Nilai Peta tahun 2009 (Recode) 11 = Hutan 12 = Perkebunan 13 = Semak belukar 14 = Sawah 15 = Ladang 16 = Pemukiman 17 = Badan air

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Nilai Koefisien Limpasan di DAS Krueng Meureudu Provinsi Aceh

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

Lampiran 1 Uji akurasi klasifikasi lahan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB 2 Perencanaan Kinerja

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DI MALUKU

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

Laporan Praktikum III KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN ERDAS IMAGINE

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

Pembangunan Kehutanan

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

commit to user BAB I PENDAHULUAN

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

PENGELOLAAN DAS TERPADU

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

Lampiran 1. Kriteria Lahan Kritis di Kawasan Hutan Lindung (HL), Budidaya Pertanian (BDP) dan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan (LKHL)

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial,

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KEHUTANAN

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Matriks Pendapat Gabungan Berdasarkan Kriteria Faktor Utama Penyebab Banjir

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. diharapkan adanya pemahaman terhadap perubahan struktur agraria, faktor-faktor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Inventarisasi Hutan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 39/Menhut-II/2010 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

LAMPIRAN 80

81 Lampiran 1. Matriks perkalian post classification comparison Nilai Peta tahun 2002 Nilai Peta tahun 2009 11 12 13 14 15 16 17 1 11 12 13 14 15 16 17 3 33 36 39 42 45 48 51 5 55 60 65 70 75 80 85 7 77 84 91 98 105 112 119 9 99 108 117 126 135 144 153 10 110 120 130 140 150 160 170 11 121 132 143 154 165 176 187 Keterangan: Nilai Peta tahun 2002 (Recode) 1 = Hutan 3 = Perkebunan 5 = Semak belukar 7 = Sawah 9 = Ladang 10 = Pemukiman 11 = Badan air Nilai Peta tahun 2009 (Recode) 11 = Hutan 12 = Perkebunan 13 = Semak belukar 14 = Sawah 15 = Ladang 16 = Pemukiman 17 = Badan air

Lampiran 2. Modeler fungsi perkalian post classification comparison 82

83 Lampiran 3. Laporan hasil akurasi penggunaan dan penutupan lahan tahun 2009 ERROR MATRIX ------------- CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------- Reference Data -------------- Classified Data unsupervis Hutan Perkebunan Semak --------------- ---------- ---------- ---------- ---------- unsupervised 1 0 0 0 Hutan 0 70 3 0 Perkebunan 0 0 116 0 Semak 0 0 0 98 Sawah 0 0 0 0 Ladang 0 0 0 1 Pemukiman 0 0 0 0 Air 0 0 0 0 Awan 0 0 0 0 Column Total 1 70 119 99 Reference Data -------------- Classified Data Sawah Ladang Pemukiman Air --------------- ---------- ---------- ---------- ---------- unsupervised 0 0 0 0 Hutan 0 0 0 0 Perkebunan 0 0 0 0 Semak 0 0 0 0 Sawah 71 1 7 0 Ladang 0 116 2 24 Pemukiman 19 0 93 0 Air 0 0 0 62 Awan 0 0 0 0 Column Total 90 117 102 86 Reference Data -------------- Classified Data Awan Row Total --------------- ---------- ---------- unsupervised 0 1 Hutan 0 73 Perkebunan 0 116 Semak 0 98 Sawah 0 79 Ladang 0 143 Pemukiman 0 112 Air 0 62

