BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Kehidupan Sosial Masyarakat di Kawasan Pesisir. II.1.1 Aktivitas dan Kegiatan Masyarakat di Kawasan Pesisir

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. Medan merupakan suatu permukiman yang berada di daerah pesisir. Sebagian besar

BAB III. METODA PENELITIAN. tujuan penelitian tersebut. Selain itu, adapun metoda yang dilakukan peneliti dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah negara maritim sebagian besar penduduk menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

BAB II GAMBARAN UMUM DESA PAUH JALAN JALA TERJUN MEDAN. dengan Dusun 1 Pauh jadi kebanyakan orang orang menyebut desa ini dengan

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

METODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

Dampak Kenaikan Harga BBM bagi Golongan Termiskin di Dua Desa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5).

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB V KESIMPULAN. Pasar Bandar Buat awal berdirinya merupakan sebuah pasar nagari, pasar

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya laut(model Ekonometrika Perikanan Indonesia).

EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP MASYARAKAT LOKAL

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin

BAB III PELAKSANAAN TRADISI MIYANG DI DESA WERU KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN. Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Adapun jarak Desa Weru

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

WALIKOTA WAKIL WALIKOTA ASISTEN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN BAGIAN ADMINISTRASI PEREKONOMIAN BAGIAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

KONDISI SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN DAN PENGELOLAAN LIMBAH DI WILAYAH PESISIR PUGER KABUPATEN JEMBER

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik responden merupakan ciri yang menggambarkan identitas

BAB II SIGN SYSTEM GANG CIROYOM

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

I PENDAHULUAN. dengan mengelola sumber daya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati:

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Cilacap Selatan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cilacap,

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dirubah yakni dari ikan yang dijual sendiri-sendiri menjadi ikan dijual secara lelang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Pemulung diidentikkan dengan sampah, dimana ada sampah disana ada

Jurnal Wahana Foresta Vol 8, No. 2 Agustus 2014 IDENTIFIKASI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI SEKITAR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI TEBING TINGGI

Desa Ngijo yang berjumlah 87 responden. a. Umur dan Jenis Kelamin Responden. (41,38 persen). Umur responden adalah sebagai berikut:

KEBAHAGIAAN (HAPPINESS) PADA REMAJA DI DAERAH ABRASI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Kerja

I. PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut tidak hanya terjadi di daerah perkotaan, tetapi juga. dengan keberadaan industri yang ada di pedesaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Fitriyani, 2013

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2000

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat kelompok sosial, ada sekelompok orang orang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rumah Susun Di Muarareja Kota Tegal

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keadaan responden berdasarkan umur pada tabel 12 berikut ini:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik. Berbagai jenis pekerjaan dijalani untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

BAB III AKAD KERJA SAMA DAN NISBAH BAGI HASIL ANTARA PEMILIK MODAL DENGAN PEMILIK PERAHU DI DESA PENGAMBENGAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan pada dasarnya merupaka n upaya mencapai taraf hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. informal dan hampir 30% dari pekerja di sektor informal adalah nelayan, dan secara

BAB II MENEMUKENALI SPESIFIKASI TIRTA UJUNG DI KARANGASEM

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kurangnya keamanan atas kepemilikan tanah; Kurangnya fasilitas-fasilitas dasar;

BAB V TINGKAT KEINGINAN PINDAH PENDUDUK DI DAERAH RENTAN BAHAYA LONGSOR

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

BAB I PENDAHULUAN. Wanita adalah perempuan yang sudah dewasa, sedangkan perempuan adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(Eucheuma cottonii) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)

I. PENDAHULUAN. obyek wisata yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi aset daerah bahkan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MEMOAR 1. Aku Anak Nelayan

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi. Namun zaman modern bahkan katanya sudah posmodern masih menyisahkan

Transkripsi:

BAB II. KAJIAN PUSTAKA II.1 Kehidupan Sosial Masyarakat di Kawasan Pesisir Dalam mengkaji kehidupan sosial masyarakat di kawasan pesisir, peneliti membahas tentang aktivitas dan kegiatan serta perilaku masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir. II.1.1 Aktivitas dan Kegiatan Masyarakat di Kawasan Pesisir Masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir memiliki berbagai macam aktivitas dan kegiatan. Beberapa kegiatan dan aktivitas dilakukan berdasarkan gender. Misalnya hampir sebagian besar profesi nelayan dilakukan oleh kaum pria. Profesi nelayan dapat dikatakan sebagai profesi yang cukup keras dikarenakan profesi ini menuntut mereka untuk delalu dekat dengan laut. Kondisi alam yang tidak menentu juga menjadi salah satu faktor nelayan harus mampu mengakali hasil tangkapan mereka. Sedangkan untuk kaum wanita biasanya lebih memilih berada dirumah sembari menunggu kaum pria pulang dari melaut. Menurut Jeyarajah (2015) bahwa perempuan yang telah berumah tangga bertanggung jawab atas kegiatannya, seperti memasak, melahirkan dan mengurus anak, peduli dan menjaga anaknya. Pada suatu keluarga di sebuah permukiman, tuntutan tersebut didasari pada kodrat wanita yang tidak akan jauh dari mengurus rumah tangganya serta anak-anaknya. Selain itu, pendidikan anak-anak, kecukupan pangan keluarga serta kegiatan sosial yang terjadi 11

