4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5).

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang wilayahnya disatukan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

PROFILE DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

2) Kegiatan Pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (DAK dan Pendampingan)

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kabupaten Indramayu 4.1.1. Keragaan lingkungan 4.1.1.1. Letak geografis Secara geografis, Kabupaten Indramayu terletak pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Secara administratif, Kabupaten Indramayu memiliki batasbatas menurut arah angin sebagai berikut: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Selatan : Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Cirebon Sebelah Barat : Kabupaten Subang Sebelah Timur : Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon Secara keseluruhan, Kabupaten Indramayu memiliki luas wilayah lebih kurang 204.011 ha yang terdiri dari 28 kecamatan, 302 desa dan 8 kelurahan. Dari seluruh wilayah tersebut, 68.703 ha atau sekitar 33,7% dari keseluruhan wilayah merupakan wilayah pesisir dan terdiri dari 11 kecamatan. Kesebelas kecamatan tersebut yang membentang dari Barat sampai Timur adalah Kecamatan Sukra, Kandanghaur, Losarang, Cantigi, Arahan, Sindang, Indramayu, Balongan, Jatinyuat, Karangampel dan Krangkeng. Lima puluh desa pesisir termasuk didalamnya dengan luas keseluruhan desa-desa tersebut adalah 30.885,49 Ha. Karakteristik pantai Indramayu dengan topografi yang landai serta banyaknya sungai yang bermuara didalamnya (17 sungai) disamping merupakan potensi besar, juga mengandung permasalahan yang kompleks. Dari 17 sungai yang bermuara diantaranya 14 sungai dimanfaatkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya laut sebagai sentra usaha penangkapan atau pangkalan pendaratan ikan. Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa sesuai karakteristiknya, kawasan utara Indramayu dikontrol oleh proses sedimentasi sehingga beberapa muara sungai mengalami pendangkalan yang berakibat terhambatnya proses kegiatan usaha penangkapan. Di lain pihak, sebagai akibat tingginya tekanan kegiatan masyarakat di wilayah pesisir dan terkonsentrasinya penyebaran hutan pantai di 4 lokasi (RPH)

serta tingkat pemahaman masyarakat pesisir akan kelestarian lingkungan masih rendah, pengelolaan sumberdaya ekosistem hutan pantai melenceng dari tujuan sebenarnya dan terbukti dari beberapa kondisi pantai yang mengalami abrasi. Dengan adanya formasi Delta Cimanuk dan Tanjung Tanah, Pantai Indramayu dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: Bagian I, merupakan bagian pantai sepanjang ± 27,6 km antara Muara Sungai Gebang sampai Muara Sungai Cilet. Pada bagian ini sebagian terkena abrasi, dengan kedalaman rata-rata: 0.07 m. Muara Sungai Sewo : endapan di mulut muara Pantai Kampung Gebang : abrasi Muara Bungin/Mangsetan : endapan di mulut muara Pantai antara Muara S. Bungin-Ujung Oji : abrasi Muara Ujung Oji : sedimentasi Pantai Patrol Lor : abrasi Pantai Buji : abrasi Muara Kali Menir : abrasi Pantai Eretan Kulon : abrasi Muara Kali Eretan : abrasi Pantai Eretan Wetan : abrasi Muara Kali Cilet : endapan lumpur/sedimentasi Bagian II, sepanjang ± 36,6 km terletak antara Sungai Cilet sampai Muara Song, pada bagian ini ditandai dengan adanya formasi Delta dari sedimentasi sungai Cimanuk dengan kedalaman rata-rata : 0,07 m. Pantai antara S. Cilet-Muara S. Cemara : sedimetasi lumpur Muara S. Cemara : sedimetasi lumpur Pantai antara S. Cemara-S. Rambatan/Kali Anyar : sedimentasi/hutan bakau/tanah timbul Muara S. Rambatan/Kali Anyar : endapan/tanah timbul Pantai antara S. Rambatan-Cimanuk Lama : endapan/tanah timbal Bagian III, sepanjang ± 43,6 km terletak antara muara Sungai Song dan Tanjung Tanah dengan kedalaman rata-rata: 0,07 m. 41

Muara Sungai Song : sedimentasi lumpur Pantai antara S. Song-S. Prawira Kepolo : abrasi Muara S. Prawira Kepolo : endapan lumpur Pantai antara S.Prawira Kepolo-S.Gebang Sawit : pemukiman dan industri (pertamina) Muara S. Gebang Sawit : endapan lumpur Pantai antara S. Gebang Sawit-Glayem : sedimentasi pasir halus Muara S. Gabus : abrasi Pantai Tirtamaya : abrasi Muara Sungai Glayem : endapan Pantai Dadap Lama : abrasi Pantai Dadap Baru : endapan Muara S. Dadap : endapan Pantai antara Kp.Dadap-Tanjung Ujung : abrasi Pantai Tanjung Ujung : endapan Bagian IV, terletak antara Tanjung Ujung sampai Muara Sungai Luwunggesik sepanjang ± 6,2 km dengan kedalaman rata-rata 0,07 m. Kondisi pantainnya hampir sama dengan pantai sebelah barat Tanjung Ujung yang sebagian besar terkena abrasi. Pada bagian pantai ini hanya ada satu sungai yaitu Sungai Luwungggesik sebagai saluran drainage. 4.1.1.2. Kedudukan Kabupaten Indramayu dalam kebijakan pengembangan tata ruang Dalam Rencana Tata Ruang Nasional, kebijakan pembangunan nasional memuat arahan pengembangan wilayah. Secara umum arahan tersebut bertujuan menyeimbangkan pembangunan antar wilayah melalui upaya penyebaran ekonomi, sosial budaya, penduduk dan pusat-pusat kegiatan. Dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan dan fungsi kota, wilayah Kabupaten Indramayu termasuk dalam bagian dari Rencana Pengembangan Kawasan Pantura dengan pusat pengembangan di Kota Cirebon. Kabupaten Indramayu dalam hal ini merupakan bagian pendukung pengembangan Pusat Kegiatan Nasional Sekunder yang berpusat di Kota Cirebon. Kabupaten Indramayu juga merupakan bagian 42

dari kawasan andalan di Pulau Jawa yaitu Kawasan Andalan CIAYUMAJAKUNING (Cianjur-Indramayu-Majalengka-Kuningan) yang diarahkan secara strategis untuk: (1) Memacu pertumbuhan sektor-sektor unggulan sesuai dengan potensi dan prospek pengembangannya (2) Meningkatkan pengembangan kegiatan ekonomi beserta prasarana penunjangnya dalam kawasan serta keterkaitan antar wilayah (3) Menata kawasan secara internal, baik keterkaitan antar pusat-pusat pertumbuhan dalam kawasan dengan daerah belakangnya, yang dapat diartikan sebagai keterkaitan pengembangan desa-kota dalam satu kawasan. Dalam pengembangan tata ruang Jawa Barat, wilayah Kabupaten Indramayu memiliki peruntukkan diantaranya sebagai kawasan industri yang mendukung pengembangan Cirebon dan kawasan perikanan laut. Khusus sektor perikanan, pengembangan kawasan industri diarahkan kepada pengembangan industri pengolahan ikan, sedangkan pengembangan kawasan perikanan laut diarahkan kepada upaya pembudidayaan di laut seperti rumput laut, udang dan peningkatan produksi perikanan. Terkait dengan peruntukkan kedua kawasan ini, zona Indramayu-Kandanghaur berfungsi sebagai pusat pelayanan produksi untuk pengolahan hasil kelautan dan budidaya pantai. 4.1.2. Keragaan sosial masyarakat 4.1.2.1. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Berdasarkan hasil registrasi penduduk di akhir tahun 2004, jumlah penduduk di wilayah pesisir adalah sejumlah 729.719 jiwa atau sekitar 45,31% dari total jumlah penduduk Kabupaten Indramayu (1.672.573 jiwa). Dari sumber data yang sama, tampak bahwa laju pertumbuhan juga cenderung semakin menurun. Pada periode 1990 1995, laju pertumbuhan penduduk masih berkisar 1,91, namun pada periode 1995 2003 laju pertumbuhan penduduk sudah berkisar pada nilai 1,62. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk kawasan pesisir dapat dilihat pada Tabel 6. 43

