HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBENTUKAN POPULASI DASAR UNTUK PERBAIKAN PRODUKSI KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) ASAL DARMAGA, SUKABUMI DAN PARUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Universitas Sumatera Utara

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau Varietas Vima 1

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

TATA CARA PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

PELAKSANAAN PENELITIAN

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian. Ulangan I. a V1P2 V3P1 V2P3. Ulangan II. Ulangan III. Keterangan: a = jarak antar ulangan 50 cm.

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

LAMPIRAN. : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan wilis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian.

Transkripsi:

15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih ditanam tanpa kulit polongnya agar memudahkan dalam penyerapan air yang diperlukan untuk pertumbuhan plumula dan radikula. Awal pertumbuhan kacang bogor mengalami keterlambatan. Benih berkecambah dan muncul di atas tanah lebih dari 2 MST. Percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), Priyatna (1993), Setiaji (1994) dan Hamid (2008) menyatakan bahwa benih juga mulai berkecambah dan muncul di atas tanah pada umur lebih dari 2 MST. Gambar 1. Polong kacang bogor (kiri: polong berbiji 1, kanan: polong berbiji 2) Gambar 2. Tanaman kacang bogor pada 4 MST Seleksi alam mengakibatkan banyak galur-galur yang mati. Rata-rata daya berkecambah sebesar 53 % untuk seluruh galur. Jumlah tanaman yang tumbuh pada seluruh satuan percobaan adalah 1 503 tanaman. Lebih dari 40 % benih tidak tumbuh. Hal ini disebabkan oleh viabilitas benih rendah dan lingkungan yang tidak optimal (kekurangan air) pada awal pertumbuhan tanaman. Setelah benih mulai berkecambah, hujan tidak turun sehingga tanaman harus sering disiram. Tanah yang kering membuat pertumbuhan plumula dan radikula terhambat karena kekurangan air untuk metabolisme transport elektron.

16 Gulma yang tumbuh pada lahan kacang bogor adalah Broreria alata, Mimosa pudica, Arachis sp., Phylanthus niruri, Physalis angulata, Axonopus compresus, dan Cynodon dactylon. Pertumbuhan gulma sangat cepat karena penggunaan pupuk kandang dan pemakaian lahan bera. Pertumbuhan gulma di lahan mengakibatkan pertumbuhan tanaman kacang bogor terhambat karena terjadi persaingan hara serta tempat tumbuh antara gulma dan tanaman kacang bogor. Pada lahan dengan gulma yang lebat, akar gulma dapat bertaut dengan cabang kacang bogor, sehingga polong-polong kacang bogor dapat lepas dari cabangnya. Tanaman kacang bogor mulai terserang penyakit busuk pangkal batang (Gambar 3) pada umur 7 MST. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Scelerotium rolfsii. Gejala awal penyakit ini adalah timbulnya hifa cendawan seperti bulu halus berwarna putih yang kemudian melebar dan menyebar ke tangkai daun sehingga daun layu dan rontok. Tanaman yang terserang penyakit dibuang dan dijauhkan dari lahan. Tanaman juga terserang penyakit bercak daun pada 10 MST (Gambar 3). Penyebab penyakit ini adalah Cercospora sp.. Kelembaban yang relatif tinggi dengan kisaran suhu 25-30 o C akan memicu proses infeksi dan perkembangan penyakit (Saleh, 2010). Gejala penyakit bercak daun adalah timbulnya bercak-bercak kecil yang kemudian membesar dan daun menjadi kering. Penyakit bercak daun umumnya terjadi pada fase generatif tanaman dan akan bertambah selama pembungaan sampai pengisian polong (Nugrahaeni, 1993; Sumartini, 2008). Penyakit ini sering dihubungkan dengan tanaman yang siap panen, tetapi juga dapat menyerang tanaman yang masih muda. Penyakit lain yang menyerang adalah penyakit kerdil yang disebabkan oleh virus (Gambar 3). Daun dan tangkai daun menjadi kecil dan mengkerut. Tanaman terserang pada 5 MST hingga masa pemasakan polong. Hama pengganggu tanaman pada percobaan ini adalah belalang (Valanga nigricornis) yang memakan daun. Serangan hama ini tidak dalam tingkat yang membahayakan. Kutu daun (Aphis sp.) juga menyerang pertanaman kacang bogor. Gejala yang ditimbulkan adalah bekas lubang-lubang hasil tusukan kutu daun. Selain itu, terdapat anjing (Cannis sp.) yang merusak tanaman sehingga polong berhamburan keluar tanah. Serangan anjing ini tergolong tidak membahayakan

17 karena hanya merusak 0.66 % dari seluruh populasi. Semut (Hymenoptera sp.) memakan biji tanaman kacang bogor saat awal tanam dan saat penjemuran polong. Hama ini juga menyebabkan daya berkecambah kecil. Selain itu, terdapat Sitophilus sp. yang menyerang polong kacang bogor saat berada di ruang penyimpanan. a b c Gambar 3. Penyakit pada kacang bogor: a) penyakit busuk pangkal batang; b) penyakit bercak daun; c) penyakit kerdil Karakter Kuantitatif Galur-Galur Kacang Bogor Karakter generatif yang diamati mencakup jumlah polong, jumlah polong bernas, bobot basah polong, bobot kering polong, bobot kering polong bernas, polong berkecambah, dan hari berbunga. Karakter vegetatif yang diamati meliputi jumlah cabang, jumlah buku, tinggi tanaman, dan diameter kanopi. Pada Tabel 2 dan 3 disajikan keragaan tanaman kacang bogor untuk kedua populasi dan rekapitulasi sidik ragam beberapa karakter kacang bogor.