di lingkungan tempat tinggal mereka, tentu akan di arahkan bahkan dikendalikan oleh seorang wanita. Selain itu, hal senada juga disampaikan oleh Matthews (2012) di dalam jurnal Jeyarajah (2015) yang mengatakan bahwa wanita yang sudah berumah tangga juga harus bertanggung jawab pasca panen. Seperti dalam mengolah ikan dan juga menjualnya di pasar. Dalam sebuah permukiman informal yang terletak di daerah pesisir, sebagian besar kebutuhan didapat dari sektor laut sehingga mengharuskan wanita untuk bisa mengolah hasil tangkapannya. Biasanya, hasil tangkapan nelayan nantinya akan diolah menjadi ikan asin. Bagi sebagian besar masyarakat, ikan asin merupakan makanan favorit yang kaya akan gizi. Ikan hasil olahan ini nantinya akan dijual ke pasar untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Selain wanita yang dituntut harus memiliki keahlian dalam mengolah ikan, kegiatan pasca panen juga dilakukan masyarakat dalam melaksanakan tradisi. Pelaksanaan tradisi dilakukan masyarakat dengan berbagai gender (baik laki-laki maupun perempuan). Namun dalam hal persiapan terutama dalam hal memasak, kaum perempuanlah yang lebih banyak berperan dalam melaksanakan tradisi tersebut. Selain itu, adanya tradisi juga membuat kaum perempuan dapat melakukan interaksi dan sosialisasi dengan masyarakat lainnya. Sehingga perempuan tidak hanya terpaku pada pekerjaan rumah tangganya saja. 12

Selain adanya kegiatan masyarakat yang ditentukan oleh gender, kegiatan dan aktivitas juga dapat ditentukan dari derajat seseorang dalam keluarga tersebut. Misalnya derajat sesorang sebagai suami, istri, anak bahkan mertua. Seorang kepala keluarga (suami) biasanya berprofesi sebagai nelayan. Pada umumnya, aktivitas nelayan tidak lepas dari laut, jaring untuk memancing, bahkan kapal yang mengantar mereka hingga ke tengah laut. Menurut Setioko, dkk (2011), aktivitas yang rutin nelayan lakukan ialah sesuatu yang berhubungan dengan ikan dan perikanan, memperbaiki kapal sebelum atau sesudah berlabuh, membuat alat pancing, dan memperbaiki mesin kapal. Aktivitas ini rutin dilakukan untuk kesuksesan nelayan dalam mencari hasil tangkapannya. Sebelum nelayan pergi ke tengah laut untuk menangkap ikan, biasanya para nelayan akan terlebih dahulu mengecek keadaan kapal hingga mesin kapal. Hal ini bertujuan agar keselamatan para nelayan dapat terjamin hingga selesai menangkap ikan. Pemeriksaan dilakukan mulai dari keadaan badan kapal, misalnya pemeriksaan adanya kayu yang lapuk akibat terlalu lama terkena air atau mungkin kayu yang patah akibat terhantam ombak. Apabila tidak dilakukan pemeriksaan tentang keadaan badan kapal, besar kemungkinan saat kapal dihantam ombak yang cukup besar, air akan masuk ke dalam badan kapal sehingga mengakibatkan kapal tenggelam. Beberapa nelayan bahkan harus menusuri keadaan bawah kapal dengan cara menyelam agar memastikan kapal dalam kondisi layak saat berlayar. 13

Selain memeriksa badan kapal, pemeriksaan rutin juga dilakukan pada mesin kapal. Mesin kapal dapat dibilang merupakan bagian terpenting yang terdapat pada sebuah kapal. Tanpa adanya mesin kapal, tentu saja nelayan tidak bisa melakukan penangkapan ikan. Pemeriksaan mesin kapal biasanya dilakukan nelayan setelah pulang dari menangkap ikan. Mesin kapal sendiri terletak di bagian dalam bawah kapal. Pemeriksaan mesin kapal ini biasanya dilakukan sendiri oleh nelayan yang memiliki keahlian di bidang mesin kapal. Selain aktivitas yang dilakukan oleh kepala keluarga juga selaku nelayan, aktivitas lain juga dilakukan masyarakat yang derajatnya dalam keluarga sebagai istri dan anak (keluarga nelayan). Walaupun beberapa aktivitas nelayan tidak dilakukan oleh keluarga nelayan, namun keluarga nelayan juga turut membantu nelayan dalam hal mengolah hasil tangkapan tersebut. Misalnya dengan mengolah ikan yang sudah ada menjadi ikan asin, menjaga rumah saat nelayan sedang melaut, turut terlibat dalam kegiatan sosial yang dilakukan oleh warga masyarakat di sekitar permukiman dan juga turut membantu memperbaiki alat pancing. Ikan hasil tangkapan biasanya akan diolah menjadi ikan asin. Namun, tidak semua ikan dapat diolah menjadi ikan asin. Hanya beberapa jenis ikan saja seperti ikan gabus, ikan peda, ikan cucut dan ikan teri jengki. Tidak hanya ikan, cumi-cumi dan udang pun juga dapat diolah dengan cara yang sama dengan hasil laut yang dapatdiasinkan. Selain mengolah hasil tangkapan, keluarga nelayan juga turut terlibat dalam kegiatan sosial di kawasan permukiman tersebut. Misalnya dengan mengikuti 14

kegiatan pengajian, ikut dalam kegiatan arisan bahkan ikut serta dalam gotong royong. Hal ini dilakukan agar terjaganya tali silahturahmi sesama tetangga dan terwujudnya interaksi sosial seperti sebuah keluarga. Selain membantu nelayan dalam mengolah ikan dan terlibat dalam aktivitas sosial, keluarga nelayan juga membantu dalam memperbaiki alat pancing milik nelayan. Alat pancing yang digunakan nelayan ialah jaring. Jaring ini memiliki ukuran hingga 10 meter bahkan lebih. Saat nelayan pulang dari melaut, jaring yang sudah digunakan ini akan kusut dan keluarga nelayan lah yang akan membantu dalam menyusun kembali jaring tersebut. Bencana alam juga dapat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. (Franco, 1966) menyatakan bahwa terjadinya pasang surut air laut dikarenakan adanya gaya tarik antara bulan dan matahari terhadap bumi yang menyebabkan air naik dan membanjiri suatu tanah tetapi akan kembali normal dalam waktu tertentu. Sering terjadinya air pasang laut dalam waktu tertentu membuat masyarakat harus bisa melakukan sosialisasi dengan masyarakat lainnya.baik itu dalam hal membantu membersihkan genangan air laut, maupun membantu masyarakat untuk mengungsi. Tidak ada ketentuan waktu terjadinya air pasang sehingga masyarakat dituntut untuk selalu waspada akan kemungkinan naiknya air pasang. Air pasang sendiri terjadi akibat pergerakan matahari sehingga naiknya air laut ke permukiman terjadi saat siang hari. Masyarakat mengungsi umumnya terjadi apabila air laut yang naik ke 15

