HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Selulosa

dokumen-dokumen yang mirip
IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

PEMANFAATAN Indigofera sp. DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA DOMBA JANTAN

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

PENGERTIAN LIMBAH A C. Gambar 1. Ilustrasi hubungan antara limbah (A), bahan pakan konvensional (B) dan bahan pakan non konvensional (C)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA ( Panicum Maximum ) TERHADAP KECERNAAN NDF DAN ADF PADA KAMBING LOKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

Transkripsi:

37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh terhadap Kecernaan Selulosa Kecernaan suatu bahan pakan merupakan pencerminan dari tinggi rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan tersebut dengan mengukur jumlah makanan yang dikonsumsi dan jumlah makanan yang dikeluarkan melalui feses. Zat makanan yang dapat diukur nilai kecernaannya diantaranya adalah selulosa. Kecernaan selulosa sangat berkaitan dengan proses pencernaan dan penyerapan selulosa ransum yang terjadi di dalam tubuh domba. Hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan protein terproteksi, probiotik dan premiks mineral dalam ransum komplit terhadap kecernaan selulosa pada Domba Garut jantan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Kecernaan Selulosa pada Berbagai Ulangan R0 R1 R2 R3 R4...%... 1 60,79 60,53 68,01 57,54 51,65 2 62,20 64,03 66,00 65,43 63,28 3 71,69 54,41 61,29 55,85 61,52 4 67,39 65,71 57,80 65,17 71,61 Rata-rata 65,52 61,17 63,28 61,00 62,02 Keterangan: R0 = Hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat standar R1 = Hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi R2 = Hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi + premiks R3 = Silase Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi R4 = Silase Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi + premiks

38 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa penggunaan protein terproteksi, probiotik dan premiks mineral dalam ransum komplit menghasilkan kecernaan selulosa yang bervariasi pada berbagai perlakuan. Nilai rataan kecernaan selulosa tertinggi dihasilkan perlakuan R0 (hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat standar) yaitu 65,52 persen, kemudian diikuti oleh R2 (63,28%), R4 (62,02%), R1 (61,17%), dan R3 (61,00%). Berdasarkan hasil penelitian, rataan perlakuan R1, R2, R3, R4 lebih kecil dibandingkan perlakuan R0. Selain selulosa merupakan fraksi yang sulit dicerna, penambahan protein terproteksi berbahan tannin pada perlakuan R1, R2, R3, dan R4 diduga dapat menurunkan kecernaan selulosa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Butler dan Rogler (1992), bahwa ternak yang mengkonsumsi pakan bertannin tinggi dapat menurunkan bobot badan dan terlihat sangat nyata pada penurunan kecernaan dan efisiensi penggunaan pakan. Ransum perlakuan R0 menghasilkan kecernaan selulosa sebesar 65,52 persen, hal ini menandakan bahwa ransum R0 memiliki kualitas pakan yang baik dan mampu mencukupi kebutuhan selulosa pada domba. Tillman dkk. (1998) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi daya cerna pakan adalah komposisi ransum, faktor daya cerna, penyiapan makanan dan jumlah makanan. Menurut Ranjhan dan Pathak (1979), bahwa kecernaan bahan makanan dapat dipengaruhi oleh umur ternak, level pemberian pakan, cara pengolahan dan pemberian pakan, komposisi pakan dan kadar zat makanan yang dikandungnya. Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kecernaan selulosa dilakukan Uji-t berpasangan yang tercantum pada Tabel 6. Berdasarkan hasil Uji-t berpasangan,

39 signifikansi menunjukkan semua perlakuan (P>0,05) yang berarti tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap kecernaan selulosa. Hasil perbedaan rata-rata antar perlakuan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji-t Berpasangan Pengaruh Terhadap Kecernaan Selulosa Rataan Kecernaan Selulosa (%) Signifikansi (0,05) R0 vs R1 65,52 vs 61,17 a R0 vs R2 65,52 vs 63,28 a R0 vs R3 65,52 vs 61,00 a R0 vs R4 65,52 vs 62,02 a R1 vs R2 61,17 vs 63,28 a R1 vs R3 61,17 vs 61,00 a R1 vs R4 61,17 vs 62,02 a R2 vs R3 63,28 vs 61,00 a R2 vs R4 63,28 vs 62,02 a R3 vs R4 61,00 vs 62,02 a Keterangan : a = Tidak berbeda secara signifikan (P>0,05) terhadap kecernaan selulosa ransum b = Berbeda secara signifikan (P 0,05) terhadap kecernaan selulosa ransum Kisaran nilai kecernaan selulosa ransum hasil penelitian berkisar antara 61,00 persen - 65,52 persen. Hal ini sesuai dengan pendapat Haryanti (2005), kisaran kecernaan selulosa yaitu antara 59,90 persen - 72,02 persen dari total selulosa yang dikonsumsi ternak. Nilai tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan rata-rata nilai kecernaan hemiselulosa pada penelitian, disajikan pada Tabel 7. Nilai kecernaan pada selulosa rendah dikarenakan selulosa merupakan fraksi serat yang sulit dicerna. Menurut Church (1976), bahwa selulosa sukar dihancurkan dalam sistem pencernaan tetapi karena adanya mikroorganisme yang terdapat pada rumen ternak ruminansia sehingga selulosa mampu dicerna dan dimanfaatkan dengan