Tabel 2. Keragaan tanaman kacang bogor populasi jumlah polong banyak dan jumlah polong sedikit Peubah Kisaran Nilai Tengah Simpangan KK T G T G T G T G BBT 49.95 227.70-0.41 504.79 109.58 119.30 31.05 75.74 0.28 0.63 JPT 29.83 104.25 1.79 138.79 59.34 60.32 14.63 24.85 0.25 0.41 JPB 14.00 76.50-2.09 107.41 38.67 40.60 11.07 20.77 0.29 0.51 JPC 6.33 46.75 1.90 53.40 20.65 19.74 7.29 9.58 0.35 0.48 BKT 10.30 63.99-1.85 89.52 30.29 34.13 8.91 18.93 0.29 0.55 BKB 8.96 61.13-2.13 86.09 28.44 32.06 8.73 18.47 0.31 0.58 BKC 0.44 4.89 0.00 5.64 1.91 1.99 0.81 1.11 0.42 0.59 PK 0.00 3.41 0.00 4.00 0.17 0.95 0.41 0.51 2.43 2.90 HB 43.50 55.00 43.05 54.95 47.59 48.36 2.36 2.69 0.05 0.06 TT 15.50 25.00 11.44 25.44 21.48 20.66 1.65 2.08 0.08 0.10 DK 43.00 68.00 23.42 80.40 58.76 56.19 4.57 8.15 0.08 0.14 JC 4.00 8.50 3.22 10.22 5.73 5.45 0.92 1.22 0.16 0.22 JB 5.50 13.00 5.32 18.32 8.71 9.42 1.60 2.32 0.18 0.25 Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, KK: koefisien keragaman, BBT: bobot basah polong (g), JPT: jumlah polong total (polong), JPB: jumlah polong bernas (polong), JPC: jumlah polong cipo (polong), BKT: bobot kering polong total (g), BKB: bobot kering polong bernas (g), BKC: bobot kering polong cipo (g), PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen (polong), HB: hari berbunga (hari), TT: tinggi tanaman (cm), DK: diameter kanopi (cm), JC: jumlah cabang (cabang), dan JB: jumlah buku (buku). Tabel 3. Rekapitulasi sidik ragam beberapa karakter kacang bogor Peubah T G T x G BBT * ** ** JPT * ** tn JPB ** ** ** JPC tn tn * BKT ** ** ** BKB ** ** ** BKC tn tn tn PK tn tn tn HB tn tn * TT tn tn tn DK tn ** tn JC tn tn * JB tn * tn Keterangan: T x G: interaksi nilai tengah populasi jumlah polong banyak dan sedikit; BBT: bobot basah polong, JPT: jumlah polong total, JPB: jumlah polong bernas, JPC: jumlah polong cipo, BKT: bobot kering polong total, BKB: bobot kering polong bernas, BKC: bobot kering polong cipo, PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen, HB: hari berbunga, TT: tinggi tanaman, DK: diameter kanopi, JC: jumlah cabang dan JB: jumlah buku, * nyata pada 0.05, ** nyata pada 0.01, tn tidak nyata.. Analisis keragaman diperoleh dari kuadrat tengah yang berasal dari jumlah kuadrat dibagi dengan derajat bebas sumber keragamannya (Gomez dan Gomez, 18

1995). Berikut ini merupakan analisis komponen ragam beberapa karakter kacang bogor. 19 Tabel 4. Komponen ragam dan nilai tengah beberapa karakter kacang bogor populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit Peubah T σ²g σ²e σ²p σ²g σ²p G BBT 363.591 600.615 964.206 109.580 4534.588 5735.818 119.305 JPT 70.493 143.616 214.109 59.335 328.822 616.054 60.322 JPB 48.280 74.347 122.627 38.673 281.704 430.398 40.597 JPC 2.979 50.203 53.182 20.649-8.378 92.027 19.738 BKT 34.884 44.471 79.355 30.293 268.644 357.586 34.134 BKB 31.972 44.215 76.187 28.439 252.083 340.513 32.061 BKC -0.081 0.734 0.654 1.911-0.230 1.239 1.989 PK -0.016 0.188 0.171 0.170-0.113 0.262 0.950 HB -0.107 5.675 5.568 47.585-4.116 7.233 48.358 TT 0.640 2.080 2.730 21.480 0.159 4.320 20.660 DK 1.364 19.503 20.867 58.760 27.401 66.407 56.186 JC 0.053 0.795 0.847 5.731-0.092 1.498 5.455 JB 0.646 1.913 2.559 8.714 1.617 5.443 9.424 Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, BBT: bobot basah polong, JPT: jumlah polong total, JPB: jumlah polong bernas, JPC: jumlah polong cipo, BKT: bobot kering polong total, BKB: bobot kering polong bernas, BKC: bobot kering polong cipo, PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen, HB: hari berbunga, TT: tinggi tanaman, DK: diameter kanopi, JC: jumlah cabang dan JB: jumlah buku, ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), ragam lingkungan (σ²e), dan nilai tengah ( ). Nilai negatif ragam genetik akan dianggap nol untuk analisis selanjutnya. Seleksi terhadap suatu karakter berlangsung efektif jika heritabilitas karakter tersebut tinggi. Nilai heritabilitas yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa keragaman pada karakter tersebut berpeluang besar untuk diwariskan pada keturunannya. Pendugaan heritabilitas ini diperlukan untuk metode seleksi selanjutnya yang berhubungan dengan kemajuan genetik. Di bawah ini merupakan nilai heritabilitas pada kedua populasi kacang bogor.

Tabel 5. Nilai duga heritabilitas arti luas beberapa karakter kacang bogor pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit 20 Peubah T h 2 bs G BBT 37.71 79.06 JPT 32.92 53.38 JPTB 39.37 65.45 JPTC 5.60 0.00 BKT 43.96 75.13 BKTB 41.97 74.03 BKTC 0.00 0.00 PK 0.00 0.00 HB 0.00 0.00 TT 23.72 3.68 DK 6.54 41.27 JC 6.20 0.00 JB 25.23 29.70 Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, h 2 bs: heritabilitas arti luas, BBT: bobot basah polong, JPT: jumlah polong total, JPTB: jumlah polong bernas, JPTC: jumlah polong cipo, BKT: bobot kering total, BKTB: bobot kering bernas, BKTC: bobot kering cipo, PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen, HB: hari berbunga, TT: tinggi tanaman, DK: diameter kanopi, JC: jumlah cabang dan JB: jumlah buku. Jumlah Polong Total Berdasarkan Tabel 3, terdapat keragaman di antara galur-galur yang diamati pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit. Ragam keduanya berbeda besarnya (214 dan 614) (Tabel 4), namun nilai tengahnya tidak akan berbeda (Tabel 3) yaitu sebesar 59.5 polong. Populasi jumlah polong sedikit yang pada percobaan sebelumnya memiliki 11 polong, saat dievalusi memiliki jumlah polong 60 polong, sedangkan populasi jumlah polong banyak pada percobaan sebelumnya memiliki 22 polong saat dievaluasi tetap memiliki jumlah polong yang banyak serta mencapai nilai sebesar 60 polong. Berdasarkan hasil tersebut, jumlah polong pada populasi jumlah polong sedikit sebenarnya memiliki jumlah polong yang banyak dan populasi jumlah polong banyak memang memiliki jumlah polong yang banyak. Selain itu, peningkatan rata-rata kedua populasi ini mengisyaratkan bahwa kedua populasi dapat diperbaiki. Nilai tengah pada peubah jumlah polong total berkisar antara 59-60 polong dengan simpangan baku ± 14 polong dan ± 24 polong (Tabel 2). Jika