daratan memiliki jumlah dan debit air yang cukup banyak. Hal ini terjadi saat mencapai pertengahan tahun. Masyarakat yang mengungsi umumnya akan dibantu oleh warga disekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Aktivitas ini menimbulkan sifat kebersamaan dan gotong royong di lingkungan masyarakat. Biasanya masyarakat yang mengungsi akan membawa harta mereka yang berharga seperti kendaraan bermotor agar tidak terendam banjir. II.1.2 Perilaku Masyarakat di Kawasan Pesisir Hampir semua perilaku masyarakat di seluruh dunia pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan (baik itu tempat tinggal dan juga pola asuh dari keluarga). Sama halnya dengan perilaku masyarakat di kawasan pesisir yang cenderung dipengaruhi oleh kondisi fisik lingkungan setempat. Kehidupan pesisir yang keras menuntut masyarakatnya untuk bekerja dengan keras sehingga mempengaruhi perilaku mereka. Hal ini dinyatakan oleh Boelaars (1984) bahwa orang pesisir memiliki orientasi yang kuat untuk merebut dan meningkatkan kewibawaan serta status sosial mereka. Dalam suatu permukiman terutama di permukiman yang terletak di pesisir pantai, lingkungan sekitar dapat dikatakan keras. Hal ini dikarenakan kawasan pesisir yang terletak yang berdekatan dengan laut lepas, selain itu kawasan pesisir juga memiliki suhu diatas rata-rata kawasan di daerah lainnya (kawasan pesisir umumnya memiliki suhu yang lebih panas dari kawasan pegunungan, kawasan lembah dan 16

kawasan perkotaan). Hal tersebutlah yang menuntut masyarakatnya menjadi pribadi yang keras baik itu secara fisik maupun perilaku. Selain keras karena faktor lingkungan, beberapa masyarakat juga keras karena faktor didikan dari orang tua. Kurangnya fasilitas yang memadai dan disediakan pemerintah, membuat beberapa anak-anak yang tinggal di kawasan pesisir menggunakan fasilitas seadanya untuk bermain. Misalnya saat pulang sekolah, anakanak di kawasan pesisir memilih untuk bermain dengan teman sebayanya di lingkungan rumah dan juga sekolah. Minimnya ruang bermain untuk anak, menuntut anak-anak tersebut bermain di teras rumah hingga ke jalan depan rumah mereka. Pada saat sore hari, biasanya beberapa anak-anak dengan teman sebayanya akan berenang di laut dengan pakaian yang ada seadanya. Hal ini tentu sangat berbahaya, mengingat untuk berenang di laut tentu saja harus memiliki pakaian khusus. Selain berenang di laut, sore hari merupakan waktunya air pasang di kawasan pesisir. Hal ini menjadi kesempatan untuk beberapa anak-anak bermain air pasang tersebut. Kualitas air yang terbilang buruk, serta air yang bercampur dengan sampah dan kotoran dapat menyebabkan berbagai penyakit untuk anak anak. Hal inilah yang menyebabkan didikan orang tua juga berpengaruh terhadap perilaku anak-anaknya di masyarakat. Walaupun demikian, dibalik sifat temperamental mereka tentu saja masyarakat di kawasan pesisir memiliki pemikiran tentang harga diri.menurut mereka,sesorang harus memiliki harga diri agar tidak dapat dianggap remeh dan rendah oleh masyarakat di kawasan yang lainnya. Mereka merasa bahwa pola hidup 17

pesisir memang pantas mendapat penghargaan tinggi karena kerasnya hidup di lingkungan yang seperti itu. Faktor lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku seseorang. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, yaitu faktor genetik atau bawaan, faktor pengalaman yang didapat oleh masyarakat itu sendiri, dan terakhir adalah faktor lingkungan. Faktor genetik adalah faktor yang dimiliki seseorang dan berada di dalam diri seseorang saat ia masih berada di dalam kandungan. Tentu saja, akan sedikit susah untuk merubah perilaku seseorang bila faktor tersebut merupakan faktor keturunan. Selain faktor genetik, faktor pengalaman menjadi salah satu hal yang mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor pengalaman merupakan faktor yang terjadi akibat pengalaman yang dialami oleh seseorang dalam hidupnya. Misalnya, pemuda yang tinggal di kawasan pesisir memiliki sifat ingin menguasai. Suatu ketika pemuda ini memutuskan untuk merantau ke daerah perkotaan. Namun, saat sudah sampai di kota, sifat ingin menguasainya perlahan memudar dikarenakan adanya fasilitas perkotaan yang memadai, penggunaan lahan yang memiliki surat tanah yang sah serta adanya kejelasan hukum. Saat pemuda ini kembali ke daerahnya (kawasan pesisir), tentu saja perilaku menguasai sedikit menghilang. Selain faktor pengalaman, faktor lingkungan juga menjadi seseorang memiliki perilaku yang hampir sama dengan lingkungannya. 18

