P E R A T U R A N D A E R A H

Transkripsi

1 P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PENGELOLAAN TERNAK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa untuk Pembangunan Daerah khususnya dibidang peternakan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan akan meningkatkan pengembangan ternak Daerah; b. bahwa dalam rangka pengembangan dimaksud, perlu dilaksanakan pembinaan terhadap pengelolaan ternak Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang bersumber dari dana APBD Kabupaten Hulu Sungai Selatan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu dibentuk Peraturan Daerah tentang Ketentuan Pengelolaan Ternak Pemerintah Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2024); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 1

2 5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4430), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 tentang perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang Jasa Pemerintah; 8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 417/Kpts/OT.210/7/2001 tentang Pedoman Umum Penyebaran dan Pengembangan Ternak; 9. Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 20 Tahun 2000 tentang Kewenangan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Lembaran Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tahun 2000 Nomor 22, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 16); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN dan BUPATI HULU SUNGAI SELATAN MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KETENTUAN PENGELOLAAN TERNAK PEMERINTAH DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Hulu Sungai Selatan; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan; 3. Bupati adalah Bupati Hulu Sungai Selatan; 2

3 4. Dinas Perikanan dan Peternakan adalah Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Selatan; 5. Ternak Pemerintah Daerah adalah ternak besar dan kecil yang pelaksanaan pengadaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bersumber dari dana APBD maupun sumber lainnya yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah; 6. Wilayah penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu kawasan yang potensial untuk penyebaran dan pengembangan ternak yang terdiri dari satu Kecamatan atau lebih dalam Daerah; 7. Lokasi penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu tempat dari wilayah penyebaran dan pengembangan ternak yang terdiri dari satu desa atau lebih dalam satu Kecamatan yang diprioritaskan untuk penyebaran dan pengembangan ternak Pemerintah Daerah; 8. Penggemukan ternak adalah pemeliharaan ternak yang tidak dikembangbiakan atau majir atau tidak layak bibit untuk dijadikan ternak potong; 9. Peternak penggaduh ternak yang selanjutnya disebut penggaduh adalah petani yang berdasarkan suatu perjanjian tertentu memelihara ternak Pemerintah Daerah; 10. Ternak pokok adalah bibit ternak pemerintah yang diserahkan kepada penggaduh untuk dikembangbiakan atau digemukan; 11. Ternak setoran adalah ternak keturunan hasil pengembangan ternak Pemerintah yang diserahkan oleh penggaduh sebagai kewajiban pengembalian gaduhan atau kredit sesuai dengan peraturan yang berlaku; 12. Ternak layak bibit adalah ternak setoran yang memenuhi standar teknis sebagai bibit ternak yang akan disalurkan kembali melalui kegiatan redistribusi ternak kepada penggaduh baru untuk dikembangbiakan, atau dijual sepanjang tidak diperlukan oleh Pemerintah; 13. Penyebaran kembali ternak Pemerintah sebagai salah satu pengembangan ternak yang selanjutnya disebut redistribusi adalah penyebaran keturunan ternak layak bibit yang berasal dari hasil pengembalian penggaduh; 14. Ternak tidak layak bibit adalah ternak setoran yang tidak memenuhi standar bibit ternak untuk dikembangbiakan yang selanjutnya dapat digemukan atau dijual; 15. Ternak majir adalah ternak bibit jantan/betina yang alat reproduksinya tidak dapat berfungsi dan dinyatakan majir oleh petugas yang berwenang; 16. Penghapusan ternak pemerintah adalah tindakan penghapusan ternak dari administrasi penyebaran dan pengembangan ternak pemerintah; 17. Pelunasan tertunda (reschedulling) adalah pembayaran lunas setoran yang ditunda atas permintaan penggaduh; 18. Harga patokan penjualan ternak tidak layak bibit adalah harga per ekor ternak yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Hulu Sungai Selatan atas usulan Kepala Bidang Peternakan berdasarkan harga pasar setempat; 19. Penggemukan ternak adalah upaya yang dilakukan untuk menambah berat badan ternak menjadi berat yang ideal untuk dipotong; 3

