INDEKS PEMBANGUNAN EKONOMI INKLUSIF SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Disampaikan pada: Public Hearing Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Jakarta, 25 April 2019
Gambaran Kualitas Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, Kemiskinan, dan Rasio Gini Persen Rasio gini Pertumbuhan ekonomi, pengangguran, kemiskinan, dan rasio gini (2004-2018) 20 0.45 0.41 0.41 0.413 0.406 0.408 0.397 0.393 18 0.389 0.376 0.378 0.4 0.368 0.367 0.355 17.75 0.35 16 16.66 16.58 0.35 0.32 15.97 15.42 14 14.15 0.3 13.33 12 11.24 12.49 10.28 11.96 0.25 9.86 11.37 10 9.11 11.25 11.22 10.86 10.64 8.39 7.87 9.82 0.2 7.48 8 7.14 6.13 6.17 5.94 6.18 6 5.61 5.50 5.34 0.15 6.3 5.7 6 6.2 6.2 6 5.5 5.6 4 5 5 4.6 4.9 5 5.1 5.2 0.1 2 0.05 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 0 Persentase kemiskinan (P0) 16.66 15.97 17.75 16.58 15.42 14.15 13.33 12.49 11.96 11.37 11.25 11.22 10.86 10.64 9.82 Pertumbuhan ekonomi 5 5.7 5.5 6.3 6 4.6 6.2 6.2 6 5.6 5 4.9 5 5.1 5.2 Tingkat pengangguran terbuka 9.86 11.24 10.28 9.11 8.39 7.87 7.14 7.48 6.13 6.17 5.94 6.18 5.61 5.50 5.34 Rasio gini 0.32 0.355 0.35 0.376 0.368 0.367 0.378 0.41 0.41 0.413 0.406 0.408 0.397 0.393 0.389 Sudahkah pertumbuhan ekonomi bersifat Pro-Poor, Pro-Job, Pro-Growth, dan Pro- Equity? Pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menurunkan kemiskinan dan pengangguran, namun ketimpangan walaupun meningkat, tren nya cenderung stagnan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih perlu ditingkatkan kualitasnya. 2
Persentase Pertumbuhan (%) Gambaran Kualitas Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan Konsumsi Perkapita 2015 2018 6 5 4 3 2 1 0-1 -2-3 -4-5 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61 63 65 67 69 71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95 97 99 Persentil Pengeluaran Indonesia Rata-rata indonesia Sumber : Perhitungan Direktorat Penanggulangan Kemiskinan & Kesejahteraan Sosial Bappenas Kelompok 20% Terbawah mengalami pertumbuhan konsumsi perkapita yang lebih rendah daripada rerata nasional, menunjukkan pertumbuhan konsumsi belum pro-poor. Sedangkan kelompok menengah (20-80%) tumbuh di atas rata-rata, dan kelompok 20% teratas mengalami pertumbuhan melambat 3
20.80 18.81 19.75 19.1 19.56 18.96 18.05 16.85 16.98 16.87 17.12 17.10 17.02 17.12 17.29 Persen 37.13 36.40 38.10 36.11 35.67 36.13 36.48 34.73 34.41 34.09 34.60 34.65 36.09 36.47 36.62 42.07 44.78 42.15 44.79 44.77 44.91 45.47 48.42 48.61 49.04 48.27 48.25 46.89 46.40 46.08 Gambaran Kualitas Pembangunan Ekonomi Trend & Dimensi Ketimpangan Indonesia: Distribusi pengeluaran perkapita dan rasio antara kelompok pengeluaran, 2004-2018 60.00 0.45 50.00 0.42 40.00 0.39 30.00 20.00 0.36 10.00 0.33 0.00 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 40 persen terbawah 40 persen menengah 20 persen tertinggi Rasio gini 0.3 Persentase kue nasional terbesar dinikmati oleh kelompok 20% pengeluaran tertinggi. Sedangkan kelompok 40% terendah hanya mendapatkan kurang dari 20% share pengeluaran sejak 2005. Sejak 2011, distribusi pengeluaran pada kelompok 20% tertinggi meningkat hingga tahun 2013. Kemudian pada 2014, distribusi pada kelompok ini mengalami penurunan dan beralih ke kelompok 40% menengah. Hal ini sejalan dengan peningkatan Rasio Gini yang signifikan di periode 2011-2014 kemudian menurun sedikit setelahnya. Sumber: Publikasi BPS 4
