BAB IV PENGUJIAN ALAT Bab ini berisi hasil pengujian terhadap alat dan perangkat lunak yang sudah dikerjakan serta analisa sistem yang telah direalisasikan pada skripsi ini. Pengujian terdiri dari pengujian pembacaan suhu, pembcaan arus, dan pembacaan pewaktu. 4.1. Pembacaan Suhu Pembacaan suhu yang dilakukan dengan menggunakan termokopel, memiliki respons yang lebih cepat dibandingkan termometer analog berbahan bimetal yang terdapat pada mesin. Pengujian terhadap pembacaan dari rangkaian termokopel dilakukan dalam 3 macam kondisi, yaitu pada saat ruang mikser selesai digunakan (Kondisi 1) ditunjukkan Tabel 4.1., pada saat solenoid akan dimatikan (Kondisi 2) ditunjukkan Tabel 4.2., dan pada saat solenoid akan diaktifkan kembali(kondisi 3) ditunjukkan Tabel 4.3. Hal ini dilakukan agar termometer bimetal yang dipasang mempunyai kesempatan untuk menuju ke nilai stabilnya. Pada masing-masing kondisi, dilakukan pengukuran selama 10 detik yang hasilnya dicatat setiap detik. Hasil pembacaan dengan nilai trimpot sesuai perancangan menghasilkan nilai yang masih jauh dari termometer bimetal pada mesin mikser, maka dilakukan pengaturan pada trimpot sampai disepakati nilai penampil yang dikehendaki oleh operator mesin. Nilai hambatan trimpot terakhir yang disepakati adalah 2,7kΩ, sehingga nilai adalah 7,4 kω dan penguatan yang dihasilkan adalah 741 kali. Hasil pembacaan dengan nilai penguatan yang baru ini masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4.1. untuk kondisi 1, Gambar 4.2. untuk kondisi 2, dan Gambar 4.3. untuk kondisi 3. 26
Tabel 4.1. Perbandingan Pembacaan Suhu pada Kondisi 1 dengan Nilai Trimpot sesuai dengan Perancangan Rangkaian Termometer Selisih Prosentase Termokopel Bimetal Selisih(%) 1 33 55-22 40 2 33 55-22 40 3 32 55-23 41,82 4 31 55-24 43,64 5 29 54-25 46,3 6 29 54-25 46,3 7 28 54-26 48,15 8 28 53-25 47,17 9 27 53-26 49,06 10 26 53-27 50,94 Tabel 4.2. Perbandingan Pembacaan Suhu pada Kondisi 2 dengan Nilai Trimpot sesuai dengan Perancangan Rangkaian Termokopel Termometer Bimetal Selisih Prosentase Selisih(%) 1 70 90-20 22,22 2 72 90-18 20 3 71 90-19 21,11 4 75 90-15 16,67 5 77 90-13 14,44 6 79 90-11 12,22 7 75 90-15 16,67 8 76 90-14 15,56 9 78 90-12 13,33 10 77 90-13 14,44 27
Tabel 4.3. Perbandingan Pembacaan Suhu pada Kondisi 3 dengan Nilai Trimpot sesuai dengan Perancangan Rangkaian Termokopel Termometer Bimetal Selisih Prosentase Selisih(%) 1 71 87-16 18,39 2 71 87-16 18,39 3 67 87-20 22,99 4 63 87-24 27,59 5 65 87-22 25,29 6 68 87-19 21,84 7 64 87-23 26,44 8 60 87-27 31,03 9 65 87-22 25,29 10 66 87-21 24,14 60 50 Pembacaan Suhu Kondisi 1 Nilai Suhu ( o C) 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pembacaan ke- Rangkaian Termokopel Termometer Bimetal Gambar 4.1. Grafik Pembacaan Suhu Kondisi 1 28
Pembacaan Suhu Kondisi 2 Nilai Suhu ( o C) 100 98 96 94 92 90 88 86 84 82 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pembacaan ke- Rangkaian Termokopel Termometer Bimetal Gambar 4.2. Grafik Pembacaan Suhu Kondisi 2 Pembacaan Suhu Kondisi 3 88 86 Nilai Suhu ( o C) 84 82 80 78 76 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pembacaan ke- Rangkaian Termokopel Termometer Bimetal Gambar 4.3. Grafik Pembacaan Suhu Kondisi 3 Hasil pembacaan setelah trimpot diatur memiliki selisih dengan rerata kurang lebih 4,3% dari pembacaan termometer bimetal, kecuali kondisi 1 saat mesin selesai digunakan dalam sekali proses. Hal ini terjadi karena proses turunnya penunjuk analog pada termometer bimetal lebih lambat dibandingkan proses naiknya. Rentang selisih yang terjadi pada saat solenoid akan dimatikan maupun 29