84 Awan 0 0 Column Total 0 684 ----- End of Error Matrix ----- ACCURACY TOTALS ---------------- Class Reference Classified Number Producers Users Name Totals Totals Correct Accuracy Accuracy ---------- ---------- ---------- ------- --------- ----- unsupervised 1 1 1 --- --- Hutan 70 73 70 100.00% 95.89% Perkebunan 119 116 116 97.48% 100.00% Semak 99 98 98 98.99% 100.00% Sawah 90 79 71 78.89% 89.87% Ladang 117 143 116 99.15% 81.12% Pemukiman 102 112 93 91.18% 83.04% Air 86 62 62 72.09% 100.00% Awan 0 0 0 --- --- Totals 684 684 627 Overall Classification Accuracy = 91.67% KAPPA (K^) STATISTICS --------------------- ----- End of Accuracy Totals ----- Overall Kappa Statistics = 0.9022 Conditional Kappa for each Category. ------------------------------------ Class Name Kappa ---------- ----- unsupervised 1.0000 Hutan 0.9542 Perkebunan 1.0000 Semak 1.0000 Sawah 0.8834 Ladang 0.7722 Pemukiman 0.8006 Air 1.0000 Awan 0.0000 ----- End of Kappa Statistics -----

85 Lampiran 4. Perubahan Penutupan Lahan di Seluruh Lokasi Penelitian (2002 2009) Hutan Perkebunan 566,82 41,21 Hutan Semak belukar 268,74 19,54 Hutan Sawah 156,96 11,41 Hutan Ladang 176,11 12,80 Hutan Pemukiman 191,43 13,92 Hutan Badan Air 15,39 1,12 Total 1.375,45 100,00 Perkebunan Hutan 456,66 53,28 Perkebunan Semak belukar 149,94 17,50 Perkebunan Sawah 38,25 4,46 Perkebunan Ladang 89,10 10,40 Perkebunan Pemukiman 120,78 14,09 Perkebunan Badan air 2,34 0,27 Total 857,07 100 Semak belukar Hutan 786,33 38,19 Semak belukar Perkebunan 228,24 11,08 Semak belukar Sawah 258,48 12,55 Semak belukar Ladang 543,42 26,40 Semak belukar Pemukiman 226,35 10,99 Semak belukar Badan air 16,20 0,79 Total 2.059,02 100,00 Sawah Hutan 92,88 5,37 Sawah Perkebunan 29,79 1,72 Sawah Semak belukar 147,96 8,56 Sawah Ladang 751,32 43,47 Sawah Pemukiman 628,92 36,38 Sawah Badan air 77,67 4,50 Total 1.728,54 100,00

86 Ladang Hutan 517,95 11,54 Ladang Perkebunan 209,61 4,67 Ladang Semak belukar 557,64 12,42 Ladang Sawah 1382,13 30,78 Ladang Pemukiman 1659,69 36,97 Ladang Badan air 162,54 3,62 Total 4.489,56 100,00 Pemukiman Hutan 47,16 5,83 Pemukiman Perkebunan 24,75 3,06 Pemukiman Semak belukar 33,75 4,17 Pemukiman Sawah 293,04 36,25 Pemukiman Ladang 353,61 43,74 Pemukiman Badan air 56,16 6,95 Total 808,47 100,00 Badan air Hutan 0,09 0,42 Badan air Perkebunan 0,00 0,00 Badan air Semak belukar 0,27 1,25 Badan air Sawah 5,85 27,08 Badan air Ladang 8,46 39,17 Badan air Pemukiman 6,93 32,08 Total 21,60 100,00

87 Lampiran 5. Perubahan Luas Penutupan Lahan di Kecamatan Ciawi (2002 2009) Hutan Perkebunan 44,46 10,72 Hutan Semak belukar 168,30 40,58 Hutan Sawah 43,29 10,44 Hutan Ladang 125,28 30,21 Hutan Pemukiman 31,23 7,53 Hutan Badan Air 2,16 0,52 Total 414,72 100,00 Perkebunan Hutan 51,84 29,43 Perkebunan Semak belukar 62,82 35,67 Perkebunan Sawah 12,78 7,26 Perkebunan Ladang 37,53 21,30 Perkebunan Pemukiman 11,16 6,34 Perkebunan Badan air 0,00 0,00 Total 176,13 100,00 Semak belukar Hutan 116,10 28,53 Semak belukar Perkebunan 4,86 1,19 Semak belukar Sawah 65,79 16,17 Semak belukar Ladang 161,19 39,62 Semak belukar Pemukiman 56,16 13,80 Semak belukar Badan air 2,79 0,69 Total 406,89 100,00 Sawah Hutan 20,16 3,72 Sawah Perkebunan 0,00 0,00 Sawah Semak belukar 72,18 13,33 Sawah Ladang 272,79 50,39 Sawah Pemukiman 160,29 29,61 Sawah Badan air 15,84 2,95 Total 541,26 100,00