Gambaran Kualitas Pembangunan Ekonomi Trend & Dimensi Ketimpangan Indonesia: Distribusi PDB berdasar Pulau 2014-2018 2018 21.18% 58.83% 8.32% 2017 21.34% 58.60% 8.43% 2016 21.53% 58.38% 8.51% 2015 21.71% 58.14% 8.77% 2014 22.02% 57.87% 9.08% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Sumatra Jawa Bali dan Nusa tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Struktur perekonomian Indonesia secara spasial tidak berubah dalam 4 tahun terakhir, didominasi provinsi-provinsi di Pulau Jawa (58%), Sumatera (22%), sisanya dari pulau-pulau lainnya. Perekonomian Indonesia juga masih terkonsentrasi di Kawasan Barat Indonesia (KBI), sekitar 80-81%. Sisanya, sekitar 19-20% berasal dari Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kedua hal tersebut menunjukkan ketimpangan antar wilayah yang ada di Indonesia Sumber: Publikasi BPS 5
-0.85-0.79-0.82-0.84-0.84-0.8-0.82-0.7-0.73-0.64-0.6-0.59 PERSEN -0.53-0.5-0.45-0.39-0.36-0.07-0.18-0.22 Gambaran Kualitas Pembangunan Ekonomi Penurunan Angka Kemiskinan Cenderung Melambat 0.1 0-0.1 Kota Desa Kota+Desa Penurunan angka kemisinan selama periode 2014-2017 sebesar 0.61 percentage points (pp) atau turun sebesar 0.15 pp per tahunnya dimana angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan sebesar 1,96 pp atau 0.49 pp per tahunnya pada periode 2010-2013. -0.2-0.3-0.4 Faktor-Faktor Penjelas Penurunan Kemiskinan Maret 2018 (Sumber: BPS 2018) -0.5-0.6 Inflasi umum pada periode September 2017-Maret 2018: 1,92 persen -0.7-0.8-0.9 Sumber: BPS 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Kota -0.85-0.64-0.45-0.39-0.05-0.05-0.5-0.07-0.7 Desa -0.79-0.84-0.6-0.8-0.15 0.04-0.1-0.18-0.73 Kota+Desa -0.82-0.84-0.53-0.59-0.12-0.03-0.36-0.22-0.82 Secara umum, kemiskinan di perdesaan masih lebih tinggi dari perkotaan. Walaupun pada periode 2017-2018 penurunan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi dari penurunan di perkotaan. Rata-rata pengeluaran perkapita/bulan untuk rumah tangga yang berada di 40 persen lapisan terbawah selama periode September 2017-Maret 2018 tumbuh 3,06 persen. Bantuan sosial tunai dari pemerintah tumbuh 87,6 persen pada Triwulan 1 2018, lebih tinggi dibanding Triwulan 1 2017 yang hanya tumbuh 3,39 persen. Program beras sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) pada Triwulan I telah tersalurkan sesuai jadwal Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2018 berada di atas angka 100, yaitu 101,94. 6
Juta orang Pertumbuhan ekonomi (%) Juta orang Gambaran Kualitas Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja Pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan kesempatan kerja Target dan realisasi penciptaan kesempatan kerja (Juta orang) 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 4.73 5.02 2015 2016 2017 2018 Tambahan KK Kesempatan kerja per 1% pertumbuhan ekonomi tw3 Pertumbuhan ekonomi tw3 Sumber : Direktorat Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (TKPKK) Bappenas 5.06 5.17 5.3 5.2 5.1 5 4.9 4.8 4.7 4.6 4.5 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 10 9.38 Target 2015-2019 Realisasi 2015-2018 Penciptaan kesempatan kerja melebihi target RKP dan RPJMN 2015-2019 Jumlah penciptaan lapangan kerja 2016-2018 adalah9.38 juta Rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja 5 tahun terakhir adalah sebesar 2% Penciptaan lapangan kerja terus didorong melalui : (1) investasi padat pekerja di sektor bernilai tambah tinggi dan di sektor sumber pertumbuhan baru (parawisata, ekonomi kreatif, ekonomi digital (2) Penumbuhan kewirausahawan, (3) Peningkatan ekspor dan penguatan rantai pasok 8
Target Pembangunan Tahun 2020 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (nilai) 72,5 Pertumbuhan Ekonomi (persen) 5,3-5,5 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) (persen) 4,8-5,1 Tingkat Kemiskinan (persen) 8,5 9,0 Gini Rasio (indeks) 0,375 0,380 8
