HASIL DAN PEMBAHASAN. Informan untuk penelitian ini adalah para pelaku pemasaran kambing PE

dokumen-dokumen yang mirip
KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pola saluran pemasaran terdiri dari: a) Produsen Ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh Pedagang

PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh pekerjaan utamanya.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

I. PENDAHULUAN. pemasaran lebih efektif dan efisien bagi seorang peternak serta untuk. menyediakan fungsi fasilitas berupa pasar ternak.

I PENDAHULUAN. tabungan untuk keperluan di masa depan. Jumlah populasi kerbau pada Tahun

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Gambar 2. Lokasi penelitian Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penggemukan domba dilakukan guna memenuhi. konsumsi, aqiqah, dan qurban. Perusahaan terletak di Kampung Dawuan Oncom,

I PENDAHULUAN. sektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam buras merupakan keturunan ayam hutan (Gallus - gallus) yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

EKONOMI. Oleh Soedjana dan Atien Priyanti

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

I PENDAHULUAN. terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Kebutuhan protein hewani dari

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Peternak Barokah Abadi Farm Kabupaten Ciamis.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN KERBAU (Studi Kasus di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP.

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

JURNAL ANALISIS SALURAN PEMASARAN TERNAK DOMBA DI DESA SELOREJO, KECAMATAN BAGOR, KABUPATEN NGANJUK

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

PENDAHULUAN. Kambing perah merupakan salah satu ternak penghasil susu. Susu

I PENDAHULUAN. Kambing perah peranakan etawah (PE) merupakan ternak dwiguna yang

PROPOSAL USAHA PENGGEMUKAN DOMBA ANAM Farm

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38

ANALISIS SALURAN, MARGIN, DAN EFISIENSI PEMASARAN ITIK LOKAL PEDAGING MARKETING CHANNEL, MARGIN, AND EFFICIENCY ANALYSIS OF LOCAL BROILER DUCK

2015 STUDI KOMPARASI PASAR TERNAK BAYONGBONG DENGAN PASAR TERNAK WANARAJA KABUPATEN GARUT

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berdasarkan tipologi berada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

IV. METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

P E R A T U R A N D A E R A H

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G POLA PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DI KABUPATEN KAPUAS

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 071 TAHUN 2013 TENTANG PENGELUARAN TERNAK DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

PENDAHULUAN Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Sumber :

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

BAB III MATERI DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 5.1 Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Pasar Hewan Ingon-Ingon Ciwareng. yang menjual ternak besar yang berlokasi di Jalan Kopi, Desa Ciwareng,

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

KAJIAN POLA SALURAN DAN EFISIENSI PEMASARAN AYAM SENTUL

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identitas Informan Informan untuk penelitian ini adalah para pelaku pemasaran kambing PE Kelompok Ternak Lebaksiuh yang berjumlah 7 orang. Rincian secara jelas mengenai identitas informan diterangkan pada Tabel 1, sebagai berikut: Tabel 1. Identitas Informan menurut Usia, Pengalaman Kerja dan Pendidikan Terakhir No Jabatan Usia Pengalaman Pendidikan kerja terakhir 1 Ketua kelompok 41 tahun 11 tahun SMK 2 Anggota Kelompok 49 tahun 3 tahun SD 3 Pedagang Pengumpul 2 50 tahun 5 tahun SMP 4 Pedagang pengumpul 2 35 tahun 10 tahun SMP 5 Pedagang perantara 35 tahun 10 tahun SMP 6 Pedagang besar 35 tahun 7 tahun Diploma 3 7 Pegawai Dinas Peternakan 29 tahun 3 tahun Sarjana

27 Berdasarkan data pada tabel 1 diketahui bahwa rentang usia para pelaku pemasaran berada pada rentang usia 29 50 tahun, hal ini menunjukkan keberadaan usia para pelaku pemasaran yang berada pada rentang usia produktif kerja yaitu dari usia 15-64 tahun. Pegawai Dinas Peternakan memiliki pendidikan terakhir paling tinggi yaitu sarjana, lalu pedagang besar yang memperoleh gelar diploma 3, dan ketua kelompok dengan pendidikan terakhirnya adalah SMK. Hal ini memperlihatkan kemampuan berorganisasi dan tingkat pekerjaan yang semakin rumit sejalan dengan tingginya tingkat pendidikan terakhir yang diambil. 4.2 Sejarah Kelompok Ternak Lebaksiuh Kelompok Ternak Lebaksiuh dirintis sejak tahun 1975 yang merupakan gabungan peternak yang telah mengembangbiakkan domba dan kambing, secara bertahap kelompok ini mengembangbiakkan kambing perah secara khusus dari bangsa kambing Peranakan Etawah, dengan nama kelompok pada saat itu adalah Tunas Lingga. Pembentukan kelompok ternak ini pada awalnya didasari oleh dorongan, semangat, dan motivasi dari warga desa Sindanggalih untuk lebih mengembangkan usaha peternakan maupun pertanian masyarakat Desa Sindanggalih, usulan tersebut diutarakan dalam musyawarah desa yang menjadi agenda bulanan di desa tersebut. Kelompok ternak rintisan ini pernah mendapatkan bantuan dari Pemerintah yaitu Bantuan Presiden (Banpres) pada tahun 1992 sehingga kelompok ternak ini berkembang semakin pesat. Setelah beberapa tahun berjalan pada tahun 2006 kelompok ternak Tunas Lingga diubah namanya menjadi Kelompok Ternak Lebaksiuh dan diresmikan pada tanggal 12 Maret 2012.

