BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori Pada bagian ini, peneliti akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, terutama mengenai variabel kepuasan kerja, komitmen organisasional dan turnover intention yang diteliti dalam penelitian ini. 2.1.1 Pengertian Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2012:9), menyatakan bahwa manajemen merupakan tindakan mengkoordinasikan dan mengawasi aktivitas pekerjaan orang lain sehingga pekerjaan mereka dapat diselesaikan secara efisien dan efektif. Sedangkan Dyck dan Neubert (2009:7) menyatakan bahwa manajemen adalah suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan manusia serta sumber daya organisasional lainnya dalam rangka mencapai tujuan organisasional secara efektif. Sementara itu, Williams (2011:7) menyatakan bahwa manajemen adalah menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Dengan demikian berdasarkan uraian pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses mengkoordinasikan pekerjaan orang lain agar dapat diselesaikan dengan baik untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Snell dan Bohlander (2010:4), pengertian manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses mengelola bakat manusia untuk mencapai tujuan suatu organsisasi. Adapun, Williams (2011:790) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses mencari, mengembangkan dan menjaga hak orang lain untuk membentuk kekuatan kerja (work force) yang layak. Sementara itu, Dyck dan Neubert (2009:357) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah manajemen orang-orang dalam suatu organisasi, temasuk pengembangan, pengorganisasian dan administrasi sistem organisasi. Dengan demikian berdasarkan uraian pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses mengelola 13
14 keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu. 2.1.2 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Luthans (2011:141), pengertian kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi para karyawan mengenai bagaimana pekerjaan mereka memberikan atau menyediakan suatu hal yang penting bagi karyawan tersebut. Adapun, Aydogdu dan Asikgil (2011:43) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan perasaaan yang melibatkan pengaruh emosional atau komponen evaluatif pada perasaan positif, netral atau negatif seorang individu tentang apa yang bisa disebut sikap objektif atau sikap fokus. Sedangkan, Tarigan and Ariani (2015:29) menyatakan bahwa kepuasan kerja mengacu pada keadaan emosional pikiran yang mencerminkan reaksi afektif terhadap pekerjaan dan situasi kerja. Sementara itu, Putrana, Fathoni, Warso (2016) memaparkan pengertian kepuasan kerja sebagai keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Selain itu, Sopiah (dalam Setyaningsih dan Witjaksono, 2014) memaparkan pengertian kepuasan kerja sebagai suatu tanggapan perasaan puas atau tidak puas seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja yang berhubungan dengan apa yang diharapkan terpenuhi atau tidak terpenuhi. Ardana (dalam Setyaningsih dan Witjaksono, 2014) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang baik bersifat positif ataupun negatif tentang suatu pekerjaan. Dengan demikian berdasarkan uraian pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan puas atau tidak puas terhadap suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh seseorang sebagai suatu dampak dari penilaian dan pengalaman yang didapat dari pekerjaan tersebut. 2.1.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Robbins & Judge (dalam Nazenin dan Palupiningdyah, 2014:222), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah pekerjaan yang menantang, pemberian gaji yang adil, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, penempatan yang tepat sesuai keahlian, balas jasa yang adil dan layak dan sikap pimpinan dalam kepemimpinan.
