BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lahan memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan manusia khususnya dari segi ekonomi. Pengelolaan lahan dengan menanam tanaman perkebunan maupun pertanian akan memberikan pendapatan bagi masyarakat khususnya para petani. Akan tetapi, kebutuhan akan lahan yang semakin meningkat dan tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas alih guna hutan menjadi lahan perkebunan maupun pertanian. Kondisi tersebut berdampak pada semakin berkurangnya luasan hutan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Data yang disajikan oleh Purba, dkk (2011) menunjukkan bahwa laju deforestasi di Pulau Jawa mencapai 138.320,50 ha/th. Luas tutupan hutan di Jawa semakin berkurang dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 luas tutupan hutan di Jawa yaitu 2.281.183,78 ha kemudian pada tahun 2009 terjadi penurunan luas tutupan hutan menjadi 897.978,82 ha. Salah satu hutan di Jawa yang dikelola oleh Perum Perhutani adalah Hutan Kemuning. Hutan Kemuning terletak di RPH Petung, BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara. Pengelolaan yang diterapkan pada Hutan Kemuning adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut BP2TPDAS IBT (2006) merupakan suatu sistem pengelolaan hutan dengan menggabungkan kegiatan kehutanan, perkebunan tanaman industri, tanaman pangan, peternakan, dan perikanan ke 1
arah usaha tani terpadu untuk mencapai optimalisasi serta diversifikasi penggunaan lahan. Penerapan sistem agroforestri di Hutan Kemuning merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan ataupun pertanian. Masyarakat diberikan kesempatan oleh Perum perhutani untuk ikut memanfaatkan lahan di bawah tegakan. Kerjasama tersebut tidak hanya ditujukkan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis saja melainkan ikut serta dalam menjaga kelestarian hutan. Peran utama sistem agroforestri dalam ekosistem adalah sebagai penjaga kestabilan ekosistem. Ekosistem yang stabil menyebabkan tercapainya kelestarian. Kestabilan tersebut ditunjukkan dari interaksi antar tanaman, daur hara tertutup, interaksi positif dalam berbagi sumberdaya. Upaya konservasi yang dilakukan untuk perlindungan terhadap tata air dan tanah, meminimalisasi terjadinya erosi dan keberlanjutan atau kesinambungan produksi (Mahendra, 2009). Sistem agroforestri yang diterapkan di Hutan Kemuning menyebabkan terbentuknya lapisan tajuk, penutupan tajuk maupun tumbuhan bawah. Jenis vegetasi yang tumbuh di Hutan Kemuning adalah rimba alam. Rimba alam terdiri dari jenis-jenis pohon yang hidup secara liar, beragam dan tidak diketahui umurnya. Tanaman yang dipilih masyarakat untuk ditanam di bawah tegakan rimba alam adalah kopi robusta. Kopi robusta (Coffea canephora) merupakan komoditas perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Disamping itu tanaman kopi robusta dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 400-2
900 mdpl, memiliki daun yang lebar dan tipis, dan berakar tunggang (Hulupi dan Endri, 2013). Penanaman kopi di bawah tegakan rimba alam oleh masyarakat serta adanya perlakuan terhadap tanaman kopi seperti penyiangan, pendangiran, pemangkasan tajuk dan pemupukan pada hutan dengan kondisi fisik berbukit dan agak curam sampai dengan curam serta memiliki curah hujan rata-rata tahunan yang tinggi berpotensi menimbulkan erosi. Besarnya nilai erosi dapat diketahui dengan mengukur jumlah seluruh muatan suspensi yang terbawa oleh aliran air yang melewati stasiun pengamatan aliran sungai (SPAS). Erosi merupakan suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas yang disebabkan oleh pergerakan air (Suripin, 2004). Erosi menimbulkan banyak dampak negatif seperti hilangnya lapisan tanah yang subur akibat terbawa oleh aliran permukaan, pencucian unsur hara dan berkurangnya bahan organik sehingga kesuburan tanah menurun. Disamping itu, tanah yang terangkut melalui saluran atau bangunan air akan terendapkan sehingga kapasitas bangunan air untuk menampung air semakin sedikit. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan pengukuran erosi pada lahan agroforestri dengan tegakan rimba alam dan kopi di Hutan Kemuning. Pengukuran erosi dapat dihitung dengan melakukan penelitian pada suatu daerah tangkapan air (DTA). Pada Hutan Kemuning terdapat suatu DTA yang masuk ke dalam sub DAS Lutut yang berada di bagian hulu DAS Bodri. DTA Hutan kemuning memiliki luasan sebesar 1,66 ha dengan topografi berbukit dengan didominasi oleh kelerengan 15% (agak curam sampai dengan 3
curam). Jenis tanahnya adalah latosol merah kekuningan dan memiliki curah hujan rata-rata tahunan tinggi yaitu 2.930,56 mm/th. Pada suatu DTA terjadi proses pergerakan air yang berasal dari air hujan (input) dan akan menghasilkan keluaran (output) berupa aliran permukaan dan suspensi. Karakteristik fisik alami yang dimiliki oleh setiap DTA akan berbeda dengan DTA lain sehingga respon hidrologi terhadap masukan berupa hujan juga akan berbeda. Kondisi fisik DTA Hutan Kemuning yang memiliki kelerengan 15% dengan curah hujan rata-rata tahunan yang tinggi berpotensi besar mengalami erosi. Tanah rawan erosi menurut Sartohadi (2013) mencakup satuan-satuan tanah yang terletak pada lahan dengan kelerengan 15%. Bagian hulu DAS memiliki pengaruh yang besar terhadap daerah yang lebih hilir karena berfungsi dalam melindungi seluruh bagian DAS khususnya sebagai pengendali erosi. Apabila pengelolaan hutan di bagian hulu tidak tepat maka tidak hanya berdampak pada daerah kegiatan berlangsung saja (on site) tetapi juga di daerah hilirnya (off site). Oleh sebab itu, perlu adanya perhatian khusus terhadap pengelolaan hutan yang berada di hulu DAS seperti Hutan Kemuning. 1.2.Perumusan Masalah Kebutuhan akan lahan yang tidak seimbang dengan luas lahan yang tersedia menjadi penyebab utama terjadinya alih guna hutan menjadi lahan perkebunan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah permasalahan tersebut yaitu mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Hutan 4
Kemuning merupakan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Kedu Utara dengan sistem agroforestri. Pengelolaan hutan dengan sistem agrofrestri dengan kombinasi jenis rimba alam dan kopi serta adanya perawatan tanaman kopi pada kondisi fisik yang berbukit, didominasi oleh kelerengan agak miring sampai dengan curam, memiliki curah hujan rata-rata tahunan yang tinggi dan dikelola dengan sistem agroforestri berpotensi menimbulkan erosi. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka rumusan masalahnya antara lain: 1. Berapakah nilai erosi pada lahan agroforestri (rimba alam dan kopi) di Hutan Kemuning? 2. Bagaimanakah hubungan tebal hujan dengan muatan suspensi pada lahan agroforestri (rimba alam dan kopi) di Hutan Kemuning? 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui nilai erosi pada lahan agroforestri (rimba alam dan kopi) di Hutan Kemuning. 2. Mengetahui hubungan tebal hujan dengan muatan suspensi pada lahan agroforestri (rimba alam dan kopi) di Hutan Kemuning. 1.4.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi aktual mengenai besarnya erosi pada lahan agroforestri tegakan rimba alam dengan kopi di DTA Hutan Kemuning. Selain itu, dapat menjadi bahan evaluasi bagi Perum Perhutani untuk pengelolaan hutan di masa yang akan datang. 5