Indonesia Perlu Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Pendekatan pembangunan yg terlalu berorientasi kepada pertumbuhan, telah menghasilkan eksklusi sosial dan tiga krisis besar, berupa: ketimpangan sosial, kemiskinan dan kerusakan lingkungan, sehingga perlu paradigma pembangunan baru yang lebih bersifat inklusif. Hingga akhir 2016, Indonesia belum mengembangkan instrumen untuk mengukur, memantau, dan mengendalikan perkembangan pembangunan ekonomi yang bersifat inklusif Perlu nya konsep (dalam bentuk indeks) pembangunan ekonomi inklusif, yang disepakati secara nasional, karena instrumen/indeks pembangunan ekonomi inklusif yang dikembangkan oleh organisasi internasional memiliki konsep yang berbeda-beda. 9
Mengapa Indonesia Perlu Menyusun Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Tersendiri? Cerminan untuk Tujuan Pembangunan Indonesia yang lebih spesifik Indeks Pembangunan/Pertumbuhan Inklusif yang telah dikeluarkan berbagai institusi internasional, dirasa kurang mencerminkan tujuan pembangunan Indonesia secara spesifik Contoh: Tidak adanya fokus kepada isu ketimpangan (gender, wilayah, dan pendapatan) Beberapa indikator tidak selaras dengan indikator pembangunan Indonesia Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Indonesia: Dapat membandingkan tingkat inklusivitas antar propinsi/ kabupaten/kota sehingga dapat ditentukan arah kebijakan yang tepat untuk tiap provinsi dan keselarasannya dengan tingkat nasional. Contoh Indikator: Pendapatan Bersih Gini, Tabungan Bersih yang disesuaikan, Intensitas Karbon terhadap PDB, Utang Publik dan Rasio Ketergantungan (data tidak ada di level provinsi) 10
Konsep Pembangunan Ekonomi Inklusif Untuk Indonesia DEFINISI Pembangunan Ekonomi Inklusif PILAR I: Pertumbuhan Ekonomi Tinggi (0.50) Sub-Pilar: 1. Pertumbuhan Ekonomi (0,33) 2. Kesempatan Kerja (0,33) 3. Infrastruktur Ekonomi (0,33) Pertumbuhan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan yang luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan, meningkatkan kesejahteraan, dan mengurangi kesenjangan antar kelompok dan wilayah. PILAR II: Pemerataan Pendapatan dan Pengurangan Kemiskinan (0.25) Sub-Pilar: 1. Ketımpangan (0,50) 2. Kemiskinan (0,50) PILAR III: Perluasan Akses dan Kesempatan (0.25) Sub-Pilar: 1. Kapabilitas Manusia (0,33) 2. Infrastruktur Dasar (0,33) 3. Keuangan Inklusif (0,33) TOTAL: 21 INDIKATOR YANG TERSEDIA DI 34 PROVINSI PADA TAHUN 2015-2017 TOTAL INDIKATOR 21 DATA Data per Provinsi di Indonesia untuk tahun 2015-2017 (34 PROVINSI) 11
2011 2012 Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Tingkat Nasional Tahun 2011-2017 2013 2014 2015 2016 2017 4.85 5.03 5.14 5.13 5.28 5.43 5.46 5.34 5.20 5.17 5.44 5.59 5.85 6.30 4.15 4.34 4.93 5.21 5.50 5.87 5.83 7.00 6.00 5.00 INDEKS PERTUMBUHAN EKONOMI INKLUSIF 4.78 4.89 5.09 5.23 5.41 5.64 5.75 INDEKS PILAR 1: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN EKONOMI INDEKS PILAR 2 : PEMERTAAN PENDAPATAN DAN PENGURANGAN KEMISKINAN INDEKS PILAR 3: PERLUASAN AKSES DAN KESEMPATAN 4.00 3.00 2.00 1.00-2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Perhitungan Indeks baru dapat dilakukan hingga tahun 2017. Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif tahun 2018 belum dapat dihitung mengingat belum semua indikator dirilis oleh BPS. Catatan: nilai 1-3 merupakan kategori tidak memuaskan, nilai 4-7 merupakan kategori memuaskan dan nilai 8-10 merupakan kategori sangat memuaskan 12 13
7.36 DKI Jakarta 6.49 Bali 6.44 DI Yogyakarta 6.31 Kepulauan Riau Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif Tingkat Provinsi Tahun 2017 6.27 Jawa Tengah 6.25 Bangka Belitung 6.11 Sumatera Utara 6.06 Jawa Timur 6.03 Kalimantan Timur 6.00 Kalimantan Selatan 5.95 Sumatera Barat 5.93 Jawa Barat 5.88 Kalimantan Utara 5.82 Sumatera Selatan 5.81 Kalimantan Tengah 5.80 Sulawesi Utara 5.75 Indonesia 5.73 Sulawesi Selatan 5.65 Riau 5.63 Sulawesi Tenggara 5.60 Lampung 5.60 Banten 5.55 Aceh 5.54 Bengkulu 5.49 Jambi 5.41 Sulawesi Tengah 5.28 Nusa Tenggara Barat 5.27 Maluku Utara 5.17 Sulawesi Barat 5.16 Kalimantan Barat 5.15 Gorontalo 5.09 Maluku 4.89 Papua Barat 4.79 Nusa Tenggara Timur 3.43 Papua Catatan: nilai 1-3 merupakan kategori tidak memuaskan, nilai 4-7 merupakan kategori memuaskan dan nilai 8-10 merupakan kategori sangat memuaskan 13