28 Nama Lebaksiuh diambil dari Bahasa Sunda yang berarti tempat atau daerah yang adem, ayem, dan tentram, sehingga Lebaksiuh mengandung arti kelompok yang sangat tentram. Kelompok Ternak Lebaksiuh berlokasi di Kampung Babakan Rt 03/ Rw 05 Desa Sindanggalih, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut. Sejak peresmiannya menjadi kelompok, Kelompok Ternak Lebaksiuh memiliki anggota sebanyak 31 orang, hingga saat ini anggota kelompok telah mencapai 60 orang. Rata-rata mata pencaharian anggota kelompok merupakan petani, buruh tani juga pekerja serabutan. Ketua kelompok saat ini adalah Moh. Darda Fadili yang tiada lain merupakan anak dari perintis Kelompok Ternak Lebaksiuh. Struktur organisasi Kelompok Ternak Lebaksiuh saat ini yaitu: Ketua Moh. Darda Fadili Sekertaris Janjan Pardiana Bendahara Siti Nurjahroh Anggota Ilustrasi 2. Struktur Organisasi Kelompok Ternak Lebaksiuh

29 Kelompok Ternak Lebaksiuh dilengkapi buku-buku administrasi diantaranya: buku kas; buku tabungan; buku notulen rapat; buku tamu; buku daftar pertemuan; buku produksi; buku catatan kegiatan; buku daftar anggota; dan buku populasi. Dokumentasi data ini tertib dilakukan untuk mendukung pengembangan Kelompok Ternak Lebaksiuh serta menjaga ketertiban data-data kelompok ternak yang perlu disimpan. Bersamaan dengan pengembangan Kelompok Ternak Lebaksiuh, sejak tahun 2015 dibentuk Koperasi Simpan Pinjam Lebaksiuh. Koperasi ini menyimpan dan mengelola dana yang didapat dari simpanan pokok anggota, simpanan wajib anggota, simpanan sukarela/tabungan anggota, serta dana yang diberikan oleh pihak ketiga. Dana yang didapat dikelola dan dialokasikan untuk peminjaman anggota yang berkebutuhan serta pengelolaan Kelompok Ternak Lebaksiuh. Perkembangan dana simpanan koperasi dapat diketahui dalam setiap pertemuan kelompok yang rutin diadakan setiap satu setengah bulan sekali dan anggota koperasi dapat memeriksa pengelolaan dana dari buku kas Kelompok Ternak Lebaksiuh. 4.3 Kondisi Usaha Kelompok Ternak Lebaksiuh Kelompok Ternak Lebaksiuh merupakan kelompok ternak yang bergerak dalam bidang perbibitan kambing perah Peranakan Etawah (PE), hingga saat ini populasi ternak kelompok telah mencapai ±600 ekor kambing PE. Anggota kelompok sebanyak 60 orang dengan kepemilikan kambing PE yang beragam, rata-rata kepemilikan kambing PE sebanyak 10 ekor kambing peranggota. Pemeliharaan kambing PE dilakukan sebagian di kandang kelompok yang tersebar hingga 10 titik di Desa Sindanggalih dan sebagian diternakkan di

30 lahan masing-masing anggota. Setiap anggota bertanggung jawab atas pemeliharaan masing-masing ternak yang dimilikinya termasuk pakan dan cara pemeliharaannya. Kandang kelompok merupakan kandang koloni yang saat ini digunakan oleh 6 anggota dengan jumlah keseluruhan kambing PE sebanyak 100 ekor, yang kepemilikannya dipisahkan oleh sekat-sekat didalam kandang koloni tersebut. Pupuk kandang kelompok dikumpulkan dari kandang kelompok sedangkan anggota yang membawa ternaknya ke lahan masing-masing tidak diwajibkan mengumpulkan pupuk kandang. Pupuk kandang yang dikumpulkan tersebut dijual lalu uang hasil penjualannya dimasukkan ke dalam kas kelompok. Kelompok Ternak Lebaksiuh ini terus berkembang, terutama dengan dijalankannya sistem bergulir oleh Kelompok Ternak Lebaksiuh kepada warga Desa Sindanggalih yang ingin bergabung sebagai anggota. Sistem bergulir yaitu peternak atau penerima bibit kambing PE dari Kelompok Ternak Lebaksiuh, diwajibkan untuk mengembangbiakan kambing PE yang diberikan oleh kelompok dan mengembalikan ternak tersebut sesuai dengan jumlah ketika awal pemberian bibit kambing. Warga yang menerima bantuan sistem bergulir dari Kelompok Ternak Lebaksiuh kebanyakan merupakan saudara atau tetangga dari anggota kelompok itu sendiri. Salah satu keuntungan dari menjadi anggota Kelompok Ternak Lebaksiuh adalah anggota kelompok mendapatkan beberapa fasilitas yang secara khusus diberikan oleh Kelompok Ternak Lebaksiuh kepada anggotanya, yaitu kaos kelompok, alat untuk mencari pakan ternak yaitu arit, pakan konsentrat, serta ultramineral untuk kambing PE. Kelompok Ternak Lebaksiuh memasarkan kambing PE melalui ketua kelompok. Ketua kelompok akan melakukan pendataan populasi kambing PE