40 baik. Hasil akhir dari pencernaan selulosa pada rumen adalah asam lemak terbang (VFA) yang merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia (Tillman,1998). Selulosa terdiri dari dua bentuk yaitu amorf dan kristal. Bagian amorf jika dihidrolisis akan larut sedangkan bagian kristal tetap utuh dan sebagian lagi larut dalam larutan asam encer. Keadaan inilah yang menyebabkan enzim-enzim ternak monogastrik tidak mampu mencernanya kecuali enzim selulosa yang dihasilkan oleh mikroorganisme di dalam rumen ternak ruminansia (McDonald, dkk., 1995). 4.2 Pengaruh terhadap Kecernaan Hemiselulosa Hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan protein terproteksi, probiotik dan premiks mineral dalam ransum komplit terhadap kecernaan hemiselulosa pada Domba Garut jantan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Kecernaan Hemiselulosa pada Berbagai Ulangan R0 R1 R2 R3 R4...%... 1 66,42 73,57 68,18 66,33 58,28 2 68,28 74,94 64,16 69,36 60,14 3 74,46 68,16 66,35 63,53 52,59 4 74,10 74,85 65,11 69,11 70,67 Rata-rata 70,82 72,88 65,95 67,08 60,42 Keterangan: R0 = Hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat standar R1 = Hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi R2 = Hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi + premiks R3 = Silase Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi R4 = Silase Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi + premiks Berdasarkan pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penggunaan protein terproteksi, probiotik dan premiks mineral dalam ransum komplit menghasilkan kecernaan

41 hemiselulosa yang bervariasi pada berbagai perlakuan. Rataan kecernaan hemiselulosa tertinggi diperoleh pada perlakuan R1, yaitu pada hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi, dengan rataan kecernaan hemiselulosa sebesar 72,88 persen, kemudian diikuti oleh R0 (70,82%), R3 (67,08%), R2 (65,95%), dan R4 (60,42%). Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kecernaan hemiselulosa dilakukan Uji-t berpasangan yang tercantum pada lampiran 15. Hasil Uji-t berpasangan menunjukkan bahwa pemberian ransum komplit dengan kombinasi penggunaan protein terproteksi, probiotik dan premiks mineral, memberikan perbedaan rata-rata antar perlakuan yang signifikan (P 0,05) terhadap kecernaan hemiselulosa ransum. Hasil perbedaan rata-rata antar perlakuan disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji-t Berpasangan Pengaruh Terhadap Kecernaan Hemiselulosa Rataan Kecernaan Hemiselulosa (%) Signifikansi (0,05) R0 vs R1 70,82 vs 72,88 a R0 vs R2 70,82 vs 65,95 a R0 vs R3 70,82 vs 67,08 a R0 vs R4 70,82 vs 60,42 a R1 vs R2 72,88 vs 65,95 b R1 vs R3 72,88 vs 67,08 b R1 vs R4 72,88 vs 60,42 b R2 vs R3 65,95 vs 67,08 a R2 vs R4 65,95 vs 60,42 a R3 vs R4 67,08 vs 60,42 a Keterangan : a = Tidak berbeda secara signifikan (P>0,05) terhadap kecernaan hemiselulosa ransum b = Berbeda secara signifikan (P 0,05) terhadap kecernaan hemiselulosa ransum

42 Berdasarkan hasil Uji-t berpasangan, signifikansi menunjukkan perbandingan rataan antar perlakuan (R1-R2), (R1-R3), dan (R1-R4) P 0,05 yang berarti ada perbedaan nyata antar perlakuan terhadap kecernaan hemiselulosa ransum. Meskipun demikian, perbandingan rataan antar perlakuan (R0-R1), (R0-R2), (R0-R3), (R0-R4), (R2-R3), (R2-R4), dan (R3-R4) P>0,05 yang berarti tidak berbeda nyata antar perlakuan terhadap kecernaan hemiselulosa. Kisaran nilai kecernaan hemiselulosa ransum hasil penelitian adalah berkisar antara 60,42 persen - 72,88 persen. Nilai tersebut menjadi nilai tertinggi dari penelitian kecernaan yang dilakukan karena hemiselulosa merupakan fraksi yang mudah dicerna. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Soest (1982), bahwa hemiselulosa dengan mudah dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen. Bakteri hemiselulolitik tidak dapat mendegradasi selulosa, sebaliknya bakteri selulolitik dapat mendegradasi hemiselulosa. Enzim hemiselulosa yang dihasilkan oleh mikroorganisme rumen akan menghidrolisis hemiselulosa dengan hasil akhir asam lemak terbang (VFA). 4.3 Pengaruh terhadap Kecernaan Lignin Hasil penelitian mengenai pengaruh penggunaan protein terproteksi, probiotik dan premiks mineral dalam ransum komplit terhadap kecernaan lignin pada Domba Garut jantan disajikan pada Tabel 9.