4 BAB II PENGELOLAAN TERNAK PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Pengelolaan ternak Pemerintah daerah dilaksanakan dengan sistem penyebaran dan pengembangan ternak melalui pola gaduhan murni (Full Inkind) dan semi gaduhan (Modifield Inkind) (2) Kegiatan pengelolaan ternak pemerintah daerah dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap distribusi dan atau tahap redistribusi. BAB III PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DAERAH Bagian Kesatu Penyebaran Ternak Pemerintah Daerah Paragraf 1 Maksud dan Tujuan Penyebaran Ternak Pemerintah Daerah Pasal 3 (1) Maksud penyebaran ternak Pemerintah Daerah kepada Penggaduh untuk pengembangan dan pemerataan pemilikan ternak di daerah. (2) Penyebaran ternak Pemerintah Daerah bertujuan untuk meningkatkan populasi dan produksi hasil ternak serta peningkatan pendapatan petani. Paragraf 2 Sistem Penyebaran Pasal 4 (1) Penyebaran ternak Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan sistem bergulir. (2) Penyebaran ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bergulir dengan sistem gaduhan, semi gaduhan atau kredit. Paragraf 3 Pelaksanaan Penyebaran Pasal 5 Penyebaran ternak Pemerintah Daerah kepada Penggaduh dilaksanakan pada lokasi: a. Bebas penyakit hewan menular sesuai jenis ternak yang disebarkan. b. Sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. c. Sesuai dengan tata ruang kabupaten/kota. 4

5 d. Mendukung efisiensi dan efektivitas pembinaan. e. Daya dukung lokasi/wilayah memadai. Pasal 6 Penentuan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 7 Ternak Pemerintah Daerah yang akan disebarkan harus memenuhi persyaratan kesehatan hewan sesuai ketentuan yang berlaku. Paragraf 4 Penggaduh Ternak Pemerintah Daerah Pasal 8 (1) Penggaduh ternak Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati (2) Ketentuan persyaratan Penggaduh ternak Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Pengembangan Ternak Pemerintah Daerah Paragraf 1 Kawasan Pengembangan Pasal 9 Pengembangan ternak Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan kawasan pengembangan pembangunan Daerah. Pasal 10 Pengembangan ternak Pemerintah Daerah dilaksanakan dalam bentuk pembibitan dan penggemukan. BAB IV PAKET PENGELOLAAN TERNAK PEMERINTAH DAERAH Pasal 11 (1) Pengelolaan Ternak Pemerintah Daerah kepada penggaduh diberikan dalam bentuk paket yang pengembaliannya berupa ternak ditetapkan dengan ketentuan: a. untuk 1 (satu) paket ternak betina yang dikembangbiakkan: 1) Seekor sapi, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun penggaduh wajib menyerahkan keturunannya sebanyak 2 (dua) ekor. 5