31 keseluruhan yang dimiliki kelompok, lalu melakukan penyeleksian kambing PE yang berpotensi bagus sebagai bibit, afkir, atau kambing PE yang tidak layak dijadikan sebagai bibit. Sistem jual beli kambing PE dilakukan oleh anggota kepada ketua kelompoknya terlebih dahulu, lalu ketua kelompok akan menyalurkannya ke pedagang pengumpul atau pedagang besar, sehingga ketua kelompok disini dapat juga disebut sebagai pedagang pengumpul. Ternak yang tidak berpotensi sebagai bibit kambing PE yang baik, atau ternak yang sudah tidak produktif lagi atau afkir akan dijual kepada pedagang pengumpul, sedangkan untuk pedagang besar yang memborong dalam rangka pengadaan ternak biasanya memiliki spesifikasi tersendiri yang telah ditentukan oleh dinas peternakan yang memerlukan pengadaan bibit kambing PE. Setiap penjualan dari anggota ke ketua kelompok biasanya mengambil margin antara Rp. 100.000,00 hingga Rp. 150.000,00 per ekor yang uangnya sebagian dialokasikan untuk kas kelompok dan sebagian diberikan kepada ketua sebagai bagian yang diterima oleh ketua kelompok. Kelompok Ternak Lebaksiuh menjual kambing dengan beberapa spesifikasi yaitu jantan siap kawin, betina siap kawin, cempek, dan kambing afkir yang dijual kepada pengumpul dan pedagang besar. Pedagang pengumpul biasanya membeli kambing jantan atau betina afkir, dan cempek lepas sapih yang tidak berpotensi sebagai bibit dan telah digemukkan. Pedagang pengumpul menjual kambing potong di pasar hewan kabupaten Garut, yaitu Pasar Wanaraja dan Pasar Bayongbong yang secara rutin bergantian 2 kali setiap minggu, Pasar Wanaraja buka setiap hari Rabu dan Minggu, sedangkan Pasar Bayongbong buka setiap hari Senin dan Kamis.

32 Pedagang pengumpul menjual dan membeli kambing PE dengan penaksiran berat badan. Penentuan harga dilakukan berdasarkan taksiran yang dilakukan dengan menaksir berat badan kambing secara tradisional, yaitu melihat bentuk dan memegang punggungnya, lalu menaksir berapa kilogram berat hidup kambing tersebut. Pedagang besar membeli sesuai dengan permintaan dinas terkait yang mengadakan pengadaan bibit kambing PE. Permintaan biasanya selalu didominasi oleh jenis kambing PE betina siap kawin, karena pengadaan dilakukan ketika kelompok penerima bantuan kekurangan pasokan bibit kambing PE untuk budidaya. Penjualan kambing PE dilakukan setidaknya satu kali setiap bulan kepada pengumpul, dengan kisaran penjualan yang bervariasi antara 4 6 ekor setiap penjualan, sedangkan kepada pedagang besar biasanya dua kali dalam setahun dengan jumlah ternak yang dijual berkisar antara 150-200 ekor bibit kambing PE, menyesuaikan dengan kebutuhan dinas terkait yang mengadakan pengadaan ternak kambing PE. 4.4 Pelaku dan Fungsi Pemasaran Pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kambing PE Kelompok Ternak Lebaksiuh adalah ketua kelompok (pedagang pengumpul 1), pedagang pengumpul 2, pedagang perantara, dan pedagang besar. 4.4.1 Pedagang Pengumpul 1 (Ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh) Ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh berperan sebagai pedagang pengumpul untuk pemasaran ternak Kambing PE dari anggota-anggotanya.

33 Kegiatan ini diorganisasikan oleh ketua kelompok selaku ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh. Ketua kelompok mengumpulkan kambing PE dari anggota Kelompok Ternak Lebaksiuh untuk dijual kembali kepada pedagang pengumpul dan pedagang besar yang membeli kambing PE ke Kelompok Ternak Lebaksiuh. Keuntungan yang didapatkan dari penjualan kambing PE tersebut akan dimasukkan ke dalam kas koperasi Lebaksiuh dan sebagian diberikan sebagai bagian untuk ketua kelompok. Ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh mengorganisasikan seluruh fungsi pemasaran yang dibutuhkan untuk kesejahteraan anggota. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamid (1972) bahwa di dalam fungsi pemasaran terdapat fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan pembelian. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa terdapat fungsi fisik yaitu fungsi penyimpanan dan pengangkutan, serta fungsi fasilitas yang terdiri dari fungsi standardisasi dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi informasi pasar dan fungsi penanggungan resiko. 4.4.2 Pedagang Pengumpul 2 Pedagang pengumpul mengumpulkan kambing-kambing dan domba di Desa Sindanggalih, salah satunya dari Kelompok Ternak Lebaksiuh, untuk dijual kembali di Pasar Wanaraja dan Pasar Bayongbong. Harga kambing PE yang dibeli dari Kelompok Ternak Lebaksiuh ditentukan berdasarkan taksiran berat badan. Spesifikasi kambing terbagi menjadi 6 macam yaitu: 1. Cempek lepas sapih 2. Jantan umur 1-1,5 tahun

