BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan peran perusahaan dalam lingkungan sosialpun semakin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan bisnis terutama yang bergerak di bidang pemanfaatan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan dimana merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang dihadapi oleh perusahaan akan semakin banyak dan semakin sulit.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesejahteraan bersama yang berkelanjutan (sustainable. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menghendaki

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. diterima lagi. Perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya saling memberi dan membutuhkan. Untuk menjaga keberlanjutannya,

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility-csr) dimana perusahaan

pemerintah melalui peraturan daerah. Contoh kerugian jangka panjang adalah menurunnya tingkat kepercayaan perusahaan di mata masyarakat, menurunnya

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga setiap keputusan yang dibuat oleh institusi dan setiap tindakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Dalam proses pelaporan keuangan tahunan perusahaan,

keuangan saja yang merupakan informasi wajib. Informasi mengenai kondisi perusahaan juga dapat didapatkan dari informasi yang diungkapkan secara

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga beberapa aspek penting

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan laba yang setinggi-tingginya tanpa memperhatikan dampak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Nilai Perusahaan sangat penting dalam tingkat keberhasilan perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan ilmu ekonomi yang semakin pesat, persaingan antar

BAB 1 PENDAHULUAN. dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pandangan dalam dunia usaha dimana perusahaan hanya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan sosial yang dilakukan

17 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sah dari pihak-pihak yang memiliki klaim atas perusahaan. Para pihak ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. dasar bagi investor, kreditor, calon investor, calon kreditor dan pengguna

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. alternatif sumber dana bagi perusahaan tersebut. Melaksanakan kegiatan investasi tersebut, para investor perlu mengambil keputusan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam meningkatkan pertumbuhan usahanya, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan hal yang perlu. diperhatikan bagi perusahaan dewasa ini karena berkaitan dengan isu

BAB 1 PENDAHULUAN. sedikit yang mengungkapkannya dalam sebuah laporan. Hal ini terjadi mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam dunia industri yang sangat menuntut perbaikan berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. negatif. Oleh karena kondisi itulah, perusahaan dituntut untuk semakin peduli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya, setiap perusahaan pasti memiliki tujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan merupakan tujuan yang dicapai untuk menarik stakeholders untuk

BAB I PENDAHULUAN. revolusi industri (akuntansi konvensional) menyebabkan pelaporan akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. modal (investor dan kreditor), tetapi juga kepentingan karyawan, konsumen,

PENGUNGKAPAN INFORMASI SOSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DALAM LAPORAN TAHUNAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat atau lingkungan sekitar (Hexa, 2008). Dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kotler dan Nancy (2005) Corporate Social Responsibility (CSR)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungannya, yaitu : Perseroan

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. modalnya kepada perusahaan tersebut (Haruman, 2008). informasi tersebut akan meningkatkan nilai perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini, akuntansi konvensional hanya menyediakan informasi bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu organisasi dimana sumber daya (input) seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak runtuhnya pemerintahan Orde Baru, masyarakat semakin berani

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada berbagai pihak, diantaranya pihak investor dan kreditor. Investor dan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan. berkumpulnya semua faktor produksi yang memiliki tujuan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak atas single bottom line, yaitu

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi saat ini sangat pesat, hal ini menyebabkan pelaporan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi nilai perusahaan dianggap semakin sejahtera pula pemiliknya.

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dampak globalisasi, kemajuan informasi teknologi, dan keterbukaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal, sebagai sarana untuk mematuhi peraturan pemerintah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dimasyarakat meningkat, hal ini dapat dilihat pada banyaknya perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebesar-besarnya. Tujuan perusahaan yang kedua adalah ingin

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. tahunan perusahaan merupakan media komunikasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), tentang komitmen

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mempunyai tujuan yang sama yaitu menghasilkan laba. Dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam Purwanto (2011: 16) mengemukakan konsep Triple Bottom Line yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Guthrie dan Mathews (1985), kemajuan teknologi serta perubahan

BAB I PENDAHULUAN. saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Corporate