Interaksi biasanya juga memiliki pengaruh terhadap perilaku masyarakat. Masyarakat yang tinggal di suatu kawasan pesisir dengan pola interaksi yang kasar, maka baik dengan keluarga maupun orang lain akan menghasilkan tutur kata yang kasar pula. Begitu juga dengan sebaliknya, dimana seseorang yang tinggal dengan masyarakat lain yang memiliki pola interaksi yang bagus, akan menghasilkan seseorang yang bersifat sopan santun juga ramah. Pengaruh ini nantinya akan mengakibatkan perubahan, baik perubahan pada lingkungan maupun perubahan pada masyarakatnya itu sendiri. Dari teori tentang perilaku diatas, tentu saja tidak semua masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir memiliki sifat temperamental tersebut. Beberapa masyarakat tentu saja memiliki sifat seperti masyarakat perkotaan pada umumnya terbuka terhadap masyarakat yang baru. Selain itu, pedesaan juga masih melekat pada sebagian masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir tersebut. II.2 Kehidupan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Pesisir Dalam mengkaji kehidupan ekonomi masyarakat di kawasan pesisir, peneliti membahas tentang mata pencaharian masyarakat. Mata pencaharian masyarakat akan dibedakan menjadi dua, yaitu mata pencaharian primer dan mata pencaharian sekunder. 19

II.2.1 Mata Pencaharian Primer Masyarakat di Kawasan Pesisir Mata pencaharian utama masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir adalah nelayan. Dan hampir sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Sehingga perekonomian masyarakatnya bergantung kepada hasil tangkapan yang mereka dapat pada hari itu. Ahmed, dkk (2013) menyatakan bahwa profesi nelayan merupakan profesi yang paling banyak di lakukan masyarakat di kawasan pesisir. Profesi nelayan sendiri terbagi atas tiga kategori, yaitu nelayan professional, nelayan subsisten, dan nelayan musiman. Adanya perbedaan profesi nelayan tentu saja memiliki sebuah hubungan keterkaitan yang satu dengan yang lainnya. Seperti nelayan professional ialah nelayan yang perekonomiannya bergantung pada mata pencaharian nelayan. Nelayan professional tidak memiliki penghasilan lain selain dari mata pencahariannya sebagai nelayan. Tentu saja dengan profesi yang ia miliki, nelayan professional akan mengalami kesulitan ekonomi. Namun, nelayan professional memiliki sebuah keahlian dalam hal menangkap ikan yang akan menjadi nilai tambah bagi perekonomiannya. Dalam sebuah kapal yang akan melaut, terdapat pembagian profesi lainnya nelayan professional. Misalnya adanya nelayan yang menjaring ikan dengan penebar atau jaring di laut, lalu adanya nelayan yang menjadi juru mudi kapal, adanya nelayan yang menjadi nahkoda kapal dan adanya nelayan yang menjadi ahli mesin kapal. Hal ini dikarenakan tidak semua nelayan akan mengerjakan semua urusan di 20

dalam kapal seorang diri, sehingga pembagian tugas menjadi salah satu kunci kesuksesan mereka dalam menangkap ikan. Selain nelayan professional, terdapat pula nelayan musiman. Nelayan musiman sendiri ialah nelayan yang melakukan penangkapan ikan hanya beberapa kali dalam setahun. Biasanya nelayan musiman ini memiliki sumber penghasilan tambahan diluar dari matapencaharian utama mereka. Mereka terkadang hanya membantu nelayan professional. Misalnya, salah satu awak kapal ada yang sakit atau izin, biasanya nelayan musiman inilah yang membantu mereka saat melaut. Namun, hal ini tidak berlaku bagi ahli mesin kapal. Terkadang, tidak hanya mengikuti nelayan professional melaut, kadang kala nelayan musiman ini juga melaut dengan sendirinya. Mereka akan menggunakan kapal yang lebih kecil (sampan/perahu) yang akan mereka bawa sendiri, dan memancing ikan sendiri. Selain dari profesi nelayan, mereka menambah pendapatan mereka dari berjualan dengan membuka warung, menarik becak, bahkan menjadi buruh. Adanya nelayan professional dan musiman, tentu saja terdapat nelayan subsisten. Nelayan subsisten ini ialah nelayan yang tidak perekonomiannya tidak bergantung pada profesinya. Hal ini dikarenakan nelayan subsisten biasanya menangkap ikan yang hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Nelayan subsisten tidak menjual hasil tangkapannya kepada masyarakat lain baik dalam skala kecil maupun skala besar (komersial). Hasil tangkapan nelayan subsisten biasanya di konsumsi sendiri atau diolah sendiri sesuai dengan keinginan mereka. 21

Biasanya nelayan subsisten lebih memilih untuk memelihara ternak bahkan bertani sebagai sumber pendapatan mereka. Waktu kerja yang lebih fleksibel tanpa adanya tekanan dari juragan ikan menuntut beberapa masyarakat menjadi nelayan subsisten. Biasanya mereka memelihara ternak seperti ayam atau sapi yang nantinya akan dijual ke pasar guna memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tidak semua masyarakat memilih pekerjaan primer mereka sebagai nelayan seutuhnya. Namun hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena sebagian besar masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir dituntut untuk dapat menjadi seorang nelayan walaupun hanya menjadi nelayan subsisten. II.2.2 Mata Pencaharian Sekunder Masyarakat di Kawasan Pesisir Seperti yang kita tahu bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di pesisir pantai bermata pencaharian pada sektor kelautan, yaitu nelayan. Sebagian berprofesi sebagai nelayan, namun sebagian lagi memilih untuk tidak memilih menjadi nelayan. Hal ini dikatakan oleh Ahmed, dkk (2013) yang menyatakan bahwa nelayan musiman melakukan penangkapan ikan selama beberapa kali dalam setahun. Sehingga apabila dalam mereka memiliki waktu kosong, mereka akan bekerja sebagai tukang becak, buruh dan juga ahli kapal (memperbaiki kayu badan kapal). Di suatu permukiman di seluruh dunia, tentu saja masyarakatnya tidak ada yang seratus persen memiliki profesi yang sama. Begitu juga dengan masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir ini. Hanya sekitar 75% saja masyarakatnya bekerja 22