DKI Jakarta Kepulauan Riau Bali DI Yogyakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah Jawa Timur Sumatera Utara Sulawesi Utara Indonesia Bangka Belitung Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Sumatera Barat Kalimantan Tengah Bengkulu Lampung Kalimantan Utara Gorontalo Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Papua Barat Riau Jambi Maluku Utara Kalimantan Barat Aceh Maluku Nusa Tenggara Barat Sulawesi Barat Nusa Tenggara Timur Papua 3.07 6.04 5.99 5.95 5.78 5.77 5.76 5.70 5.52 5.46 5.46 5.37 5.34 5.30 5.21 5.16 5.08 5.08 5.03 5.02 5.01 4.99 4.99 4.96 4.90 4.88 4.83 4.83 4.76 4.76 4.69 4.37 4.30 3.90 7.78 Pilar I : Pertumbuhan Ekonomi PERTUMBUHAN EKONOMI DKI Jakarta mendapatkan nilai indeks pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 7,78. Sedangkan untuk provinsi yang paling tidak inklusif dalam pilar pertumbuhan ekonomi tinggi adalah Papua, dengan nilai 3,07. Nilai Indeks secara nasional adalah 5,46. 14
Bangka Belitung Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Sumatera Barat Sumatera Utara DKI Jakarta Riau Kalimantan Utara Bali Kepulauan Riau Kalimantan Barat Jawa Tengah Kalimantan Timur Sumatera Selatan Jambi Sulawesi Utara Maluku Utara Sulawesi Barat Aceh Nusa Tenggara Barat Banten Indonesia Lampung DI Yogyakarta Bengkulu Sulawesi Tenggara Jawa Timur Jawa Barat Sulawesi Tengah Maluku Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Timur Gorontalo Papua Barat Papua 7.76 7.62 7.50 7.48 7.48 7.35 7.04 Pilar II : Pemerataan Pendapatan dan Pengurangan Kemiskinan 7.03 6.97 6.94 6.80 6.63 6.62 6.58 6.58 6.55 6.54 6.49 6.45 6.43 6.32 6.30 6.25 6.23 6.20 6.17 6.16 6.13 5.89 5.80 5.72 5.55 4.48 4.36 3.59 PEMERATAAN PENDAPATAN DAN PENGURANGAN KEMISKINAN Bangka Belitung mendapatkan nilai indeks pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan tertinggi sebesar 7,76 Provinsi yang paling tidak inklusif dalam pilar ini adalah Papua dengan nilai 3,59. Nilai Indeks secara nasional adalah 6,30. 15
DI Yogyakarta Bali Jawa Tengah Kalimantan Timur Bangka Belitung Kalimantan Utara Jawa Timur Sulawesi Selatan DKI Jakarta Sumatera Selatan Sulawesi Tenggara Aceh Sumatera Barat Nusa Tenggara Barat Kalimantan Selatan Gorontalo Lampung Nusa Tenggara Timur Kepulauan Riau Sumatera Utara Riau Jawa Barat Bengkulu Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Jambi Kalimantan Tengah Indonesia Sulawesi Utara Papua Barat Maluku Maluku Utara Banten Kalimantan Barat Papua 7.83 7.11 7.04 7.01 6.83 6.77 6.74 6.71 6.62 6.55 6.53 6.52 6.50 6.32 6.29 6.28 6.25 6.25 6.24 6.11 6.08 6.02 6.02 5.94 5.93 5.91 5.88 5.83 5.79 5.46 5.27 5.06 4.68 4.61 4.07 Pilar III : Perluasan Akses Dan Kesempatan PERLUASAN AKSES DAN KESEMPATAN DI Yogyakarta mendapatkan nilai indeks perluasan akses dan kesempatan tertinggi sebesar 7,83. Sedangkan untuk provinsi yang paling tidak inklusif dalam pilar perluasan akses dan kesempatan adalah Papua dengan nilai sebesar 4,07. Nilai Indeks secara nasional adalah 5,83. 16
PENUTUP 1. Paradigma pembangunan ekonomi kedepan tidak hanya difokuskan pada pertumbuhan ekonomi, tetapi harus memperhatikan pembangunan yang inklusif 2. Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif dapat dimanfaatkan untuk merumuskan kebijakan pembangunan yang fokus untuk mendorong pembangunan yang lebih inklusif 3. Diharapkan Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dapat memanfaatkan Indeks ini sebagai dasar untuk menetapkan target pembangunan
TERIMA KASIH