34 3. Jantan umur 2-3 tahun 4. Betina umur 1-1,5 tahun 5. Betina umur 2-3 tahun 6. Kambing afkir Jumlah kambing PE yang diterima oleh pedagang pengumpul dari Kelompok Ternak Lebaksiuh tidak rutin dan tidak bisa diprediksi berapa banyak yang bisa diambil. Hal ini karena karakterisktik kambing PE yang dijual oleh Kelompok Ternak Lebaksiuh ke pedagang pengumpul merupakan kambing PE yang tidak produktif lagi, atau kambing yang tidak berpotensi baik sebagai kambing PE bibit. Pedagang pengumpul membeli kambing PE Kelompok Ternak Lebaksiuh untuk dijual dipasar, mereka mengangkut kambing PE yang dikumpulkan lalu menyimpannya dilahan mereka sampai hari pemasaran di pasar tiba. Pedagang pengumpul melakukan fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian, dimana hal ini sesuai dengan pendapat Hamid (1972) bahwa fungsi pembelian (buying), bertujuan untuk mencari tempat penjual (produsen) atau sumber-sumber penawaran barang guna menjamin kontinuitas persediaan barang baik bagi konsumen maupun bagi para pedagang. Pelaku pemasaran ini juga melakukan fisik yaitu Fungsi pengangkutan dan penyimpanan, serta fungsi fasilitas yaitu fungsi penanggungan resiko. 4.4.3 Pedagang Perantara Pedagang perantara atau biasa disebut sebagai calo menjadi pelaku pemasaran yang menjembatani pemasaran kambing PE dari pedagang pengumpul

35 ke konsumen. Pedagang perantara beroperasi secara langsung di Pasar Wanaraja dan Pasar Bayongbong, mereka menyediakan patok dan mengurusi retribusi pasar untuk berdagang dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Garut di kawasan tersebut dengan harga perekor Rp. 2000,00. Mereka juga menjualkan kambing atau domba yang dibawa oleh pengumpul kepada konsumen dengan keuntungan antara Rp. 50.000,00 hingga Rp. 100.000,00 per ekornya. Pedagang perantara melakukan fungsi pertukaran yaitu Fungsi penjualan (selling), yang sesuai dengan pendapat Hamid (1972) pelaku pemasaran ini bertujuan untuk mencari pembeli (konsumen dan langganan) suatu barang dengan motif keuntungan yang sebesar-besarnya. 4.4.4 Pedagang Besar Pedagang besar merupakan CV atau perusahaan perseorangan yang telah mengikuti pelelangan yang diadakan oleh Layanan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), proses lelang dapat dilihat pada lampiran no. 1. Lembaga tersebut memfasilitasi pengadaan ternak kambing PE yang dilakukan oleh Dinas Peternakan. Pedagang besar melakukan pembelian kambing PE dalam jumlah besar kepada Kelompok Ternak Lebaksiuh sesuai dengan kontrak pengadaan yang telah dilakukan dengan dinas peternakan yang melakukan pengadaan ternak. Pengadaan ternak kambing PE yang paling terakhir dilakukan sejak penelitian ini ditulis adalah pengadaan ternak kambing PE ke dinas peternakan Bandung Barat tahun 2016 dengan Kelompok Ternak Lebaksiuh sebagai pendukung pengadaannya. Kambing PE yang dibutuhkan biasanya sudah mulai dikumpulkan dan diseleksi oleh ketua kelompok agar sesuai dengan kriteria