21 penyimpangan nilai tengahnya diperhitungkan maka akan dihasilkan nilai sekitar 45 polong untuk penyimpangan terkecil, 73 polong untuk penyimpangan terbesar (populasi jumlah polong banyak), dan 36 polong untuk simpangan terkecil, 84 polong untuk simpangan terbesar (populasi jumlah polong sedikit). Jumlah polong total dapat dinaikkan sebesar 1.7 dan 2.3 kali nilai tengahnya hingga jumlah tertingginya. Ragam genetik pada tanaman tidak terulang lebih besar (328.82) daripada ragam genetik pada tanaman terulang (70.49) (Tabel 4). Heritabilitas pada populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5), sehingga nilai jumlah polong yang akan diwariskan ke keturunannya lebih besar presentasenya pada galur-galur di populasi jumlah polong sedikit. Nilai heritabilitas pada populasi jumlah polong banyak yang lebih kecil dapat diartikan bahwa faktor lingkungan lebih banyak mempengaruhi kenampakannya. Ragam-ragam pada populasi jumlah polong sedikit yang lebih besar daripada populasi jumlah polong banyak, mengindikasikan bahwa populasi jumlah polong sedikit masih memiliki heterozigositas yang lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak. Sedangkan ragam-ragam yang lebih kecil pada populasi jumlah polong banyak mengindikasikan bahwa populasi tersebut, lebih homozigot serta lebih stabil. Hal ini juga berlaku pada populasi jumlah polong banyak di semua peubah yang diamati contohnya peubah jumlah polong bernas, bobot kering polong total, dan bobot basah (Tabel 4). Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit, sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Peningkatan jumlah polong pada percobaan ini diduga dapat disebabkan oleh cuaca yang mendukung dengan lama penyinaran yang cukup tinggi pada bulan-bulan selama percobaan berlangsung. Sinar matahari yang cukup untuk menghasilkan fotosintat yang kemudian disalurkan ke sink, yaitu polong, sehingga jumlah polong dapat meningkat. Menurut PROHATI (2010) tanaman ini menyukai rata-rata temperatur harian antara 20 hingga 28 C, sedangkan pada saat percobaan berlangsung temperatur bulanan sekitar 25 C (Lampiran 4) dan tingkat

22 temperatur ini masuk ke dalam kisaran temperatur harian untuk kacang bogor. Oleh karena itu, tanaman kacang bogor dalam populasi ini mendapatkan lingkungan yang optimum untuk tumbuh. Selain itu, jarak tanam yang besar (60 cm x 60 cm) dapat memberikan pertumbuhan optimum kacang bogor dengan persaingan hara dan sinar matahari yang rendah. Jumlah Polong Bernas Sidik ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat keragaman pada kedua populasi. Interaksi antara jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit menunjukkan nilai tengah yang berbeda (Tabel 3). Oleh karena itu, dari kedua populasi tersebut dapat dipilih populasi dengan nilai tengah yang lebih tinggi, yaitu populasi jumlah polong sedikit. Peubah jumlah polong bernas ini memiliki potensi untuk diperbaiki. Jika simpangan tertingginya ditambahkan dengan nilai tengah, maka nilainya berkisar 49 polong dan 60 polong (Tabel 2). Angka ini masih jauh dibawah nilai tertingginya. Oleh karena itu, karakter jumlah polong bernas tersebut dapat dinaikkan sebesar dua kali dan 2.5 kali dari nilai tengah hingga mencapai nilai tertingginya. Variasi genetik pada populasi jumlah polong sedikit lebih besar daripada variasi genetik populasi jumlah polong banyak. Heritabilitas populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5). Hal ini dapat berarti bahwa fakor lingkungan lebih banyak mempengaruhi kenampakan jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak. Selain itu, pada populasi jumlah polong sedikit nilai tengah peubah ini akan lebih banyak yang diwariskan ke keturunannya. Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit, sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Populasi jumlah polong sedikit pada peubah jumlah polong bernas memiliki lebih banyak galurgalur pilihan untuk diseleksi. Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang

23 rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Pada awalnya galur-galur tersebut belum dapat dibuang karena dikhawatirkan memiliki potensi perbaikan pada peubah yang lain. Galur yang memiliki nilai negatif tersebut (A107), ternyata tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain. Jumlah Polong Cipo Harapan yang diinginkan pada peubah ini adalah didapatkan galur yang memiliki polong cipo dengan nilai tengah dan ragam yang kecil. Berdasarkan sidik ragam, tidak terdapat keragaman pada kedua populasi. Ragam genetik pada populasi jumlah polong sedikit lebih kecil daripada ragam genetik pada populasi jumlah polong banyak (Tabel 4). Nilai ragam genetik yang negatif pada populasi jumlah polong sedikit adalah akibat dari nilai ragam lingkungan yang melebihi ragam fenotipiknya, karena bias perhitungan, atau karena nilai galat yang lebih besar daripada nilai kuadrat tengahnya. Nilai ragam genetik yang dianggap tidak ada bukan berarti tidak ada gen-gen yang mempengaruhi penampakan populasi ini. Gen-gen tersebut tidak terekspresikan karena tertutup oleh faktor dominan atau lingkungan. Peubah ini lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungannya yang dapat dilihat dari nilai duga heritabilitasnya. Oleh karena itu, peubah jumlah polong cipo tidak dimasukkan dalam kriteria seleksi. Peubah polong cipo ini muncul karena terlalu lamanya siklus panen. Kacang bogor merupakan tanaman tahunan sehingga siklus pertumbuhannya harus dipotong untuk menentukan waktu panen. Tanaman tersebut akan selalu membentuk polong, jika polong yang terbentuk banyak, maka fotosintat tidak akan terbagi dengan sama. Oleh karena itu, akan terdapat polong yang tidak berbiji. Jumlah polong cipo pada percobaan ini cukup banyak sekitar 30 % dari jumlah polong total. Penurunan jumlah polong cipo dapat dilakukan dengan memperpanjang umur panen, sehingga polong-polong tersebut memiliki kesempatan untuk tahap pengisian dan pemasakan polong. Namun, polong-polong lain yang sudah matang akan membentuk tunas lain sehingga polong cipo tidak dapat dihilangkan dari komoditas ini. Berdasarkan nilai koefisien korelasi, semakin banyak jumlah polong maka semakin banyak jumlah polong cipo (Tabel 8 dan 9).

