BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk

Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Riskesdas menunjukan bahwa 70 % anak-anak menderita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam menilai kesehatan rongga mulut secara umum. Kebiasaan yang sering

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional.

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam rongga mulut. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (2006) menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan ini dapat mempengaruhi kesehatan gigi anak (Ramadhan, 2010). Contoh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kualitas hidup terkait dengan kesehatan mulut

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga terjadi pada anak-anak. Karies dengan bentuk yang khas dan

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya yaitu pertumbuhan gigi. Menurut Soebroto

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bayyin Bunayya Cholid*, Oedijani Santoso**, Yayun Siti Rochmah***

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang dapat menyerang manusia

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berdasarkan ada atau tidaknya deposit organik, materia alba, plak gigi, pelikel,

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Severe-Early Childhood Caries (S-ECC) Early Chilhood Caries (ECC) merupakan penyakit multifaktorial dan paling umum terjadi pada anak-anak. 3 Menurut The American Academy of Pediatric Dentistry (AADP) ECC merupakan nama lain dari nursing bottle caries atau baby bottle tooth decay. 12 ECC adalah adanya satu atau lebih gigi yang mengalami karies (tanpa atau dengan karies), gigi yang hilang karena karies, atau adanya permukaan gigi yang ditambal karena karies pada gigi desidui pada anak berusia kurang dari 6 tahun. Bentuk parah dari ECC disebut S-ECC. Severe-Early Childhood Caries (S- ECC) adalah: 1. Anak yang berusia dibawah 3 tahun dan menunjukkan adanya lesi karies pada permukaan halus gigi. 2. Anak usia 3,4,5 tahun dan menunjukkan adanya lesi karies pada permukaan halus gigi insisivus. 3. Jumlah permukaan yang terkena karies adalah sama dengan atau lebih besar dari empat permukaan pada anak usia 3 tahun, lima permukaan pada anak usia 4 tahun atau enam permukaan pada anak usia 5 tahun. 3,13 Menurut State of Alaska Epidemiology, prevalensi ECC pada tahun 2005 di Alaska 67% dari 133 anak Alaska asli, 31% dari 415 dari anak berkulit putih dan 44% dari 249 pada suku lainnya. 4 Penelitian yang dilakukan oleh Mazhari di Quchan menunjukkan anak yang mengalami ECC dan S-ECC masing masing adalah sebanyak 59% dan 25%. Penelitian mengenai ECC dan S-ECC juga telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia, untuk DKI Jakarta menurut Setiawati, prevalensi ECC tertinggi di Jakarta Pusat yaitu 54,4% dibandingkan tempat lainnya. 7 Penelitian yang dilakukan di Medan oleh Octiara dan Ance prevalensi ECC dan S-ECC pada 163 anak di Medan Denai 57,7% anak menderita ECC, untuk anak yang menderita S-ECC sebanyak 16%. 14

2.2 Etiologi Penyebab S-ECC pada dasarnya sama dengan penyebab karies secaraa umum yaitu terdiri dari host, waktu, substrat dan mikroorganisme serta tingkatt sosial sebagai penentu dari kesehatan (Gambar 1). 8 Gambar 1. Etiologi karies 15 2.2.1 Host Faktor host yang mempengaruhi terjadinya karies adalah keadaan gigi dan sistem buffer yaitu saliva. Karies pada anak lebih rentan terjadi karena permukaan gigi desidui yang memiliki susunan kristal yang lebih longgar dan enamel yang lebih tipis dibandingkan gig permanen ditambah dengan anak yang suka mengkonsumsi makanan manis yang akan dimetabolism menjadi asam dan akan merusak permukaan gigi. 16 Saliva juga sangat berperan dalam proses terjadinyaa karies. Peranan komponenn saliva terhadap terjadinya karies telah diakui sejak karies pertamaa sekali dijelaskan. Sistem buffer pada saliva akan mengkontrol ph di rongga mulut agar ph tersebut tetap dalam keadaan normal yaitu sekitar 6,,8-7,0. 12 Proterin saliva yang dikenal dengan glikoprotein pada enamel gigi akan mencegah melekatnya bakteri pada permukaan gigii sehingga karies tidak terjadi. 9 Sebaliknya jika aliran saliva