43 Tabel 9. Rataan Kecernaan Lignin pada Berbagai Ulangan R0 R1 R2 R3 R4...%... 1 43,20 47,42 49,22 48,55 41,51 2 46,57 44,78 38,50 53,67 39,08 3 61,20 38,64 40,12 43,56 39,00 4 57,84 58,27 50,55 37,35 42,03 Rata-rata 52,20 47,28 44,60 45,78 40,41 Keterangan: R0 = Hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat standar R1 = Hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi R2 = Hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi + premiks R3 = Silase Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi R4 = Silase Rumput Gajah Taiwan + konsentrat mengandung bungkil kedelai terproteksi + premiks Berdasarkan pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa penggunaan protein terproteksi, probiotik, dan premiks mineral dalam ransum komplit menghasilkan kecernaan lignin yang bervariasi pada berbagai perlakuan. Rataan kecernaan lignin tertinggi diperoleh pada perlakuan R0, yaitu pada pakan hay Rumput Gajah Taiwan + konsentrat standar, dengan rataan kecernaan lignin sebesar 52,20 persen, kemudian diikuti oleh R1 (47,28%), R3 (45,78%), R2 (44,60%), dan R4 (40,41%). Berdasarkan hasil penelitian, rataan perlakuan R1, R2, R3, R4 lebih kecil dibandingkan perlakuan R0. Selain lignin merupakan fraksi yang sulit dicerna, penambahan protein terproteksi berbahan tannin pada perlakuan R1, R2, R3, dan R4 diduga dapat menurunkan kecernaan lignin. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Smith dkk. (2005), kemampuan tannin untuk membentuk kompleks dengan protein berpengaruh negatif terhadap fermentasi rumen dalam nutrisi ternak ruminansia. Tannin dapat berikatan dengan dinding sel mikroorganisme rumen dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas enzim. Tannin juga dapat

44 berinteraksi dengan protein yang berasal dari pakan dan menurunkan ketersediaannya bagi mikroorganisme rumen (Tanner, dkk., 1994). Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kecernaan lignin dilakukan Ujit berpasangan yang tercantum pada lampiran 19. Hasil Uji-t berpasangan menunjukkan bahwa pemberian ransum komplit dengan kombinasi penggunaan protein terproteksi, probiotik dan premiks mineral, tidak memberikan perbedaan rata-rata antar perlakuan yang signifikan (P>0,05) terhadap kecernaan lignin ransum. Hasil perbedaan rata-rata antar perlakuan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Uji-t Berpasangan Pengaruh Terhadap Kecernaan Lignin Rataan Kecernaan Lignin (%) Signifikansi (0,05) R0 vs R1 52,20 vs 47,28 a R0 vs R2 52,20 vs 44,60 a R0 vs R3 52,20 vs 45,78 a R0 vs R4 52,20 vs 40,41 a R1 vs R2 47,28 vs 44,60 a R1 vs R3 47,28 vs 45,78 a R1 vs R4 47,28 vs 40,41 a R2 vs R3 44,60 vs 45,78 a R2 vs R4 44,60 vs 40,41 a R3 vs R4 45,78 vs 40,41 a Keterangan : a = Tidak berbeda secara signifikan (P>0,05) terhadap kecernaan lignin ransum b = Berbeda secara signifikan (P 0,05) terhadap kecernaan lignin ransum Berdasarkan hasil Uji-t berpasangan, tidak ada perbedaan yang nyata antara perbedaan perlakuan terhadap kecernaan lignin. Kisaran nilai kecernaan lignin hasil penelitian adalah 40,41 persen - 52,20 persen. Nilai tersebut menjadi nilai terendah dari penelitian kecernaan yang dilakukan, karena lignin merupakan fraksi yang sulit untuk

45 dicerna. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Soest (1982), bahwa lignin merupakan bagian dari dinding sel tanaman yang tidak dapat dicerna, bahkan mengurangi kecernaan fraksi tanaman lainnya. Lebih lanjut Sutardi dkk. (1980) menyatakan lignin berperan untuk memperkuat struktur dinding sel tanaman dengan mengikat selulosa dan hemiselulosa sehingga sulit dicerna oleh mikroorganisme. Sesuai dengan pendapat Jung dan Vogel (1986), bahwa lignin menghambat kecernaan hemiselulosa dan selulosa. Kadar lignin tanaman bertambah dengan bertambahnya umur tanaman (Tillman, dkk., 1986).