sebagai nelayan. Keberagaman profesi yang ada disuatu permukiman menjadikan satu kesatuan di masyarakat untuk dapat saling tolong menolong. Misalnya adanya seseorang yang bekerja sebagai buruh tentu saja dapat membantu nelayan dengan mengangkat hasil tangkapan saat kapal sedang menepi di dermaga. Buruh di kawasan pesisir ini tentu saja bekerja mengangkat hasil tangkapan ikan milik para nelayan dari kapal dan membawanya ke dermaga. Bukan sebagai buruh yang bekerja di pabrik industri. Rendahnya pendidikan masyarakat di kawasan pesisir menjadi penyebab utama masyarakat memilih untuk tidak bekerja sebagai buruh pabrik. Selain berprofesi sebagai buruh, beberapa masyarakat juga berprofesi sebagai penarik becak. Biasanya para tukang becak akan berkumpul di daerah dekat pasar dan juga daerah yang dekat dengan jalan raya. Hal ini tentu saja memudahkan masyarakat terutama ibu-ibu yang pulang sehabis berbelanja dipasar dan mengangkat banyak belanjaan. Selain itu, para penarik becak juga dapat mengantarkan masyarakat dari rumah hingga ke tempat tujuan hanya dengan sekali bayar tanpa harus turun-naik angkutan umum berkali-kali. Profesi alternatif masyarakat selain buruh dan penarik becak tentu saja berprofesi sebagai pedagang. Menurut Setioko, dkk (2011) menyatakan bahwa perdagangan ialah adanya transaksi menjual dan membeli produk dari nelayan meliputi ikan segar baik yang belum diolah maupun ikan yang sudah diolah. 23

Perdagangan selalu identik dengan pasar yang merupakan pusat transaksi jual beli. Masyarakat yang tidak berprofesi sebagai nelayan tentu dapat menjadi pedagang di pasar tersebut. Produk yang dijual tidak hanya produk yang berasal dari ikan tetapi juga dapat menjual ayam, daging sapi, daging kambing dan peralatan kebutuhan lainnya. Selain di pasar, perdagangan juga kerap terjadi di dermaga maupun di tempat pelelangan ikan (TPI). TPI menjadi pusat perdagangan khusus ikan segar yang dijual langsung oleh nelayan dengan harga yang relatif lebih murah dari harga dipasaran. II.3 Penggunaan Tanah di Kawasan Pesisir Penggunaan lahan tanah di kawasan pesisir dipergunakan masyarakat dengan berbagai fungsi hunian. Seperti adanya fungsi pasar, ruang terbuka, fungsi permukiman bahkan fungsi ruang untuk bermain. Menurut Garlake (2002) menyatakan bahwa ruang terbuka, tempat pertemuan, dan juga pasar, adalah ruangruang yang biasanya dilindungi pada suatu permukiman yang memiliki dampak terhadap masyarakatnya. Di sebuah permukiman yang layak huni, ruang terbuka, balai pertemuan dan juga pasar, biasanya mutlak ada yang berguna memudahkan masyarakat dalam menjalani kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Namun di permukiman informal, terkadang ketiga ruang tersebut tidak dimiliki oleh permukiman tersebut. Pasar biasanya terletak di tengah permukiman masyarakat dan biasanya berada di dekat jalan yang cukup besar. Hal ini dikarenakan agar masyarakat yang 24

berada di sekitar pasar memiliki kemudahan akses dalam menjangkau pasar tersebut. Selain itu, pasar tidak hanya di akses oleh masyarakat sekitar tetapi juga harus dapat diakses oleh masyarakat dari luar permukiman. Hal tersebutlah yang membuat pasar berada di tengah permukiman. Selain pasar, ada juga ruang pertemuan dan juga ruang terbuka yang tidak hanya berfungsi sebagai lapangan tetapi juga ruang bermain bagi sebagian anak-anak. Ruang terbuka di suatu permukiman informal biasanya hanya tersedia sebuah lahan kosong yang belum dibangun oleh pemilik tanah. Area ruang terbuka ini tentu saja dipergunakan masyarakat untuk bermain dan kadang kala digunakan masyarakat untuk dijadikan ruang saat masyarakat melakukan sebuah pesta. Baik pesta pribadi maupun pesta yang dilakukan oleh kepala lingkungan (seperti bazaar, pasar malam). Ruang terbuka juga tempat pertemuan biasanya berada di pusat permukiman atau ditengah permukiman dikarenakan agar masyarakat dapat mengaksesnya dengan lebih mudah tanpa ada yang merasa bahwa area tersebut lebih jauh dari tempat tinggal mereka. Ruang terbuka, ruang pertemuan dan juga pasar menjadi area yang berada di tengah permukiman warga dan menjadi salah satu fungsi ruang yang menempati suatu penggunaan lahan. Selain itu, penggunaan lahan yang difungsikan sebagai fasilitas ibadah. Hal ini dinyatakan oleh Wright (1993) yang menyatakan bahwa lokasi tempat ibadah membuktikan pentingnya kekuatan dalam mengatur kehidupan 25