berkurang maka sistem buffer dan protein pada saliva akan berkurang, hal ini akan menyebabkan karies lebih rentan terjadi. 12 Seseorang dengan aliran saliva yang rendah karena kondisi patologis, kemoterapi di daerah leher dan kepala serta karena farmakologis dengan efek samping xerostomia akan meningkatkan resiko terkena karies. Kecepatan aliran aliran saliva pada setiap orang berubah-ubah sesuai dengan fungsinya. Saliva juga tidak diproduksi dengan tetap dalam waktu tertentu saja sekresi saliva diproduksi dalam jumlah banyak. Rata-rata aliran saliva 20ml/jam pada saat istirahat, 150 ml/jam pada saat makan dan 20-50 ml selama tidur. 17,18 Pada saat aliran rendah, saliva tidak dapat melakukan fungsinya sebagai self cleansing system. Komposisi saliva terdiri dari 94%-99,5% air, bahan organik dan anorganik. Komponen anorganik saliva antara lain Na +,K +, Ca2 +, Mg2 +, Cl, SO 4, H 2, PO 4, dan HPO 4 sedangkan komponen organik utama adalah protein, selain itu ditemukan lipida, glukosa, asam amino, ureum, amoniak dan vitamin. Kelenjar saliva yang normal akan mensekresikan saliva dengan komposisi yang baik, dengan itu saliva juga akan menjalankan fungsinya dengan baik, apabila saliva mengalami perubahan pada ion-ionnya maka fungsi dan peran saliva dalam rongga mulut juga akan terganggu, sehingga menimbulkan efek yag merugikan di rongga mulut. 18 Saliva juga berfungsi sebagai antibakterial. Saliva mensekresikan IgA yang dapat mencegah terjadinya koloni bakteri dengan mengikat antigen spesifik yang bertanggung jawab dalam perlekatan, selain itu peroksidase pada saliva berfungsi untuk mencegah terbentuknya asam dan berkembangnya mikroorganisme seperti Lactobacilli, Streptococcus dan jamur. Lysozym pada saliva juga berperan penting terhadap terjadinya karies. Lysozym dapat melisiskan bakteri yang akhirnya akan mengurangi koloni dari bakteri. 19 Saliva menyebabkan karies melalui tingkat sekresi dan komposisi. Saliva mempengaruhi integritas gigi dengan komposisi berupa sistem buffer, serta kandungan kalsium dan fosfat. Melalui sistem pembersih saliva dapat mempengaruhi jumlah mikroorganisme dan sisa-sisa makanan di rongga mulut. Seseorang dengan gangguan aliran saliva akan lebih rentan mengalami karies. Perlu ditekankan bahwa

ada hubungan linear antara tingkat sekresi saliva, aktifitas karies dan nilai DMFS/DMFT. 20,21 2.2.2 Waktu Waktu adalah lama proses terjadinya karies, yang dimulai dari terbentuknya asam oleh bakteri yang ada di rongga mulut sampai terlihatnya lesi karies pada gigi. Menurut Suwelo, waktu terjadinya karies cukup bervariasi, diperkirakan sekitar 6-36 bulan. Hal ini tergantung dari cepatnya demineralisasi terjadi, ketika makanan manis dikonsumsi ph rongga mulut akan mengalami penurunan, ketika asam terbentuk kristal enamel akan rusak sehingga terjadilah karies. 16 2.2.3 Substrat Substrat menjadi salah satu faktor penyebab karies karena membantu mikroorganisme dalam pembentukan asam. Substrat atau diet yang menjadi makanan mikroorganisme adalah makanan yang mengandung karbohidrat. Sisa makanan yang mengandung karbohidrat akan digunakan oleh bakteri sebagai bahan makanan dan memperbanyak koloni sehingga karies akan terus terjadi. Mengkonsumsi makanan manis terutama antar waktu makan dapat menyebabkan penurunan ph secara terus menerus dan tidak memberikan waktu yang cukup untuk ph kembali normal, sehingga terjadi demineralisasi gigi. 20 2.2.4 Mikroorganisme Terjadinya karies tidak terlepas dari bakteri penyebab karies. Hasil penelitian mengatakan, Streptococcus mutans dan Lactobacillus adalah bakteri utama yang menyebabkan terjadinya karies. Menurut Almushayt, anak dengan koloni Streptococcus dan Lactobacillus yang tinggi mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya karies yaitu sekitar 68,3% koloni Streptococcus ditemukan pada anak yang mengalami karies dan 43,3% ditemukan pada anak yang bebas karies. 10 Jumlah koloni Lactobacillus juga lebih banyak ditemukan pada anak yang karies