diaktifkan kembali telah sesuai dengan yang diinginkan, maka nilai trimpot tidak diubah lagi. 4.2. Pembacaan Arus Rangkaian pembaca arus yang telah dibuat diuji menggunakan beban motor mikser yang ada dan dibandingkan dengan hasil pembacaan tang ampere maupun pembaca arus yang sudah terpasang pada mesin sebelumnya. Hasil pembacaannya dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dari hasil pembacaan tersebut, rangkaian pengkondisi sinyal dari SCT013-000 bekerja dengan baik berdasarkan pengolahan pada pengendali mikro yang sudah ditambah dengan library dari Open Energy Monitor. Selisih pembacaan dari rangkaian baru memiliki rerata 3,87% dari pembacaan tang ampere Kyoritsu 2056R. Pembacaan yang dilakukan oleh sensor arus yang lama berikut penampilnya, memiliki selisih dengan rerata 3 dari pembacaan tang ampere, maka disepakati untuk melakukan offset pada program pengendali mikro sebesar 3,4 yang ditambahkan pada hasil baca yang masih berupa bilangan float. Hal ini untuk menyesuaikan hasil pembacaan alat yang lama agar operator mesin lebih mudah menyesuaikan diri pada saat pengaturan parameter. Keluaran yang tertampil merupakan bilangan bulat, sehingga hasil pembacaan rangkaian yang baru semua berada pada bilangan bulat pada penampil 7 segmen 3 digit. Hasil pembacaan setelah ofset ditunjukkan Gambar 4.4. 30
Tabel 4.4. Perbandingan Pembacaan Arus Rangkaian Baru (A) Tang Ampere (A) Pembaca Arus yang Lama (A) Selisih Rangkaian Baru dengan Tang Ampere (A) Prosentase Selisih (%) 1 9 8,9 12,25 0,1 1,12 2 9 9,2 12,57-0,2 2,17 3 10 10,2 13,41-0,2 1,96 4 10 10,6 14,2-0,6 5,66 5 11 11,8 15,33-0,8 6,78 6 11 12,2 15,77-1,2 9,84 7 13 12,8 16,11 0,2 1,56 8 13 14 17,3-1 7,14 9 14 15 18,43-1 6,67 10 16 15,9 19,61 0,1 0,63 11 17 16,8 20,24 0,2 1,19 12 19 18,7 22,17 0,3 1,6 13 19 20,1 23,55-1,1 5,47 14 21 21,3 24,63-0,3 1,41 15 21 22,1 25,39-1,1 4,98 31
Pembacaan Arus 25 20 Nilai Arus 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Pembacaan ke- Rangkaian Baru (A) Pembaca Arus yang Lama (A) Gambar 4.4. Grafik Pembacaan Arus Pembacaan yang sudah ditambah dengan nilai offset tetap menghasilkan selisih dengan rerata 3,6%, nilai ini cukup untuk memberi masukan pengendali mikro dalam memberikan keluaran proses pencampuran selesai atau motor mikser mati. Hal ini dikarenakan pengendali mikro hanya membutuhkan nilai arus dalam bilangan bulat sebagai batas atas untuk menentukan proses pencampuran bahan adonan telah selesai. 4.3. Perbandingan Waktu Permesinan Waktu yang digunakan untuk melakukan sekali proses pembuatan bahan adonan yang siap diekstrusi pada tahap selanjutnya sebelum menggunakan sistem otomatisasi dapat dilihat pada Tabel 4.5. Pengamatan dilakukan selama sehari dengan jumlah 7 kali pengolahan bahan adonan. Selisih waktu antar pemrosesan sebelum menggunakan sistem otomatisasi lebih beragam karena faktor pengamatan operator yang berbeda-beda. Waktu yang digunakan setelah sistem otomatisasi digunakan juga diamati selama sehari dengan jumlah 7 kali pengolahan bahan adonan. Hasil pengamatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. Selisih waktu dengan sistem otomatisasi pada tabel ini lebih sedikit antar pemrosesan karena pembacaan seragam yang dilakukan rangkaian pembaca suhu dan pembaca arus. 32