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu, 2000 2004 No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) 2000 2001 2002 2003 2004**) 1 Sukra 86.606 86.843 87.389 91.969 92.315 2 Kandanghaur 80.205 80.423 80.925 80.213 81.315 3 Losarang 51.644 51.677 52.002 55.021 54.178 4 Cantigi *) *) 22.335 22.487 24.143 5 Sindang 80.284 57.527 57.848 60.502 60.200 6 Indramayu 103.243 104.126 104.842 107.616 106.118 7 Balongan 21.382 21.472 21.654 23.593 22.464 8 Juntinyuat 81.161*) 81.411 81.915 84.889 85.752 9 Karangampel 103.028 103.306 104.044 106.235 106.340 10 Krangkeng 60.923 61.209 61.508 64.251 64.170 11 Arahan *) *) 31.247 31.432 32.724 Jumlah 668.476 647.994 705.709 728.208 729.719 Sumber : Indramayu Dalam Angka, 2003; Dinas Kependudukan Kabupaten Indramayu, 2004 Keterangan : *) Kecamatan belum berdiri sendiri **) Angka sementara 4.1.2.2. Komposisi penduduk berdasarkan laju migrasi dan jenis kelamin Berdasarkan data statistik tahun 2003 (Tabel 7), rata-rata sex ratio untuk kesebelas kecamatan pesisir adalah sebesar 113,26. Artinya, jumlah penduduk laki-laki di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuannya. Disamping itu, lebih banyak penduduk yang datang adalah perempuan dibandingkan dengan laki-laki dan sebaliknya lebih banyak laki-laki yang pindah dibandingkan dengan perempuan. Terdapat dua kecenderungan yang dapat disimpulkan dari data statistik ini. Kecenderungan pertama adalah masih kuatnya sektor pertanian dalam skala luas di wilayah ini. Pada sektor ini pembagian peran didalam pekerjaan masih lebih banyak mengandalkan tenaga kerja laki-laki. Kecenderungan kedua adalah tidak cukup tersedianya lahan pekerjaan di wilayah ini. Tampak penduduk laki-laki, kemungkinan besar adalah kelompok umur produktif, banyak pindah keluar wilayah ini. 44

Tabel 7. Jumlah Penduduk Datang-Pindah dan Sex Ratio Menurut Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu, 2003 No Kecamatan Pindah (jiwa) Datang (jiwa) Sex Ratio Laki- Perempuan Laki puan Laki- Perem- Jumlah Jumlah (%) Laki 1 Sukra 2.342 1.844 4.186 130 291 421 103,97 2 Kandanghaur 1.194 675 1.869 58 261 319 104,10 3 Losarang 1.744 975 2.719 87 101 188 103,74 4 Cantigi 294 224 518 90 184 274 104,18 5 Sindang 1.209 1.244 2.453 22 313 335 103,15 6 Indramayu 1.622 559 2.181 61 297 358 104,43 7 Balongan 981 945 1.926 52 143 195 105,42 8 Juntinyuat 801 1.645 2.446 91 135 226 102,57 9 Karangampel 1.439 366 1.805 66 617 683 209,07 10 Krangkeng 1.341 1.203 2.544 50 272 431 102,54 11 Arahan 704 524 1.228 73 517 590 102,65 Jumlah 13.671 10.204 23.875 780 3.131 3.911 113,26 Sumber: Indramayu dalam Angka, 2003. 4.1.2.3. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Data statistik yang mencerminkan indikator kesejahteraan dari aspek sosial masyarakat salah satunya adalah tingkat putus sekolah dan persentase buta huruf penduduk di wilayah yang bersangkutan (Tabel 8). Di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu jumlah penduduk putus sekolah di tingkat dasar hingga menengah dan persentasenya dibandingkan total penduduk usia sekolah berturut-turut adalah 1.076 jiwa untuk SD (0,60%), 442 jiwa untuk SMP (0,24%) dan 246 jiwa untuk SMA (0,13%). Adapun persentase penduduk buta huruf adalah sebesar 4,40% dari total penduduk wilayah pesisir dan 1,91% dari total penduduk Kabupaten Indramayu. Masih rendahnya tingkat pendidikan di wilayah pesisir ini berimplikasi pada masih rendahnya daya saing tenaga kerja dari wilayah ini. Hal ini juga dimungkinkan imbas dari masih dominannya usaha pertanian skala tradisional sebagai penggerak perekonomian daerah. Dalam usaha ini, terutama skala tradisional, mayoritas kebutuhan tenaga kerja lebih kepada un-skilled labour, karena lebih mengutamakan tenaga atau keterampilan umum dibandingkan dengan keterampilan khusus atau keahlian. 45

Tabel 8. No Banyaknya Penduduk yang Putus Sekolah dan Buta Huruf Menurut Tingkat Pendidikan dan Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu, 2003 Kecamatan Penduduk Usia 7-18 tahun (jiwa) Putus Sekolah di Tingkat (Jiwa) SD SMP SMA Jumlah Buta Huruf (Jiwa) 1 Sukra 22.329 217 71 29 317 1.511 2 Kandanghaur 21.393 188 75 7 270 4.977 3 Losarang 13.403 90 30 7 127 7.162 4 Cantigi 5.830 10 0 0 2 1.730 5 Sindang 15.367 101 67 55 223 3.419 6 Indramayu 27.174 51 27 15 93 1.793 7 Balongan 5.775 2 0 0 2 1.730 8 Juntinyuat 20.879 64 123 0 187 1.675 9 Karangampel 26.368 130 26 133 289 1.244 10 Krangkeng 16.570 138 0 0 138 3.847 11 Arahan 7.643 85 23 0 108 2.940 Jumlah 182.731 1.076 442 246 1.756 32.028 Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu, 2003. Rendahnya tingkat pendidikan juga berkaitan dengan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya aspek kesehatan, setidaknya dapat dilihat dari Angka kematian bayi (AKB) di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu yang relatif masih tinggi. Rata-rata di kesebelas kecamatan pesisir tercatat sebanyak 5,18 kematian bayi di setiap 1000 peristiwa kelahiran. 4.1.2.4. Pelapisan sosial masyarakat nelayan Sasaran Program Rasionalisasi Perikanan di Kabupaten Indramayu adalah masyarakat nelayan skala kecil. Diharapkan dampak program dalam jangka waktu tertentu akan mengubah struktur sosial masyarakat nelayan kecil. Keberhasilan pembangunan dari aspek sosial salah satunya dengan adanya perubahan struktur sosial masyarakat target mengarah kepada struktur sosial masyarakat yang mampu memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Pemahaman terhadap struktur sosial dapat memberikan informasi bahwa introduksi program seyogyanya mengacu pada masyarakat kelompok lapisan atas. Secara teoritis, kelompok masyarakat ini secara sosial memiliki kekuatan untuk mengontrol masyarakat di lapisan bawahnya. Pemahaman tentang aspek sosial di suatu wilayah memerlukan identifikasi terhadap pelapisan masyarakat sebagai salah satu cara memahami struktur sosial di suatu masyarakat. 46

Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang kemiskinan nelayan dengan studi kasus di Kabupaten Indramayu (BBRSE 2005),diketahui bahwa pelapisan sosial masyarakat nelayan di desa-desa pantai di Kabupaten Indramayu sangat dipengaruhi oleh unsur ekonomis atau faktor keberhasilan seseorang dari kegiatan ekonomi perikanan yang dilakukan. Tiga lapisan masyarakat teridentifikasi, yaitu lapisan atas yang beranggotakan masyarakat dengan profesi juragan bakul dan pemilik usaha pengolahan ikan, lapisan menengah yaitu kelompok masyarakat dengan profesi sebagai juragan kapal dan lapisan bawah yaitu kelompok masyarakat dengan profesi sebagai anak buah kapal atau nelayan buruh. Di luar sektor perikanan, umumnya anggota masyarakat tersebut berada di lapisan menengah dan bawah. Adapun anggota masing-masing lapisan masyarakat tersebut lebih rinci diuraikan sebagai berikut: (1) Juragan Bakul, yaitu sekelompok individu yang mempunyai pekerjaan sebagai pengumpul ikan di hasil tangkapan nelayan, baik di TPI atau di luar TPI. Anggota kelompok ini memiliki modal yang cukup untuk memiliki kapal atau memberikan modal pada nelayan (juragan kapal) untuk memiliki kapal. Kepemilikan modal yang kuat berakibat pada kelompok sosial ini memiliki kedudukan yang tinggi disertai dengan peranan yang besar didalam kehidupan ekonomi dan politik di masyarakat; (2) Pengolah ikan, yaitu orang yang bekerja sebagai pengolah ikan, baik sebagai pemilik atau buruh pengolah ikan. Beberapa pemilik usaha pengolahan ikan terkadang bertindak pula sebagai juragan darat/bakul ikan; (3) Juragan Kapal, yaitu orang yang mempunyai pekerjaan sebagai nelayan, tetapi memiliki kapal sendiri. Hasil penjualannya dijual pada juragan bakul (jika kepemilikan kapal diperoleh dari pinjaman modal) atau dijual oleh istrinya yang berperan sebagai bakul ikan di pasar lokal. Kelompok sosial ini berada di lapisan tengah masyarakat, tercermin dari tingginya kedudukan serta besarnya peranan didalam masyarakat; dan (4) Anak Buah Kapal (ABK), yaitu orang yang berkerja sebagai tenaga kerja di kapal milik orang lain. Pendapatannya sangat tergantung pada sistem bagi hasil yang ditetapkan oleh pemilik kapal dan pemilik modal (juragan bakul). 47

Secara rinci, kelompok sosial ini sangat tergantung pada alat tangkap yang digunakan, yaitu mulai dari jaring arad yang hanya memiliki ABK 3-4 orang dengan spesialisasi pekerjaan yang rendah dan karenanya sistem bagi hasil yang sederhana pula, alat tangkap cumi-cumi dan rajungan dengan ABK sekitar 7-10 orang hingga jaring purse seine yang memiliki ABK antara 20-40 orang (tergantung ukuran kapal) dengan spesialisasi pekerjaan yang semakin tinggi pula dan karenanya bagi hasil yang diterapkan semakin rumit pula. Namun demikian, kelompok sosial ABK dengan spesialisasi pekerjaan yang tidak atau sedikit sekali membutuhkan keahlian memiliki kedudukan terendah dan peranan yang paling sedikit di masyarakat. Di lapangan ditemukan bahwa di masa musim angin besar (Barat dan Timur) sebagian dari mereka beralih profesi menjadi tukang becak atau tukang bangunan. Sebagian lain yang tidak mau alih profesi tersebut dikarenakan adanya kendala budaya yaitu malu. Mereka umumnya berperilaku dan bertindak sesuai dengan apa yang menjadi keputusan dari kelompok sosial yang memiliki kedudukan dan peranan di atasnya (sebagai contoh sistem bagi hasil atau keputusan melaut / tidak melaut). Sebagian nelayan yang tidak lagi kuat untuk melaut akan beralih profesi menjadi buruh pengolah ikan. 4.1.3. Keragaan ekonomi masyarakat 4.1.3.1. Perekonomian daerah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat perkembangan dan struktur perekonomian di suatu daerah. Nilai PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2001 2003 dengan migas terus mengalami peningkatan, yaitu berturutturut (dalam juta rupiah): 16.451.328,38 (2001), 17.525.064,36 (2002) dan 18.048.891,23 (2003). Sementara itu, jika tidak memperhitungkan migas, pada periode yang sama nilai PDRB secara berturut-turut (dalam jutaan rupiah) adalah 5.252.362,16 (2001), 5.939.124,81 (2002) dan 6.714.468.02 (2003). Perbedaan dengan dan tanpa migas pada nilai PDRB kabupaten ini menunjukkan sektor migas sangat berperan didalam pertumbuhan ekonomi daerah. Kondisi ini sangat tampak pada perbandingan distribusi tiap sektor (%) terhadap PDRB dengan dan tanpa migas di tahun 2003 yang disajikan pada Tabel 9 berikut. 48

Tabel 9. Persentase PDRB dan Laju Pertumbuhan dari Setiap Jenis Lapangan Usaha di Kabupaten Indramayu, 2003 PDRB*) Laju Pertumbuhan Distribusi (%) No Lapangan Usaha (%) Dengan Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas 1 Pertanian 16,02 43,05 (0,35) (0,35) a. Tanaman bahan makanan 8,81 23,69 (0,56) (0,56) b. Tanaman perkebunan 0,08 0,21 (0,09) (0,09) c.peternakan dan hasil-hasilnya 0,89 2,38 0.21 0.21 d. Kehutanan 0,41 1,11 0,02 0,02 e. Perikanan 5,82 15,66 0,09 0,09 2 Pertambangan dan Penggalian 44,03 0,32 0.15 0.08 a. Minyak dan gas bumi 43,91-0,15 - b. Pertambangan tanpa migas - - - - c. Penggalian 0,12 0,32 0.08 0.08 3 Industri Pengolahan 20,42 4,10 0,06 1,71 a. Industri migas 18,89 - (0,10) - b. Industri tanpa migas 1,52 4,10 1,71 1,71 4 Listrik, Gas dan Air bersih 0,31 0,84 8,78 3,85 5 Bangunan 0,96 2,59 2,17 2,17 6 Perdagangan, Hotel dan 10,68 28,70 8,78 8,78 Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,81 7,55 8,06 8,06 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 1,25 3,35 8,60 8,60 Perusahaan 9 Jasa-jasa 3,54 9,51 6,15 6,15 Sumber: Indramayu Dalam Angka 2003 Keterangan: *) Angka sementara Tanpa memperhitungkan sektor migas, tampak bahwa Kabupaten Indramayu merupakan daerah agraris. Distribusi sektor pertanian sangat tampak terhadap PDRB, dari hanya 16,02% jika migas masuk dalam perhitungan PDRB menjadi 43,05% jika migas tidak dimasukkan dalam perhitungan PDRB. Kajian atas laju pertumbuhan setiap sektor dan sub sektor menunjukkan sub sektor perikanan merupakan lapangan usaha yang harus dikembangkan dalam mendukung perekonomian daerah. Meskipun laju pertumbuhan dalam pembentukan PDRB hanya meningkat sebesar 0,09%, namun kinerja perikanan relatif masih lebih baik dibandingkan usaha lainnya di sektor pertanian lainnya yang cenderung menurun (Tabel 9). 49