sehari-hari dalam suatu permukiman. Di dalam sebuah permukiman, tentu saja permukiman tersebut harus memiliki minimal sebuah fasilitas ibadah. Biasanya, kaum mayoritas membangun tempat ibadahnya lebih dari satu. Hal ini mengingat banyaknya jumlah masyarakat yang akan memasuki rumah ibadah disaat perayaan hari besar. Tidak hanya kaum mayoritas saja yang membangun tempat ibadahnya, tetapi juga kaum minoritas. Namun, keberadaan rumah ibadahnya tentu saja tidak sebanyak kaum mayoritas. Dalam hal fasilitas ibadah, tidak ada ketentuan untuk memposisikan tempat ibadah harus berada di tengah permukiman atau di pinggir permukiman. Hal ini dikarenakan pada suatu permukiman tempat ibadah yang satu dengan yang lainnya memiliki jarak sekitar satu kilomerter saja atau tergantung besar-kecilnya rumah ibadah. Di beberapa permukiman, rumah ibadah dibangun oleh pemerintah, namun hal tersebut tidak berlaku di permukiman informal. Biasanya rumah ibadah dibangun oleh masyarakat dengan dana yang berasal dari sumbangsih dana pribadi masyarakatnya. Penggunaan lahan yang lain difungsikan sebagai fasilitas perkantoran. Dalam hal ini penggunaan lahan sebagai perkantoran dibangun oleh pemerintah guna mempermudah pengurusan masyarakat yang berhubungan dengan pemerintahan, misalnya pengurusan KTP. Menurut Yang, T (2015) adanya penggunaan lahan yang difungsikan kantor bisnis dan industri dipengaruhi oleh konfigurasi global. Sama halnya dengan ruang tebuka, ruang pertemuan dan juga pasar, konfigurasi global juga 26

digunakan oleh penggunaan lahan yang difungsikan sebagai perkantoran. Hal ini dikarenakan konfigurasi global sendiri digunakan agar masyarakat pesisir maupun luar pesisir dengan tujuan dapat mudah mengakses kantor tersebut. Tentu saja hal ini mengingat area perkantoran merupakan jembatan antara masyarakat dengan pemerintah yang lebih tinggi. Selain itu, distribusi spasial dan fungsi ruang juga berorientasi pada keuntungan (kecuali tempat wisata yang dipengaruhi konfigurasi spasial). II.4 Dampak Sosial dan Ekonomi Terhadap Penyebaran Penggunaan Tanah di Kawasan Pesisir Dalam mengkaji dampak sosial dan ekonomi terhadap penyebaran penggunaan tanah di kawasan pesisir, peneliti membahas tentang distribusi penyebaran fungsi dan dampak penyebaran penggunaan tanah. II.4.1 Distribusi Penyebaran Fungsi Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat secara tidak langsung memiliki pengaruh terhadap penyebaran penggunaan tanah. Beberapa faktor menjadi penyebabnya, seperti adanya tuntutan ekonomi yang menyebabkan muncul warung di suatu permukiman. Selain itu penyebaran tanah yang difungsikan sebagai warung, kurangnya tata kelola lahan juga menjadi penyebab tidak meratanya penyebaran fungsi warung. Menurut Hao, dkk (2011) menyatakan bahwa bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan, penggunaan lahan, jaringan jalan serta fasilitas umum biasanya 27

disediakan dengan tujuan memfasilitasi kehidupan warganya dan memaksimalkan pendapatan individu. Namun, bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, penggunaan lahan masih kacau dan tidak terkoordinasi dengan tepat. Di dalam sebuah permukiman terutama permukiman informal, penyebaran penggunaan lahan tidak dikelola oleh pemerintah dengan tepat. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan tidak meratanya distribusi penyebaran fungsi penggunaan tanah. Misalnya saja seperti penyebaran fungsi warung.adanya warung menjadi suatu matapencaharian alternatif bagi sebagian keluarga nelayan. Munculnya warung tentu saja dapat membantu pendapatan perekonomian masyarakat. Namun, fenomena yang terjadi di suatu kawasan informal ialah munculnya warung satu dengan warung yang lainnya hanya berjarak satu hingga lima meter saja. Tentu saja, distribusi penyebaran fungsi yang berasal dari kebutuhan ekonomi masyarakat sehingga menjadi dampak pada penggunaan lahan. Beberapa warung menyediakan meja dan juga bangku yang terbuat dari kayu tradisional. Hal ini dilakukan oleh pemilik warung agar masyarakat yang berbelanja di warung tersebut dapat berbincang dan mengobrol dengan pemilik warung maupun dengan masyarakat lainnya. Interaksi dan aktivitas sosial tentu saja terjadi di warung ini sehingga kehidupan sosial juga mempengaruhi penggunaan tanah dengan adanya warung tersebut. 28

Selain munculnya warung, adanya tempat perlelangan ikan (TPI) menjadi salah satu dampak sosial ekonomi yang mempengaruhi penggunaan tanah. Menurut Setioko, dkk (2011) menyatakan bahwa TPI merupakan kunci dalam membangun jaringan kegiatan dalam hal menangkap ikan baik intra-sektor maupun lintas sektor. Lokasi TPI biasanya memiliki hubungan antara kegiatan ekonomi masyrakat juga kegiatan ekonomi masyarakat lainnya. Tempat perlelangan ikan pada umumnya menjual hasil tangkapan yang diperoleh dari nelayannya langsung. Namun, beberapa nelayan memilih menjual hasil tangkapannya kepada distributor penjual ikan yang nantinya akan dijual ke pasar tradisional di luar kawasan permukiman tersebut. Masyarakat luar permukiman yang membeli ikan dalam jumlah banyak maka akan memilih tempat perlelangan ikan sebagai tujuan belanjanya. Hal ini dikarenakan ikan yang dijual masih tergolong ikan baru dan masih masih segar. Selain itu, harga ikan yang terbilang murah dan konsumen mendapat potongan harga bila membeli ikan tersebut dalam jumlah yang besar. Namun, tidak semua jenis ikan tersedia di tempat perlelangan ikan ini. Hanya ikan yang didapat oleh nelayanlah yang akan dijual di tempat perlelangan ikan ini. Berbeda dengan pasar, yang menjual berbagai jenis ikan dan selalu tersedia. Tentu saja hal ini dikarenakan hasil tangkapan nelayan tidak menentu sehingga jenis ikan tidak dapat ditentukan oleh nelayan itu sendiri. Selain tempat perlelangan ikan dan warung, terdapat juga pasar sebagai penggunaan tanah yang terjadi akibat adanya dampak sosial ekonomi. Seperti yang 29