36 kambing PE bibit yang diinginkan oleh pedagang besar, untuk lebih jelasnya contoh kriteria kambing PE bibit yang dipersyaratkan oleh dinas dilampirkan pada lampiran no. 2 dan 3. Kambing PE yang telah diseleksi dibeli oleh ketua kelompok dari anggota. Kambing PE Jantan siap kawin biasanya seharga Rp. 3.000.000,00 s/d 3.500.000,00, sedangkan betina siap kawin biasanya seharga Rp. 2.000.000,00 per ekornya, apabila jumlah kambing sudah sesuai dengan yang dipesankan, maka petugas dari dinas akan menyeleksi kembali dan memastikan kambing dikirim sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan, biasanya satu atau dua kali dalam kontrak pengiriman. Kriteria seleksi untuk kambing PE yang diukur berupa tinggi pundak untuk jantan minimal 75 cm sedangkan betina minimal 71 cm, umur kambing berkisar dari 12 s/d 18 bulan, panjang telinga minimal 32 cm, serta setiap kambing memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH). Proses transaksi antara pedagang besar dengan ketua kelompok dilakukan secara langsung. Pedagang besar akan membayar kepada ketua Kelompok Ternak Lebaksiuh sesuai kesepakatan, biasanya menggunakan uang muka sebesar 50% dari total harga yang dibeli, pelunasan pembelian akan dilakukan jika proses pengiriman telah selesai dilakukan oleh ketua kelompok. Penentuan harga ditentukan melalui nego, yang telah ketua kelompok tentukan pagu harganya. Ketua kelompok menjual kambing PE jantan siap kawin seharga Rp. 4.000.000,00 sedangkan betina siap kawin Rp. 2.300.000,00 termasuk biaya pengiriman sebesar Rp. 100.000,00 per ekornya. Kambing PE yang telah diseleksi oleh dinas yang bersangkutan akan langsung dikirimkan ke kelompok ternak penerima bantuan. Proses pengiriman dilakukan oleh ketua kelompok selaku pendukung pengadaan pedagang besar.

37 Kambing yang telah sampai disana memiliki garansi waktu sampai 14 hari, jika ada kambing PE yang mati dalam kurun waktu tersebut maka yang bertanggung jawab adalah pedagang besar untuk mengganti kambing yang mati. Pedagang besar ini sesuai dengan pendapat Hamid (1972) didefinisikan sebagai Pedagang penerima (wholesaler), yaitu pedagang yang membeli barang dalam jumlah besar dari pedagang pengumpul lalu kemudian barang itu disimpan untuk dijual kepada pedagang lain. Pedagang besar melakukan fungsi pertukaran yaitu fungsi pembelian (buying) dan fungsi penjualan (selling), sesuai dengan pendapat Hamid (1972) bahwa fungsi penjualan bertujuan untuk mencari pembeli (konsumen dan langganan) suatu barang dengan motif keuntungan yang sebesarbesarnya dan fungsi pembelian bertujuan untuk mencari tempat penjual (produsen) atau sumber-sumber penawaran barang guna menjamin kontinuitas persediaan barang baik bagi konsumen maupun bagi para pedagang. Pedagang besar juga melakukan fungsi fasilitas, yaitu fungsi standardisasi dan grading. Pedagang besar melakukan standardisasi kambing PE bibit sesuai yang dipersyaratkan dalam kontrak pelelangan. Pedagang besar juga melakukan fungsi penanggungan resiko apabila ada kambing PE yang mati dalam proses pengiriman dari Kelompok Ternak Lebaksiuh ke kelompok ternak penerima bantuan bibit kambing PE. 4.5 Pola saluran pemasaran Pemasaran kambing PE Kelompok Ternak Lebaksiuh tidak memiliki saluran nol tingkat, karena peternak selalu menjual kambingnya kepada ketua kelompok terlebih dahulu. Saluran nol tingkat seperti dijelaskan oleh

38 Kotler (1988) merupakan saluran pemasaran langsung, yang terdiri dari seorang produsen yang menjual langsung keada konsumen. Saluran nol tingkat ini dapat menjadi saluran pemasaran yang paling efisien dibandingkan dengan saluran tingkat 1, 2, maupun 3. Hal ini disebabkan saluran nol tingkat tidak menggunakan pedagang perantara lain sehingga keuntungan pemasaran hanya diberikan kepada produsen. Pola saluran pemasaran pada pemasaran kambing PE Kelompok Ternak Lebaksiuh diawali oleh anggota kelompok ternak selaku produsen, anggota kelompok menjual kambing PE yang diternakkan kepada ketua kelompok. Ketua kelompok lalu menyebarkannya kepada pedagang pengumpul atau pedagang besar, pedagang besar disini merupakan pedagang yang telah mendapatkan lelang pengadaan ternak yang dilakukan oleh dinas peternakan yang membutuhkan pengadaan ternak. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diketahui bahwa saluran pemasaran kambing PE Kelompok Ternak Lebaksiuh dibagi menjadi dua bentuk saluran, yaitu: 1) Produsen Ketua kelompok Lebaksiuh Pedagang Pengumpul Pedagang perantara Konsumen 2) Produsen Ketua kelompok Lebaksiuh Pedagang besar Konsumen. 4.6 Persentase Margin, Biaya, dan Keuntungan 4.6.1 Saluran Pemasaran Satu Bentuk saluran satu merupakan saluran pemasaran 3 tingkat yang terdiri dari 3 pelaku pemasaran, yaitu ketua kelompok Lebaksiuh yang berperan sebagai

