. 5

Dikaitkan dengan UU Pemerintah Daerah, khususnya UU No. 22, Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah, menjadikan Pemerintahan Kota Tegal memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola potensi yang dimiliki untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri yang pada ujungnya adalah berguna bagi kepentingan pembangunan wilayah itu sendiri, serta jika memungkinkan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan pada wilayah yang luas. Untuk itu, pada penelitian ini, penulis mencoba untuk mengkaji pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal berdasarkan ikan demersal yang dominan tertangkap (pendekatan multi species) dan juga berdasarkan luas wilayah perairan. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan utama Tujuan utama dari penelitian ini adalah merumuskan alternatif strategi pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan dengan membuat pola pemanfaatan melalui beberapa kajian mulai dari potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal secara biologi dan ekonomi serta analisis kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya. 1.3.2 Tujuan khusus Penelitian ini memiliki tujuan khusus yang merupakan penjabaran dari tujuan utama. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Mendeskripsikan kondisi perikanan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya. Kondisi perikanan demersal yang dideskripsikan antara lain tentang kondisi sumberdaya perikanan demersal, kondisi alat tangkap yang dioperasikan serta daerah penangkapan ikan dari alat tangkapnya. (2) Mengkaji aspek biologi sumberdaya ikan dengan menganalisis potensi sumberdaya ikan demersal serta tingkat pemanfaatannya. (3) Mengkaji aspek bio-ekonomi dengan menghitung potensi sumberdaya ikan demersal secara aktual dan keuntungan maksimum lestari. 6

(4) Mengkaji pola musim ikan demersal dari jenis-jenis ikan demersal yang dominan tertangkap. (5) Mengkaji pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan melalui beberapa komponen-komponen yang terkait. (6) Mendeskripsikan model pola pemanfaatan serta pengelolaan perikanan demersal. 1.4 Hipotesis Penelitian (1) Diduga bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Tegal sudah mengalami penurunan (degradasi). (2) Diduga bahwa pengoperasian alat tangkap yang memanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Tegal sudah melebihi jumlah kapasitasnya. 1.5 Kegunaan Penelitian Dari Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat berupa : (1) Diperolehnya informasi tentang kondisi perikanan di daerah penelitian. (2) Sebagai salah satu acuan bagi Pemerintah Daerah Kota Tegal dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal dan juga bagi penelitian lanjutan lainnya. 1.6 Tahapan Penelitian Strategi dasar yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pengembangan penangkapan ikan yang berbasis pada teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan di perairan utara Kota Tegal adalah efektif, efisien, mencukupi dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu maka beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan harus didasarkan pada : (1) selective fishing gear, (2) non-target species excluder device, (3) low discard technology dan (5) solar and wind energy (low energy consumption). 7

Persyaratan bagi teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan adalah : (1) Tidak membahayakan kelestarian target spesies. (2) Tidak berakibat terancamnya kehidupan hewan/ tanaman air yang dilindungi. (3) Tidak mengganggu keseimbangan ekosistem. (4) Tidak merusak habitat. (5) Tidak membahayakan keselamatan pelaku penangkapan ikan dan kesehatan konsumen hasil tangkapan. Penangkapan ikan yang meningkat dan berlebihan akan menyebabkan kondisi stok sumberdaya ikan di perairan tersebut menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan stok sumberdaya ikan tersebut terancam. Agar hal tersebut tidak terjadi maka perlu pengelolaan yang baik. Untuk itu maka diperlukan suatu kajian yang menyeluruh terhadap pengoperasian alat tangkap arad dan dampak yang telah ditimbulkannya serta model pengelolaan di masa mendatang. Sehubungan dengan itu, maka besarnya stok sumberdaya ikan demersal serta dinamikanya di suatu perairan perlu dikaji dan dari analisis ini didapatkan nilai potensi lestari serta parameter biologi dan populasi. Dengan diketahui potensi lestari dan jumlah upaya yang optimum maka dalam wilayah perairan tersebut dapat dijabarkan kombinasi jumlah unit usaha penangkapan yang dapat menjamin kelestarian sumberdayanya. Dari hasil analisis ini diharapkan dapat diketahui apakah jenis alat tangkap arad dan dogol/cantrang masih layak untuk dioperasikan di perairan Kota Tegal dan sekitarnya atau apakah jenis usaha penangkapan yang dikembangkan sesuai dengan kondisi perairan, tujuan penangkapan, tidak menimbulkan masalah sosial, serta mempunyai efisiensi teknis dan ekonomis yang tinggi. Tahapan penelitian dalam penelitian ini dikemukakan secara skematis seperti tersaji dalam Gambar 1 : 8

Mulai Kondisi pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya Pengkajian : - Potensi SDI demersal (CPUE, MSY) - Tingkat pemanfaatan Pengkajian : - Pemanfaatan SDI demersal secara ekonomi (MEY) - Kelayakan usaha - Alokasi unit penangkapan ideal Pengkajian : - Musim penangkapan - Prioritas pemanfaatan SDI demersal dengan AHP Alternatif strategi pemanfaatan SDI yang berkelanjutan Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal dan sekitarnya Selesai Gambar 1 Tahapan penelitian 9

Penjabaran secara rinci hasil penelitian tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal dan sekitarnya disajikan dalam rangkaian bab-bab berikut : (1) Bab 4 tentang kondisi perikanan demersal di perairan Tegal dan sekitarnya dengan mengkaji kondisi sumberdaya perikanan demersal, kondisi alat tangkap yang digunakan dan kondisi daerah penangkapannya. (2) Bab 5 tentang potensi dan tingkat pemanfatan sumberdaya perikanan demersal dengan mengkaji MSY, upaya penangkapan dan tingkat pemanfaatan saat ini baik untuk ikan demersal yang tertangkap maupun secara keseluruhan. Juga dibahas tentang potensi sumberdaya perikanan demersal untuk perairan antara 0 4 mil dan 4 12 mil. (3) Bab 6 tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal secara ekonomi dengan mengkaji MEY dan kelayakan usaha dari alat tangkap yang menangkap ikan demersal (arad dan dogol/cantrang). (4) Bab 7 tentang pola musim penangkapan sumberdaya perikanan demersal dari beberapa ikan demersal yang dominan tertangkap di perairan Tegal dan sekitarnya. (5) Bab 8 tentang analisis hirarki proses pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal. (6) Bab 9 tentang pembahasan umum pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal secara berkelanjutan yang merupakan hasil analisis dari Bab 4-8. 10