6 2) Seekor kerbau, dalam jangka waktu 8 (delapan) tahun penggaduh wajib menyerahkan keturunannya sebanyak 2 (dua) ekor. 3) Seekor kambing, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib menyerahkan keturunannya sebanyak 2 (dua) ekor. 4) Seekor domba, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib menyerahkan keturunannya sebanyak 2 (dua) ekor. 5) Ternak unggas, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib menyerakan jumlah, umur dan jenis kelamin sama dengan paket yang diterima, jarak waktu pengembalian antara 3-4 bulan, atau kesepakatan antara kelompok peternak dengan Dinas Perikanan dan Peternakan. Pengembalian paket dimulai pada bulan ke 13 (tiga belas). b. Untuk 1 (satu) paket ternak pejantan dan 1 (satu) paket ternak betina: 1) Sepasang sapi, dalam jangka waktu 6 (enam) tahun penggaduh wajib menyerakan keturunannya sebanyak 3 (tiga) ekor. 2) Sepasang kerbau, dalam jangka waktu 9 (sembilan) tahun penggaduh wajib menyerakan keturunannya sebanyak 3 (tiga) ekor. 3) Sepasang kambing, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib menyerahkan keturunannya sebanyak 3 (tiga) ekor. 4) Sepasang domba, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib menyerakan keturunannya sebanyak 3 (tiga) ekor. 5) Ternak unggas, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib menyerahkan jumlah, umur dan jenis kelamin sama dengan paket yang diterima, jarak waktu pengembalian antara 3-4 bulan, atau kesepakatan antara kelompok peternak dengan Dinas Perikanan dan Peternakan. Pengembalian paket dimulai pada bulan ke 13 (tiga belas). c. Untuk paket ternak yang digemukkan: 1) Penggaduh wajib menyerahkan ternak yang digaduhnya kepada Pemerintah/pemilik ternak pokok untuk dijual, dalam jangka waktu: Sapi : 6 12 bulan Kerbau : 6 12 bulan Kambing : 6 12 bulan Domba : 6 12 bulan 2) Dari hasil penjualan ternak sebagaimana pada ayat (1) huruf c angka 1, penggaduh mendapat bagian 65% dari pertambahan harga ternak sedangkan Pemerintah Daerah mendapatkan bagian 35%, dari pertambahan harga ternak. d. Dalam hal ternak ternyata majir bukan karena kesalahan penggaduh, pengaduh wajib menyerahkan ternak tersebut kepada Pemerintah untuk dijual dan dengan hasil penjualan tersebut, penggaduh yang bersangkutan mendapat bagian 25%, sedangkan Pemerintah 75% dari harga ternak; e. Dalam hal ternak ternyata karena sesuatu hal terpaksa harus dipotong,, penggaduh wajib menyerahkan ternak yang bersangkutan kepada Pemerintah untuk dijual, penggaduh mendapat bagian 25% sedangkan Pemerintah 75%. 6

7 (2) Pengelolaan ternak Pemerintah Daerah kepada penggaduh diberikan dalam bentuk paket yang pengembaliannya berupa uang ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk 1 (satu) paket ternak betina yang dikembangbiakkan: 1. Seekor sapi Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun penggaduh wajib mengembalikan uang sesuai dengan nilai ternak yang diterima ditambah suku bunga terendah dari kredit program yang berlaku. 2. Seekor Kerbau Dalam jangka waktu 8 (delapan) tahun penggaduh wajib mengembalikan uang sesuai dengan nilai ternak yang diterima ditambah suku bunga terendah dari kredit program yang berlaku. 3. Seekor kambing/domba Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib mengembalikan uang sesuai dengan nilai ternak yang diterima ditambah suku bunga terendah dari kredit program yang berlaku. 4. Ternak unggas Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib mengembalikan uang sesuai dengan nilai ternak yang diterima ditambah suku bunga terendah dari kredit program yang berlaku. b. Untuk 1 (satu) paket ternak pejantan dan 1 (satu) paket ternak betina: 1. Sepasang sapi, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun penggaduh wajib mengembalikan uang sesuai dengan nilai ternak yang diterima ditambah suku bunga terendah dari kredit program yang berlaku. 2. Sepasang kerbau, dalam jangka waktu 9 (sembilan) tahun penggaduh wajib mengembalikan uang sesuai dengan nilai ternak yang diterima ditambah suku bunga terendah dari kredit program yang berlaku. 3. Sepasang kambing/domba, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib mengembalikan uang sesuai dengan nilai ternak yang diterima ditambah suku bunga terendah dari kredit program yang berlaku. 4. Satu paket ternak unggas, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib mengembalikan uang sesuai dengan nilai ternak yang diterima ditambah suku bunga terendah dari kredit program yang berlaku. BAB V RESIKO DAN TANGGUNG JAWAB PENGELOLAAN Pasal 12 (1) Dalam hal paket ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a tersebut mati, majir, hilang atau dipotong paksa yang bukan karena kesalahan atau kelalaian penggaduh, maka Penggaduh yang bersangkutan bebas dari tanggung jawab untuk mengganti ternak yang bersangkutan dan mendapatkan prioritas menerima penggantian ternak tersebut dengan ternak lain dengan ketentuan Penggaduh yang bersangkutan tetap wajib menyetor 1 (satu) ekor keturunan ternaknya. 7