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sejak awal tahun 1970an yang secara umum dikenal dengan stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) pada hakekatnya adalah hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan adalah mekanisme bagi suatu

mengalami penurunan kondisi sosial (Anggraini, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna. Perseroan Terbatas (PT) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan (sustainable) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan bisnis seperti sebuah perusahaan juga ikut terpengaruh dalam pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu kepedulian organisasi bisnis

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan perusahaan yaitu memperoleh laba yang sebesar besarnya, masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat terhadap suatu produk. aktivitasnya terhadap lingkungan sosialnya.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada dasarnya melaksanakan kegiatan usaha sesuai

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perusahaan dihadapkan dalam persoalan yang semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan yaitu mencapai laba yang sebesar-besarnya dan memakmurkan. pemilik perusahaan atau para pemilik saham (stockholders).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebuah perusahaan didirikan memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah

BAB.I PENDAHULUAN. dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. periode (Mulyadi,2001).Menurut Helfert (1996) Kinerja perusahaan adalah hasil

BAB I Pendahulauan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori stakeholder mengungkapkan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang

BAB I PENDAHULUAN. modal sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan lebih berpihak kepada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan untuk meningkatkan perhatiannya kepada lingkungan sosial. Perusahaan diharapkan tidak hanya mementingkan kepentingan manajemen dan pemilik modal (investor dan kreditor) tetapi juga karyawan, konsumen, masyarakat dan lingkungannya. Kesadaran masyarakat akan peran perusahaan dalam lingkungan sosialpun semakin meningkat. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan telah melaksanakan aktivitas sosialnya untuk memastikan bahwa hakhak mereka telah terpenuhi (Purnasiwi, 2011). Akibat tekanan dari berbagai pihak tersebut, perusahaan dihimbau untuk bertanggung jawab terhadap pihak yang lebih luas lagi daripada kelompok pemegang saham dan kreditur. Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) merupakan sebuah gagasan dimana perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Tapi tanggung jawab perusahaan berpijak pada triple bottom lines yang juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan, karena kondisi keuangan saja tidak cukup untuk menjamin perusahaan dapat tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) (Silvia dan Andayani, 2014). Dewasa ini telah banyak perusahaan yang menyadari akan pentingnya menerapkan program CSR sebagai bagian dari strategi bisnis mereka. Penerapan tanggung jawab sosial ini semakin mendapatkan perhatian oleh kalangan pelaku

usaha karena meningkatnya kontrol sosial dan tindakan kritis yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut Guthrie dan Mathews (1985) dalam Sudana dan Arlindania (2011) mengungkapkan bahwa salah satu informasi yang sering diminta untuk diungkapkan perusahaan saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan tersebut dapat digambarkan sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan yang berkaitan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya, yang dapat dimuat dalam laporan tahunan perusahaan atau dalam laporan tentang penerapan tanggung jawab sosial yang terpisah. Said et al. (2009) mengungkapkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat mencakup rincian masalah lingkungan fisik, energi, sumber daya manusia, produk dan keterlibatan masyarakat. Di Indonesia, pemerintah juga memberikan perhatian terhadap praktik CSR. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam pasal 1 ayat 3, yang menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya. Kemudian pada pasal 74 ayat 1 menjelaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-undang ini juga menjelaskan dalam pasal 66 ayat 2c bahwa mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan. Pelaporan tersebut merupakan

pencerminan dari perlunya akuntabilitas perseroan atas pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sehingga para stakeholders dapat menilai pelaksanaan kegiatan tersebut. Kemudian pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 sebagai peraturan pelaksanaan dari pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas di atas. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini hanya berisi sembilan pasal. Salah satu yang diaturnya adalah mekanisme pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan. Dalam pasal 4 ayat (1) PP Nomor 47 Tahun 2012 menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan setelah mendapat persetujuan dewan komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Akibat dari adanya peraturan tersebut, perlakuan terhadap praktik pelaporan CSR akan menjadikan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai mandatory disclosure, sehingga pelaporan CSR akan lebih akurat dan lengkap. Namun, undang-undang tersebut masih memiliki kelemahan, seperti sektor apa saja yang diwajibkan untuk melaksanakan CSR, belum ada pasal yang secara gamblang menjelaskan sanksi apabila perusahaan melanggar, berapa besar anggaran minimum yang dikeluarkan dan format dari pelaporan CSR (Bramatalla, 2016). Utama (2007) dalam Nurkhin (2009) mengungkapkan bahwa saat ini tingkat pelaporan dan pengungkapan CSR di Indonesia masih relatif rendah. Selain itu, apa yang dilaporkan dan diungkapkan sangat beragam, sehingga menyulitkan pembaca