kita tahu bahwa pasar merupakan pusat terjadinya transaksi jual beli. Hal senada juga disampaikan oleh Horton (1994) yang menyatakan bahwa pasar merupakan pusat lokasi komunal kegiatan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa pasar mempunyai keterkaitan sosial ekonomi dalam penggunaan lahan. Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli. Hal tersebut tentu tidak sepenuhnya benar karena bertemunya penjual dan pembeli terjadi tidak hanya di pasar. Namun, penyebab pasar menjadi salah satu dampak yang terjadi akibat adanya kegiatan sosial dan ekonomi adalah pasar merupakan pusat perekonomian yang dimiliki suatu permukiman di suatu kawasan. Berbagai macam kebutuhan sehari-hari dijual di pasar. Untuk membeli suatu barang di pasar, tentu saja pembeli harus melakukan komunikasi kepada penjual barang. Hal ini dilakukan agar tercapainya keinginan pembeli untuk mendapatkan barang yang diinginkan. Tentu saja hal ini menciptakan kegiatan sosial yaitu interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli. Dampak sosial dan ekonomi inilah yang menyebabkan adanya penggunaan tanah sebagai pasar yang memiliki fungsi bagi masyarakat di sekitar permukiman. II.4.2 Dampak Penyebaran Penggunaan Tanah Secara tidak langsung, kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan pesisir akan berdampak pada penyebaran penggunaan tanah di kawasan tersebut. Penyebaran penggunaan tanah di suatu kawasan biasanya akan menyebabkan keramaian di suatu tempat bila tempat tersebut sering digunakan masyarakat sehari- 30

hari. Hal ini dinyatakan oleh Setioko, dkk (2011) yang menyatakan bahwa sebuah fasilitas berfungsi sebagai penghubung antara aktivitas yang dilakukan nelayan sehari-hari dengan distribusi penggunaan tanahnya. Apabila masyarakat sesering mungkin menggunakan fasilitas tersebut, maka besar kemungkinan fasilitas tersebut akan menjadi salah satu faktor keramaian di suatu permukiman. Dalam suatu permukiman, masyarakat tentu saja memiliki aktivitas dan kegiatan yang beragam. Adanya aktivitas yang dilakukan masyarakat akan membuat suatu fungsi penggunaan lahan berupa fasilitas di permukiman tersebut. Seperti adanya tempat perlelangan ikan, pasar lokal juga dermaga. Banyak aktivitas nelayan terjadi di ketiga lokasi ini. Sehingga lokasi tersebut menjadi salah satu faktor penyebab keramaian di suatu permukiman. Selain ketiga lokasi tersebut, ada juga warung dan sekolah. Tempat perlelangan ikan merupakan salah satu lokasi penyebab keramaian di suatu permukiman. Nelayan menjual ikan hasil tangkapan mereka ke tempat perlelangan ikan. Disaat yang bersamaan adanya pembeli yang akan membeli ikan juga menjadi masyarakat yang turut berpartisipasi dalam penyebab keramaian yang di timbulkan. Jumlah masyarakat yang ada di tempat perlelangan ikan cukup banyak dan cukup ramai. Pada hari tertentu, seperti hari libur atau akhir pekan, lokasi perlelangan ikan ini menjadi ramai pengunjung. Hal ini juga terjadi saat di pasar. Namun, hal yang membedakan pasar dengan tempat perlelangan ikan ialah pasar 31

menjual berbagai kebutuhan masyarakat, sedangkan tempat perlelangan ikan hanya menjual ikan dan hasil laut lainnya. Hal serupa juga terjadi pada lokasi penggunaan tanah yang berfungsi sebagai sekolah.dalam hal ini, sekolah tidak berkaitan dengan kehidupan ekonomi. Melainkan kehidupan sosial yang dilakukan oleh anak-anak dari masyarakat di suatu permukiman. Sekolah juga menjadi salah satu tempat interaksi yang terjadi pada siswa sekolah dengan guru atau dengan sesama para siswa. Selain itu, sekolah juga menjadi fasilitas pendidikan yang disediakan oleh pemerintah agar anak-anak pendidikan formal setinggi-tingginya. Sekolah menjadi salah satu faktor penyebab keramaian dikarenakan jumlah siswa yang bersekolah biasanya mencapai lebih dari 100 orang di setiap satu sekolah. Tentu saja hal ini menjadi salah satu faktor mengingat saat jam pulang sekolah, para siswa akan berhamburan keluar sekolah dan cukup memadati lingkungan di sekitar sekolah maupun lingkungan di dalam sekolah. Selain sekolah, tempat perlelangan ikan dan juga pasar, adanya warung juga menjadi salah satu penyebab keramaian yang terjadi di suatu permukiman. Keramaian yang terjadi di warung biasanya dikarenakan pemilik warung menyediakan kursi dan juga meja sebagai media masyarakat lain dapat duduk dan mengobrol sambil berbelanja di warung tersebut. Tidak hanya sekedar duduk dan mengobrol, aktivitas yang dilakukan masyarakat di warung biasanya bermain kartu sambil mengobrol dengan warga lainnya. Faktor pernyebab keramaian di suatu permukiman menjadi 32