karies. 10 S.mutans merupakan bakteri yang paling infeksius terhadap terjadinya karies. yaitu 63,3% pada anak dengan karies yang tinggi dan hanya 6,7% pada anak bebas Terbentuknya koloni S.mutans pada usia dini merupakan faktor resiko yang besar terhadap terjadinya karies pada anak. 22 Proses terjadinya karies diawali dengan S.mutans memetabolisme sukrosa menjadi asam, asam yang dihasilkan akan membantu bakteri asam lainnya berkembang di rongga mulut. Polisakarida akan membantu perlekatan bakteri-bakteri tersebut menjadi lebih mudah. S.mutans menghasilkan glucan yang larut terhadap air. Cairan yang ada pada rongga mulut akan melarutkan glucan yang menempel pada permukaan gigi sehingga terjadilah karies selain itu ketika produk yang mengandung karbohidrat difermentasi oleh S.mutans, proses metabolisme akan terjadi, S.mutans menghasilkan produk akhir berupa asam, yang pada akhirnya mengarah pada demineralisasi enamel, sehingga karies terjadi. 23 2.3 Streptococcus mutans S.mutans merupakan salah satu bakteri penyebab terjadinya karies, karena asam yang dihasilkannya namun S.mutans juga merupakan bakteri fisiologis yang berada di rongga mulut manusia. Anak banyak memperoleh bakteri ini dari ibunya. 22 Hal ini terbukti dari suatu penelitian, S.mutans yang diambil dari ibu dan anaknya mirip dan memiliki profil bacteriocin yang identik. Menurut Wan pada tahun 2001, S.mutans di jumpai pada anak tiga bulan sebelum gigi desidui erupsi dan pada usia enam bulan hampir 50% dari anak yang lahir prematur serta 60% anak yang lahir normal. 11 S.mutans merupakan flora normal yang didapat dan akan berkembang sesuai perkembangan usia. Ketika makanan yang mengandung karbohirat masuk ke rongga mulut, maka S.mutans akan berinteraksi dengan karbohidrat tersebut sehingga bakteri ini tumbuh dan berkembang. Makanan yang mengandung karbohidrat akan dimakan oleh manusia setiap harinya, oleh karena itu S.mutans juga akan terus berkembang sesuai dengan banyaknya karbohidrat yang dimakan setiap harinya. Orang dewasa

mungkin memiliki koloni S.mutans yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada anak-anak koloni S.mutans akan lebih rendah, namun anak-anak lebih rentan terjadi karies karena srtuktur gigi, kebiasaan anak yang lebih sering makan makanan yang manis serta cara menyikat gigi yang belum efektif. Usia pada awal ditemukannya koloni S.mutans di rongga mulut berkaitan dengan resiko terjadinya karies. S.mutans juga memiliki beberapa manfaat sebagai flora normal. Asam yang dihasilkan oleh S.mutans dapat mencegah mikroorganisme yang tidak tahan asam untuk tumbuh di rongga mulut dan merangsang aktivitas imun SIgA yang banyak ditemui pada penderita karies, tetapi S.mutans juga dapat membahayakan host misalnya pada saat berkompetisi dengan bakteri lain, sebagai bentuk pertahanannya S.mutans memproduksi toxin, menyebabkan infeksi endogenus yang salah satunya adalah karies gigi. 25 S.mutans adalah bakteri yang paling penting dalam terjadinya karies. 25,26 Karies gigi lebih banyak ditemukan pada perempuan, karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan anak laki-laki. S.mutans memiliki peranan yang kuat terhadap terjadinya karies. Menurut penelitian Anindita, koloni S.mutans pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Sebagai flora normal S.mutans ditemukan di dalam saliva oleh karena itu jumlah koloni S.mutans dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan resiko karies pada seseorang. Bakteri S.mutans yang terdapat dalam saliva dalam jumlah yang banyak mengindikasikan bahwa bakteri tersebut juga banyak pada plak dan permukaan gigi. Pemeriksaan bakteri S.mutans pada saliva dianggap mewakili jumlah koloni S.mutans yang ada di rongga mulut. 27 2.3.1 Morfologi S.mutans adalah bakteri gram positif (+), berdiameter 1-2 m, dan tidak bergerak (non motil). S.mutans termasuk dalam kelompok Streptococcus viridians yang memiliki sifat alfa-hemolitik dan komensal oportunistik. S.mutans tumbuh dalam suasana fakultatif anaerob. Memiliki bentuk bulat atau bulat telur, tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora (Gambar 2). Bakteri ini tumbuh pada suhu

