BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat dengan cepat dimasa yang akan datang, terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan mengalami ledakan jumlah penduduk lansia. Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010-2035, kelompok umur 0-14 dan 15-49 tahun menurun, sedangkan kelompok umur 50-64 dan 65 tahun terus meningkat (Kemenkes RI, 2013). Lansia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (UU RI, 1998). Kelompok umur lansia memiliki karakteristik khusus, antara lain rentan mengalami penyakit kronis, mengalami penurunan fungsi organ dan penurunan status fungsional (Darmojo, 2011). Penyakit pada lansia sering berbeda dengan dewasa muda, karena penyakit pada lansia umumnya merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses penuaan. Menua merupakan proses hilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Penurunan fungsi fisiologi tubuh berdampak pada munculnya berbagai penyakit degeneratif yang bersifat kronis. Masalah degeneratif dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga lansia rentan terkena infeksi (Kemenkes RI, 2013). 1
2 Penyakit infeksi termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak di Indonesia. Antibiotik merupakan obat yang digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo dan RSUD Dr. Kariadi tahun 2008 menunjukkan bahwa 84% pasien di rumah sakit mendapatkan resep antibiotik dan beberapa kuman patogen sudah resisten terhadap antibiotik. Terdapat hubungan antara penggunaan antibiotik yang tidak tepat dengan timbulnya resistensi bakteri penyebab infeksi nosokomial (Kemenkes RI, 2011). Infeksi nosokomial merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan angka kematian dan lama perawatan di rumah sakit (Ozdemir dan Dizbay, 2015). Proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi beberapa organ, termasuk ginjal. Pertambahan usia mempengaruhi kecepatan aliran darah ginjal, transport maksimum ginjal dan perubahan nilai klirens yang berkaitan dengan fungsi filtrasi ginjal (Ritschel dan Kearns, 2004). Kecepatan aliran darah ginjal berkurang dari 618-689 ml/menit pada usia dewasa menjadi 349-485 ml/menit pada usia lanjut, laju filtrasi glomerulus menurun antara 0,40-1,02 ml/menit setiap tahunnya (Aymanns dkk., 2010). Penurunan fungsi ginjal dapat mempengaruhi proses eliminasi obat dalam tubuh. Perlambatan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus membuat obat dan metabolitnya cenderung terakumulasi dalam darah, sehingga dapat memperpanjang waktu paro (t½) eliminasi dan durasi efek dari obat tersebut (Shargel dkk., 2005). Lansia cenderung mengalami mild renal impairement (gangguan fungsi ginjal ringan) sehingga penggunaan antibiotik tertentu yang eliminasinya terutama melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis atau perpanjangan interval
3 pemberian (Kemenkes RI, 2011). Dosis pemberian antibiotik pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal harus disesuaikan dengan bersihan kreatinin (Creatinine Clearance = CrCl) (APhA s, 2015). Pada praktiknya penyesuaian dosis pemberian antibiotik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal belum sepenuhnya dilakukan. Penelitian yang dilakukan di Iran menunjukkan rasionalitas dosis antibiotik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (CrCl <50 ml/menit) berdasarkan pedoman dosis Drugs Information Handbook (DIH) adalah 43% (Fahimi dkk., 2012). Penelitian lain yang dilakukan di kanada menunjukkan 64% pemberian antibiotik pada lansia rawat jalan dengan penurunan fungsi ginjal dosisnya tidak sesuai dengan CrCl pasien (Faraq dkk., 2014). Pemberian obat dengan dosis yang terlalu besar beresiko menyebabkan kadar obat dalam darah dalam melebihi rentang dosis yang seharusnya dan dapat menimbulkan efek toksik yang merugikan (Kazouini dkk., 2011). Kegagalan dalam penyesuaian dosis obat dapat menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas dan biaya terapi (Fahimi dkk., 2012). Biaya terapi terkait antibiotik tergantung pada banyak faktor, seperti biaya pembelian obat, biaya perawatan berkelanjutan akibat timbulnya efek samping serta biaya monitoring konsentrasi serum dan efikasi klinis (Leekha dkk., 2011). Proses penuaan berdampak pada munculnya berbagai penyakit degeneratif dan umumnya bersifat kronis. Masalah degeneratif dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga lansia rentan terkena infeksi dan sering mendapat terapi antibiotik. Pada lansia cenderung terjadi gangguan fungsi ginjal ringan sehingga penggunaan antibiotik tertentu yang eliminasinya terutama melalui ginjal memerlukan
4 penyesuaian dosis. Dilatarbelakangi pentingnya penyesuaian dosis obat pada pasien lansia, maka dilakukan penelitian tentang evaluasi pendosisan antibiotik pada pasien lansia dengan penurunan fungsi ginjal yang menjalani rawat inap di bangsal penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah profil kesesuaian dosis antibiotik pada pasien lansia dengan penurunan fungsi ginjal yang menjalani rawat inap di bangsal penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari Desember 2014? 2. Bagaimanakah luaran klinik pemberian antibiotik dengan dosis yang sesuai dan tidak sesuai untuk pasien lansia dengan penurunan fungsi ginjal? 3. Berapakah perkiraan penghematan biaya pembelian antibiotik apabila dilakukan penyesuaian dosis? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui profil kesesuaian dosis antibiotik pada pasien lansia dengan penurunan fungsi ginjal yang menjalani rawat inap di bangsal penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Januari Desember 2014. 2. Mengetahui bagaimana luaran klinik pemberian antibiotik dengan dosis yang sesuai dan tidak sesuai untuk pasien lansia dengan penurunan fungsi ginjal. 3. Mengetahui perkiraan penghematan biaya pembelian antibiotik apabila dilakukan penyesuaian dosis.