8 (2) Dalam hal paket ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b mati, majir, hilang atau dipotong paksa yang bukan karena kelalaian atau kesalahan Penggaduh, maka Penggaduh yang bersangkutan bebas dari tanggung jawab untuk mengganti ternak yang bersangkutan dan mendapat prioritas menerima penggantian ternak tersebut dengan ternak lain, dengan ketentuan tetap berkewajiban menyetor 1 (satu) ekor ternak keturunannya. (3) Dalam hal paket ternak yang digemukkan apabila ternak yang dipelihara oleh Penggaduh mati atau hilang bukan karena kelalaian atau kesalahan penggaduh, maka penggaduh yang bersangkutan bebas dari tanggung jawab untuk mengganti ternak yang bersangkutan dan mendapat prioritas menerima penggantian ternak tersebut dengan ternak lain, dengan suatu perjanjian baru. Pasal 13 Dalam hal paket ternak betina untuk dikembangbiakkan, pejantan dan ternak yang digemukkan, apabila ternak yang dipelihara oleh Penggaduh mati, majir, hilang atau dipotong paksa karena kelalaian atau kesalahan Penggaduh, maka Penggaduh yang bersangkutan harus tetap memenuhi perjanjian penyebaran ternak Pemerintah Daerah yang telah ditandatangani. Pasal 14 (1) Dalam hal paket ternak betina yang dikembangbiakkan dan paket pejantan terjadi penundaan penyetoran ternak keturunannya yang disebabkan bukan karena kelalaian Penggaduh, maka Penggaduh yang bersangkutan diberikan kelonggaran waktu penyetoran yang lamanya ditetapkan oleh Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan atas usulan Kepala Bidang Peternakan. (2) Dalam hal paket ternak betina yang dikembangbiakkan dan paket ternak pejantan terjadi penundaan penyetoran ternak keturunannya yang disebabkan karena kelalaian atau kesalahan Penggaduh, maka ternak yang bersangkutan ditarik kembali oleh Pemerintah Daerah. Pasal 15 Penetapan suatu kejadian merupakan atau bukan merupakan kelalaian atau kesalahan Penggaduh ditentukan oleh suatu tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Bupati atas usulan Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan, yang terdiri dari unsur-unsur Dinas Perikanan dan Peternakan, Kantor Kecamatan setempat serta instansi lain yang terkait. BAB VI KETENTUAN TERNAK SETORAN Pasal 16 (1) Ternak Setoran yang diserahkan oleh Penggaduh harus diseleksi oleh Tim Penilai Kondisi dan Harga Ternak Pemerintah Daerah, yang terdiri dari unsurunsur Dinas Perikanan dan Peternakan dan instansi lain yang terkait. 8