88 Ladang Hutan 51,84 6,58 Ladang Perkebunan 1,98 0,25 Ladang Semak belukar 157,23 19,95 Ladang Sawah 244,44 31,02 Ladang Pemukiman 301,59 38,27 Ladang Badan air 31,05 3,93 Total 788,13 100,00 Pemukiman Hutan 0,36 0,15 Pemukiman Perkebunan 0,00 0,00 Pemukiman Semak belukar 11,61 4,68 Pemukiman Sawah 83,25 33,62 Pemukiman Ladang 137,79 55,65 Pemukiman Badan air 14,58 5,90 Total 247,59 100,00 Badan air Hutan 0,09 2,93 Badan air Perkebunan 0,00 0,00 Badan air Semak belukar 0,00 0,00 Badan air Sawah 0,72 23,45 Badan air Ladang 0,72 23,45 Badan air pemukiman 1,53 2,93 Total 3,06 100,00

89 Lampiran 6. Perubahan Luas Penutupan Lahan di Kecamatan Megamendung (2002 2009) Hutan Perkebunan 128,16 20,53 Hutan Semak belukar 71,73 11,49 Hutan Sawah 103,50 16,58 Hutan Ladang 241,20 38,64 Hutan Pemukiman 67,50 10,81 Hutan Badan Air 12,15 1,95 Total 624,24 100,00 Perkebunan Hutan 70,02 38,06 Perkebunan Semak belukar 49,41 26,86 Perkebunan Sawah 12,78 6,95 Perkebunan Ladang 29,88 16,24 Perkebunan Pemukiman 21,69 11,79 Perkebunan Badan air 0,18 0,10 Total 183,96 100,00 Semak belukar Hutan 326,16 33,56 Semak belukar Perkebunan 32,85 3,38 Semak belukar Sawah 170,10 17,50 Semak belukar Ladang 347,31 35,73 Semak belukar Pemukiman 85,59 8,81 Semak belukar Badan air 9,90 1,02 Total 971,91 100,00 Sawah Hutan 8,37 1,43 Sawah Perkebunan 0,09 0,02 Sawah Semak belukar 29,88 5,12 Sawah Ladang 293,85 50,32 Sawah Pemukiman 214,29 36,69 Sawah Badan air 37,53 6,42 Total 584,01 100,00

90 Ladang Hutan 75,60 4,58 Ladang Perkebunan 12,24 0,74 Ladang Semak belukar 187,47 11,37 Ladang Sawah 734,58 44,55 Ladang Pemukiman 558,09 33,84 Ladang Badan air 81,00 4,92 Total 1.648,98 100,00 Pemukiman Hutan 4,05 1,43 Pemukiman Perkebunan 0,00 0,00 Pemukiman Semak belukar 5,22 1,84 Pemukiman Sawah 122,76 43,38 Pemukiman Ladang 126,54 44,72 Pemukiman Badan air 24,39 8,63 Total 282,96 100,00 Badan air Hutan 0,00 0,00 Badan air Perkebunan 0,00 0,00 Badan air Semak belukar 0,09 0,85 Badan air Sawah 3,15 29,91 Badan air Ladang 4,86 46,15 Badan air Pemukiman 2,43 23,09 Total 10,53 100,00