15 2.1.2.2 Dampak dari Ketidakpuasan Kerja Menurut Robbins & Judge (dalam Aydogdu dan Asikgil, 2011:44-45) dampak dari ketidakpuasan kerja pada karyawan adalah sebagai berikut: A. Rendahnya produktivitas: Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat dari produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji atau upah). Dengan kata lain, bahwa performa kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang diharapkan. B. Ketidakhadiran (absenteeism): Ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. C. Keluarnya pekerja (turnover): Ditandai dengan suatu kondisi yang disebut dengan turnover intention atau niat karyawan untuk meninggalkan organisasi. Jika seseorang tidak merasa puas dengan pekerjaannya, maka mereka cenderung akan terlihat menarik diri dari perusahaan yang pada akhirnya akan mengarah pada keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Akan tetapi jika seseorang diperlakukan adil dan mendapatkan upah atau imbalan yang sesuai maka mereka tidak mungkin meninggalkan organisasi. D. Pensiun dini: Tentang hubungan antara kepuasan kerja dan keputusan untuk mengambil pensiun dini. Bahwa jika seseorang memiliki sifat positif atas kepuasan kerjanya maka mereka tidak memilih untuk melakukan pensiun dini. E. Rendahnya komitmen organisasi: Ketidakpuasan juga merupakan penyebab utama menurunnya komitmen berorganisasi. Jika seseorang berkomitmen maka mereka bersedia untuk tetap didalam organisasi tersebut dalam waktu yang lama. F. Kesehatan mental dan fisik: Jika seseorang merasa puas, maka mereka cenderung memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik. Orang yang memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik dapat mempelajari tugas baru yang berkaitan dengan pekerjaan lebih cepat, memiliki tingkat kecelakaan kerja yang rendah dan lebih sedikit mengeluh.
16 G. Kepuasan hidup: Memiliki arti bagaimana seseorang merasa puas terhadap kehidupan mereka. Banyak studi yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kepuasan hidup dengan kepuasan kerja. 2.1.2.3 Indikator dalam Kepuasan Kerja Aydogdu dan Asikgil (2011:44) mengungkapkan bahwa terdapat indikator dalam kepuasan kerja, yaitu: A. Faktor yang berkaitan dengan pekerjaan, meliputi: 1. Pembayaran (pay) Upah dan gaji merupakan faktor yang penting untuk kepuasan kerja. Upah dan gaji tidak hanya membantu karyawan mencapai kebutuhan dasar karyawan, tetapi juga dapat berperan dalam memberikan tingkat atas kebutusan kepuasan. Manajer menunjukkan bahwa jumlah upah yang diterima sangat berhubungan positif dengan kepuasan, bahkan dengan tingkat manajerial yang konstan. 2. Pekerjaan itu sendiri (work it self) Motivasi untuk bekerja bahwa pekerjaan itu sendiri memainkan peran penting dalam mencapai kepuasan kerja. Pekerjaan yang diberikan menarik, memberikan kesempatan untuk pembelajaran bagi pekerja serta kesempatan untuk menerima tanggung jawab atas pekerjaan. karyawan akan merasa senang dan tertantang bila diberikan pekerjaan yang dapat membuat mereka mengerahkan semua kemampuannya. 3. Pengawasan (supervision) Pengawasan berperan penting bagi karyawan dalam menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap karyawan harus melalui pendekatan dan responsif agar lebih menyuarakan keprihatinan mereka. 4. Kesempatan promosi (promotion possibilities) Adanya kesempatan bagi karyawan untuk maju dan berkembang dalam organisasi, misalnya: kesempatan untuk mendapatkan promosi, penghargaan, kenaikan pangkat serta pengembangan individu. Hal ini terkait dengan pengembangan diri setiap karyawan. Karyawan memiliki keinginan untuk terus maju dan berkembang sebagai bentuk aktualisasi diri sehingga karyawan akan merasa puas apabila organisasi memberikan kesempatan untuk berkembang dan mendapatkan promosi ke jenjang yang lebih tinggi. 5. Rekan kerja (peers)
