BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Severe-Early Childhood Caries (S-ECC) Early Chilhood Caries (ECC) merupakan penyakit multifaktorial dan paling umum terjadi pada anak-anak. 3 Menurut The American Academy of Pediatric Dentistry (AADP) ECC merupakan nama lain dari nursing bottle caries atau baby bottle tooth decay. 12 ECC adalah adanya satu atau lebih gigi yang mengalami karies (tanpa atau dengan karies), gigi yang hilang karena karies, atau adanya permukaan gigi yang ditambal karena karies pada gigi desidui pada anak berusia kurang dari 6 tahun. Bentuk parah dari ECC disebut S-ECC. Severe-Early Childhood Caries (S- ECC) adalah: 1. Anak yang berusia dibawah 3 tahun dan menunjukkan adanya lesi karies pada permukaan halus gigi. 2. Anak usia 3,4,5 tahun dan menunjukkan adanya lesi karies pada permukaan halus gigi insisivus. 3. Jumlah permukaan yang terkena karies adalah sama dengan atau lebih besar dari empat permukaan pada anak usia 3 tahun, lima permukaan pada anak usia 4 tahun atau enam permukaan pada anak usia 5 tahun. 3,13 Menurut State of Alaska Epidemiology, prevalensi ECC pada tahun 2005 di Alaska 67% dari 133 anak Alaska asli, 31% dari 415 dari anak berkulit putih dan 44% dari 249 pada suku lainnya. 4 Penelitian yang dilakukan oleh Mazhari di Quchan menunjukkan anak yang mengalami ECC dan S-ECC masing masing adalah sebanyak 59% dan 25%. Penelitian mengenai ECC dan S-ECC juga telah dilakukan di beberapa kota di Indonesia, untuk DKI Jakarta menurut Setiawati, prevalensi ECC tertinggi di Jakarta Pusat yaitu 54,4% dibandingkan tempat lainnya. 7 Penelitian yang dilakukan di Medan oleh Octiara dan Ance prevalensi ECC dan S-ECC pada 163 anak di Medan Denai 57,7% anak menderita ECC, untuk anak yang menderita S-ECC sebanyak 16%. 14
2.2 Etiologi Penyebab S-ECC pada dasarnya sama dengan penyebab karies secaraa umum yaitu terdiri dari host, waktu, substrat dan mikroorganisme serta tingkatt sosial sebagai penentu dari kesehatan (Gambar 1). 8 Gambar 1. Etiologi karies 15 2.2.1 Host Faktor host yang mempengaruhi terjadinya karies adalah keadaan gigi dan sistem buffer yaitu saliva. Karies pada anak lebih rentan terjadi karena permukaan gigi desidui yang memiliki susunan kristal yang lebih longgar dan enamel yang lebih tipis dibandingkan gig permanen ditambah dengan anak yang suka mengkonsumsi makanan manis yang akan dimetabolism menjadi asam dan akan merusak permukaan gigi. 16 Saliva juga sangat berperan dalam proses terjadinyaa karies. Peranan komponenn saliva terhadap terjadinya karies telah diakui sejak karies pertamaa sekali dijelaskan. Sistem buffer pada saliva akan mengkontrol ph di rongga mulut agar ph tersebut tetap dalam keadaan normal yaitu sekitar 6,,8-7,0. 12 Proterin saliva yang dikenal dengan glikoprotein pada enamel gigi akan mencegah melekatnya bakteri pada permukaan gigii sehingga karies tidak terjadi. 9 Sebaliknya jika aliran saliva
berkurang maka sistem buffer dan protein pada saliva akan berkurang, hal ini akan menyebabkan karies lebih rentan terjadi. 12 Seseorang dengan aliran saliva yang rendah karena kondisi patologis, kemoterapi di daerah leher dan kepala serta karena farmakologis dengan efek samping xerostomia akan meningkatkan resiko terkena karies. Kecepatan aliran aliran saliva pada setiap orang berubah-ubah sesuai dengan fungsinya. Saliva juga tidak diproduksi dengan tetap dalam waktu tertentu saja sekresi saliva diproduksi dalam jumlah banyak. Rata-rata aliran saliva 20ml/jam pada saat istirahat, 150 ml/jam pada saat makan dan 20-50 ml selama tidur. 