39 pedagang pengumpul 1, pedagang pengumpul 2 dan pedagang perantara. Margin pemasaran terbentuk dari selisih harga jual dengan harga beli setiap pelaku pemasaran yang berperan dalam pemasaran kambing PE Kelompok Ternak Lebaksiuh. Rincian harga beli kambing PE setiap pelaku pemasaran pada saluran satu dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Harga Beli Bibit Kambing PE setiap Pelaku Pemasaran Saluran Satu Harga beli (Rp/ekor) Pedagang Pedagang Pedagang Pengumpul 1 Pengumpul 2 Perantara 1. Cempek lepas sapih 700.000,00 1.000.000,00 1.500.000,00 2. Jantan a. 1-1,5 tahun 1.700.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 b. 2-3 tahun 3.200.000,00 3.500.000,00 4.000.000,00 3. Betina a. 1-1,5 tahun 1.200.000,00 1.500.000,00 2.000.000,00 b. 2-3 tahun 1.700.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 4. Kambing PE afkir 1.700.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 Harga beli terendah dari peternak adalah harga cempek lepas sapih yaitu sebesar Rp. 700.000,00 dan harga tertinggi adalah kambing PE jantan berumur 2-3 tahun yaitu sebesar Rp. 4.000.000,00. Rincian harga jual kambing PE setiap pelaku pemasaran pada saluran satu dapat dilihat pada tabel 3. Harga jual kambing PE tertinggi yang diterima konsumen yaitu kambing PE jantan berumur 2-3 tahun dengan harga sebesar Rp. 4.100.000,00 dan harga terendah yaitu cempek lepas sapih yang telah digemukkan sebesar Rp. 1.600.000,00. Selisih harga jual yang diberikan peternak dengan harga beli yang diterima

40 konsumen merupakan margin pemasaran, yang didalamnya bukan hanya keuntungan setiap pelaku pemasaran tetapi juga biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menutupi fungsi-fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh para pelaku pemasaran. Rincian margin pemasaran setiap pelaku pemasaran dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 3. Harga Jual Bibit Kambing PE setiap Pelaku Pemasaran Saluran Satu Harga jual (Rp/ekor) Pedagang Pedagang Pedagang Pengumpul 1 Pengumpul 2 Perantara 1. Cempek lepas sapih 1.000.000,00 1.500.000,00 1.600.000,00 2. Jantan a. 1-1,5 tahun 2.000.000,00 2.500.000,00 2.600.000,00 b. 2-3 tahun 3.500.000,00 4.000.000,00 4.100.000,00 3. Betina a. 1-1,5 tahun 1.500.000,00 2.000.000,00 2.100.000,00 b. 2-3 tahun 2.000.000,00 2.500.000,00 2.400.000,00 4. Kambing afkir 2.000.000,00 2.500.000,00 2.600.000,00 Margin pemasaran yang ditampilkan pada Tabel 4 merupakan margin pemasaran parsial setiap pelaku pemasaran pada saluran satu. Margin parsial setiap spesifikasi kambing PE yang dipasarkan pada masing-masing pelaku pemasaran memiliki margin yang sama. Margin pemasaran tertinggi ada pada pedagang pengumpul sebesar Rp. 500.000,00 sedangkan margin pemasaran terendah yaitu pedagang perantara sebesar Rp. 100.000,00. Besar kecilnya margin pemasaran dipengaruhi oleh jumlah fungsi yang dilakukan oleh setiap pelaku pemasaran.

Tabel 4. Margin Pemasaran Bibit Kambing PE setiap Pelaku Pemasaran Saluran Satu 41 Margin (Rp/ekor) Pedagang Pedagang Pedagang Pengumpul 1 Pengumpul 2 Perantara 1. Cempek lepas sapih 300.000,00 500.000,00 100.000,00 2. Jantan a. 1-1,5 tahun 300.000,00 500.000,00 100.000,00 b. 2-3 tahun 300.000,00 500.000,00 100.000,00 3. Betina a. 1-1,5 tahun 300.000,00 500.000,00 100.000,00 b. 2-3 tahun 300.000,00 500.000,00 100.000,00 4. Kambing PE afkir 300.000,00 500.000,00 100.000,00 Pada saluran pemasaran satu, biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk fungsi pengangkutan sebesar Rp. 20.000,00, bagian yang diberikan kepada pedagang perantara sebesar Rp. 30.000,00 dan untuk retribusi pasar hewan yang diberikan melalui pedagang perantara sebesar Rp. 2.000,00, sehingga besar biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul sebesar Rp. 52.000,00. Pedagang perantara hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2.000,00 yang diberikan kepada pegawai pasar dinas peternakan Garut yang menjaga pasar hewan, sehingga total biaya untuk saluran pemasaran satu sebesar 54.000,00. Rincian keuntungan setiap pelaku pemasaran dapat dilihat pada tabel 5.

