JURNAL EKONOMI DAN BISNIS VOLUME 18, NO. 2, Agt 2017 p-issn e-issn

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB V PENUTUP. adalah tersedianya sumber sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maimunah (2006) pengertian flypaper effect adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

Transkripsi:

ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BIREUEN Haryani *) *) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim Bireuen Aceh Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terjadi flypaper effect pada pemerintah daerah di Kabupaten Bireuen.Data yang digunakan adalah Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bireuen dari tahun 2011 2015 yang diperoleh dari Kantor Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan Daerah Kabupaten Bireuen. Metode analisis data yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen terjadi flypaper effect. Hal ini dapat dilihat dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) dari tahun 2011-2015 mengalami peningkatan, begitu juga dengan Pendapatan Asli Daerah yang terus mengalami peningkatan. Realisasi PAD lebih kecil dibandingkan Dana Alokasi Umum (DAU). Kemampuan PAD membiayai belanja daerah belum cukup. Ini berarti PAD belum dapat diandalkan untuk membiayai program dalam APBD yang terus meningkat seiring tuntutan kebutuhan dan cakupan layanan publik yang harus semakin baik. Sehingga pada praktiknya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai belanja utamanya sehari-hari. Kata Kunci: Flypaper Effect, Pemerintah Daerah PENDAHULUAN Dalam melaksanakan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang menjadi kewenangaannya. Hal ini menandakan bahwa daerah harus mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan tolak ukur dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah. Pada prinsipnya semakin besar sumbangan PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota. APBD merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda-agenda pembangunan tahunan. Sumber pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah lainnya. Dana perimbangan merupakan komponen terbesar dalam pendapatan daerah. Dana alokasi umum adalah komponen terbesar dalam dana perimbangan. Peningkatan dana perimbangan merupakan konsekuensi logis otonomi daerah yang disertai pendanaannya dengan kebijakan desentralisasi fiskal melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Belanja daerah adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan. Secara umum belanja daerah dapat dikategorikan ke dalam belanja aparatur dan belanja publik. Belanja publik merupakan belanja yang penggunaannya diarahkan dan dinikmati langsung oleh masyarakat. Belanja daerah di masing daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi keuangan daerah dan kemampuan daerah dalam menggali sumbersumber keuangan sendiri serta transfer dari pusat. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain 133

pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah daerah. Pada praktiknya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh pemerintah daerah dilaporkan dan diperhitungan dalam APBD. Tujuan transfer adalah mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintahan dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri. Fenomena flypaper effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak dengan menggunakan dana perimbangan yang diproksikan dengan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) untuk kepentingan belanja daerah daripada menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fenomena flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri. Permasalahan yang terjadi saat ini, Pemerintah Daerah terlalu menggantungkan alokasi DAU untuk membiayai belanja daerah dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Disaat alokasi DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar pada periode berikutnya dana DAU yang diperoleh tetap. Menurut Dadari dan Adi (2011:43) proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibandingkan dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD. Kuncoro (2010:96) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling besar 20%. Kenyataan inilah yang menimbulkan perilaku asimetris pada pemerintah daerah. Untuk melihat apakah terjadi indikasi in efisien pada dana transfer tersebut, dapat dilihat dari respon pengeluaran pemerintah yang lebih dikenal dengan teori Flypaper Effect. Respon disini merupakan suatu tanggapan langsung dari Pemda dalam menyingkapi transfer dana dalam bentuk dana perimbangan khususnya DAU yang diwujudkan pada anggaran belanja daerah. Ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer, maka disebut dengan flypaper effect. Kabupaten Bireuen merupakan salah satu kabupaten yang cukup potensial untuk berkembang. Hal ini dikarenakan Kabupaten Bireuen mempunyai banyak sumber daya yang bisa memberikan pendapatan kepada masyarakat dan daerah. Untuk melihat bagaimanakah kondisi yang terjadi pada pemerintah Kabupaten Bireuen dalam merespon belanja daerah, apakah lebih banyak menggunakan dana perimbangan yang diproksikan dengan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pada menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka penulis tertarik untuk melakukan Analisis Flypaper Effect Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Flypaper Effect Menurut Dadari, (2010:21) menyebutkan bahwa flypaper effect merupakan suatu keganjilan dimana kecenderungan dari dana bantuan (transfer) akan meningkatkan belanja publik yang besar dibandingkan dengan pertambahan pendapatan yang diperoleh masyarakat. Flypaper Effect adalah suatu kondisi yang terjadi pada saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak dengan menggunakan dana transfer (DAU) daripada menggunakan pendapatan asli daerahnya. Fenomena Flypaper Effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri. 2. Penerimaan Pemerintah Daerah Menurut Widjaja (2010:42) Pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode yang bersangkutan. Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut. Pendapatan daerah yang berasal dari semua penerimaan kas daerah dalam periode anggaran menjadi hak daerah. Didalam hal ini kita dapat melihat bahwa pendapatan daerah diakui dan dicatat berdasarkan asas kas yaitu diakui dan dicatat berdasarkan jumlah uang yang diterima dan merupakan hak daerah. Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah. Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang 134