Tabel 4.5. Waktu Pemrosesan tanpa Sistem Otomatis Proses ke- Nilai Pewaktu (Set point stopwatch) Lama Pemrosesan Aktual (menit) 1 40 38 2 40 39 3 40 37 4 40 40 5 40 39 6 40 39 7 40 38 Tabel 4.6. Waktu Pemrosesan dengan Sistem Otomatis Proses ke- Nilai Pewaktu (Set point stopwatch) Lama Pemrosesan Aktual (menit) 1 40 30 2 40 28 3 40 29 4 40 29 5 40 29 6 40 28 7 40 28 4.4. Pewaktu dan Alarm Perkiraan waktu pemrosesan bahan adonan pembuat makaroni dilakukan dengan pewaktu digital yang sudah diintegrasikan dengan kontrol otomatis yang dibuat. Alarm 1 akan aktif apabila pewaktu telah tercapai atau 80% dari nilai arus yang diatur tercapai. Alarm 2 akan aktif bisa proses telah selesai yaitu setelah arus pada pengaturan awal tercapai. Perbandingan pewaktu sistem otomatis, yang diatur untuk menghitung mundur dengan nilai 26 menit, dengan stopwatch dapat dilihat pada Tabel 4.7. 33
Tabel 4.7. Perbandingan Pembacaan Pewaktu Nilai Aktual pada Pewaktu Nilai pada Stopwatch Nilai Perhitungan pada Pewaktu Selisih Nilai Aktual dan Perhitungan Prosentase Error (%) 1 26 0 26 0 0 2 24 2 24 0 0 3 22 4 22 0 0 4 20 6 20 0 0 5 18 8 18 0 0 6 16 10 16 0 0 7 14 12 14 0 0 8 12 14 12 0 0 9 10 16 10 0 0 10 8 18 8 0 0 11 6 20 6 0 0 12 4 22 4 0 0 13 2 24 2 0 0 14 0 26 0 0 0 Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali dan menghasilkan nilai yang sama sesuai dengan tabel di atas. Alarm 1 selalu aktif pada saat pewaktu yang terintegrasi dengan sistem otomatis menunjukkan angka 0 (nol). Percobaan alarm 1 dan 2 dikaitkan dengan nilai arus yang diatur pada saat parameterisasi, sebesar 24 A (80%nya yaitu 19,2 A), dan nilai arus aktual dapat dilihat pada Tabel 4.8. 34
Nilai Arus pada Penampil (A) Tabel 4.8. Hasil Percobaan Alarm Kondisi Alarm 1 Kondisi Alarm 2 1 8 n aktif n aktif 2 11 n aktif n aktif 3 13 n aktif n aktif 4 14 n aktif n aktif 5 15 n aktif n aktif 6 18 n aktif n aktif 7 20 Aktif n aktif 8 22 Aktif n aktif 9 25 n aktif Aktif Angka arus yang ditunjukkan penampil pada awal motor aktif maupun saat motor aktif berbeda-beda dari percobaan satu dan yang lain, namun alarm tetap menunjukkan kinerja sesuai yang diprogramkan. 4.5. Tombol Emergency Tombol emergency digunakan untuk menggentikan sistem terutama memutus arus yang mengalir ke solenoid dan motor pengaduk agar berhenti bekerja. Pada kondisi standby, setiap tombol emergency diaktifkan maka yang terjadi adalah: a. Saklar manual motor pengaduk tidak dapat memutar motor. b. Saklar manual solenoid tidak dapat mengaktifkan solenoid c. Penampil 7 segment berkedip. d. Keypad 4x4 tidak dapat difungsikan. Pada kondisi mesin sedang aktif, motor pengaduk berputar dan solenoid aktif, setiap kali tombol emergency diaktifkan, maka yang terjadi adalah: a. Motor pengaduk non aktif. b. Solenoid non aktif. 35
c. Saklar manual motor pengaduk tidak dapat memutar motor. d. Saklar manual solenoid tidak dapat mengaktifkan solenoid e. Penampil 7 segment berkedip. f. Keypad 4x4 tidak dapat difungsikan. Percobaan yang dilakukan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan terkait dengan fungsi tombol emergency. 36