Sebagai daerah kawasan pesisir yang berada di Pantai Utara Jawa, dimana kondisi sumberdaya ikan yang sudah over fishing maka pengembangan usaha perikanan tangkap harus lebih diarahkan dan bersifat hati-hati. Namun demikian, dari hasil riset komisi stok sumberdaya beberapa sumberdaya ikan menunjukkan bahwa pengembangan perikanan demersal di perairan Laut Jawa masih memungkinkan meski sangat terbatas, yaitu khusus untuk wilayah perairan dengan kedalaman lebih dari 30 m dengan alat tangkap pancing (rawai) (Atmadja et al. 2003). 4.1.3.2. Tingkat kesejahteraan masyarakat Pada akhirnya, masih perlunya perbaikan dalam beberapa indikator kesejahteraan sebagaimana diuraikan di atas diperkuat dengan data statistik lainnya yang menunjukkan bahwa 55,03% dari KK yang tinggal di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu ini masih tergolong keluarga miskin, dan 24,32% masih tergolong kedalam keluarga prasejahtera karena alasan ekonomi (Tabel 10). Adapun dari jumlah penduduk menurut agama yang dipeluk, penduduk wilayah pesisir Kabupaten Indramayu mayoritas merupakan pemeluk agama Islam. Tabel 10. Jumlah Keluarga Menurut Tingkat Kesejahteraan (Pra Sejahtera, Sejahtera dan Miskin) dan Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu, 2003 No Kecamatan Jumlah KK (Unit) Pra Sejahtera Alasan Ekonomi Keluarga (Unit) Pra Sejahtera Non Alasan Ekonomi Keluarga Sejahtera I Alasan Ekonomi KK Miskin Jumlah (Unit) 1 Sukra 24.597 4.009 3.252 2.649 9.910 40,29 2 Kandanghaur 22.695 8.196 1.440 4.453 14.089 62,08 3 Losarang 15.679 3.360 1.852 2.171 7.383 47,09 4 Cantigi 6.305 1.862 1.388 1.299 4.549 72,15 5 Sindang 15.768 4.148 1.556 2.997 8.701 55,18 6 Indramayu 27.318 6.198 2.516 4.684 13.398 49,04 7 Balongan 5.828 846 561 1.144 2.551 43,77 8 Juntinyuat 25.279 2.911 2.919 2.641 8.471 33,51 9 Karangampel 27.416 5.629 2.545 4.877 13.051 47,60 10 Krangkeng 18.251 6.542 3.961 3.357 13.860 75,94 11 Arahan 10.001 4.740 1.406 1.726 7.872 78,71 Jumlah 199.155 48.441 233.96 31.998 103.835 55,03 Sumber: Badan Pusat Statistik, Kabupaten Indramayu, 2003 % 50

Pada saat ini penggunaan alat tangkap jaring arad merupakan alat tangkap yang memberikan hasil paling ekonomis bagi nelayan contohnya di Eretan Wetan. Dalam sebulan, seorang awak kapal dengan target tangkapan udang (satu kapal berawakkan 3 orang) dapat memperoleh pendapatan antara Rp 500.000 1.500.000 (7 trip dalam sebulan). Dalam periode yang sama, seorang awak kapal yang mencari rajungan (1 kapal berawakkan 7 orang) dapat memperoleh pendapatan sekitar Rp. 600.000,-. Sedangkan alat tangkap purse seine merupakan alat tangkap yang paling tidak ekonomis pada saat ini. Rendahnya pendapatan (Rp. 150.000 300.000,- per bulan) ABK yang diiringi dengan harga BBM yang semakin meningkat semakin menambah beban bagi nelayan dengan alat tangkap ini. Akibatnya adalah pada saat ini banyak kapal purse seine yang tidak lagi beroperasi. Atas dasar permasalahan perikanan yang ada tersebut yaitu sumberdaya ikan sudah over fishing, tingkat pendidikan nelayan masih rendah serta kemiskinan nelayan yang masih melekat pada kehidupan masyarakat pesisir sehingga diperlukan suatu usaha pemerintah yang mengarah pada peningkatan kemampuan sumberdaya dalam mengelola sumberdaya yang sudah over fishing tersebut dengan berbagai kegiatan lain yang menunjang usaha nelayan sehingga diharapkan terjadinya keberlanjutan usaha. 4.1.3.3. Keragaan ekonomi masyarakat perikanan Struktur perekonomian daerah sebagaimana diuraikan di atas sangat terkait dengan kondisi wilayah Indramayu yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pesisir. Kondisi demikian menyebabkan sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor perikanan tangkap dan pengolahan ikan. Sampai sejauh ini keragaan ekonomi masyarakat yang hidup di Kabupaten Indramayu dapat digambarkan seperti diuraikan berikut ini: 4.1.3.3.1. Perikanan tangkap Sumberdaya manusia Nelayan berdomisili dan tersebar di sebelas kecamatan di Indramayu. Dari data jumlah nelayan wilayah pesisir terdapat 34.682 RTP/RTBP nelayan. Dari data perkembangan jumlah nelayan yang ada selama tiga tahun terakhir yaitu dari tahun 2003-2005 tidak terjadi kenaikan jumlah nelayan Dari total jumlah nelayan 51

yang ada di Indramayu tersebut maka status nelayan pemilik hanya 20% dari nelayan buruh. Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomi masyarakat nelayan masih hidup miskin. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa nelayan buruh di Indonesia tergolong nelayan miskin (Satria, 2002). Tabel 11. Jumlah Nelayan Menurut Status Nelayan dan Kecamatan di Wilayah Pesisir di Kabupaten Indramayu, 2001-2005 Tahun Status Nelayan Jumlah Pemilik (RTP) Buruh RTBP) 2003 4.271 30.411 34.682 2004 4.271 30.411 34.682 2005 4.271 30.411 34.682 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2001-2005 Armada penangkapan dan alat tangkap Penggunaan alat tangkap jaring insang hanyut (gillnet) merupakan alat tangkap dominan yang digunakan nelayan (Tabel 12). Berdasarkan jenisnya, alat tangkap paling banyak digunakan berturut-turut adalah jaring insang hanyut, pukat pantai dan sero. Ketiga jenis alat tangkap ini dominan digunakan karena berdasarkan alasan teknis dan ekonomis paling mudah dioperasikan dan menguntungkan. Dari hasil wawancara dengan nelayan alat tangkap gillnet tersebut semakin banyak digunakan dan diminati nelayan dengan dimodifikasi menjadi jaring millenium. Pencetus modifikasi jaring tersebut yaitu seorang tokoh masyarakat dan beliau adalah juragan kapal yaitu bapak H. Cartisan. Keunggulan jaring gillnet millenium tersebut dapat meningkatkan produktivitas hasil tangkapan. Armada penangkapan sebagian besar didominasi oleh armada dengan menggunakan motor tempel (Tabel 13). Perkembangan armada penangkapan selama dua tahun terakhir tidak mengalami perubahan, tetap masih didominasi oleh motor tempel. Kegiatan penangkapan ikan dengan perahu motor dilakukan oleh nelayan kecil menggunakan armada dibawah 10 GT dan waktu melaut hanya satu hari yaitu berangkat jam 5 pagi dan pulang jam 4 sore atau jam 13.00. Lokasi penangkapan tidak lebih dari zona I sampai jarak 4 mil dari pantai. Sejalan dengan semakin berkuangnya sumberdaya ikan di zona ini sehingga semakin 52