diperolaeh dan digali dari potensi pendapatan yang ada di daerah (Halim, 2011:131). 3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 pasal 285 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah. Lainlain PAD yang sah dapat berupa hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan aspek pendapatan yang paling utama dalam PAD karena nilai dan proporsinya yang cukup dominan. 4. Dana Perimbangan Menurut Widjaja, (2010:54) dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Menurut Sidik (2012:55), Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah. 5. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut Prakosa (2011:67) adalah sebagai berikut: a. Dana Alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. b. Dana Alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas. c. Dana Alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah/kabupaten yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar. Adapun Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah fiskal dan Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/ kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Hasil penghitungan DAU per Provinsi, Kabupaten, dan Kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Berdasarkan UU No. 33 tahun 2004 Pasal 36 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah menyatakan bahwa penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan. 6. Dana Alokasi Khusus (DAK) Menurut Mardiasmo (2012:83) Dana Alokasi Khusus ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus, sehingga DAK merupakan kewenangan pemerintah pusat untuk kebutuhan khusus seperti kebutuhan sarana dan prasarana fisik di daerah terpencil, daerah penampung transmigran, daerah pesisir/kepulauan, dan daerah yang mengalami kerusakan lingkungan. Sehingga hanya kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau pekerjaan nasional yang dapat dibiayai DAK. Pada hakikatnya pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. Pengalokasian DAK ditentukan dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Oleh sebab itu DAK dicantumkan 135

dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas. 7. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Pengertian lain-lain pendapatan daerah yang sah menurut Hirawan, (2012:96) adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah. Sedangkan menurut Halim (2011:69), lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah Daerah. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan bunga deposito, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, dan penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan daerah. 8. Pengeluaran Pemerintah Daerah Menurut Sukirno, (2011:84) Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari kebijakan fiskal yakni suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan untuk nasional dan APBD untuk daerah/regional. Pengeluaran pemerintah berupa pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat. Menurut Suparmoko (2011:65) Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi empat klasifikasi sebagai berikut: a. Pengeluaran pemerintah merupakan investasi untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa yang akan datang. b. Pengeluaran pemeritah langsung memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. c. Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran yang akan datang. d. Pengeluaran pemerintah merupakan sarana penyedia kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran daya beli yang lebih luas. 9. Pengertian Belanja Daerah Menurut Permendagri No 21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua atas Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah diungkapkan pengertian belanja daerah yaitu belanja kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung, merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Dan belanja langsung, merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Dalam belanja langsung dikelompokkan menurut jenis belanja terdiri dan ; belanja pegawai, belanja barang dan jasa ; dan belanja modal. Sedangkan menurut Sembiring, (2010:54) belanja daerah adalah semua kewajiban pemda (pemerintah daerah) yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih (ekuitas dana) dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Makna pengeluaran belanja berbeda dengan pengeluaran pembiayaan. Pemerintah daerah tidak akan mendapatkan pembayaran kembali atas pengeluaran belanja yang telah terjadi, baik pada tahun anggaran berjalan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Sedangkan pengeluaran pembiayaan merupakan pengeluaran yang akan diterima kembali pembayarannya pada tahun anggaran berjalan atau pada tahun anggaran. 10. Penelitian Sebelumnya Adventinus, dkk (2013) melakukan penelitian berjudul Analisis Flypaper Effect Pada Pemerintah Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena flypaper effect terjadi diakibatkan oleh: 1) Tingkat kemandirian suatu daerah tidak hanya dilihat dari kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, secara logis fenomena ini menyatakan bahwa pemerintah daerah masih memiliki ketergantungan terhadap pemerintah pusat melalui dana transfernya yakni Dana Alokasi Umum (DAU). 2) Peranan Dana Alokasi Umum (DAU) yang telah dialokasikan (plot) untuk belanja operasional berupa gaji/ belanja pegawai. Menyebabkan pos belanja modal hanya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). 3) Adanya sifat oportunistik dari legislatif dan eksekutif dalam pengambilan keputusan mengenai penggunaan dana bahkan sejak perencanaan anggaran menyebabkan pemborosan yang tidak semestinya. 136

METODE PENTLITIAN Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian melalui analisis deskriptif dalam memperoleh dan menafsirkan data yang telah diperoleh dari informan yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif, Arikunto (2010:42). Pada penelitian ini peneliti ingin menjelaskan flypaper effect pada pemerintah daerah di Kabupaten Bireuen. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Bireuen Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja pemerintah Kabupaten Bireuen terus meningkat searah dengan meningkatnya penerimaan. Adapun data belanja daerah Kabupaten Bireuen dapat dilihat di bawah ini. Tabel 1. Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Bireuen Tahun 2011 2015 Tahun Realisasi (Rupiah) Perkembangan (%) 2011 744.436.658.094,00-2012 847.290.219.042,00 13,81 2013 1.094.817.560.383,00 29,21 2014 1.339.100.488.964,28 22,31 2015 1.429.730.868.690,00 6,76 Sumber: DPKKD Kabupaten Bireuen, 2016. Berdasarkan pada Tabel di atas, dapat dilihat bahwa realisasi belanja daerah Kabupaten Bireuen dari periode 2011-2015 terus mengalami peningkatan. Ini berarti pemerintah Kabupaten Bireuen memiliki kegiatan pembangunan dan perekonomian di daerah yang selalu meningkat tiap tahunnya. 2. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bireuen Pendapatan Asli Daerah adalah sumber penerimaan daerah yang berasal dari sumbersumber dalam daerah sendiri, yang dipungut berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut menuntut daerah untuk meningkatkan kemampuan dalam menggali dan mengelola sumber-sumber penerimaan daerah khususnya yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah agar mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat semakin berkurang dan pada akhirnya daerah dapat mandiri. Berikut realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bireuen periode 2011 hingga 2015. Tabel 2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bireuen Periode 2011 2015 Tahun Realisasi Pendapatan Asli Daerah Perkembangan (%) 2011 60.535.081.153,00-2012 73.276.843.890,00 21,05 2013 115.622.741.557,00 57,79 2014 172.302.227.982,58 49,02 2015 173.972.782.734,16 0,97 Sumber: DPKKD Kabupaten Bireuen, 2016. Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa perkembangan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bireuen dari tahun 2011-2015 mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan Pendapatan Asli Daerah yang bersumber dari hasil pajak, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah mengalami peningkatan jumlah penerimaannya. 137

3.Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten Bireuen Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan merupakan hasil kebijakan Pemerintah Pusat di bidang desentralisasi fiskal demi keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah. pengembangan ekonomi lokal. Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat. Ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen. Untuk mengetahui rincian dana perimbangan Kabupaten Bireuen, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Rincian Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten BireuenTahun 2011 2015 (Dalam Rupiah) Tahun Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Bukan Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Total Realisasi Dana Perimbangan Pajak 2011 46.752.004.782 479.211.510.402 45.554.000.000 571.517.515.184 2012 45.356.689.652 612.599.162.000 51.102.390.000 709.058.241.652 2013 43.171.658.109 699.060.589.000 59.183.470.000 801.415.717.109 2014 34.792.301.086 770.780.301.000 61.083.950.000 866.656.552.086 2015 26.200.824.745 780.023.926.000 178.671.764.950 984.896.515.695 Sumber: DPKKD Kabupaten Bireuen, 2016 Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa perkembangan realisasi dana perimbangan Kabupaten Bireuen selama periode 2011 2015 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan meningkatnya penerimaan yang bersumber dari dana alokasi umum dan dana alokasi khusus setiap tahunnya. Ini berarti biaya kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan APBD dan untuk pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat. 4. Analisis Flypaper Effect Pada Pemerintah Daerah Di Kabupaten Bireuen Fenomena flypaper effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak dengan menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk kepentingan belanja daerah daripada menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fenomena flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri. Pada praktiknya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh pemerintah daerah dilaporkan dan diperhitungan dalam APBD. Tujuan transfer adalah mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintahan dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri. Penerimaan Kabupaten Bireuen terus meningkat seiring dengan meningkatnya dana transfer dari pemerintah pusat. Peningkatan penerimaan terbesar bersumber dari dana alokasi umum (DAU). Berikut realisasi Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Kabupaten Bireuen periode 2011-2015. 138