laporan tahunan untuk melakukan evaluasi. Pada umumnya yang diungkapkan adalah informasi yang sifatnya positif mengenai perusahaan. Laporan tersebut menjadi alat public relation perusahaan dan bukan sebagai bentuk akuntabilitas perusahaan ke publik. Hingga kini belum terdapat kesepakatan standar pelaporan CSR yang dapat dijadikan acuan bagi perusahaan dalam menyiapkan laporan CSR. Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh Nasir dan Warisi (2008), bahwa tidak semua perusahaan mau dan mampu untuk melaksanakan CSR karena CSR merupakan salah satu topik yang berkaitan erat dengan moral etika bisnis. Hal ini hanya dapat diwujudkan dengan menumbuhkan kesadaran para pelaku bisnis bahwa CSR merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang dan dampak sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas usahanya. Oleh sebab itu, dalam pengungkapan CSR ini diperlukan prinsip-prinsip corporate governance (CG), karena implementasi dari tanggung jawab perusahaan tidak terlepas dari penerapan CG di dalam perusahaan tersebut yang akan mendorong manajemen untuk mengelola perusahaan secara benar termasuk mengimplementasikan tanggung jawab sosialnya. Menurut Murwaningsari (2009) CSR memiliki kaitan erat dengan corporate governance. Seperti dua sisi mata uang, keduanya memiliki kedudukan yang kuat dalam dunia bisnis namun berhubungan satu sama lain. Tanggung jawab sosial berorientasi kepada para stakeholders, hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip utama corporate governance yaitu responsibility, sedangkan pengungkapan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan sejalan dengan prinsip transparansi. Meskipun pelaporan corporate governance dan pelaporan corporate social responsibility secara terpisah dalam lingkup penelitian mereka sendiri, namun

perhatian yang relatif sedikit telah dilakukan dalam membuat hubungan antara keduanya. Hal ini dikarenakan pengungkapan CSR dipengaruhi oleh pilihan, motif dan nilai dari mereka yang terlibat dalam perumusan dan pengambilan keputusan dalam organisasi, pertimbangan mekanisme corporate governance, khususnya struktur kepemilikan dan komposisi dewan yang dapat menjadi faktor penentu penting (Gibbins et al., 1990; Haniffa dan Cooke 2005) dalam Khan et al. (2012). Komposisi dewan dan struktur kepemilikan merupakan mekanisme corporate governance yang berperan penting dalam mengawasi aktivitas manajemen. Perbedaan baik karakteristik komposisi dewan dan struktur kepemilikan akan berbeda pula kualitas pengawasannya terhadap manajemen sehingga akan timbul reaksi berbeda dari investor atas perubahannya. Karakteristik komposisi dewan yang dianalisis terdiri dari ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen dan komite audit, sedangkan struktur kepemilikan yang dianalisis yakni kepemilikan manajerial, asing dan publik. Selain itu, peneliti memasukkan ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage sebagai variabel kontrol. Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, dewan komisaris adalah organ perusahaan yang mewakili pemegang saham untuk melakukan fungsi pengawasan atas pelaksanaan kebijakan dan strategi perusahaan yang dilakukan oleh direksi dan memberikan arahan/nasihat kepada direksi dalam pengelolaan perseroan dengan itikad yang baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab, serta menjalankan fungsi untuk memperkuat citra perseroan dimata masyarakat dan para pemegang saham. Penelitian Veronica dan Sumin (2009) menemukan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris, akan semakin besar pula pengungkapan