berkurangnya hasil tangkapan nelayan semakin dirasakan oleh nelayan di Indramayu. Armada yang menggunakan motor tempel biasanya untuk alat tangkap payang, dogol, pukat pantai, jaring insang hanyut (gillnet), jaring klitik, jaring tiga lapis (trammel net), pancing dan sero Armada yang menggunakan kapal motor (inboat) atau yang berukuran >20 GT hanya alat tangkap pukat cincin (purse seine) dan jaring insang hanyut. Untuk purse seine, armada dengan ukuran 20-30 GT umumnya beroperasi selama 7 hari per trip sedangkan dengan armada ukuran besar (>30 GT) umumnya lama penangkapan 15-20 hari per trip. Tabel 12. Keragaan Alat Tangkap di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu, 2002-2005 (Unit) No Jenis Alat Tangkap Tahun 2002 2003 2004 2005 1 Payang 1253 1253 1253 1253 2 Dogol 205 205 205 205 3 Pukat pantai 288 288 288 288 4 Purse seine 156 156 156 156 5 Jaring insang hanyut 2041 2041 2041 2041 6 Jaring klitik 870 870 870 870 7 Trammel net 299 299 299 299 8 Pancing lain 322 322 322 322 9 Sero 80 80 80 80 Jumlah 5.514 5.514 5.514 5.514 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Indramayu, 2002-2005 Tabel 13. Perkembangan Jumlah Armada Penangkapan Ikan di Indramayu, 2001-2005 (Buah) Tahun Perahu Motor Tempel Kapal Motor Jumlah 2001 783 81 864 2002 687 91 778 2003 551 85 636 2004 4.143 320 4.463 2005 4.143 320 4.463 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Indramayu, 2001-2005 Produksi Perikanan Tangkap Produksi perikanan tangkap dari perairan laut yang dihasilkan selama kurun waktu 1997 2005 mengalami fluktuasi. Dari tahun 1997 2003 terus mengalami penurunan dan mulai tahun 2004 mengalami kenaikan lagi. Penurunan produksi 53

hasil tangkapan tersebut sejalan dengan penurunan jumlah alat tangkap yang digunakan, walaupun di satu sisi jumlah armada kapal motor menunjukkan kenaikan, tapi tidak terkait dengan penurunan jumlah hasil tangkapan. Penurunan produksi lebih disebabkan faktor alam. Pada tahun itu musim paceklik (Barat dan Timur) berlangsung cukup lama dan kondisi iklim ini berpengaruh besar terhadap pengurangan jumlah trip. Dampak ini terutama dirasakan oleh nelayan yang menggunakan perahu kecil (dan alat tangkap gill net) yang mendominasi armada nelayan di kabupaten ini. Namun demikian dari sisi nilai menunjukkan bahwa harga ikan per kg terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara umum, tampak di sektor perikanan tangkap laut ini telah terjadi pemanfaatan yang melampui daya dukung lingkungan. Kondisi ini ditunjukkan oleh perbandingan antara hasil tangkapan yang tercatat pada tabel 14. rata-rata setiap tahunnya melebihi dari jumlah keragaan potensinya yaitu sebesar 15.981,56 ton/tahun dan pemanfaatan ideal per tahun sebesar 12.785,25 ton/tahun (Tabel 14). Artinya tingkat pemanfaatan telah berkisar 477,6% dari tingkat pemanfaatan yang lestari. Tentunya kondisi ini berpotensi untuk menimbulkan konflik antar nelayan akibat adanya kemungkinan perebutan sumberdaya ikan. Tabel 14. Keragaan Produksi Hasil Tangkapan Laut di Kabupaten Indramayu, 1997-2005 No Tahun Produksi Hasil Tangkapan yang Nilai Produksi didaratkan di Indramayu (ton) (Rp) 1 1997 65.320,7 186.398.385.000 2 1998 61.968,0 424.653.070.000 3 1999 60.976,5 421.386.315.000 4 2000 61.891,5 419.532.940.000 5 2001 61.062,16 430.440.790.000 6 2002 59.534.08 520.366.439.000 7 2003 69.242.50 404.419.407.500 8 2004 66.789.40 376.034.710.000 9 2005 67.359.19 394.105.409.000 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Indramayu, 1997-2005 54

Tabel 15. Jenis Ikan Menurut Keragaan Potensi dan Ideal Pemanfaatan di Kabupaten Indramayu, 2004 No Jenis Ikan Keragaan Potensi Ideal Pemanfaatan (ton/tahun) (ton/tahun) 1 Tongkol 538,00 430,40 2 Tenggiri 482,48 385,98 3 Ikan Pelagis Kecil 6.309,35 5.047,48 4 Ikan Demersal 8.161,26 6.529,01 5 Udang Penaeid 204,16 163,33 6 Cumi-Cumi 93,56 74,85 7 Ikan Karang 192,75 154,20 Jumlah 15.981,56 12.785,25 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Indramayu, 2004 Apabila dilihat dari Tabel 15, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan jenis ikan, keragaan potensi serta ideal pemanfaatan maka usaha penangkapan ikan di Indramayu untuk penangkapan ikan pelagis dan demersal sudah tidak mungkin lagi dikembangkan. Namun demikian beberapa jenis masih dapat dimanfaatkan yaitu untuk ikan tenggiri, tongkol dan cumi-cumi walaupun pengembangannnya harus dengan penuh kehati-hatian. Potensi perebutan sumberdaya ikan yang berpotensi menimbulkan konflik antar nelayan yang beroperasi di wilayah perairan Kabupaten Indramayu juga ditunjukkan oleh dominasi ikan target adalah ikan kelompok pelagis kecil dan demersal. Kondisi ini mengindikasikan wilayah penangkapan nelayan tidak jauh, yaitu wilayah perairan dengan jarak sejauh kurang lebih 12 mil dari garis pantai. Secara visual, pengamatan di lapangan menunjukkan hal ini disebabkan oleh armada yang digunakan oleh nelayan Indramayu sebagian besar adalah <10 GT merupakan armada berkekuatan mesin kecil dan karenanya tidak dapat menjangkau wilayah yang luas. Sarana dan prasarana penunjang Sarana penunjang sektor perikanan tangkap di perairan laut yang telah dibangun di Kabupaten Indramayu diantaranya adalah 14 pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang tersebar di 7 kecamatan. Semuanya aktif melaksanakan pelelangan ikan. Tiga PPI merupakan sentra PPP, yaitu PPI Eretan yang mewakili Indramayu Barat, PPI Berondong/Karangsong mewakili Indramayu Tengah dan PPI Dadap mewakili Indramayu Timur. PPI sentra ini berfungsi melayani armada 55