17,18 Pada saat aliran rendah, saliva tidak dapat melakukan fungsinya sebagai self cleansing system. Komposisi saliva terdiri dari 94%-99,5% air, bahan organik dan anorganik. Komponen anorganik saliva antara lain Na +,K +, Ca2 +, Mg2 +, Cl, SO 4, H 2, PO 4, dan HPO 4 sedangkan komponen organik utama adalah protein, selain itu ditemukan lipida, glukosa, asam amino, ureum, amoniak dan vitamin. Kelenjar saliva yang normal akan mensekresikan saliva dengan komposisi yang baik, dengan itu saliva juga akan menjalankan fungsinya dengan baik, apabila saliva mengalami perubahan pada ion-ionnya maka fungsi dan peran saliva dalam rongga mulut juga akan terganggu, sehingga menimbulkan efek yag merugikan di rongga mulut. 18 Saliva juga berfungsi sebagai antibakterial. Saliva mensekresikan IgA yang dapat mencegah terjadinya koloni bakteri dengan mengikat antigen spesifik yang bertanggung jawab dalam perlekatan, selain itu peroksidase pada saliva berfungsi untuk mencegah terbentuknya asam dan berkembangnya mikroorganisme seperti Lactobacilli, Streptococcus dan jamur. Lysozym pada saliva juga berperan penting terhadap terjadinya karies. Lysozym dapat melisiskan bakteri yang akhirnya akan mengurangi koloni dari bakteri. 19 Saliva menyebabkan karies melalui tingkat sekresi dan komposisi. Saliva mempengaruhi integritas gigi dengan komposisi berupa sistem buffer, serta kandungan kalsium dan fosfat. Melalui sistem pembersih saliva dapat mempengaruhi jumlah mikroorganisme dan sisa-sisa makanan di rongga mulut. Seseorang dengan gangguan aliran saliva akan lebih rentan mengalami karies. Perlu ditekankan bahwa
ada hubungan linear antara tingkat sekresi saliva, aktifitas karies dan nilai DMFS/DMFT. 20,21 2.2.2 Waktu Waktu adalah lama proses terjadinya karies, yang dimulai dari terbentuknya asam oleh bakteri yang ada di rongga mulut sampai terlihatnya lesi karies pada gigi. Menurut Suwelo, waktu terjadinya karies cukup bervariasi, diperkirakan sekitar 6-36 bulan. Hal ini tergantung dari cepatnya demineralisasi terjadi, ketika makanan manis dikonsumsi ph rongga mulut akan mengalami penurunan, ketika asam terbentuk kristal enamel akan rusak sehingga terjadilah karies. 16 2.2.3 Substrat Substrat menjadi salah satu faktor penyebab karies karena membantu mikroorganisme dalam pembentukan asam. Substrat atau diet yang menjadi makanan mikroorganisme adalah makanan yang mengandung karbohidrat. Sisa makanan yang mengandung karbohidrat akan digunakan oleh bakteri sebagai bahan makanan dan memperbanyak koloni sehingga karies akan terus terjadi. Mengkonsumsi makanan manis terutama antar waktu makan dapat menyebabkan penurunan ph secara terus menerus dan tidak memberikan waktu yang cukup untuk ph kembali normal, sehingga terjadi demineralisasi gigi. 20 2.2.4 Mikroorganisme Terjadinya karies tidak terlepas dari bakteri penyebab karies. Hasil penelitian mengatakan, Streptococcus mutans dan Lactobacillus adalah bakteri utama yang menyebabkan terjadinya karies. Menurut Almushayt, anak dengan koloni Streptococcus dan Lactobacillus yang tinggi mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya karies yaitu sekitar 68,3% koloni Streptococcus ditemukan pada anak yang mengalami karies dan 43,3% ditemukan pada anak yang bebas karies. 10 Jumlah koloni Lactobacillus juga lebih banyak ditemukan pada anak yang karies