Tabel 4. Realisasi Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Kabupaten Bireuen Periode 2011 2015 Tahun Realisasi Pendapatan Asli Daerah Perkembangan (%) Realisasi Dana Alokasi Umum Perkembangan (%) 2011 60.535.081.153,00-480.010.000.000,00-2012 73.276.843.890,00 21,05 612.599.162.000,00 27,83 2013 115.622.741.557,00 57,79 699.060.590.000,00 14,11 2014 172.302.227.982,58 49,02 770.780.301.000,00 10,26 2015 173.972.782.734,16 0,97 780.023.926.000,00 1,2 Sumber: DPKKD Kabupaten Bireuen, 2016 Berdasarkan tabel 4 di atas, dapat dijelaskan bahwa realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, begitu juga dengan pendapatan asli daerah yang terus menerus mengalami peningkatan. Realisasi PAD lebih kecil dibandingkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang selalu mengalami peningkatan. Kemampuan PAD membiayai belanja daerah belum cukup. Ini berarti PAD belum dapat diandalkan untuk membiayai program dalam APBD yang terus meningkat seiring tuntutan kebutuhan dan cakupan layanan publik yang harus semakin baik. Sehingga pada praktiknya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai belanja utamanya sehari-hari, yang akhirnya terjadi flypaper effect di Kabupaten Bireuen. B. Pembahasan Flypaper effect yang terjadi pada pemerintah daerah di Kabupaten Bireuen mengindikasikan adanya suatu pemborosan dimana belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja operasional dari pada belanja modal. Dalam pemahaman bahwa dengan meningkatkan belanja modal ada pula peningkatan terhadap pendapatan asli daerah. Namun yang terjadi adalah peningkatan pada Dana Alokasi Umum justru lebih mempengaruhi jumlah belanja daerah yang semakin tinggi pula. Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sebagian pos pendapatan bagi suatu daerah yang dapat digunakan secara lebih leluasa bagi pemerintah daerah untuk digunakan pada belanja operasional maupun modal. Kecenderungan saat ini pemerintah daerah masih menggantungkan pendapatannya pada Dana Alokasi Umum untuk membiayai mayoritas belanja daerah tersebut. Peran DAU sebagai sumber dana untuk belanja rutin/ operasional yang dialokasikan untuk gaji/ belanja pegawai. Dengan proporsisi DAU yang besar menyebabkan dana transfer pemerintah tersebut terserap hanya untuk belanja operasional. Dengan kata lain, DAU belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi belanja modal. Sedangkan untuk PAD sendiri, digunakan untuk belanja modal melalui konsep demokrasi dari, oleh, dan untuk rakyat. Sehingga menghasilkan suatu pandangan sempit bahwa hanya PAD-lah yang berasal dari rakyat daerahnya dan dikembalikan untuk rakyat daerahnya. Padahal DAU berasal dari rakyat juga. Temuan ini mendukung pemikiran Choi, (2009) yang menyatakan bahwa, pengambil keputusan hanya berdasarkan pada satu pos tertentu tanpa mempertimbangkan pos-pos lain yang lebih bermanfaat. Dengan pandangan seperti itu, maka peran DAU adalah untuk belanja operasional sedangkan PAD untuk belanja modal sehingga flypaper effect terjadi. Pemerintah daerah telah menyiapkan atau dengan sengaja mengalokasi suatu jumlah belanja yang besar untuk belanja operasional yang tidak memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah sebagaimana dengan belanja modal. Dengan demikian ketika jumlah DAU meningkat maka belanja operasional pun ikut meningkat dan lebih meningkat lagi pada tahun berikutnya, itulah fenomena flypaper effect. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada pemerintah daerah di Kabupaten Bireuen terjadi flypaper effect. Hal ini dapat dilihat dari realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) dari tahun 2011-2015 mengalami peningkatan, begitu juga dengan Pendapatan Asli Daerah yang terus menerus mengalami peningkatan. Realisasi PAD lebih kecil dibandingkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang selalu mengalami peningkatan. Kemampuan PAD membiayai belanja daerah belum cukup. Ini berarti PAD belum dapat 139

diandalkan untuk membiayai program dalam APBD yang terus meningkat seiring tuntutan kebutuhan dan cakupan layanan publik yang harus semakin baik. Sehingga pada praktiknya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai belanja utamanya sehari-hari, yang akhirnya terjadi flypaper effect di Kabupaten Bireuen. DAFTAR PUSTAKA Adventinus, Kristanto, Lambut (2013). Analisis Flypaper Effect Pada Pemerintah Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal riset akuntansi., Volume 4 No. 1 juni 2013. Arikunto, Suharsimi. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Penerbit PT. Rieneka Cipta. Dadari, Wulan dan Adi, Priyo. (2010). Perilaku Asimetris Pemerintah Daerah terhadap Transfer Pemerintah Pusat. The 2nd National Conference UKWMS Surabaya, 6 September 2010. Halim, Abdul. (2011). Akuntansi Sektor Publik- Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Kuncoro, Haryo. (2012). Fenomena Flypaper Effect Pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar. Mardiasmo. (2012). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Permendagri No 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Prakosa, Bambang Kesit. (2011). Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DIY). JAAI Vol. 8 No. 2. Sidik, Machfud, B. (2012). Dana Alokasi Umum Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Sembiring. Ginanjar. (2010). Pengaruh Pengeluaran Sektor Publik terhadap Kesejahteraan Masyarakat Jawa Timur. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi. Universitas Brawijaya. Malang. Sukirno, Sadono. (2011). Makro Ekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari Klasik hingga Keynesian Baru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suparmoko.(2011). Pengantar Ekonomi Makro. Yogyakarta: Penerbit UGM. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Widjaja, HAW. (2010). Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II. Jakarta. Rajawali Press. 140