17 Sejauh mana rekan kerja pandai secara teknis, bersahabat, dan saling mendukung dalam lingkungan kerja. Peranan rekan kerja dalam interaksi yang terjalin diantara karyawan mempengaruhi tingkat kepuasan yang dirasakan karyawan. Perselisihan yang timbul diantara sesama karyawan meskipun bersifat sepele dapat mempengaruhi perilaku karyawan dalam pekerjaannya sehari-hari. 6. Kondisi kerja (working conditions) Menyediakan kondisi kerja fisikal yang baik dapat membuat karyawan menyelesaikan pekerjaan mereka dengan mudah, nyaman dan efisien. Kondisi kerja seperti waktu yang fleksibel, pembagian kerja dan pekan kerja yang pendek dapat diberikan kepada karyawan agar mereka dapat bekerja dengan baik. B. Faktor yang berkaitan dengan individual, meliputi: 1. Loyalitas individual kepada perusahaan (individual s loyalty to company) Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaan mereka cenderung tetap berada di organisasi. Beberapa karyawan tetap tinggal di dalam organisasi karena komitmen normatif mereka, yaitu keinginan karyawan untuk tetap tinggal di organisasi berdasarkan rasa kewajiban, tanggung jawab dan loyalitas. 2. Pengalaman (experience) Pengalaman memiliki dampak yang mendalam pada karyawan dalam organisasi. Pengalaman kerja dapat memberikan karyawan respon yang baik atau tidak baik terhadap pekerjaan mereka. 3. Usia dan jenis kelamin (age and gender) Usia adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karena karyawan yang berusia lebih tua cenderung merasa lebih puas terhadap pekerjaan mereka. Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor yang dapat mepengaruhi kepuasan kerja. 4. Pendidikan (education) Pendidikan dapat menjadi faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja para karyawan. Lulusan karir di bidang tertentu, seperti bidang pertanian dan pendidikan cenderung memiliki tingkat kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaan mereka dibandingkan dengan bidang lain. Selain itu, menurut Luthans (2011:141-142) terdapat lima dimensi dalam mengukur kepuasan kerja, yaitu:
18 A. Pekerjaan itu sendiri (the work itself), meliputi indikator: tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk menerima tanggung jawab dan kemajuan untuk karyawan. B. Gaji (pay), meliputi indikator: upah dan reward. C. Kesempatan promosi (promotion opportunities), meliputi indikator: Promosi atas dasar senioritas, kinerja dan promosi kenaikan gaji. D. Pengawasan (supervision), meliputi indikator: Bantuan pada karyawan dan partisipasi karyawan. E. Rekan kerja (coworkers), meliputi indikator: hubungan dengan rekan kerja. 2.1.3 Pengertian Komitmen Organisasional Menurut Mowday (dalam Sopiah, 2008:155), komitmen organisasional adalah keinginan anggota organisasi untuk tetap mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi. Komitmen organisasional mencakup kebanggan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada organisasi. Dan menurut Putrana, Fathoni dan Warso (2016), komitmen organisasional adalah derajat yang mana pegawai percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak meninggalkan organisasi. Adapun, Aydogdu dan Asikgil (2011:45) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah sebuah lampiran emosional dan sebagai identifikasi tujuantujuan dengan keterlibatan dalam organisasi dan berniat mempertahankan keanggotaan dalam organisasi itu. Sedangkan, Tarigan and Ariani (2015:23) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah sikap karyawan saling menghargai karyawan yang lain. Komitmen organisasional dipandang sebagai sikap yang stabil, yang mencerminkan responefektif umum untuk berorganisasi secara keseluruhan. Sementara itu, Azeem (2010:295) memaparkan pengertian komitmen organisasional sebagai keberhasilan dari seorang karyawan didalam sebuah organisasi untuk mengejar kualitas tujuan organisasi, komitmen yang besar dapat mengakibatkan perasaan yang aman, saling memiliki satu sama lain, dan meningkatkan imbalan intrinstik bagi individu. Selain itu, Saeed, Waseem, Sikander dan Rizwan (2014:246) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah suatu asosiasi atau kumpulan perasaan dan keyakinan tentang organisasi yang melibatkan atau emosional dalam suatu organisasi. Komitmen organisasional memiliki respon