5 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi praktisi di Rumah Sakit, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan dosis pemberian antibiotik pada pasien lansia dengan penurunan fungsi ginjal sehingga dapat meningkatkan capaian luaran klinik dan keamanan terapi pada pasien. 2. Bagi peneliti, dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang dosis pemberian antibiotik pada lansia. 3. Bagi institusi pendidikan, dapat digunakan sebagai pendahuluan dan sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan antibiotik pada lansia. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penyesuaian dosis antibiotik pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal sudah pernah dilakukan sebelumnya, berikut ini adalah beberapa penelitian tersebut: 1. Dosing Errors in Prescribed Antibiotics for Older Persons with Chronic Kidney Disease (CKD) : A Retrospective Time Series Analysis (Faraq dkk., 2014). Merupakan penelitian retrospektif dengan subjek pasien berusia 66 tahun dengan CKD stages 4 atau 5 (Glomerular Filtration Rate = GFR 30ml/menit/1,73m 2 ) periode Januari 2003 April 2010 di Kanada. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 64% kasus pemberian antibiotik pada lansia di poli rawat jalan dosisnya melebihi pedoman dosis yang digunakan.
6 Nitrofurantoin, yang dikontraindikasikan pada pasien dengan CKD ditemukan sebanyak 169 kali selama penelitian. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah tempat, waktu dan subjek penelitian. Penelitian ini dilakukan disalah satu rumah sakit di Indonesia pada 2016 dengan subjek penelitian adalah lansia rawat inap dengan penurunan fungsi ginjal. 2. The Rate of Antibiotic Dosage Adjustment in Renal Dysfunction (Fahimi dkk., 2012). Penelitian tersebut bertujuan untuk membandingkan dosis pemberian antibiotik pada pasien dengan CrCl < 50 ml/menit dengan dua pedoman dosis untuk melihat perlu atau tidak dilakukannya penyesuaian dosis. Hasil penelitian menunjukkan 79,9% dari seluruh antibiotik yang diberikan memerlukan penyesuaian dosis berdasarkan kondisi ginjal pasien. Rasionalitas dosis antibiotik pada pasien dengan gangguan ginjal adalah 43% dan 61,4%, dibandingkan dengan DIH dan Drug Prescribing in Renal Failure: Dosing Guideline for Adults. Perbedaan dengan penelitian ini antara lain adalah tempat, waktu, subjek dan pedoman dosis yang digunakan. Penelitian tersebut dilakukan di Iran pada 2012, subjek penelitian adalah pasien dengan CrCl < 50 ml/menit dan menggunakan dua pedoman dosis sebagai pembanding. Penelitian ini dilakukan di Indonesia pada 2016 dengan subjek penelitian adalah pasien lansia yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan pedoman dosis berdasarkan DIH dan persamaan Giusti-Hayton.
7 3. Evaluasi Kerasionalan Penggunaan Antibiotik pada Pasien Lansia dengan Pneumonia di Instalasi Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juni 2013 Juli 2014 (Kuluri dkk., 2015). Penelitian tersebut menunjukan jenis antibiotik yang paling banyak digunakan pada pneumonia lansia ialah penggunaan tunggal antibiotik seftriakson sebesar 45,46%. Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotik berdasarkan tepat pasien (100%), tepat indikasi (94,11%), tepat obat (94,11%), tepat dosis (94,11%) dan tepat lama pemberian (92,15%). Perbedaan dengan penelitian ini antara lain adalah tempat, waktu, subjek dan tujuan penelitian. Penelitian tersebut dilakukan di Manado pada 2014, subjek penelitian adalah lansia dengan pneumonia yang menjalani rawat inap dan tujuan penelitian adalah untuk melihat rasionaltas penggunaan antibiotik secara umum. Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta, subjek penelitian adalah pasien lansia dengan penurunan fungsi ginjal yang menjalani rawat inap dan tujuannya adalah untuk melihat profil kesesuaian dosis antibiotik pada lansia.