42 Tabel 5. Keuntungan setiap Pelaku Pemasaran Saluran Satu Keuntungan (Rp/ekor) Pedagang Pedagang Pedagang Pengumpul 1 Pengumpul 2 Perantara 1. Cempek lepas sapih 300.000,00 448.000,00 98.000,00 2. Jantan a. 1-1,5 tahun 300.000,00 448.000,00 98.000,00 b. 2-3 tahun 300.000,00 448.000,00 98.000,00 3. Betina a. 1-1,5 tahun 300.000,00 448.000,00 98.000,00 b. 2-3 tahun 300.000,00 448.000,00 98.000,00 4. Kambing PE afkir 300.000,00 448.000,00 98.000,00 Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa keuntungan yang didapat oleh ketua kelompok adalah Rp. 300.000,00 per ekornya, karena biaya pengiriman kambing PE ditanggung oleh pedagang pengumpul yang mengumpulkan kambing PE dari Kelompok Ternak Lebaksiuh sehingga biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul 1 ini adalah Rp. 0,00. Pedagang pengumpul mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 448.000,00 dari setiap kambing PE yang dijualkan per ekornya, setelah margin pemasaran dikurangi biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul. Pelaku pemasaran terakhir yang berperan dalam saluran pemasaran kambing PE ini adalah pedagang perantara (calo). Keuntungan yang didapat setiap satu ekor kambing PE adalah sebesar Rp. 98.000,00 yang didapat dari margin pemasaran dikurangi biaya yang ditanggung oleh pedagang perantara. Persentase margin dan bagian yang diterima petani pada saluran satu dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Persentase Margin Parsial dan Bagian yang Diterima Peternak pada Saluran Pemasaran Satu 43 Uraian Ketua Pedagang Pedagang Kelompok Pengumpul Perantara Persentase Margin Parsial (%) 33 56 11 Persentase Bagian yang Diterima Petani (%) 1. Cempek lepas sapih 46 2. Jantan a. 1-1,5 tahun 68 b. 2-3 tahun 80 3. Betina a. 1-1,5 tahun 60 b. 2-3 tahun 68 4. Kambing PE afkir 68 Total margin pemasaran saluran pemasaran ini sebesar Rp. 900.000,00 dengan total biaya pemasaran sebesar Rp. 54.000,00 sehingga total keuntungan yang didapatkan oleh seluruh pelaku pemasaran pola pemasaran satu sebesar Rp. 846.000,00. Persentase margin tertinggi dimiliki oleh pedagang pengumpul, dengan persentase sebesar 56% dan terendah dimiliki oleh pedagang perantara dengan persentase sebesar 11% dari margin total, sedangkan persentase bagian yang diterima oleh peternak paling besar ada pada kambing jantan berumur 2-3 tahun sebesar 80%, dan paling kecil ada pada cempek lepas sapih sebesar 46%. Pemasaran kambing PE dapat dikatakan efisien, kecuali pemasaran kambing PE cempek lepas sapih dengan persentase bagian yang diterima peternak sebesar 46% dinilai tidak efisien. Hal ini sejalan dengan pendapat Rasyaf (1996),

44 bahwa peternak minimal harus memperoleh bagian 50% dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir, apabila bagian terbesar ada pada pelaku pemasaran maka hal tersebut tidak proporsional dan dapat dikatakan biaya pemasaran tidak efisien. Biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk saluran pemasaran satu tidak begitu besar, karena hanya menanggung biaya untuk pengiriman dari lokasi peternak ke Pasar Wanaraja atau Pasar Bayongbong yang lokasinya pun tidak begitu jauh dari tempat tinggal pedagang pengumpul. Biaya pemasaran yang tidak begitu tinggi ini memberikan keuntungan yang cukup besar pada masing-masing pelaku pemasaran yang memasarkan kambing PE. Keuntungan tertinggi dimiliki oleh pedagang pengumpul dengan margin pemasaran sebesar 56% karena kemampuan menawarnya yang cukup tinggi, sedangkan ketua kelompok dengan margin pemasaran sebesar 33% mempertimbangkan keuntungan yang juga diterima oleh anggotanya, sehingga keuntungan yang didapat tidak sebesar keuntungan pedagang pengumpul. 4.6.2 Saluran Pemasaran Dua Pola saluran pemasaran dua merupakan saluran pemasaran dua tingkat yang terdiri dari 2 pelaku pemasaran, yaitu ketua kelompok Lebaksiuh yang berperan sebagai pedagang pengumpul, dan pedagang besar. Besar margin, biaya, dan keuntungan yang diterima oleh para pelaku pemasaran pada saluran dua, dapat dilihat pada tabel 7. Pada tabel 7 diketahui bahwa keuntungan yang didapatkan oleh Ketua Kelompok sebagai pedagang pengumpul adalah Rp. 400.000,00 untuk kambing jantan, dan Rp. 100.000,00 untuk kambing betina, dari margin pemasaran sebesar

Tabel 7. Besar Persentase Margin, Biaya dan Keuntungan Para Pelaku Pemasaran Saluran Dua 45 Uraian Ketua Pedagang Kelompok Besar Harga beli (Rp/ekor) 1. Jantan siap kawin 3.500.000,00 4.000.000,00 2. Betina siap kawin 2.000.000,00 2.200.000,00 Harga jual (Rp/ekor) 1. Jantan siap kawin 4.000.000,00 5.090.000,00 2. Betina siap kawin 2.200.000,00 2.940.000,00 Margin (Rp/ekor) 1. Jantan siap kawin 500.000,00 1.090.000,00 2. Betina siap kawin 200.000.00 740.000,00 Biaya (Rp/ekor) 100.000,00 139.000,00 Keuntungan (Rp/ekor) 1. Jantan siap kawin 400.000,00 951.000,00 2. Betina siap kawin 100.000,00 601.000,00 Persentase margin parsial (%) 1. Jantan siap kawin 31 68 2. Betina siap kawin 21 78 Persentase bagian yang diterima petani (%) 1. Jantan siap kawin 68 2. Betina siap kawin 68 Rp. 500.000,00 untuk kambing jantan dan Rp. 100.000,00 untuk kambing betina. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh ketua kelompok adalah sebesar Rp. 100.000,00 per ekor kambing PE, yang digunakan untuk biaya pengiriman ke lokasi kelompok ternak penerima bantuan.