penangkapan yang berukuran besar. Sarana dan prasarana lain yang telah dibangun adalah jalan dan jaringan listrik. Jalan yang berfungsi menghubungkan PPI dengan lokasi lainnya (pusat kota atau daerah pemasaran di luar kota) telah dapat dilewati angkutan umum. Jaringan dan pasokan energi listrik telah mencapai lokasi perkampungan nelayan, dan kondisi ini sangat membantu masyarakat nelayan dalam menjalankan aktivitas usahanya. Disamping itu, telah terbentuk koperasi unit desa (KUD) mina. Lembaga ini sangat dibutuhkan nelayan dalam hal pemenuhan kebutuhan operasional penangkapan. Fungsi KUD Mina lainnya adalah mengelola kegiatan simpan pinjam. Prasarana atau penunjang penangkapan ikan di laut yang sudah tersedia di Kabupaten Indramayu sebagian besar dalam kondisi cukup baik kemudian jenis prasarana tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Sarana produksi seperti kasko, es, mesin, dan alat penangkapan dalam skala yang ada, sudah tersuplai dan mudah didapat dari beberapa prasarana dan daerah sekitarnya. Tabel 16. Prasarana Pendukung Kegiatan Usaha Penangkapan Ikan di Laut di Kabupaten Indramayu Tahun 2004 No Jenis Prasarana Jumlah Kondisi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Break Water Alur (PLD) Dermaga/Jetty Tempat Pelelangan Ikan Bangsal Pengolahan Depot Es Balai Pertemuan nelayan Galangan kapal Perumahan nelayan Tangki air tawar Tangki BBM Bengkel Jalan Aspal Jalan Sirtu Jalan tanah Rambu navigasi Pagar Turap 3 buah 4 buah 9 buah 14 buah 2 buah 7 buah 9 buah - 9.780 unit 2 buah - 1 buah 4 buah Baik Baik Baik Cukup Cukup Baik Baik - Baik Baik - Baik Baik Cukup - Baik Baik Baik Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Indramayu, 2004 56

4.1.3.3.2. Perikanan budidaya Kabupaten Indramayu juga merupakan daerah yang mempunyai potensi perikanan budidaya yang cukup tinggi. Hingga kini, potensi tersebut belum dimanfaatkan dengan baik. Areal yang potensial dijadikan tambak baru mampu dimanfaatkan untuk memproduksi 7,5% dari potensi yang ada (142.819 ton). Masih rendahnya tingkat pemanfaatan potensi perikanan budidaya juga ditunjukkan pada perikanan budidaya kolam. Dari seluruh areal yang berpotensi untuk dimanfaatkan seluas 25.000 ha tercatat baru sekitar 1,3% yang dimanfaatkan. Sedangkan areal yang berpotensi untuk diusahakan sebagai areal budidaya laut hingga kini belum termanfaatkan (Tabel 17). Tabel 17. Data Potensi Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Indramayu, 2004 Uraian Potensi Yang Termanfaatkan Area tambak 22.800 Ha Produksi potensial 142.819 ton 10.710,2 ton ( 7,5%) Area kolam Produksi potensial 25.000 Ha 2.502.000 ton 3.251,7 (1,3%) minapadi 8,4 ton ( 0,02%) Area budidaya laut 6.192 Ha Belum dimanfaatkan Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2004. 4.2 Program Rasionalisasi Perikanan Arah kebijakan dan serangkaian program baik aspek lingkungan, sosial dan ekonomi yang telah ditetapkan di tingkat pemerintah daerah Kabupaten Indramayu tampaknya telah menjadi landasan bagi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut. Sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab langsung dalam pembangunan sektor perikanan maka prioritas program haruslah berpihak pada peningkatan kesejahteraan nelayan. Berbagai kelemahan yang dimiliki dalam memanfaatkan sumberdaya alam di laut yaitu kondisi perairan yang sudah tangkap lebih, sementara sektor tersebut masih menjadi andalan bagi sebagian masyarakatnya. Program rasionalisasi diharapkan mampu menjadi alternatif kebijakan pemberdayaan masyarakat miskin. Dengan merubah armada diharapkan akan mengurangi jumlah armada yang beroperasi di pantai sehingga mengurangi beban kerusakan sumberdaya. Disamping itu nelayan dapat beroperasi lebih jauh 57

sehingga kemungkinan mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak. Tujuan program rasionalisasi tersebut mencakup: (1) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penguatan armada penangkapan, diversifikasi usaha, dan rehabilitasi fishing ground; (2) Mengembangkan program dan kegiatan yang mengarah pada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari; (3) Meningkatkan peran serta masyarakat di sekitar pantai dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya kelautan berwawasan lingkungan yang lestari melalui pendekatan kelompok; dan (4) Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui usaha perikanan tangkap. Keempat tujuan program di atas menunjukkan adanya upaya meningkatkan pendapatan nelayan melalui penguatan armada penangkapan, perubahan usaha nelayan dari menangkap ikan menjadi pengolah atau pembudidaya ikan. Hal ini juga tersirat dari pelaksanaan empat kelompok kegiatan dalam program mencakup: (1) Penguatan armada penangkapan; (2) Alih usaha pemanfaatan sumberdaya hayati laut; (3) Rehabilitasi ekosistem biota laut; dan (4) Pengembangan sarana-pra sarana pendukung. Data dalam Tabel 16 menunjukkan bahwa kegiatan penguatan armada penangkapan akan dilakukan melalui perubahan armada penangkapan dari skala kecil menjadi lebih besar dan mengurangi alat tangkap yang sifatnya aktif dan menggantinya dengan yang lebih ramah lingkungan. Dengan demikian pada suatu kurun waktu tertentu diharapkan program ini akan berdampak pada perubahan struktur armada dan alat tangkap yang sesuai dengan kapasitas sumberdaya yang tersedia. Namun di satu sisi dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Pengurangan jumlah armada dan jenis alat tangkap tersebut didasarkan atas jumlah ideal yang disesuaikan dengan produktivitas masing-masing alat tangkap. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pejabat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, rencana pengurangan jumlah armada yang akan dilakukan yaitu dengan mengurangi armada kecil (< 10 GT) dan mengurangi 58

jumlah nelayan. Jumlah ideal yang direncanakan terhadap pengurangan jumlah armada dan alat tangkap yang ada diperhitungkan dari efektivitas masing-masing alat tangkap serta dari potensi lestari sumberdaya ikan. Dari Tabel 18 juga dapat dilihat bahwa program pengurangan armada tersebut menuntut konsekuensi pengurangan armada sebanyak 2.564 unit dan pengurangan jumlah nelayan sebanyak 19.656 nelayan untuk dialihkan pada usaha lain. Rasionalisasi ditujukan untuk nelayan buruh atau nelayan yang mempunyai armada kecil. Mereka akan terbentuk melalui kelompok-kelompok usaha bersama. Alih usaha pemanfaatan sumberdaya hayati laut dilakukan dengan memberikan peluang kepada nelayan untuk beralih profesi usaha sebagai pembudidaya. Budidaya yang akan dikembangkan adalah budidaya laut dengan komoditas rumput laut, kerapu serta udang ronggeng. Kegiatan rehabilitasi lingkungan laut akan dilakukan melalui rehabilitasi green belt dan pembangunan terumbu karang buatan. Dari desain program yang telah dibuat tersebut, mempunyai konsekuensi ke pendanaan yang harus disediakan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 19. 59

Tabel 18. Rencana Pengurangan Jumlah Armada pada Program Rasionalisasi di Kabupaten Indramayu Ukuran Armada/ Jenis Alat Tangkap Kondisi Armada Pengurangan (Unit) Jumlah Ideal (Unit) 10 GT Gillnet Dogol Purse Seine Payang Lampara Pancing Jaring Rampus (Drift Gillnet) Jaring Udang (Bottom Gillnet) Jaring Unyil (Surface Gillnet) Jaring Kolor (Bottom Gillnet) Jaring Kakap (Bottom Gillnet) Jaring Blanak (Drift Gillnet) Jaring Klitik (Surface Gillnet) Trammel Net Jaring Tembang (Drift Gillnet) Jaring Sontong (Bottom Gillnet) Jaring Rajungan (Bottom Gillnet) Bundes Jaring Arad Jaring Icik (Mini Trawl) Krakad (Mini Trawl) Jala Sero Jumlah 88 42 7 377 8 277 473 369 2 1 14 23 560 68 5 104 351 22 184 10 19 3 83 3.090 48 22 7 247 8 230 461 129 2 1 14 23 317 38 5 54 257 22 184 10 19 3 33 1.984 40 20-130 - 47 12 240 - - - - 243 30-50 94 - - - - - 50 1.106 10-30 GT Gillnet Dogol Payang Lampara 155 25 459 149 109 5 347 119 46 20 112 30 Jumlah 788 580 208 Jumlah Total 3.878 2.564 1.314 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2004. 60

Tabel 19. Jumlah Biaya yang Dibutuhkan dalam Kegiatan Rasionalisasi Perikanan Tangkap di Kabupaten Indramayu Kelompok Volume Kebutuhan Biaya No. Peruntukan Kegiatan 1. Penguatan armada Pengadaan sarana bagi penguatan armada penangkapan 2. Budidaya laut Pengadaan sarana bagi kegiatan usaha budidaya laut 3. Rehabilitasi Pantai 4. Terumbu Karang 5. Pemberdayaan kelembagaan kelompok nelayan Penanaman greenbelt Pembuatan terumbu karang buatan Penataan, penumbuhan kegiatan kelompok nelayan Fisik (Rupiah) 851 unit 914.626.139.500 545 unit 84.853.567.050 1.526,61 Ha 3.391.655.000 2.000 unit 15.070.000.000 14 kelompok 6.459.400.000 Jumlah 1.024.400.761.550 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu, 2004. Kabupaten Indramayu sebagai salah satu wilayah pesisir di Jawa Barat mempunyai peranan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan sektor kelautan dan perikanan khususnya di Pantai Utara Jawa. Beberapa alasan yang telah diuraikan dalam penggambaran keragaan di atas yaitu lebih dari 50% penduduknya hidup di wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan dan lainnya di sektor perikanan. Ketergantungan terhadap lingkungan perairan laut sangat tinggi sehingga bagian ini menjadi penopang kebutuhan keluarganya. Ketergantungan tersebut menyebabkan susahnya mereka beralih ke mata pencaharian lain karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki sebatas menangkap ikan karena kehidupan sebagai nelayan sudah dilakukan secara turun temurun. Disisi lain kondisi lingkungan yang semakin memburuk karena sudah terjadi kerusakan yaitu sedimentasi, pencemaran serta kondisi sumberdaya yang sudah overfishing secara pasti bukan merupakan tempat yang dapat diandalkan sebagai tempat mencari nafkah. Potensi sumberdaya lain yang masih bisa dimanfaatkan diantaranya masih tersedianya peluang untuk pengalihusahaan dalam rangka pemanfaatan 61

sumberdaya lain yaitu lahan tambak dan kolam yang dapat dimanfaatkan untuk usaha budidaya payau dan air tawar. Potensi tersebut akan bermanfaat bagi peningkatan pendapatan selaian dari menangkap ikan. Namun demikian perubahan mata pencaharian dari nelayan menjadi petani ikan membutuhkan tambahan pengetahuan dan keterampilan budidaya. Program rasionalisasi dibuat dengan pertimbangan potensi dan permasalahan yang ada, khususnya di Kabupaten Indramayu diharapkan mampu menanggulangi semua permasalahan yang ada di usaha perikanan tangkap. Konsep program untuk mengatasi permasalahan overfishing dilakukan dengan merubah armada dari 5-10 GT menjadi 30 GT. Sementara untuk mengatasi permasalahan kerusakan lingkungan maka akan dilakukan melalui program rehabilitasi lingkungan mangrove dan terumbu karang buatan. Terakhir untuk pemanfaatan potensi lahan budidaya dilakukan dengan memberikan mata pencaharian baru bagi nelayan yaitu sebagai pembudidaya ikan. 4.3 Evaluasi Program Menurut Nugroho (2002), perencanaan yang baik akan memberikan sumbangan terhadap keberhasilan program sebanyak 20%. Dengan demikian untuk menghasilkan keberhasilan suatu program dibutuhkan perencanaan yang matang dan cermat. Evaluasi program rasionalisasi perikanan tangkap dilakukan secara deskriptif terhadap 2 tahapan kegiatan. Tahap pertama yaitu tahap perencanaan program yang meliputi (1) proses pembuatan program,(2) identifikasi program, (3) langkah-langkah dalam penyusunan rencana program dan (4) penjadwalan rencana program dan tahap kdua yaitu kesiapan implementasinya yang meliputi 4 tepat yaitu (1) tepat dengan permasalahan (2) tepat target (3) tepat pelaksana (4) tepat lingkungan. 4.3.1 Evaluasi tahap perencanaan Evaluasi pada tahap perencanaan dilakukan dengan membandingkan poin yang sebaiknya ada (ideal) untuk perencanaan suatu program dengan yang sudah dilakukan (faktual) dalam program rasionalisasi. Dari hasil wawancara dengan stakeholder dan analisis deskriptif diperoleh hasil seperti pada Tabel 20. 62

Tabel. 20. Kondisi Ideal dan Faktual dalam Perencanaan Program Rasionalisasi Perikanan Tangkap di Kabupaten Indramayu Kondisi Ideal Kondisi Faktual Skor (0-1) (1) Proses pembuatan program 1) Apakah program sesuai fakta 2) Apakah sasaran sudah jelas 3) 5W +H sudah jelas? 4) Apakah kebijakan organisasi sudah jadi pertimbangan 5) Keterkaitan kegiatan satu sama lain 6) Apakah program fleksibel dengan perubahan Sesuai Sudah dibuat Tidak dibuat lebih rinci untuk semua kegiatan Sudah Saling terkait Fleksibel Persentase kesesuaian dengan rujukan 83,3 % (2) Idenifikasi Program 1) Bidang kegiatan 2) Jenis kegiatan 3) Sub jenis kegiatan 4) Bentuk kegiatan Sudah ditentukan Sudah ada Belum dibuat Sudah ada Persentase kesesuaian 75,0 % (3) Langkah-langkah dalam penyusunan program 1) Penentuan sasaran yang ingin diketahui dan ditetapkan 2) Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan 3) Analisa data terhadap sasaran atau permasalahan yang terjadi 4) Identifikasi factor penghambat dan penunjang 5) Membuat alternatif program 6) Perincian program yaitu waktu, pendanaan, pelaksanaan Sudah ada Sudah Belum Belum Belum Belum Persentase kesesuaian 33,3 % (4) Penjadwalan rencana program 1) Kapan mulai 2) Kapan selesai Sudah 1 Belum 0 Persentase kesesuaian 50,0 % Rata-rata kesesuaian 60,4 % 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 63

Dari hasil analisis perbandingan kondisi ideal dengan faktual dalam proses perencanaan program rasionalisasi diketahui bahwa dari keseluruhan item (4 item) ternyata yang memiliki kesesuaian tertinggi adalah item proses pada pembuatan program yang kedua identifikasi program. Sedangkan yang paling tidak sesuai dengan kondisi ideal yaitu item tentang langkah-langkah dalam penyusunan program hanya 33,3% menyusul item kedua yaitu penjadwalan rencana program 50,0%. Penjelasan dari masing-masing poin sebagai berikut: (1) Proses pembuatan program 1) Apakah program yang dibuat sudah berdasarkan atas fakta yang objektif, rasional dan pertimbangan-pertimbangan terhadap perkembangan kegiatan. Dari hasil wawancara dan identifikasi potensi dan permasalahan yang ada di Kabupaten Indramayu diketahui bahwa program rasionalisasi yang dibuat dianggap telah mengacu pada kondisi permasalahan yang cukup objektif yang ada di lokasi diantaranya semakin berkurangnya hasil tangkapan nelayan yang mengakibatkan menurunnya pendapatan nelayan. Dari hasil kajian tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Indramayu telah melebihi potensi lestarinya sebesar 477,6%. Data produksi yang di laporkan terjadi peningkatan pada tahun 2003-2004, hal itu kemungkinan diakibatkan oleh masuknya ikan-ikan hasil tangkapan oleh nelayan dari luar Indramayu dan mendaratkan hasilnya di Indramayu. 2) Apakah sasaran yang ingin dicapai sudah jelas Sasaran program rasionalisasi yang dibuat sudah ditentukan seperti terlihat pada Tabel 21. Dari hasil wawancara diketahui bahwa sasaran yang telah dibuat seperti contohnya mengurangi jumlah armada sebanyak 851 unit atau pemberian bantuan 545 unit prasarana budidaya atau lainnya sudah dihitung berdasarkan pemanfaatan ideal dari potensi sumberdaya yang tersedia yaitu 12.785,25 ton/tahun. Konsekuensi dari hasil perhitungan tersebut pihak pemerintah daerah harus berusaha mengurangi sebanyak 2564 unit armada dan pengurangan sebanyak 19.656 orang nelayan. 64

Tabel 21. Program, Kegiatan, Tujuan dan Sasaran Kegiatan pada Program Rasionalisasi Perikanan Tangkap di Kabupaten Indramayu Program Kegiatan Tujuan Kegiatan Sasaran Rasionalisasi Perikanan tangkap Tujuan: 1.Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penguatan armada penangkapan, diversifikasi usaha, dan rehabilitasi fishing ground. 2. Mengembangkan program dan kegiatan yang mengarah pada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari. 3. Meningkatkan peran serta masyarakat di sekitar pantai dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya kelautan berwawasan lingkungan yang lestari melalui pendekatan kelompok. 4. Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui usaha perikanan tangkap. 1. Penguatan armada perikanan 2. Alih Usaha ke Budidaya Laut Jumlah armada kecil (5 10 GT) yang ada saat ini dan merubahnya menjadi armada yang lebih besar ( 15 25 GT). Merubah matapencaharian nelayan menjadi pembudidaya atau pengolah 3. Rehabilitasi Pantai Penanaman greenbelt (jalur hijau) 4. Terumbu karang Pembuatan terumbu karang buatan 5. Pemberdayaan kelembagaan kelompok nelayan Penataan, penumbuhan kegiatan kelompok nelayan Terlaksananya perubahan armada dengan mengadakan sebanyak 851 unit armada lebih besar dari 30 GT untuk armada gillnet dan purse seine Terlaksananya pemberian bantuan sebanyak 545 unit sarana untuk usaha budidaya Terlaksananya penanaman pohon mangrove seluas 1.526,61 Ha Terlaksananya pembuatan terumbu karang sebanyak 2.000 unit. Terbinanya kelompok nelayan sebanyak 14 kelompok 65

3) 5W + H : What (Apa), Why (Kenapa), Who (Siapa), Where (Dimana), When (Kapan) dan How (Bagaimana). Beberapa hal yang dapat menjelaskan tentang pertanyaan tersebut dari hasil wawancara dengan stakeholder program rasionalisasi yaitu: WHAT: Program rasionalisasi yaitu merupakan program pengelolaan perikanan dan kelautan berkelanjutan untuk jangka panjang dengan merasionalkan upaya tangkap ikan di laut dengan mengurangi armada penangkapan skala kecil, merubah matapencaharian nelayan kecil dan rehabilitasi ekosistem perairan. WHY: Kerusakan lingkungan perairan, eksploitasi sumberdaya ikan sudah Who: melebihi potensi lestarinya sehingga kondisi demikian secara nyata berdampak pada ekonomi nelayan yaitu penurunan pendapatan nelayan. Sebagai pelaksana yaitu institusi pemerintah daerah yaitu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu. Sedangkan yang menjadi sasaran program yaitu nelayan pemilik armada kecil dan nelayan buruh. Where: Di lokasi-lokasi desa nelayan yang berada dan tersebar di 11 kecamatan WHEN: Program telah dilakukan sejak tahun 2004 dan belum ditentukan sampai kapan berakhirnya sehingga sasaran yang telah dibuat. HOW: Dilakukan dengan mengintegrasikan program dari pusat dan daerah dan mengusulkan dari APBD. 4) Apakah kebijaksanaan institusi sudah menjadi pertimbangan. Kebijaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan diarahkan pada pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan, sehingga program rasionalisasi merupakan bentuk nyata dari arah kebijakan ke depan. 5) Apakah antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain, saling mengisi dan berkaitan. Kegiatan yang akan dilaksanakan terdiri dari (1) Penguatan armada penangkapan (2)Alih usaha pemanfaatan sumberdaya hayati laut (3)Rehabilitasi ekosistem biota laut dan (4) Pengembangan sarana-pra sarana pendukung. Keempat kelompok kegiatan yang akan dilakukan dalam program rasionalisasi perikanan tangkap dilihat sepintas berlandaskan pada konsep pembangunan berkelanjutan. Pelaksanaan pengelolaan aspek sosial ekonomi 66

(kelompok kegiatan 1 dan 2) diupayakan keterpaduannya dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan (kelompok kegiatan 3) serta didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai (kelompok kegiatan 4) untuk dapat menjalankan kelompok-kelompok kegiatan di kedua aspek tersebut. 6) Apakah program yang dibuat tidak kaku dalam batas-batas tertentu sesuai dengan perkembangan. Program rasionalisasi dibuat sangat fleksibel baik dalam pemilihan lokasi, kelompok nelayan yang menjadi sasaran program. Sebagai contoh perubahan komoditas budidaya yang diberikan kepada petani, yang awalnya untuk pengembangan rumput laut dirubah menjadi kerang hijau dan ikan lele. Hal ini dengan pertimbangan teknologi budidaya rumput laut belum dikenal petani, sehingga lebih didahulukan yang sudah dikenal sehingga keberhasilannya dapat dipertanggungjawabkan. 7) Apakah program yang dibuat mudah dipahami dan penafsiran oleh pelaksana kegiatan sudah sama. Dari hasil wawancara yang dilakukan program rasionalisasi tersebut belum disosialisasikan kepada seluruh pelaksana kegiatan sehingga pemahaman dalam pelaksanaannya terutama untuk pelaksana dilapangan belum diketahui dengan jelas. (2) Identifikasi Program Program rasionalisasi terdiri dari 4 kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu penguatan armada penangkapan, Alih usaha pemanfaatan sumberdaya hayati laut, Rehabilitasi ekosistem biota laut, Pengembangan sarana-pra sarana pendukung. Uraian lebih lanjut terkait dengan bentuk kegiatan yang dilaksanakan dapat dilihat pada Tabel 22. 67