salah satu aspek penting adanya dampak dari kehidupan sosial-ekonomi masyarakat yang berpengaruh terhadap distribusi penggunaan tanah di kawasan pesisir. II.5 Rangkuman Dari penjelasan dan teori yang didapat, maka dibuatlah tabel berupa rangkuman pembahasan seperti berikut (Tabel 1.1): Tabel 1.1 Rangkuman Kajian Pustaka Topik Teori Interpretasi Kehidupan Jeyarajah (2015) menyatakan Kegiatan dan aktivitas masyakat di kawasan Sosial bahwa perempuan yang telah pesisir umumnya dipengaruhi oleh gender dan Masyarakat di Kawasan berumah tangga bertanggung jawab atas kegiatannya, seperti memasak, juga derajat mereka dalam rumah tangga. Misalnya kaum pria yang sudah produktif Pesisir melahirkan dan mengurus anaknya, memilih untuk menjadi nelayan dengan peduli dan menjaga anaknya kegiatan seperti memancing tangkapan ikan, Matthews (2012) dalam Jeyarajah memperbaiki badan kapal, membuat atau (2015) yang mengatakan bahwa memperbaiki alat pancing dan juga wanita yang sudah berumah tangga memperbaiki mesin kapal. juga harus bertanggung jawab Sedangkan kaum wanita dan juga anak-anak pasca panen. Setioko, dkk (2011), menyatakan bahwa aktivitas yang rutin nelayan memilih kegiatan yang berhubungan dengan rumah tangganya, seperti menjaga rumah, terlibat dalam aktivitas sosial di lingkungan lakukan ialah sesuatu yang tempat tinggalnya, dapat mengolah ikan dan berhubungan dengan ikan dan membantu memperbaiki alat pancing. Selain perikanan, memperbaiki kapal itu, tradisi dan bencana alam juga dapat sebelum atau sesudah berlabuh, mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. membuat alat pancing, dan Kehidupan di kawasan pesisir yang keras memperbaiki mesin kapal membuat perilaku masyarakatnya juga 33

Topik Teori Interpretasi Boelaars (1984) menyatakanbahwa orang pesisir memiliki orientasi yang kuat untuk merebut dan meningkatkan kewibawaan serta status sosial mereka. menjadi keras, dan temperamental. Perilaku temperamental ini didapat dari faktor genetik, pengalaman dan juga lingkungan. Kehidupan Ekonomi Masyarakat di Kawasan Pesisir Penggunaan Tanah di Kawasan Pesisir Ahmed, dkk (2015) menyatakan bahwa profesi nelayan merupakan profesi paling banyak di kawasan pesisir. Profesi nelayan sendiri terbagi atas tiga kategori, yaitu nelayan professional, nelayan subsisten, dan nelayan musiman Ahmed, dkk (2015) yang menyatakan bahwa nelayan musiman melakukan penangkapan ikan selama beberapa kali dalam setahun Setioko, dkk (2011) menyatakan bahwa perdagangan ialah adanya transaksi menjual dan membeli produk dari nelayan meliputi ikan segar baik yang belum diolah maupun ikan yang sudah diolah Garlake (2002) menyatakan bahwa ruang terbuka, tempat pertemuan, dan juga pasar, adalah ruang-ruang yang biasanya dilindungi pada suatu permukiman yang memiliki dampak terhadap masyarakatnya Wright (1993) yang menyatakan bahwa lokasi tempat ibadah Mata pencaharian primer masyarakat di kawasan pesisir umumnya adalah nelayan. Nelayan sendiri terbagi atas 3 golongan yaitu nelayan professional, nelayan subsisten dan juga nelayan musiman. Ketiga golongan ini tetap saling membantu dan memiliki tugas yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Mata pencaharian sekunder masyarakat di kawasan pesisir ialah bekerja sebagai buruh, penarik becak dan juga sebagai pedagang. Umumnya masyarakat memilih menjadi pedagang baik dengan berjualan di pasar maupun membuka warung. Adanya fungsi penggunaan lahan membuat pasar, area perkantoran, ruang terbuka dan juga balai pertemuan terletak di tengah permukiman masyarakat. Hanya rumah ibadah yang tidak memiliki ketentuan letaknya di suatu permukiman 34

Topik Teori Interpretasi membuktikan pentingnya kekuatan dalam mengatur kehidupan seharihari dalam suatu permukiman Yang, T (2015) adanya penggunaan lahan yang difungsikan kantor bisnis dan industri dipengaruhi oleh konfigurasi global. Dampak Sosial Hao, dkk (2011) menyatakan bahwa bagi masyarakat yang tinggal di Dampak sosial-ekonomi yang terjadi terhadap penyebaran penggunaan tanah ditandai dengan Ekonomi perkotaan, penggunaan lahan, munculnya warung, pasar dan juga tempat Terhadap Penyebaran Penggunaan Tanah jaringan jalan serta fasilitas umum biasanya disediakan dengan tujuan memfasilitasi kehidupan warganya dan memaksimalkan pendapatan individu Setioko, dkk (2011) menyatakan bahwa TPI merupakan kunci dalam perlelangan ikan. Munculnya interaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli serta diikuti dengan adanya kegiatan ekonomi menjadikan ketiga fungsi ruang ini menjadi dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan sosial-ekonomi. Ketiga fungsi ruang ini juga menjadi salah satu faktor penyebab keramaian terjadi selain membangun jaringan kegiatan adanya sekolah. dalam hal menangkap ikan baik intra-sektor maupun lintas sektor. Horton (1994) yang menyatakan bahwa pasar merupakan pusat lokasi komunal kegiatan masyarakat. Setioko, dkk (2011) yang menyatakan bahwa sebuah fasilitas berfungsi sebagai penghubung antara aktivitas yang dilakukan nelayan sehari-hari dengan distribusi penggunaan tanahnya 35