46 Pelaku pemasaran kedua yang berperan dalam saluran pemasaran kedua adalah pedagang besar. Pedagang besar mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 951.000,00 untuk kambing PE jantan dan Rp. 601.000,00 untuk kambing PE betina, dari Margin pemasaran Rp. 1.090.000,00 untuk kambing PE jantan dan Rp. 740.000,00 untuk kambing PE betina. Biaya pemasaran yang dikeluarkan setiap ekornya sebesar Rp. 139.000,00 yang terdiri dari Pajak 1,5% dari transaksi keseluruhan dengan dinas peternakan terkait, pemeriksaan kesehatan kambing PE per ekor sebesar Rp. 25.000,00, SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan) sebesar Rp. 50.000,00 per angkutan yang setiap angkutan berjumlah 37 ekor kambing PE, penanggungan resiko kematian serta penanggungan biaya fasilitas tim teknis seleksi serta tim pemeriksa kesehatan. Total margin pemasaran saluran pemasaran ini sebesar Rp. 1.590.000,00 per ekor untuk kambing PE jantan dan Rp. 940.000,00 per ekor untuk kambing PE betina dengan total biaya pemasaran sebesar Rp. 239.000,00 per ekor kambing PE yang dipasarkan, sehingga total keuntungan yang didapatkan oleh seluruh pelaku pemasaran pola pemasaran dua sebesar Rp. 1.351.000,00 per ekor untuk kambing PE jantan dan Rp. 701.000,00 per ekor untuk kambing PE betina. Persentase margin parsial yang didapat oleh Ketua Kelompok sebesar 31,45% untuk kambing PE jantan dan 21,28% untuk kambing PE betina. Pedagang besar untuk kambing PE jantan mendapatkan persentase margin parsial sebesar 68,55 % untuk kambing PE jantan dan 78,72% untuk kambing PE betina. Persentase bagian yang diterima oleh petani masing-masing sebesar 68%, yang menunjukkan pemasaran kambing PE yang dapat dikatakan efisien. Sejalan dengan pendapat Rasyaf (1996), bahwa peternak minimal harus memperoleh bagian 50% dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir,

Produsen 47 apabila bagian terbesar ada pada pelaku pemasaran maka hal tersebut tidak proporsional dan dapat dikatakan biaya pemasaran tidak efisien. Gambaran persentase margin dan keuntungan yang didapatkan oleh setiap pelaku pemasaran pada masing-masing bentuk pemasaran dapat dilihat pada bagan ilustrasi 3. Pedagang Pengumpul 1 Pedagang Pengumpul 2 Saluran Pemasaran I Pedagang Perantara Konsumen Mp: 33 % Mp: 56% Mp: 11% Keuntungan total (per ekor) : Rp. 846.000,00 Biaya total (per ekor) : Rp. 54.000,00 Margin Pemasaran total (per ekor) : Rp. 900.000,00 Pedagang Pengumpul 1 Saluran Pemasaran II Pedagang Besar Konsumen Mp: Jantan: 31% Mp: Jantan : 68% Betina: 21% Betina : 78% Keuntungan total (per ekor); Jantan : Rp. 1.351.000,00 Betina : Rp. 701.000,00 Biaya total (per ekor) : Rp. 239.000,00 Margin Pemasaran total (per ekor); Jantan : Rp. 1.590.000,00 Betina : Rp. 940.000,00 Ilustrasi 3. Gambaran Persentase dan Keuntungan Pemasaran setiap Saluran Pemasaran Bagan Ilustrasi 3 memperlihatkan perbedaan margin yang cukup tinggi pada saluran pemasaran dua, yaitu sebesar Rp. 1.590.000,00 untuk satu ekor kambing PE jantan dan Rp. 940.000,00 untuk satu ekor kambing PE betina antara

48 ketua kelompok dengan pedagang besar. Hal ini disebabkan kemampuan menawar pedagang besar yang cukup besar pada ketua kelompok, disamping itu pedagang besar memenuhi fungsi pemasaran yang lebih banyak ketimbang ketua kelompok, seperti standardisasi dan grading, serta informasi pasar, sehingga saluran pemasaran dua masih dapat dikatakan efisien sejalan dengan pendapat Rasyaf (1996), bahwa pemasaran dapat dikatakan efisien bila mampu mengadakan pembagian keuntungan yang adil kepada semua pihak yang ikut dalam kegiatan pemasaran dari keseluruhan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Adil tersebut merupakan kesesuaian antara keuntungan dengan peran atau fungsi pemasaran di tiap jalur dalam bobot atau kapasitasnya masingmasing.