24 Bobot Basah Polong Berdasarkan sidik ragam terdapat keragaman pada kedua populasi. Nilai tengah kedua populasi berbeda (Tabel 3). Oleh karena itu, dari kedua populasi tersebut dapat dipilih populasi dengan nilai tengah yang lebih tinggi yaitu populasi jumlah polong sedikit (Tabel 4). Karakter bobot polong basah memiliki potensi untuk diperbaiki. Nilai tengah untuk peubah bobot polong basah pada populasi jumlah polong sedikit sebesar 119.3 g dengan simpangan ± 75.8 g (Tabel 2). Apabila penyimpangan terbesarnya ditambahkan dengan nilai tengahnya maka didapatkan nilai sebesar 195.1 g yang peningkatannya hampir dua kali nilai rataratanya. Nilai tengah tersebut dapat ditingkatkan lagi sebanyak empat kali nilai tengahnya hingga mencapai nilai tertingginya. Populasi jumlah polong banyak memiliki nilai tertinggi sebesar 227 g, jika nilai tengah dan simpangannya ditambahkan maka akan didapatkan nilai sebesar 140 g, yang nilainya masih di bawah nilai tertingginya. Peningkatan pada peubah ini dapat ditingkatkan sebanyak dua kali nilai tengahnya, hingga mencapai nilai tertinggi dari peubah ini. Populasi jumlah polong sedikit lebih beragam genetiknya jika dibandingkan dengan populasi jumlah polong banyak. Nilai duga heritabilitas pada populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5). Penampakan populasi jumlah polong sedikit diduga lebih banyak dipengaruhi oleh ekspresi gen-gennya dan presentasi pewarisan gennya lebih besar. Bobot basah yang tinggi pada percobaan ini diduga karena pengaruh cuaca dan jarak tanam yang digunakan, sehingga kacang bogor tumbuh dengan produksi yang optimum. Percobaan Setiaji (1994) menunjukkan bahwa perlakuan dengan jarak tanam yang berbeda, memberikan hasil produksi per tanaman yang lebih tinggi pada populasi dengan jumlah tanaman yang lebih sedikit. Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2), sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak. Selain itu, pada populasi jumlah polong sedikit galur-galur pilihan untuk diseleksi lebih banyak daripada galur-galur di populasi jumlah polong banyak.

25 Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Galur yang memiliki nilai negatif tersebut (A107), tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain. Bobot Kering Polong Total Berdasarkan sidik ragam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit pada peubah bobot kering polong total (Tabel 3). Nilai tengah kedua populasi tersebut berbeda sehingga dapat dipilih populasi yang memiliki nilai tengah yang lebih besar, yaitu populasi jumlah polong sedikit. Jika simpangan terbesarnya ditambahkan dengan nilai tengah maka akan dihasilkan nilai sekitar 38 g dan 52 g yang nilainya masih jauh dibawah nilai tertingginya (Tabel 2). Oleh karena itu, karakter bobot kering total dapat dua kali dinaikkan dari nilai tengahnya, dengan potensi terbesar 61 g dan 89 g. Berdasarkan analisis komponen ragam, ragam genetik populasi jumlah polong banyak lebih rendah daripada ragam genetik populasi jumlah polong sedikit (Tabel 4). Nilai duga heritabilitas pada populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5). Penampakan populasi jumlah polong sedikit diduga lebih banyak dipengaruhi oleh ekspresi gen-gen daripada faktor eksternal dan kemungkinan pewarisan gen-gennya lebih besar. Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2 dan 4), sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak pada peubah ini. Pilihan seleksi pada populasi jumlah polong sedikit lebih banyak daripada galur-galur pada populasi jumlah polong banyak. Produktivitas polong kering per hektar pada percobaan ini cukup tinggi yaitu sebesar 0.8 ton/ha dengan produktivitas terendah mencapai 0.27 ton/ha dan tertinggi mencapai 1.7 ton/ha. Hasil ini dapat lebih rendah daripada produktivitas yang diusahakan oleh petani, karena jarak tanam pada percobaan ini yang lebih lebar.

26 Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Galur yang memiliki nilai negatif tersebut (A107), ternyata tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain. Bobot Kering Polong Bernas Sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan adanya keragaman pada galurgalur yang diamati pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit. Nilai tengah kedua populasi tersebut tidak sama (Tabel 3), sehingga dapat dipilih populasi yang memiliki nilai tengah yang lebih besar (Tabel 4), yaitu populasi jumlah polong sedikit. Bobot kering bernas pada kedua populasi memiliki nilai tengah sebesar 28 g dan 32 g dengan simpangan sebesar ± 8 g dan 18 g (Tabel 2). Jika penyimpangan terbesarnya ditambahkan ke dalam nilai tengahnya, maka didapatkan nilai sebesar 36 g dan 50 g yang masih di bawah nilai tertingginya yaitu sebesar 61 g dan 86 g. Oleh karena itu, peubah ini masih dapat ditingkatkan sebesar tiga kali dari nilai tengahnya hingga mencapai potensi tertingginya. Bobot kering bernas pada populasi jumlah polong banyak memiliki ragam genetik yang lebih kecil daripada ragam genetik bobot kering tanaman jumlah polong sedikit (Tabel 4). Berdasarkan nilai duga heritabilitasnya, populasi jumlah polong banyak pada peubah ini lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungannya (Tabel 5). Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit sehingga populasi jumlah polong sedikit lebih baik daripada populasi jumlah polong banyak pada peubah ini (Tabel 2 dan 4). Populasi jumlah polong sedikit memiliki keragaman yang lebih besar sehingga galur-galur pilihannya memiliki lebih banyak pilihan untuk diseleksi. Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Galur yang memiliki

27 nilai negatif tersebut (A107), ternyata tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain. Bobot Kering Polong Cipo Berdasarkan sidik ragam, tidak terdapat keragaman di antara galur-galur yang diamati pada kedua populasi. Ragam genetik pada kedua populasi bernilai negatif (Tabel 4). Peubah ini tidak memiliki potensi untuk perbaikan karena nilai ragam genetik yang bernilai nol, heritabilitasnya tidak dapat diduga serta tidak ada perbedaan di antara galur-galurnya sehingga akan tidak berguna untuk menyeleksi galur-galur yang memiliki nilai yang sama. Oleh karena itu, peubah bobot kering polong cipo tidak dimasukkan ke dalam kriteria seleksi. Polong Berkecambah Polong berkecambah dihitung dengan asumsi bahwa semakin banyak polong berkecambah pada satu tanaman kacang bogor, maka waktu panen terlambat. Dugaan lain dari polong berkecambah adalah semakin banyaknya polong berkecambah maka bobot basah polong akan lebih rendah, bahasan ini akan dicantumkan pada bab korelasi. Tanaman kacang bogor merupakan tanaman terna tahunan yang akan terus tumbuh dan berkecambah apabila tidak ada pemotongan siklus untuk pertumbuhan fase kedua tanaman. Oleh karena itu, untuk memperkirakan waktu panen, harus dilakukan pemotongan siklus tanaman yang didasarkan pada keadaan tanaman. Pertumbuhan siklus kedua tanaman akan mengakumulasikan energi yang didapat untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti pertumbuhan tunas, dan tidak disalurkan ke bagian generatif seperti pembentukan bunga dan polong. Keadaan ini akan membuat jumlah polong sedikit dan bobot polong kecil. Namun, presentase jumlah polong berkecambah yang dapat menghambat pembentukan bunga dan polong, belum dapat dibuktikan karena belum ada percobaan yang meneliti dugaan tersebut. Polong yang berkecambah pada kacang bogor dalam percobaan ini dapat juga disebabkan oleh penyakit. Pengamatan polong berkecambah banyak ditemukan pada tanaman yang terkena penyakit busuk pangkal batang. Tanaman kacang bogor yang terkena penyakit akan membentuk individu baru untuk menyelamatkan genotipenya.