karies. 10 S.mutans merupakan bakteri yang paling infeksius terhadap terjadinya karies. yaitu 63,3% pada anak dengan karies yang tinggi dan hanya 6,7% pada anak bebas Terbentuknya koloni S.mutans pada usia dini merupakan faktor resiko yang besar terhadap terjadinya karies pada anak. 22 Proses terjadinya karies diawali dengan S.mutans memetabolisme sukrosa menjadi asam, asam yang dihasilkan akan membantu bakteri asam lainnya berkembang di rongga mulut. Polisakarida akan membantu perlekatan bakteri-bakteri tersebut menjadi lebih mudah. S.mutans menghasilkan glucan yang larut terhadap air. Cairan yang ada pada rongga mulut akan melarutkan glucan yang menempel pada permukaan gigi sehingga terjadilah karies selain itu ketika produk yang mengandung karbohidrat difermentasi oleh S.mutans, proses metabolisme akan terjadi, S.mutans menghasilkan produk akhir berupa asam, yang pada akhirnya mengarah pada demineralisasi enamel, sehingga karies terjadi. 23 2.3 Streptococcus mutans S.mutans merupakan salah satu bakteri penyebab terjadinya karies, karena asam yang dihasilkannya namun S.mutans juga merupakan bakteri fisiologis yang berada di rongga mulut manusia. Anak banyak memperoleh bakteri ini dari ibunya. 22 Hal ini terbukti dari suatu penelitian, S.mutans yang diambil dari ibu dan anaknya mirip dan memiliki profil bacteriocin yang identik. Menurut Wan pada tahun 2001, S.mutans di jumpai pada anak tiga bulan sebelum gigi desidui erupsi dan pada usia enam bulan hampir 50% dari anak yang lahir prematur serta 60% anak yang lahir normal. 11 S.mutans merupakan flora normal yang didapat dan akan berkembang sesuai perkembangan usia. Ketika makanan yang mengandung karbohirat masuk ke rongga mulut, maka S.mutans akan berinteraksi dengan karbohidrat tersebut sehingga bakteri ini tumbuh dan berkembang. Makanan yang mengandung karbohidrat akan dimakan oleh manusia setiap harinya, oleh karena itu S.mutans juga akan terus berkembang sesuai dengan banyaknya karbohidrat yang dimakan setiap harinya. Orang dewasa
mungkin memiliki koloni S.mutans yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada anak-anak koloni S.mutans akan lebih rendah, namun anak-anak lebih rentan terjadi karies karena srtuktur gigi, kebiasaan anak yang lebih sering makan makanan yang manis serta cara menyikat gigi yang belum efektif. Usia pada awal ditemukannya koloni S.mutans di rongga mulut berkaitan dengan resiko terjadinya karies. S.mutans juga memiliki beberapa manfaat sebagai flora normal. Asam yang dihasilkan oleh S.mutans dapat mencegah mikroorganisme yang tidak tahan asam untuk tumbuh di rongga mulut dan merangsang aktivitas imun SIgA yang banyak ditemui pada penderita karies, tetapi S.mutans juga dapat membahayakan host misalnya pada saat berkompetisi dengan bakteri lain, sebagai bentuk pertahanannya S.mutans memproduksi toxin, menyebabkan infeksi endogenus yang salah satunya adalah karies gigi. 25 S.mutans adalah bakteri yang paling penting dalam terjadinya karies. 25,26 Karies gigi lebih banyak ditemukan pada perempuan, karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan anak laki-laki. S.mutans memiliki peranan yang kuat terhadap terjadinya karies. Menurut penelitian Anindita, koloni S.mutans pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Sebagai flora normal S.mutans ditemukan di dalam saliva oleh karena itu jumlah koloni S.mutans dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan resiko karies pada seseorang. Bakteri S.mutans yang terdapat dalam saliva dalam jumlah yang banyak mengindikasikan bahwa bakteri tersebut juga banyak pada plak dan permukaan gigi. Pemeriksaan bakteri S.mutans pada saliva dianggap mewakili jumlah koloni S.mutans yang ada di rongga mulut. 27 2.3.1 Morfologi S.mutans adalah bakteri gram positif (+), berdiameter 1-2 m, dan tidak bergerak (non motil). S.mutans termasuk dalam kelompok Streptococcus viridians yang memiliki sifat alfa-hemolitik dan komensal oportunistik. S.mutans tumbuh dalam suasana fakultatif anaerob. Memiliki bentuk bulat atau bulat telur, tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora (Gambar 2). Bakteri ini tumbuh pada suhu