19 positif terhadap kondisi kerja dan memiliki kepercayaan yang kuat pada tujuan organisasi,serta keinginan mencapai hubungan yang efektif dengan organiasasi. Dengan demikian berdasarkan uraian pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional adalah perasaan yang dimiliki individual untuk terikat dengan organisasi dan mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. 2.1.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional Steers and Porter (Sopiah, 2008:164) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah faktor yang menpengaruhi komitmen pegawai pada organisasi, yaitu: A. Faktor pribadi (personal factors) yang meliputi: job expectations, psychological contract, job choice factor, personal characteristic. Keseluruhan faktor ini akan membentuk komitmen awal bagi karyawan. B. Faktor organisasional (organizational factors) yang meliputi: initial works experiences,job scope, surpervision, goal consistency organizational. Keseluruhan faktor ini akan memunculkan tanggung jawab. C. Faktor non-organisasional (non-organizational factors) yang meliputi: availability of alternative job. Faktor ini yang bukan berasal dari dalam organisasi. 2.1.3.2 Indikator dalam Komitmen Organisasional Menurut Allen dan Mayer (dalam Putrana, Fathoni dan Warso, 2016), ketiga indikator dari komitmen menyebabkan berbagai konsekuensi yang berbeda dengan perilaku kerja, seperti kehadiran, kinerja, dan kemauan untuk memenuhi panggilan tugas. Berikut ini merupakan indikator dalam komitmen organisasional, yaitu: A. Komitmen afektif (affective commitment) dengan indikator: 1. Memiliki ketertarikan emosional dengan organisasi 2. Setuju dengan tujuan dasar dan nilai dalam organisasi 3. Memiliki rasa keterlibatan dalam mencapai misi organisasi B. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) dengan indikator: 1. Takut kehilangan senioritas dalam organisasi 2. Takut kehilangan kesempatan promosi dalam organisasi 3. Tidak rela kehilangan hubungan persahahabatan dengan rekan kerja. C. Komitmen normatif (normative commitment) dengan indikator: 1. Peduli pada apa yang dipikirkan orang lain
20 2. Tidak ingin mengecewakan atasan 3. Khawatir akan dipandang buruk oleh rekan sekerjanya Dari pengertian komitmen organisasional yang telah dijabarkan sehingga diperoleh kesimpulan bahwa komitmen organisasional Menurut Mowday (dalam Sopiah, 2008; 157) adalah adanya suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan Indikator sebagai berikut: 1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi. 2. Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi 3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. 2.1.4 Pengertian Turnover Intention Menurut Bockermann dan Ilmakunnas (dalam Aydogdu dan Asikgil, 2011:46), pengertian turnover intention adalah sikap perilaku seseorang untuk menarik diri dari organisasi dimana turnover dianggap sebagai pemisah yang sebenarnya dari organisasi. Adapun, Tett dan Meyer (dalam Sutanto dan Gunawan, 2013:80)memaparkan pengertian turnover intentionsebagai kesadaran untuk memiliki keinginan mencari alternatif pekerjaan di organisasi lain. Sedangkan Whitman (dalam Sutanto dan Gunawan, 2013:80) menyatakan bahwa turnover intention adalah pikiran karyawan tentang meninggalkan organisasi dengan sukarela. Dengan demikian berdasarkan uraian pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah niat atau keinginan seseorang berdasarkan hasil evaluasi atau penilaian individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan sebuah perusahaan yang belum diwujudkan dalam tindakan nyata meninggalkan perusahaan tersebut. 2.1.4.1 Indikator dalam Turnover Intention MenurutSutanto dan Gunawan (2013:82), mengungkapkan bahwa terdapat indikator untuk mengukur turnover intention, yaitu: keinginan untuk meninggalkan perusahaan dan keinginan untuk mencari alternatif pekerjaan lain. 2.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh-pengaruh yang terjadi antara variabel yang diteliti terkait dengan tujuan penelitian dijelaskan sebagai berikut:
21 1. Pengaruh dari kepuasan kerja terhadap turnover intention Secara teori, kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif terhadap niat karyawan untuk keluar dari organisasi atau turnover intention. Artinya, semakin tinggi tingkat kepuasan kerja yang dimiliki oleh karyawan maka semakin rendah niat karyawan tersebut untuk keluar dari organisasi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan kerja yang dimiliki oleh karyawan maka semakin tinggi niat karyawan tersebut untuk keluar dari organisasi. Hal ini dapat dibuktikan dari banyak studi yang secara konsisten menunjukkan hubungan yang negatif dan signifikan antara kepuasan kerja dan turnover intention (Salleh, Nair dan Harun, 2012:3430). Selain itu, menurut Raza (dalam Sutanto dan Gunawan, 2013:85) diungkapkan bahwa ketidakpuasan dalam pekerjaan sering diindikasikan sebagai alasan yang paling utama bagi para karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya, sehingga membuktikan juga bahwa komitmen organisasional memiliki pengaruh negatif terhadap turnover intention. 2. Pengaruh dari komitmen organisasional terhadap turnover intention Komitmen organisasional memiliki pengaruh negatif terhadap niat karyawan untuk keluar dari organisasi atau turnover intention. Artinya, semakin tinggi tingkat komitmen organisasional yang dimiliki oleh karyawan maka semakin rendah niat karyawan tersebut untuk keluar dari organisasi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat komitmen organisasional yang dimiliki oleh karyawan maka semakin tinggi niat karyawan tersebut untuk keluar dari organisasi. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan studi yang dilakukan oleh Mathieu dan Zajac (dalam Aydogdu dan Asikgil, 2011:45-46) ditemukan bahwa karyawan yang menjadi lebih berkomitmen untuk organisasi menunjukkan penurunan perilaku penarikan diri dari organisasi dan peningkatan perilaku sebagai warga dalam organisasi. Selain itu, menurut Mowday (dalam Tarigan dan Ariani, 2015:23) mengungkapkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat komitmen organisasional yang tinggi memiliki sedikit kemungkinan untuk meninggalkan organisasi, akan tetapi mereka akan membangun hubungan yang baik dengan karyawan lain dan pelanggan, belajar lebih efektif, lebih mudah beradaptasi dengan perubahan dan bekerja lebih efisien, sehingga membuktikan bahwa komitmen organisasional memiliki pengaruh negatif terhadap turnover intention. 3. Pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intention
22 Menurut Meyer & Allen (dalam Tarigan dan Ariani, 2015:22) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja, komitmen organisasional dan turnover intention dalah beberapa variabel yang populer dalam penelitian perilaku kerja. Kepuasan kerja dan komitmen organisasional secara simultan memiliki pengaruh negatif terhadap niat karyawan untuk keluar dari organisasi atau turnover intention. Hal ini dapat dibuktikan berdasakan kesimpulan Tett dan Meyer yang menyatakan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasional berkontribusi secara independen dalam memprediksi turnover intention, serta menurut Shore dan Marin kepuasan kerja dan komitmen organisasional dapat bergabung sebagai variabel independen yang mempengaruhi secara negatif terhadap suatu hasil, seperti turnover intention (dalam Tarigan dan Ariani, 2015:22). Gambar 2.1 Model Penelitian Kepuasan Kerja (X1) Komitmen Organisasional (X2) Turnover Intention (Y) Sumber : Peneliti (2016) Gambar 2.1 Model Penelitian 2.3 Hipotesis Hipotesis yang akan diuji guna memenuhi tujuan-tujuan didalam penelitian ini terdiri dari tiga buah hipotesis yang dijelaskan sebagai berikut: A. Pengujian mengenai apakah kepuasan kerja berpengaruh secara langsung terhadap turnover intention. Hipotesis 1: H0: Variabel kepuasan kerja tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan
23 Ha: terhadapvariabel turnover intention. Variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap variabel turnover intention. B. Pengujian mengenai apakah komitmen organisasional berpengaruh secara langsung terhadap turnover intention. Hipotesis 2: H0: Variabel komitmen organisasional tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap variabel turnover intention. Ha: Variabel komitmen organisasional memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap variabel turnover intention. C. Pengujian mengenai apakah kepuasan kerja dan komitmen organisasional berpengaruh secara langsung terhadap turnover intention. Hipotesis 3: H0: Variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasional tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap variabel turnover intention. Ha: Variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasional memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap variabel turnover intention.
24