28 Berdasarkan Tabel 3 tidak terdapat keragaman pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit. Peubah ini tidak memiliki potensi untuk perbaikan karena nilai ragam genetik yang dianggap bernilai nol, heritabilitasnya tidak dapat diduga serta tidak ada perbedaan di antara galur-galur yang diamati. Oleh karena itu, peubah polong berkecambah tidak dimasukkan dalam kriteria seleksi. Umur Berbunga Peubah hari berbunga diamati untuk menghitung waktu pengisian polong kacang bogor yang berguna sebagai patokan waktu panen. Waktu pengisian polong diperkirakan selama delapan minggu setelah berbunga. Tidak terdapat perbedaan pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit (Tabel 3). Peubah hari berbunga tidak dapat digunakan untuk kriteria seleksi karena nilai ragam genetik dan heritabilitasnya tidak dapat diduga serta keragaman dalam peubah ini kecil. Tinggi Tanaman Peubah tinggi tanaman diamati untuk melihat hubungannya dengan karakter generatif seperti jumlah polong dan bobot untuk penyeleksian di lapangan. Berdasarkan sidik ragam, tidak terdapat perbedaan pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit (Tabel 3) sehingga galur- galur dalam kedua populasi tersebut sama antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, peubah ini tidak dimasukkan ke dalam kriteria seleksi. Diameter Kanopi Diameter kanopi pada percobaan ini dapat digolongkan ke dalam diameter semi kompak dengan ukuran 40-80 cm. Galur terseleksi diharapkan memiliki diameter kanopi yang besar, diameter kanopi yang besar diduga memiliki jumlah cabang dan buku, tempat munculnya polong sehingga jumlah polong akan lebih banyak. Peubah diameter kanopi diamati untuk penyeleksian tidak langsung dengan peubah hasil produksi. Bahasan ini akan dibahas pada bab korelasi. Berdasarkan sidik ragam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada populasi jumlah polong sedikit (Tabel 3). Sedangkan pada populasi jumlah polong

29 banyak, sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan di antara galur-galur yang teramati (Tabel 3). Pada percobaan ini, seleksi awal memerlukan keragaman diantara galur-galurnya dalam populasi tersebut. Peubah diameter kanopi pada populasi jumlah polong banyak memiliki ragam genetik yang lebih rendah daripada populasi jumlah polong sedikit (Tabel 4). Nilai duga ragam genetik dan heritabilitas populasi jumlah polong sedikit juga melebihi nilai duga ragam genetik dan heritabilitas populasi jumlah polong banyak (Tabel 4 dan 5). Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2 dan 4), sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak. Selain itu, pilihan seleksi pada populasi jumlah polong sedikit lebih banyak pilihan untuk diseleksi. Namun, berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 4), peubah ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain itu, nilai heritabilitasnya (Tabel 5) lebih rendah daripada peubah lain. Jumlah Cabang Jumlah cabang pada kacang bogor berhubungan dengan jumlah buku. Kedua peubah tersebut berhubungan dengan komponen produksi jumlah polong dan bobot. Pembahasan lebih lanjut akan dibahas mengenai hubungan komponen generatif dan vegetatif tersebut dengan korelasi. Berdasarkan sidik ragam, peubah ini tidak menunjukkan hasil yang tidak nyata pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit (Tabel 3). Ragam genetik populasi jumlah polong sedikit memiliki nilai yang negatif (Tabel 4), mengakibatkan nilai duga heritabilitasnya tidak dapat dihitung. Peubah ini tidak memiliki keragaman di dalamnya sehingga tidak akan dijadikan kriteria seleksi. Jumlah Buku Buku kacang bogor merupakan tempat munculnya bunga, bunga tersebut akan membentuk polong. Pengamatan jumlah buku ini dilakukan dengan dugaan awal bahwa semakin banyak jumlah buku kacang bogor maka semakin banyak polong yang terbentuk. Sidik ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa tidak terdapat

30 perbedaan di antara galur-galur populasi jumlah polong banyak. Pada populasi jumlah polong sedikit terdapat perbedaan yang nyata di antara galur-galur populasi tersebut. Ragam genetik pada populasi jumlah polong banyak lebih kecil daripada ragam genetik pada populasi jumlah polong sedikit pada peubah jumlah buku (Tabel 4). Oleh karena itu, jumlah buku yang akan diseleksi adalah jumlah buku dari populasi jumlah polong sedikit tetapi nilai ragamnya rendah sehingga seleksi akan sulit dilakukan. Berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 4), peubah ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain itu, nilai heritabilitasnya (Tabel 5) lebih rendah daripada peubah lain sehingga tidak menjadi peubah pokok dalam seleksi langsung. Kemajuan Genetik Jika intensitas seleksi (i) yang diambil kecil, yang berarti seleksi semakin ketat, maka semakin tinggi kemajuan genetik (Ga) dan jika semakin tinggi intensitas seleksi yang diambil, yang berarti seleksi semakin longgar, maka semakin kecil nilai kemajuan genetiknya. Umumnya, peubah produksi tidak dijadikan kriteria seleksi karena terdapat pengaruh lingkungan yang cukup besar. Namun, pada percobaan ini nilai duga heritabilitasnya cukup besar, yang berarti proporsi lingkungannya rendah. Nilai heritabilitas untuk peubah yang akan dijadikan sebagai kriteria seleksi pada populasi jumlah polong sedikit minimal 50 % sedangkan untuk populasi jumlah polong banyak minimal heritabilitasnya 30 %. Percobaan Jonah et al. (2010) memperoleh nilai-nilai duga heritabilitas untuk peubah-peubah produksi di atas 50 % sedangkan Wigglesworth dalam Masawe et al. (2010) menunjukkan bahwa heritabilitas untuk jumlah polong sebesar 39 %. Menurut bahasan pada bab sebelumnya populasi yang lebih baik adalah populasi jumlah polong sedikit. Bahasan di bawah ini juga akan membahas mengenai kemajuan genetik populasi jumlah polong banyak. Intensitas yang dipilih atas dasar pertimbangan dengan beberapa percobaan lain. Karakterkarakter kriteria seleksi membentuk kurva yang menjulur ke kanan sehingga diferensial seleksinya lebih tinggi. Ragam bobot basah polong populasi jumlah polong banyak pada percobaan Setiaji (1994) dan Juwita (2012) memiliki ragam yang lebih besar

daripada ragam pada populasi ini (Tabel 6). Namun, nilai tengahnya lebih rendah daripada percobaan ini (Tabel 2) sehingga nilai tengah dan penyimpangannya lebih rendah daripada percobaan ini. Nilai peubah pada percobaan ini lebih baik karena nilai tertingginya lebih tinggi daripada kedua percobaan tersebut (Tabel 2). Bobot basah pada percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), dan Hamid (2008) (Tabel 6) memiliki ragam, kisaran (Tjahya, 1983) dan nilai tengah yang lebih rendah daripada bobot basah polong pada percobaan ini (Tabel 2). Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan ini telah melampaui nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), dan Hamid (2008). Intensitas seleksi yang ditentukan untuk peubah ini pada populasi jumlah polong banyak adalah 30 % (Tabel 7). Peningkatan nilai tengah harapannya sebesar 12 % dari nilai tengah sebelum seleksi (109 g). Intensitas seleksi yang dipilih tidak ketat sebab data tidak berdistribusi normal. Pemilihan intensitas ini juga dipengaruhi oleh koefisien keragaman dan jumlah galurnya. Tabel 6. Perbandingan komponen ragam, rataan, dan kisaran beberapa karakter kacang bogor dari beberapa hasil percobaan Sifat σ²g σ²p σ²e Rataan Maks Min Sumber JPB(128 HST) 11.55 36.60 25.06 19.99 25.63 15.43 Tjahya, 1983 BKB (128 HST) 12.44 41.47 29.03 24.36 31.29 20.53 Tjahya, 1983 BBT/ha (128 HST) 0.24 0.84 0.59 4.27 5.08 3.54 Tjahya, 1983 BBT (115HST) 203.61 470.86 267.25 62.54 Damayanti,1991 BKT (115HST) 28.14 67.28 39.14 26.94 Damayanti,1991 JPT (115HST) 37.02 88.13 51.12 36.19 Damayanti,1991 JPB (110 HST) 70.77 176.75 105.98 22.90 48.40 4.50 Setiaji, 1994 BBT (110 HST) 429.22 1028.63 599.40 50.07 103.20 7.80 Setiaji, 1994 BKT (120 HST) -4.54 4.65 9.19 14.32 25.10 5.20 Setiaji, 1994 JPB (120 HST) 40.63 149.96 109.33 36.40 28.70 41.30 Priyatna, 1993 BKT (120 HST) 685.81 1417.47 731.67 69.12 88.94 48.52 Priyatna, 1993 JPT (119 HST) -2.84 0.03 2.87 11.20 Hamid, 2008 BBT (119 HST)/petak -622859.63 71022.25 693881.88 7339.75 Hamid, 2008 BKT (119 HST)/petak -41259.33 79477.00 120736.33 2691.38 Hamid, 2008 BBT (111HST) 1309.00 46.88 209.00 0.10 Juwita, 2012 JPT (111 HST) 210.41 19.90 125.00 1.00 Juwita, 2012 JPB (111 HST) 122.00 15.12 63.00 0.00 Juwita, 2012 BKT (111 HST) 112.00 13.00 71.00 0.00 Juwita, 2012 Keterangan: BBT: bobot polong basah (g), JPT: jumlah polong total (polong), JPB: jumlah polong bernas (polong), BKT: bobot polong kering total (g), BKTB: bobot polong kering bernas (g). 31

32 Tabel 7. Kemajuan seleksi dan rataan harapan beberapa karakter kacang bogor Peubah G T i (%) Ga As JG i (%) Ga As JG BBT 35 63.38 119.3 182.69 29 30 13.56 109 123.15 28 JPT 15 20.52 60.32 80.84 12 25 6.12 59.33 65.46 23 JPB 15 21.01 40.59 61.60 12 30 5.05 38.67 43.72 28 BKT 20 19.91 34.13 54.04 16 25 4.97 30.29 35.26 23 BKB 20 19.15 32.06 51.21 16 35 3.88 28.44 32.32 32 Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, BBT: bobot polong basah (g), JPT: jumlah polong total (polong), JPB: jumlah polong bernas (polong), BKT: bobot polong kering total (g), BKB: bobot polong kering bernas (g,), i: intensitas seleksi, Ga: kemajuan genetik, As: nilai tengah harapan, JG: jumlah galur, dan : nilai tengah. Bobot basah polong pada populasi jumlah polong sedikit pada percobaan ini (Tabel 2) memiliki nilai tengah dan ragam yang lebih tinggi daripada bobot basah pada percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), Setiaji (1994), Hamid (2008), dan Juwita (2012) (Tabel 6). Kisaran bobot basah polong Tjahya (1983), Setiaji (1994), dan Juwita (2012) masuk ke dalam kisaran bobot basah polong pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini. Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan-percobaan tersebut tidak dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada populasi jumlah polong sedikit di percobaan ini. Peubah bobot polong basah diseleksi pada intensitas seleksi 35 %, juga dengan pertimbangan keragamanan dan kisaran datanya yang lebih tinggi dari peubah lainnya. Nilai tengah harapan tersebut mencapai nilai 182.69 g (Tabel 7) yang meningkat sebesar 53 % dari nilai tengah awal sebesar 119 g. Bobot polong basah tidak terlalu ketat diseleksi karena data tidak berdistribusi normal dan interaksi antara genetik dan lingkungannya belum dapat diketahui. Kisaran jumlah polong total pada percobaan Juwita (2012) (Tabel 6) tidak masuk ke dalam kisaran jumlah polong total populasi jumlah polong banyak pada percobaan ini (Tabel 2). Namun, nilai tengah dan ragam percobaan Damayanti (1991), Hamid (2008), dan Juwita (2012) (Tabel 6) tidak dapat melebihi nilai tengah dan ragamnya pada populasi jumlah polong banyak. Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya percobaan-percobaan tersebut tidak akan melebihi nilai tengah dan penyimpangannya pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini. Intensitas seleksi dipilih sebesar 25 %. Nilai tengah harapan