sekitar 18 o C-40 o C. Pada media TYC (Trypticase Yeast Extract Cystine) S.mutans memiliki karakteristik, yaitu ukuran koloni 0,5-1 mm, berwarna putih, permukaan koloni kasar dan disekitar koloni dibasahi polimer glukan. S.mutans biasanya ditemukan pada gigi yang mengalami karies dan merupakan bakteri paling kondusif merusak enamel gigi. 26 Gambar 2. Streptococcus mutans 28 2.3.2 Perananan Streptococcus mutans dalam Saliva Terhadap Terjadinya Karies Anak-anak yang memiliki kolonisasi S.mutans yang lebih banyak beresiko lebih besar terkena karies 17,29 S.mutans merupakan bakteri kariogenik. Peranan S.mutans dalam saliva terhadap karies sangat terkait dengan karakteristik saliva itu sendiri. Sistem buffer pada saliva mempengaruhi keadaan S.mutans untuk hidup. Penurunan ph saliva yang bertahap menguntungkan untuk S.mutans. Bakteri ini tumbuh subur pada suasana asam yaitu dibawah 6,8 dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini yang terutama terdiri dari polimer glukosa menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin, akibatnya bakteri-bakteri yang ada di rongga mulut terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Plak yang makin tebal akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak. 29 Aliran saliva juga berpengaruh terhadap tumbuhnya S.mutans di rongga mulut. Kecepatan aliran saliva tergantung pada kelenjar saliva. Aliran saliva yang
menurun akan mengakibatkan protektif dari saliva akan menurun. Keadaan ini dimanfaatkan oleh S.mutans untuk memperbanyak koloni ditambah dengan sisa-sisa makanan di rongga mulut yang menyebabkan S.mutans terus berkembang. 18 Beberapa penelitian mengatakan adanya hubungan antara peningkatan insiden karies dengan peningkatan jumlah S.mutans dalam saliva. S.mutans plak ditemukan 30% lebih banyak pada anak dengan S-ECC dan biasanya 0,1% ditemukan pada anak dengan karies minimal dan bebas karies sedangkan apabila didapati jumlah S.mutans dalam saliva lebih besar dari satu juta per millimeter, maka individu tersebut diduga memiliki resiko tinggi terkena karies namun, anak yang bebas karies namun memiliki S.mutans yang tinggi pada saliva akan lebih berisiko untuk terjadi karies dibandingkan dengan anak bebas karies yang memiliki S.mutans yang rendah pada saliva. 30 Menurut Javeria pada tahun 2005, pada aktifitas karies yang tinggi ditemukan jumlah koloni S.mutans > 10 6 CFU /ml, tingkat medium > 10 5 CFU/ml dan tinggkat rendah < 10 5 CFU/ml. Hasil penelitian Pradopo, mengatakan nilai rerata koloni S.mutans pada saliva lebih tinggi pada kelompok anak dengan nilai dmft/dmft 3-5 dibandingkan dengan anak bebas karies yaitu masing-masing 575,8 CFU/ml dan 246 CFU/ml. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa anak-anak dengan koloni S.mutans dan Lactobacillus sp yang tinngi juga memiliki karies yang tinggi. Begitu juga sebaliknya, anak dengan jumlah bakteri yang rendah, didapati nilai karies yang rendah pula. 31,32
2.4 Kerangka Teori Keadaan Gigi Anak Severe-Early Childhood Caries (S-ECC) Non S-ECC Bebas karies Faktor Resiko Jenis Kelamin Umur Sosial Ekonomi Etiologi Mikroorganisme Substrat Host Waktu Jumlah Koloni Streptococcus mutans pada Saliva
2.5 Kerangka Konsep Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Non S-ECC Jumlah Koloni Streptococcus mutans pada Saliva