sekitar 18 o C-40 o C. Pada media TYC (Trypticase Yeast Extract Cystine) S.mutans memiliki karakteristik, yaitu ukuran koloni 0,5-1 mm, berwarna putih, permukaan koloni kasar dan disekitar koloni dibasahi polimer glukan. S.mutans biasanya ditemukan pada gigi yang mengalami karies dan merupakan bakteri paling kondusif merusak enamel gigi. 26 Gambar 2. Streptococcus mutans 28 2.3.2 Perananan Streptococcus mutans dalam Saliva Terhadap Terjadinya Karies Anak-anak yang memiliki kolonisasi S.mutans yang lebih banyak beresiko lebih besar terkena karies 17,29 S.mutans merupakan bakteri kariogenik. Peranan S.mutans dalam saliva terhadap karies sangat terkait dengan karakteristik saliva itu sendiri. Sistem buffer pada saliva mempengaruhi keadaan S.mutans untuk hidup. Penurunan ph saliva yang bertahap menguntungkan untuk S.mutans. Bakteri ini tumbuh subur pada suasana asam yaitu dibawah 6,8 dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini yang terutama terdiri dari polimer glukosa menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin, akibatnya bakteri-bakteri yang ada di rongga mulut terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Plak yang makin tebal akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak. 29 Aliran saliva juga berpengaruh terhadap tumbuhnya S.mutans di rongga mulut. Kecepatan aliran saliva tergantung pada kelenjar saliva. Aliran saliva yang

menurun akan mengakibatkan protektif dari saliva akan menurun. Keadaan ini dimanfaatkan oleh S.mutans untuk memperbanyak koloni ditambah dengan sisa-sisa makanan di rongga mulut yang menyebabkan S.mutans terus berkembang. 18 Beberapa penelitian mengatakan adanya hubungan antara peningkatan insiden karies dengan peningkatan jumlah S.mutans dalam saliva. S.mutans plak ditemukan 30% lebih banyak pada anak dengan S-ECC dan biasanya 0,1% ditemukan pada anak dengan karies minimal dan bebas karies sedangkan apabila didapati jumlah S.mutans dalam saliva lebih besar dari satu juta per millimeter, maka individu tersebut diduga memiliki resiko tinggi terkena karies namun, anak yang bebas karies namun memiliki S.mutans yang tinggi pada saliva akan lebih berisiko untuk terjadi karies dibandingkan dengan anak bebas karies yang memiliki S.mutans yang rendah pada saliva. 30 Menurut Javeria pada tahun 2005, pada aktifitas karies yang tinggi ditemukan jumlah koloni S.mutans > 10 6 CFU /ml, tingkat medium > 10 5 CFU/ml dan tinggkat rendah < 10 5 CFU/ml. Hasil penelitian Pradopo, mengatakan nilai rerata koloni S.mutans pada saliva lebih tinggi pada kelompok anak dengan nilai dmft/dmft 3-5 dibandingkan dengan anak bebas karies yaitu masing-masing 575,8 CFU/ml dan 246 CFU/ml. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa anak-anak dengan koloni S.mutans dan Lactobacillus sp yang tinngi juga memiliki karies yang tinggi. Begitu juga sebaliknya, anak dengan jumlah bakteri yang rendah, didapati nilai karies yang rendah pula. 31,32

2.4 Kerangka Teori Keadaan Gigi Anak Severe-Early Childhood Caries (S-ECC) Non S-ECC Bebas karies Faktor Resiko Jenis Kelamin Umur Sosial Ekonomi Etiologi Mikroorganisme Substrat Host Waktu Jumlah Koloni Streptococcus mutans pada Saliva

2.5 Kerangka Konsep Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Non S-ECC Jumlah Koloni Streptococcus mutans pada Saliva