33 (Tabel 7) meningkat sebesar 10 % dari nilai tengahnya (59.33 polong). Intensitas seleksi yang besar ini dipilih karena data tidak berdistribusi normal dan tidak adanya interaksi genetik dengan lingkungannya. Data yang berdistribusi normal dapat dipercayai menggunakan selang kepercayaan 5 atau 10 %. Namun, data tidak normal tersebut tidak dapat dipercayai dengan selang kepercayaan yang baku. Kisaran, nilai tengah, dan ragam jumlah polong total pada percobaan Damayanti (1991), Hamid (2008), dan Juwita (2012) (Tabel 6) masuk ke dalam kisaran populasi jumlah polong sedikit dalam percobaan ini (Tabel 2). Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan ini lebih besar dari nilai tengah percobaan Damayanti (1991), Hamid (2008), dan Juwita (2012). Intensitas seleksi yang akan dipilih pada populasi jumlah polong sedikit adalah 15 % dengan mempertimbangkan kisaran data, ragam, dan jumlah galurnya. Nilai tengah harapan pada peubah ini sebesar 80.84 polong (Tabel 7) yang meningkat sebesar 34 % dari nilai tengah awalnya sebesar 60.32 polong. Jumlah polong pada salah satu kultivar lokal pada percobaan Massawe dalam Massawe et al. (2005) dan kultivar pada percobaan Jonah et al. (2010) memiliki nilai tengah sebesar 51 ± 37 polong dan 55 ± 12 polong. Nilai tengah harapan pada percobaan ini dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan tersebut, namun materi percobaan Massawe dalam Massawe et al. (2005) lebih baik daripada percobaan ini karena nilai tertingginya yang lebih tinggi. Peubah ini belum dapat diseleksi di bawah intensitas seleksi 10 % karena interaksi genetik dan lingkungannya tidak diketahui, walaupun data berdistribusi normal. Interaksi genetik dan lingkungan yang belum dapat diketahui tersebut, dapat membuat prediksi kemajuan genetik pada peubah ini meleset. Ragam, kisaran, dan nilai tengah jumlah polong bernas pada percobaan Tjahya (1983) dan Juwita (2012) (Tabel 6) memiliki nilai yang lebih rendah daripada ragam dan nilai tengah jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini (Tabel 2). Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan Tjahya (1983) dan Juwita (2012) tidak dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangan jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini. Percobaan Setiaji (1994) (Tabel 6)

34 memiliki ragam yang lebih besar daripada jumlah polong bernas pada percobaan ini di populasi jumlah polong banyak, namun nilai tengah percobaan Setiaji (1994) tidak lebih tinggi daripada nilai tengah jumlah polong bernas di percobaan ini (Tabel 2). Sedangkan jumlah polong bernas percobaan Priyatna (1993) (Tabel 6) memiliki ragam dan nilai tengah yang lebih besar daripada ragam dan nilai tengah percobaan ini di populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Jumlah polong bernas percobaan tersebut lebih baik daripada jumlah polong bernas percobaan ini karena nilai tengah dan penyimpangannya tidak dapat melebihi nilai tengah dan penyimpangan jumlah polong bernas percobaan Priyatna (1993). Intensitas yang dipilih untuk jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak adalah 30 % (Tabel 7). Nilai tengah harapan dapat melebihi nilai tengah percobaan Priyatna (1993), namun tidak dapat melebihi nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan Priyatna (1993). Kenaikan nilai tengah harapan dengan nilai tengah percobaan Priyatna (1993) hanya sebesar 3 %. Kenaikan nilai tengah harapan dengan nilai tengah awal pada percobaan ini di populasi jumlah polong banyak sebesar 13 % yang merupakan kenaikan yang besar. Alasan lain intensitas seleksi tidak dapat ditentukan secara ketat adalah distribusi data tidak normal dan interaksi genetik-lingkungannya belum diketahui. Koefisien keragaman pada peubah ini lebih besar daripada koefisien keragaman peubah-peubah lain, sehingga untuk menaikkan nilai tengahnya diperlukan pertimbangan mengenai keragamannya. Jumlah polong bernas pada percobaan ini (Tabel 2) pada populasi jumlah polong sedikit memiliki ragam, nilai tengah, dan kisaran yang lebih besar dan panjang jika dibandingkan dengan ragam, nilai tengah, dan kisaran jumlah polong bernas pada percobaan Tjahya (1983), Setiaji (1994), Juwita (2012) (Tabel 6). Nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan Tjahya (1983), Setiaji (1994), Juwita (2012) tidak dapat melampaui nilai tengah percobaan ini pada populasi jumlah polong sedikit. Percobaan Priyatna (1993) (Tabel 6) menunjukkan bahwa nilai tengahnya lebih tinggi daripada nilai tengah jumlah polong bernas percobaan ini (Tabel 2) meskipun ragam dan kisarannya tidak lebih besar daripada ragam dan kisaran jumlah polong bernas percobaan ini. Oleh karena itu, untuk peubah jumlah polong bernas dipilih intensitas seleksi sebesar 15 % sehingga diharapkan

35 nilai tersebut melebihi nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan Priyatna (1993). Peningkatan nilai tengah harapan ini meningkat di atas 12 % dari nilai tengah dan penyimpangan percobaan Priyatna (1993). Nilai tengah harapan pada peubah ini adalah 61.6 polong (Tabel 7) yang meningkat sebesar 51 % dari nilai tengah awal sebesar 40.59 polong. Jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong sedikit ini tidak terlalu ketat diseleksi karena interaksi antara genetik dan lingkungannya belum dapat diketahui. Bobot kering total pada percobaan Setiaji (1994) (Tabel 6) memiliki nilai tengah, ragam, dan kisaran yang lebih kecil dan pendek daripada bobot kering polong total percobaan ini pada populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Nilai tengah dan penyimpangan bobot kering total percobaan Setiaji (1994) tidak dapat melampaui nilai tengah percobaan ini. Nilai tengah dan penyimpangan percobaan Juwita (2012) tidak dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan ini (Tabel 2). Nilai tengah pada percobaan Damayanti (1991) (Tabel 6) yang hampir mendekati nilai tengah percobaan ini membuat nilai tengah dan penyimpangannya dapat melebihi nilai tengah percobaan ini (Tabel 2). Nilai tengah dan penyimpangan Hamid (2008) (Tabel 6) dapat melebihi nilai tengah bobot kering total pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini (Tabel 2). Nilai tengah dan penyimpangan percobaan Priyatna (1993) dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya di percobaan ini (Tabel 2). Intensitas yang dipilih sebesar 25 % dengan nilai tengah harapan sebesar 35.26 g (Tabel 7) yang meningkat sebesar 16 % dari nilai tengahnya sebesar 30.29. Kemajuan genetik pada intensitas 25 % dapat melebihi nilai tengah dan penyimpangan bobot kering total pada percobaan Damayanti (1991) dan Hamid (2008) tetapi tidak dapat melampaui nilai tengah percobaan Priyatna (1993). Jika intensitas 1 % dipilih, kemajuan genetiknya pun tidak dapat melampaui nilai tengah pada percobaan Priyatna (1993). Namun, untuk perbaikan-perbaikan yang akan datang, nilai tengah percobaan ini pada populasi jumlah polong banyak dapat melampaui nilai tengah bobot kering total percobaan Priyatna (1993) mengingat nilai tertinggi percobaan ini yang lebih besar dari nilai tengah percobaan Priyatna. Intensitas seleksi belum dapat ditetapkan lebih rendah dari 25 % karena koefisien keragaman yang tergolong besar daripada koefisien keragaman peubah-peubah