9 (2) Tim Penilai Kondisi dan Harga Ternak Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan ditetapkan oleh Bupati atas usulan Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan. Pasal 17 (1) Berdasarkan Berita Acara Penilaian ditetapkan ternak setoran yang termasuk klasifikasi Ternak Setoran Layak Bibit dan Ternak Setoran Tidak Layak Bibit. (2) Ternak Setoran Layak Bibit untuk selanjutnya diredistribusikan kepada penggaduh lainnya yang memenuhi persyaratan, sedangkan Ternak Setoran Tidak Layak Bibit digemukkan atau dilelang/dijual. BAB VII REDISTRIBUSI TERNAK PEMERINTAH DAERAH Pasal 18 (1) Keturunan ternak yang diserahkan/disetorkan oleh Penggaduh kepada Pemerintah Daerah c.q. Dinas Perikanan dan Peternakan dan disebarkan kembali kepada petani lain yang memenuhi syarat. (2) Keturunan ternak yang disebarkan kepada Penggaduh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Keturunan ternak betina hasil penyerahan/penyetoran dari Penggaduh yang memenuhi syarat untuk dikembangbiakkan; b. Sekurang-kurangnya 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh jumlah keturunan jantan yang diserahkan/disetorkan Penggaduh kepada Pemerintah Daerah dan memenuhi syarat sebagai pejantan. (3) Sisa hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat: a. disebarkan kepada Penggaduh lain untuk digemukkan; b. dijual; atau c. digunakan untuk keperluan lain. (4) Petunjuk teknis pelaksanaan Tata Cara Redistribusi Ternak Pemerintah Daerah diatur lebih lanjut dengn Peraturan Bupati. BAB VIII PENJUALAN TERNAK SETORAN TIDAK LAYAK BIBIT Pasal 19 (1) Ternak Setoran Tidak Layak Bibit dan hasil penggemukan dijual sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang dilaksanakan oleh Panitia Pelaksana Penjualan Ternak Pemerintah Daerah (P3TPD). (2) Panitia Pelaksana Penjualan Ternak Pemerintah Daerah (P3TPD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Bupati atas usulan kepala Dinas Perikanan dan Peternakan. 9

10 Pasal 20 (1) Penjualan Ternak Setoran Tidak Layak Bibit (termasuk hasil penggemukan) dilaksanakan secara lelang oleh Panitia Pelaksana Penjualan Ternak Pemerintah Daerah (P3TPD) (2) Hasil penjualan ternak setoran tidak layak bibit disetorkan ke Kas Daerah. BAB IX PENGHAPUSAN TERNAK PEMERINTAH DAERAH Pasal 21 (1) Ternak Pemerintah Daerah yang mati/dipotong paksa, majir, hilang, ternak pokok yang sudah lunas, ternak setoran yang tidak layak bibit, dan ternak yang pelunasannya macet bukan karena kelalaian Penggaduh, harus dihapuskan sesuai ketentuan yang berlaku. (2) Untuk menghindari kerugian Pemerintah Daerah maupun Penggaduh, penjualan atau pemusnahan Ternak Pemerintah Daerah dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum ada penghapusan. (3) Tata cara penghapusan Ternak Pemerintah Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 22 (1) Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan Ternak Pemerintah Daerah secara berdaya guna dan berhasil guna, Pemerintah Daerah berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan dan pengembangan ternak dalam Daerah. (2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 23 (1) Selain Pejabat Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah, yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 10

11 (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seesorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah; b. Melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian; c Menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 24 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 11, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp ,- (lima puluh juta rupiah) (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Hasil denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Daerah. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan yang selama ini berlaku di disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini. 11

12 BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan di atur dengan Peraturan Bupati. Pasal 27 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya pada Berita Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Ditetapkan di Kandangan pada tanggal 28 September 2007 BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Cap Ttd, MUHAMMAD SAFI I Diundangkan di Kandangan pada tanggal 28 September 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, ACHMAD FIKRY LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2007 NOMOR 18 12

13 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PENGELOLAAN TERNAK PEMERINTAH DAERAH I. U M U M Dalam rangka pemerataan pembangunan peternakan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan sekaligus sebagai upaya pengentasan kemiskinan, Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Selatan melaksanakan Program Gerbang Perkotaan Banua Lima Plus Center dimana salah satu kegiatan dibidang peternakan yakni penyebaran dan pengembangan ternak secara merata dan tersebar dalam wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Agar penyebaran dan pengembangan dimaksud mencapai sasaran yang menjadi tujuan peningkatan kesejahteraan petani peternak, maka perlu diatur dan ditetapkan Peraturan Daerah menenai Ketentuan Pengelolaan Ternak Pemerintah Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 13

14 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR