PENYAKIT KARAT FURU / TUMOR PADA TANAMAN SENGON (Paraserianthes falcataria) OLEH : SUROSO.SP Penyuluh Kehutanan Madya Penyuluh Kehutanan dan Perkebunan DIY Suroso.roso24@yahoo.com ABSTRAK Serangan karat tumor terjadi hampir diseluruh pertanaman sengon, terutama di Pulau Jawa. Serangan sudah mencapai tingkat epidemic dan belum teratasi. Pada tanaman muda, penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan pada tanaman siap panen, penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas kayu sehingga harga jual kayu sengon dapat menurun. Artikel ini membahas patogen yang meliputi gejala serangan patogen karat tumor serta perilaku penyakit karat tumor yang meliputi cara penyebaran serta siklus hidupnya. Berdasarkan hal tersebut maka dapat ditentukan teknik pengendalian karat tumor yang tepat. 1.1 Latar Belakang I. Pendahuluan Sengon (Paraserianthes falcataria) merupakan tanaman cepat tumbuh yang banyak dikembankan dihutan tanaman rakyat untuk keperluan suplai industri perkayuan (plywood) ataupun papan untuk konstruksi. Masyarakat mengembangkan jenis tanaman ini karena umurnya yang relatif pendek yaitu 5-8 tahun. Tanaman sengon tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi, jenis ini mudah tumbuh pada sembarang tanah, baik tanah tegalan atau tanah hutan yang baru dibuka, bahkan di tanah tandus sengon masih bisa tumbuh. Tanaman sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah (ph) 6 7. Sengon termasuk jenis tanaman tropis sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18º 27 º C, tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1.500 meter dari atas permukaan laut. Kayu teras berwarna
hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging) warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap. Kayu yang masih segar berbau petai, tetapi bau tersebut lambat laun hilang jika kayunya menjadi kering. Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan kelas IV-V dengan berat jenis 0,33 (0,24-0,49). Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2 persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung atau memilin. Kayu sengon dapat digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai bahan konstruksi ringan, kayu lapis, papan blok, venir lamina, kayu lamina, papan partikel, dan papan gypsum. II Tinjauan Pustaka Teysman pada tahun 1871 menemukan sengon di pedalaman Pulau Banda, kemudian dibawa ke Kebun Raya Bogor. Dari Kebun Raya Bogor inilah kemudian sengon tersebar ke berbagai daerah mulai dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Santoso, 1992) Dari hasil listing Sensus Pertanian 2003 (ST03), menunjukkan bahwa di Indonesia tercatat sekitar 2,32 juta rumah tangga yang mengusai tanaman sengon dengan populasi pohon yang dikuasai mencapai 59,83 juta pohon atau rata-rata penguasaan per rumah tangganya sebesar 25,84 pohon. Dari total sebanyak 59,83 juta pohon sengon, sekitar 24,61 juta pohon atau 41,14 persen diantaranya adalah merupakan tanaman sengon yang siap tebang. Hal ini memberikan indikasi bahwa tanaman sengon di Indonesia sebagian besar masih berumur muda. III. Rumusan 3.1 Penyebab penyakit karat tumor pada tanaman sengon Karat tumor pada tanaman sengon disebabkan oleh Uromycladium tepperianum yang masuk kedalam divisi Basidiomycotyna. Seperti pathogen karat yang lainnya maka jamur ini bersifat parasit yang dapat hidup apabila memparasit pada jaringan hidup. Penularan penyakit melalui penyebaran spora dengan bantuan air, angina, serangga dan manusia. Infeksi dapat terjadi pada biji, semai, dan tanaman dewasa.
3.2 Cara identifikasi tanaman yang terserang karat tumor Gejala pada semai sangat bervariasi dan kadang tidak terlihat jelas. Infeksi fungi pada semai umur 2 3 minggu menyebabkan daun mengeriting, melengkung dan tidak berkembang secara normal, apabila disentuh daun terasa kaku dan mudah rontok. Pada semai umur 6 minggu gejala tampak pada batang dan pucuk yang melengkung. agak kaku. Pada semai umur 3 bulan atau lebih kadang tumor mulai membesar. Gejala penyakit diawali dengan adanya pembengkakan lokal (tumefaksi) di bagian tanaman yang terserang (daun, cabang, dan batang). Lama kelamaan pembengkakkan berubah menjadi benjolanbenjolan yang kemudian menjadi bintil - bintil kecil atau disebut tumor (gall). Serangan karat tumor pada pucuk Serangan karat tumor pada batang Uji coba pengendalian karat tumor telah dilakukan di beberapa tempat, diantaranya di 5 Desa Kecamatan Kokap.Pengamatan / uji coba dilakukan
dari bulan Maret sampai dengan bulan Oktober 2016, pada tegakan sengon umur 1 tahun dengan jarak tanam 2 m x 3 m yang terletak di petak 110a.. Lokasi penelitian ini terletak pada ketinggian 381meter 561 meter di atas permukaan laut, bertopografi datar sampai bergelombang dengan kimiringan di atas 35 %. Jenis tanah regosol vulkan dengan tekstur berpasir dan lempung berdebu. Struktur tanah lepas, remah dan mudah tererosi. Iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk tipe C dengan curah hujan rata-rata 2000 2200 mm per tahun. Kelembaban berkisar antara 56% 82,5% dengan suhu minimum 20º C dan suhu maksimum 32º C. 3.3 Cara menangani karat tumor yang telah menyerang tanaman sengon Percobaan pengendalian penyakit karat tumor pada sengon dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Oktober 2009. Percobaan dilakukan di kebun sengon milik rakyat di 5 Desa yang secara geografis berada pada posisi 8 Lintang Utara dan 11 lintang Selatan, di bawah kaki Gunung Sawal. Tinggi tempat 750 1000 m di atas permukaan laut, dengan kelerangan 45%. Jenis tanah podsolik merah kuning dan sebagian latosol. Dari hasil uji coba tersebut maka pengendalian karat tumor dapat menggunakan bahan-bahan sebagai berikut: a. kapur : belerang (1:1) b. belerang : garam (10:1) c. kapur : garam (10:1) Pengendalian karat tumor dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Setiap tanaman (pohon uji) dibersihkan dari karat tumor dengan cara pemangkasan (wiwil), b. Karat tumor dikumpulkan dan dimasukkan dalam lubang kemudian lubang ditutup. c. Pemberian perlakuan di atas dengan cara melabur pada seluruh permukaan batang utama dan penyemprotan pada seluruh permukaan pohon. d. Perlakuan dilakukan setiap dua minggu sekali, penghitungan jumlah karat tumor pada setiap pohon dilakukan satu bulan sekali. Untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme (termasuk jamur patogen karat tumor) dapat dicapai dengan jalan menghilangkan satu atau lebih kondisi yang mempengaruhi metabolisme mikroorganisme tersebut. Pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel mikroorganisme dalam populasi, dan kecenderungan bagi organisme mengalami pertambahan ukuran, masa serta jumlah dari komponen-komponen penyusunnya. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia lingkungan
tempat tumbuhnya. Dengan diketahui pengaruh lingkungan tersebut maka dapat dipelajari bagaimana penyebaran mikroorganisme di alam, sehingga dimungkinkan untuk menemukan metode pengendalian dan pemusnahan organisme yang dianggap merugikan (Madigan et al, 1997). Hadi (2001) mengatakan ada beberapa faktor yang penting dalam mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan fungi. Faktor-faktor Tanaman yang telah dilabur dan disemprot tersebut antara lain cahaya, suhu, air, ph, sumber karbon, vitamin, oksigen, gas CO2, bahan atsiri, sumber nitrogen, hara mineral dan hormon. 4.1 Simpulan IV. Simpulan & Saran Penyakit karat tumor sangat merugikan petani sengon, dengan penanganan yang tepat mulai dari pembibitan sampai dengan penanaman diharapkan dapat mengurangi resiko serangan oleh penyakit tersebut. Yang harapannya dapat mencegah kerugian secara ekonomi bagi petani sengon. 4.2 Saran a. Penanaman sengon sebaiknya tidak ditanam secara monokultur sehingga dapat mengurangi penvebaran spora penyakit yang besar. b. Perlu dilakukan pemantauan yang intensif apabila memiliki kebun sengon, sehingga apabila ada serangan penyakit dapat diketahui secara dini V. Daftar Pustaka Hadi, S. 2001. Patologi Hutan Perkembangannya di Indonesia. Fahutan IPB. Bogor. Santoso, H.B. 1992. Budidaya Sengon. Penerbit Kanisius Yogyakarta. Yogyakarta