36 lain, distribusi yang tidak normal, dan interaksi genetik serta lingkungan yang belum dapat diketahui. Bobot kering total populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2) memiliki nilai tengah, ragam, dan kisaran yang lebih tinggi serta panjang daripada nilai tengah, ragam, dan kisaran percobaan Setiaji (1994) dan Juwita (2012) (Tabel 6). Bobot polong kering total pada percobaan Priyatna (1993) dan Hamid (2008) (Tabel 6) memiliki keragaman yang lebih tinggi daripada bobot kering polong total percobaan ini (Tabel 2). Nilai tengah percobaan Priyatna (1993) lebih tinggi daripada nilai tengah percobaan ini, sehingga kemajuan genetik yang ditentukan harus melebihi nilai tengah percobaan Priyatna (1993). Intensitas seleksi yang dipilih untuk peubah ini sebesar 20 %. Nilai tengah harapannya sebesar 54.04 g (Tabel 7) dengan peningkatan sebesar 58 % dari nilai tengahnya sebesar 34.13 g. Nilai harapan yang diperoleh melebihi nilai rata-rata dan penyimpangannya dari bobot kering total percobaan Damayanti (1991) (Tabel 6) tetapi nilai harapan tersebut tidak dapat melebihi bobot kering polong total percobaan Priyatna (1993). Apabila pada percobaan ini ditetapkan intensitas seleksi 1 % maka akan dapat melampaui nilai tengah bobot kering total percobaan Priyatna (1993). Intensitas yang ketat ini belum dapat dilakukan karena pada percobaan ini tidak didapatkan interaksi genetik dan lingkungannya. Selain itu, pada percobaan Jonah et al. (2010) didapatkan bobot polong sebesar 51 polong di tahun kedua, yang dapat dilampaui oleh nilai tengah harapan percobaan ini, dengan kisaran yang lebih rendah daripada kisaran bobot polong di percobaan ini. Bobot kering bernas percobaan Tjahya (1983) (Tabel 6) memiliki nilai tengah, kisaran, dan ragam yang lebih rendah daripada nilai tengah dan ragam pada percobaan ini di populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Nilai tengah dan penyimpanannya pada percobaan Tjahya (1983) melebihi nilai tengah pada percobaan ini di populasi jumlah polong banyak. Oleh karena itu, dipilih intensitas sebesar 35 % untuk melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan Tjahya (1983). Nilai tengah harapan pada peubah ini sebesar 32.32 g (Tabel 7) dengan peningkatan sebesar 13 % dari nilai tengahnya (28.44 g). Sedangkan peningkatan nilai tengah harapan dari nilai tengah dan penyimpangannya pada Tjahya (1983) sebesar 4 %. Intensitas seleksi yang

37 ditentukan besar karena distribusi data tidak normal serta tidak adanya nilai interaksi genetik dengan lingkungannya. Selain itu, peubah ini pada populasi jumlah polong banyak memiliki koefisien keragaman yang paling besar daripada koefisien keragaman peubah-peubah yang lain. Percobaan Tjahya (1983) (Tabel 6) pada peubah bobot kering bernas memiliki nilai tengah, kisaran, dan ragam yang lebih rendah daripada nilai tengah dan ragam pada percobaan ini di populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2). Nilai tengah pada populasi jumlah polong sedikit melebihi nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan Tjahya (1983). Intensitas yang dipilih sebesar 20 % dengan nilai tengah harapan sebesar 51.21 g (Tabel 7) yang meningkat sebesar 56 % dari nilai tengah awal (32.06 g). Intensitas seleksi tersebut ditetapkan juga dengan pertimbangan jumlah galur dan keragamannya. Peningkatan nilai tengah harapan ini dari percobaan Tjahya (1983) sebesar 66 %. Seleksi tidak dilakukan secara ketat karena pada percobaan ini, interaksi genetik dan lingkungannya tidak didapatkan. Galur-galur terseleksi (Lampiran 6) memiliki karakteristik tersendiri pada peubah-peubahnya. Sebagai contoh galur yang memiliki jumlah polong bernas yang banyak belum tentu menghasilkan bobot kering polong yang tinggi. Hal tersebut karena benih yang besar namun jumlahnya sedikit. Populasi jumlah polong banyak memiliki 13 galur yang berpotensi memiliki nilai yang tinggi pada setiap peubah berdasarkan intensitas seleksi yang diterapkan. Galur-galur tersebut adalah galur A57, A52, A51, A24, A62, A53, A58, A72, A55, A69, A73, A12, dan A67. Sedangkan pada populasi jumlah polong sedikit terdapat 8 galur yang berpotensi tinggi pada setiap peubah produksi. Galur-galur tersebut adalah galur A189, A167, A171, A157, A125, A168, A149, dan A131. Galur-galur terseleksi yang memiliki potensi pada beberapa peubah namun rendah di peubah yang berbeda dapat disilangkan untuk mendapatkan galur dengan potensi yang tinggi pada semua peubah. Nilai tengah galur terseleksi tersebut dapat menyimpang karena nilai tengah tidak akan tepat berada di satu angka sehingga kesalahan seleksi akan dapat diturunkan.

38 Korelasi Antar Peubah Hubungan antara peubah produksi dengan peubah-peubah lain perlu dipelajari untuk mendapatkan kriteria seleksi tidak langsung pada tanaman ini. Peubah yang dipilih adalah peubah produksi yaitu bobot basah pada populasi jumlah polong banyak dan bobot kering pada populasi jumlah polong sedikit. Nilai koefisien korelasi antar peubah disajikan pada Tabel 8 dan 9. Bobot kering polong total pada populasi jumlah polong banyak memiliki hubungan yang positif dengan semua peubah kecuali dengan jumlah polong cipo, jumlah cabang, dan polong berkecambah. Peubah bobot basah pada populasi jumlah polong sedikit memiliki hubungan positif dengan semua peubah kecuali peubah jumlah cabang, jumlah buku, jumlah polong cipo, bobot kering cipo, dan polong berkecambah. Pada populasi kedua populasi tersebut, kriteria seleksi tidak langsung adalah diameter kanopi dan tinggi tanaman yang diseleksi tanpa merusak materi percobaan. Seleksi tidak langsung akan lebih mudah dilakukan pada peubah diameter kanopi untuk menyeleksi bobot basah polong dan bobot kering polong total pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit. Nilai koefisien korelasi pada kedua populasi tersebut tidak dihitung kehomogenan koefisien korelasinya. Untuk menjawab dugaan-dugaan mengenai hubungan antar peubah akan digunakan korelasi pada populasi jumlah polong sedikit. Karakter jumlah polong berkecambah tidak memiliki hubungan dengan karakter lain, kecuali dengan bobot basah polong pada populasi jumlah polong banyak (Tabel 8). Jumlah polong berkecambah akan menurunkan bobot basah polong pada asumsi awal, namun pada populasi jumlah polong banyak peningkatan jumlah polong berkecambah akan diikuti dengan peningkatan bobot basah polong. Oleh karena itu, asumsi awal tersebut tidak dapat diterima untuk populasi ini.