91 Lampiran 7. Perubahan Luas Penutupan Lahan di Kecamatan Cisarua (2002 2009) Hutan Perkebunan 395,19 72,58 Hutan Semak belukar 30,69 5,64 Hutan Sawah 10,62 1,95 Hutan Ladang 13,32 2,45 Hutan Pemukiman 93,51 17,17 Hutan Badan Air 1,17 0,21 Total 544,50 100,00 Perkebunan Hutan 337,14 66,73 Perkebunan Semak belukar 40,23 7,96 Perkebunan Sawah 13,50 2,67 Perkebunan Ladang 23,49 4,65 Perkebunan Pemukiman 88,74 17,56 Perkebunan Badan air 2,16 0,43 Total 505,26 100,00 Semak belukar Hutan 346,59 50,18 Semak belukar Perkebunan 190,89 27,64 Semak belukar Sawah 24,48 3,54 Semak belukar Ladang 38,61 5,58 Semak belukar Pemukiman 86,67 12,55 Semak belukar Badan air 3,51 0,51 Total 690,75 100,00 Sawah Hutan 65,97 10,66 Sawah Perkebunan 29,70 4,79 Sawah Semak belukar 47,52 7,68 Sawah Ladang 192,24 31,06 Sawah Pemukiman 258,66 41,78 Sawah Badan air 24,93 4,03 Total 619,02 100,00

92 Ladang Hutan 394,56 18,97 Ladang Perkebunan 195,66 9,41 Ladang Semak belukar 215,73 10,37 Ladang Sawah 412,92 19,85 Ladang Pemukiman 810,00 38,94 Ladang Badan air 51,12 2,46 Total 2079,99 100,00 Pemukiman Hutan 42,93 15,32 Pemukiman Perkebunan 24,75 8,83 Pemukiman Semak belukar 17,01 6,07 Pemukiman Sawah 88,11 31,45 Pemukiman Ladang 90,09 32,16 Pemukiman Badan air 17,28 6,17 Total 280,17 100,00 Badan air Hutan 0,00 0,00 Badan air Perkebunan 0,00 0,00 Badan air Semak belukar 0,18 2,22 Badan air Sawah 2,16 26,67 Badan air Ladang 2,79 34,44 Badan air Pemukiman 2,97 36,67 Total 8,10 100,00

93 Lampiran 8. Kebijakan pemerintah mengenai kehutanan GBHN 1993 Kebijakan Umum Pembangunan Kehutanan dalam Pelita VI a. Pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan fungsi hutan, dan dengan mengutamakan pelestarian sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup, memelihara tata air, serta untuk memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja, meningkatkan sumber dan pendapatan negara, devisa serta mengacu pembangunan daerah. b. Pengembangan produksi hasil kayu dan non kayu diselenggarakan melalui upaya peningkatan pengusahaan hutan produksi, hutan rakyat, hutan tanaman industri dan upaya peningkatan produktivitas hutan alam yang didukung oleh penyediaan bibit hutan tanaman hutan yang unggul dan budidaya kehutanan yang tangguh. c. Hutan sebagai salah satu penentu ekosistem, pengelolaannya ditingkatkan secara terpadu dan berwawasan lingkungan untuk menjaga dan memelihara fungsi tanah, air, udara, iklim dan lingkungan hidup serta memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat. d. Upaya rehabilitasi hutan dan tanah kritis, konservasi tanah, rehabilitasi sungai, rawa, pelestarian gua-gua alam, karang laut, flora dan fauna langka serta pengembangan fungsi DAS ditingkatkan dan makin disempurnakan. e. Dalam pembangunan kehutanan, keikutsertaan masyarakat di kawasan hutan sekitarnya termasuk masyarakat transmigrasi kehutanan perlu diberi peluang dan ditingkatkan. f. Pengusahaan hasil hutan disesuaikan dengan daya dukung sumberdaya alamnya agar kelestarian sumberdaya hutan terjamin dan perusakan lingkungan dapat dicegah. g. Pembangunan kehutanan perlu didukung dengan kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, peraturan perundang-undangan, penyediaan informasi serta penelitian dan pengembangan.