I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan waduk Jatigede memakan lahan yang sangat luas dan memunculkan masalah baru untuk masyarakat setempat, hal ini membuat hilangnya sebagian besar mata pencaharian penduduk setempat sehingga menjadi salah satu faktor meningkatnya angka kemiskinan di daerah pembangunan waduk Jatigede. Terkait dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat, salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan beternak, solusi ini dipilih karena didukung oleh kultur budaya masyarakat pedesaan, khususnya di Jawa Barat yang sudah mengenal budidaya ternak sejak jaman dahulu. Domba Garut merupakan aset penting untuk dikembangkan, dilestarikan, bahkan saat ini Domba Garut menjadi primadona ternak asli di Indonesia yang kaya akan nilai ekonomis dan budaya. Peternak pada umumnya memelihara ternak dengan sistem tradisional dan memanfaatkan lingkungan di sekitarnya, salah satunya dalam hal pakan ternak sehingga produktivitas yang dicapai kurang optimum. Permasalahan yang dihadapi oleh peternak tradisional selain dalam hal pakan yang kurang berkualitas, ketersediaan pakan juga menjadi kendala untuk peternak pada musim kemarau. Fermentasi hijauan sebagai salah satu metode pengawetan hijauan ketika hijauan tersebut melimpah dan dapat disimpan sebagai cadangan pakan ketika musim kemarau, hal ini menjadi satu cara untuk mengatasi ketersediaan pakan. Fermentasi hijauan juga tidak merubah komposisi nutrien bahan pakan yang digunakan sehingga pada saat diberikan tetap berkualitas untuk menunjang produktivitas. Metode fermentasi hijauan adalah salah satu usaha untuk
meningkatkan palatabilitas ternak, ketika bahan pakan yang bernutrisi tapi kurang disukai ternak, maka metode fermentasi ini bisa menjadi salah satu cara mengatasi hal tersebut. Pemilihan hijauan pakan untuk menunjang produktivitas ternak sangat diperlukan, salah satu hijauan yang bisa menjadi pilihan yaitu rumput odot. Rumput odot (Pennisetum purpureum cv Mott) merupakan salah satu jenis rumput yang memiliki kualitas yang baik. Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai tempat, toleran terhadap naungan, respon terhadap pemupukan yang baik. Rumput odot tumbuh merumpun dengan perakaran serabut yang kuat. Kuantitas dan kualitas pakan yang berfluktuasi khususnya selama musim kemarau berakibat menurunnya tingkat produktivitas ternak seperti rendahnya tingkat pertumbuhan ternak. Kebutuhan nutrisi ternak dalam pakan yang dikonsumsi dapat berupa kombinasi antara hijauan dan legum untuk saling melengkapi unsur nutrisi yang diperlukan. Tanaman leguminosa pohon telah dikenal memiliki potensi sebagai sumber pakan berkualitas tinggi, terutama selama musim kering saat ketersediaan hijauan menurun tajam. Indigofera sp merupakan salah satu jenis leguminosa yang kaya akan protein, kalsium, dan fosfor. Kandungan nutrisi tanaman Indigofera sp berumur 1 tahun dengan interval pemotongan 3 bulan terkandung protein kasar rata-rata 23,20%, bahan organik 90,68%, NDF 36,72%, fosfor 0,83% dan kandungan kalsium 1,23%, dengan kandungan nutrisi tersebut tanaman Indigofera sp baik untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak (www.litbang.pertanian.go.id). Penggunaan Indigofera sp sebagai pakan tambahan diharapkan bisa mendukung tercapainya produktivitas domba yang tinggi sehingga pola pemeliharaan yang dikelola sederhana dapat menjadi usaha yang bisa diandalkan.
Penggunaan Indigofera sp sebagai pakan alternatif yang mempunyai nutrisi tinggi diharapkan mampu menunjang pertumbuhan Domba Garut jantan. Pertumbuhan secara umum bisa dalam bentuk bertambahnya bobot domba dan ukuran tubuh domba. Pengukuran terhadap lebar dada dan lebar pinggul bertujuan untuk menentukan tujuan pemeliharaan Domba Garut, ketika tujuan pemeliharaan Domba Garut ini sebagai domba pedaging, maka pertumbuhan lebar pinggul menjadi salah satu catatan penting bagi performa domba. Semakin tinggi pertambahan ukuran lebar pinggul maka diduga perdagingan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi juga akan bertambah. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemberian Tingkat Indigofera sp dalam Hijauan Terfermentasi terhadap Lebar Dada dan Lebar Pinggul Domba Garut Jantan di Desa Mekarasih Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang 1.2 Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Adakah pengaruh imbangan Indigofera sp dalam hijauan terfermentasi terhadap pertumbuhan lebar dada dan lebar pinggul Domba Garut jantan. 2. Berapa tingkat imbangan Indigofera sp dalam hijauan terfermentasi yang paling baik untuk pertumbahan lebar dada dan lebar pinggul Domba Garut jantan.
1.3 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dalam penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pemberian Indigofera sp dalam ransum terfermentasi terhadap pertumbuhan lebar dada dan lebar pinggul Domba Garut jantan. 2. Untuk mengetahui berapa tingkat imbangan Indigofera sp yang paling baik untuk pertumbuhan lebar dada dan lebar pinggul Domba Garut jantan. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh tingkat pemberian Indigofera sp pada hijauan terfermentasi terbaik yang mampu meningkatkan pertumbuhan lebar dada dan lebar pinggul pada Domba Garut jantan. 1.5 Kerangka Pemikiran Domba Garut adalah salah satu dari rumpun domba yang ada di Indonesia. Domba Garut adalah domba yang memiliki kombinasi daun telinga rumpung atau ngadaun hiris dengan ekor ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong (Badan Standardisasi Nasional, 2009). Domba Garut sebagai ternak asli Indonesia merupakan salah satu sumber daya genetik yang sangat berharga, baik sebagai sumber pendapatan petani peternak maupun sumber protein hewani. Asal-usul perkembangan Domba Garut diyakini merupakan domba yang berasal dari daerah Cibuluh, Cikandang dan Cikeris Kecamatan Cikajang serta Kecamatan Wanaraja. Keyakinan tersebut dilandasi oleh faktor sejarah, teori genetik dan fakta pengembangan Domba Garut di Jawa Barat (Heriyadi, dkk, 2009). Usaha peternakan domba yang dikelola peternak tradisional umumnya merupakan usaha sambilan, pakan diberikan mengandalkan hijauan berupa
rumput lapang dan hasil ikutan pertanian yang berkualitas rendah, berdampak terhadap produktivitas ternak, sehingga keuntungan yang diperoleh oleh peternak relatif rendah. Kecepatan pertumbuhan seekor domba merupakan salah satu indikator produktivitas domba tersebut. Faktor yang ikut berperan adalah genetik dan lingkungan terutama pakan. Manajemen pemeliharaan domba harus memperhatikan kecukupan pakan yang diberikan serta ketersediaan pakan dan keadaan lingkungan. Pakan yang diberikan harus sesuai kebutuhan ternak domba dalam segi kualitas dan kuantitasnya. Pakan yang digunakan untuk ruminansia di Indonesia sekitar 75% adalah hijauan, terutama rumput alam, dan hasil sisa tanaman (Evitayani, dkk, 2004). Karakteristik nutrisi bahan pakan tersebut umumnya ditandai oleh tingginya kandungan serat serta rendahnya kandungan protein, terutama pada musim kemarau. Asupan nutrisi ternak yang mengkonsumsi bahan pakan tersebut hanya cukup untuk kebutuhan hidup pokok saja (Tarigan dan Ginting, 2011). Kebutuhan asupan nutrisi domba lepas sapih dengan bobot ± 21 kg membutuhkan asupan BK 3,3% dari bobot badan, 14,4% protein kasar, 60% TDN, 0,42% Ca, dan 0,38% protein (http://jabar.litbang.pertanian.go.id). Jenis hijauan dengan kandungan protein tinggi serta rendah serat seperti leguminosa pohon merupakan alternatif sumber pakan yang menjanjikan bagi ruminansia (Van, dkk., 2005). Indigofera sp adalah tanaman leguminosa pohon tropis dan dilaporkan memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk ternak ruminansia. Kandungan protein kasar beberapa spesies Indigofera sp dilaporkan tergolong tinggi berkisar antara 22-29%, (Hassen, dkk., 2007). Menghadapi musim kemarau bila masyarakat menggunakan rumput lapang yang berkualitas rendah bisa terbantu oleh tambahan Indigofera sp untuk meningkatan kualitas pakan.
Musim kemarau merupakan kendala untuk para peternak dalam hal ketersediaan rumput. Peternak harus mencari cara untuk mengatasi kendala tersebut, salah satunya yaitu peternak harus sudah mulai melakukan fermentasi pakan pada saat ketersediaan hijauan melimpah. Teknologi fermentasi selain salah satu solusi untuk ketersediaan hijauan saat musim kemarau, juga bisa menjadi salah satu cara meningkatkan nilai palatabilitas, yang nantinya akan menghasilkan pakan berkualitas baik. Asupan pakan yang berkualitas bisa dijadikan cara untuk meningkatkan produktivitas ternak, salah satunya dengan cara melihat pertambahan ukuran tubuh ternak itu sendiri. Ukuran-ukuran tubuh bisa menjadi gambaran produktivitas ternak dengan melihat ukuran atau pertambahannya, diantaranya ukuran lebar dada dan lebar pinggul. Kedua ukuran tersebut juga dapat dijadikan gambaran eksterior untuk menentukan tipe domba berdasarkan tujuan pemeliharaannya. Lebar dada bisa digunakan untuk melihat performa fisik ternak, semakin besar ukuran lebar dada maka ternak tersebut akan terlihat semakin kokoh dan kuat, adapun standar ukuran lebar dada menurut Heriyadi, dkk (2002) ukuran lebar dada Domba Garut jantan minimum 22,08 cm. Menurut hasil penelitian Heriyadi dan Mayasari (2006) ukuran lebar dada Domba Garut jantan di UPTD Margawati Garut memiliki rata-rata 18,80 cm. Ukuran lebar pinggul penting untuk domba tipe pedaging karena otot daging yang paling banyak menempel pada tulang paha atas (Os Femur) dan dalam penentuan kualitas karkas. Lebar pinggul akan masuk kedalam potongan bagian belakang (Hind sadle). Ukuran lebar pinggul pada domba berumur 1 tahun rata-ratanya berukuran 19,00 cm (Nurfaridah, dkk., 2013). Hasil penelitian lainnya mengungkapkan bahwa lebar pinggul domba jantan memiliki ukuran ratarata 17,70 cm (Janssens, 2004). Lebar pinggul masuk ke dalam salah satu patokan
untuk menentukan Body Condition Score dengan cara perabaan (palpasi) di daerah pinggul. Body Condition Score (BCS) yaitu cara penilaian ternak dilakukan secara visual (inspeksi) dan perabaan (palpasi) pada otot dan tumpukan lemak tubuh sekitar pangkal ekor, tulang punggung, dan pinggul ternak. Thompson dan Meyer (2006) menyatakan penilaian BCS dilakukan dengan skala 1-5, Skala 1 menunjukkan domba sangat kurus, skala 2 domba kurus, skala 3 domba sedang, skala 4 domba gemuk dan skala 5 domba sangat gemuk. Pemberian Indigofera sp dalam pakan bisa berpengaruh terhadap produktivitas ternak, hal ini dibuktikan oleh penelitian Tarigan dan Ginting (2011), Indigofera sp dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein pada pakan kambing dengan kandungan tanin yang rendah. Tanin merupakan senyawa sekunder dari leguminosa contohnya pada tanaman Indigofera sp. Kandungan tanin dalam Indigofera sp 34,59 mg/g sampel (Tamilselvi, dkk., 2012). Kandungan tanin ini masih dalam batas yang rendah (<4%) dan dapat berfungsi positif sebagai pelindung protein dari degradasi di dalam rumen sehingga menjadi by pass protein yang menguntungkan bagi tubuh ternak ruminansia karena protein dapat dipecah menjadi asam amino di saluran usus dan diserap langsung oleh tubuh. Tanin dapat mengurangi kasus penyakit cacingan pada ruminansia (Min, dkk., 2005) melaporkan bahwa konsumsi hijauan yang mengandung tanin akan menurunkan telur cacing di dalam feses domba/ kambing. Pemberian hijauan yang mengandung senyawa tanin bila diberikan berlebihan, bisa mengakibatkan keracunan pada ternak. Senyawa tanin dapat mengikat protein pakan atau enzimenzim pencernaan sehingga kecernaan protein pakan dan sistem pencernaan terganggu.
Persentase penggunaan Indigofera sp dalam ransum untuk menghasilkan respon optimal penelitian berkisar antara 30-45%, agar jumlah tanin yang dikonsumsi oleh ternak bisa memberikan dampak positif. Perbandingan pemberian Indigofera sp yang optimal dinyatakan dalam penelitian Tarigan dan Ginting (2011) bahwa pemberian Indigofera sp sebanyak 30% dan 45% dalam ransum merupakan yang terbaik pada komoditas kambing perah. Bila imbangan Indigofera sp sebanyak 30% dan 45% dalam ransum mempunyai pengaruh yang terbaik, untuk memperoleh hasil pertambahan ukuran tubuh ternak yang optimum, maka imbangan 45% menghasilkan hasil tertinggi bila dibandingkan imbangan 30%. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat diambil hipotesis bahwa pemberian Indigofera sp pada ransum terfermentasi meningkatkan pertumbuhan ukuran lebar dada dan lebar pinggul Domba Garut jantan. Imbangan yang terbaik dari perlakuan yang diberikan yaitu Indigofera sp sebanyak 40% dalam ransum terfermentasi diduga akan meningkatkan pertumbuhan ukuran lebar dada dan lebar pinggul Domba Garut jantan paling tinggi. 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 10 September 2017 di Desa Mekar Asih Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang dan Laboratorium Produksi Ternak Potong Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian HIU (Hibah Internal UNPAD) Tahun Anggaran 2017.