CSR. Berbeda dengan Raheja (2003) dalam Said et al. (2009) yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris maka semakin menurun kemampuan pengendalian perusahaan akibat kurangnya komunikasi yang efektif, sulitnya koordinasi, serta sulitnya pengambilan keputusan dan cenderung dikendalikan oleh CEO. Hal-hal itulah yang akan menyebabkan rendahnya kualitas pengungkapan sosial perusahaan karena ketidakmampuan melaksanakan peran secara efisien. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen (Ernawati dan Puspitasari, 2010). Menurut Muntoro (2006), komisaris independen diperlukan untuk meningkatkan independensi dewan komisaris terhadap kepentingan pemegang saham (mayoritas) dan benar-benar menempatkan kepentingan perusahaan diatas kepentingan lainnya. Penelitian Khan et al (2012) menunjukkan board independence berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Tugas utama komite audit adalah mendorong diterapkannya tata kelola perusahaan yang baik, terbentuknya struktur pengendalian internal yang memadai, meningkatkan kualitas keterbukaan dan pelaporan keuangan serta mengkaji ruang lingkup, ketepatan, kemandirian dan objektivitas akuntan publik. Berdasarkan tugas tersebut keberadaan komite audit dapat dirasakan sebagai indikasi pengawasan atau monitoring kualitas tinggi dan berpengaruh signifikan dalam menyediakan informasi yang lebih kepada pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, semakin banyak ukuran komite diharapkan proses pengawasan akan

dilakukan semakin baik dan kualitas pengungkapan tanggung jawab sosial akan semakin luas (Untoro & Zulaikha 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Haniffa dan Cooke (2005); Sembiring (2005); Anggraini (2006) dan Sayekti (2006) menemukan bahwa komite audit berkorelasi positif dengan pengungkapan CSR. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2006) dan Rosmasita (2007) yang menemukan hubungan positif antara kepemilikan manajerial dan pengungkapan CSR. Semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan dan meningkatkan pengungkapan CSR. Hasil ini berbeda dengan penelitian Said et al. (2009) yang menemukan kepemilikan manajerial tidak berhubungan positif dengan luas pengungkapan CSR. Teori legitimasi mendasari bahwa jika perusahaan memiliki kontrak dengan foreign stakeholder baik dalam ownership maupun trade, maka perusahaan akan lebih didukung dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosialnya. Jadi, semakin tinggi kepemilikan asing dalam suatu perusahaan, maka akan semakin luas pula pengungkapan CSR-nya (Ramadhan, 2010). Penelitian serupa yang dilakukan oleh Rustiarini (2009) yang menemukan bahwa adanya hubungan positif signifikan antara kepemilikan asing terhadap pengungkapan CSR. Banyaknya pemangku kepentingan dalam perusahaan yang tersebar berarti manfaat pengungkapan cenderung lebih besar daripada biaya yang terkait untuk perusahaan publik. Ketika sebuah perusahaan publik mempertanggungjawabkan akuntabilitas publik, hal itu juga menjadi sangat penting. Oleh karena itu, perusahaan yang dimiliki publik memiliki lebih banyak tekanan untuk mengungkapkan informasi tambahan karena masalah visibilitas dan akuntabilitas

yang diakibatkan oleh sejumlah besar pemangku kepentingan. Dengan demikian, diharapkan konsentrasi pemilikan publik dikaitkan secara positif dengan tingkat aktivitas sosial (Khan et al. 2012). Penelitian Khan et al (2012) menunjukkan kepemilikan publik berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Beberapa penelitian empiris telah banyak membuktikan hubungan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan besar merupakan emiten yang paling banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Menurut Cowen et al (1987) dalam Sembiring (2005), secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan semakin luas. Penelitian Sembiring (2003) menghasilkan temuan bahwa variabel ukuran perusahaan terbukti signifikan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Begitu pula pada penelitiannya pada tahun 2005 menunjukkan hasil yang hampir sama bahwa variabel size menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Penelitian yang dilakukan Bowman dan Haire (1976) dan Preston Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Badjuri (2011) mengatakan bahwa dengan kepeduliannya terhadap masyarakat (sosial) menghendaki manajemen untuk membuat perusahaan menjadi profitable. Vence (1975) dalam Badjuri (2011) mempunyai pandangan yang berkebalikan, bahwa pengungkapan sosial perusahaan justru memberikan

kerugian kompetitif (competitive disadvantage) karena perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut. Penelitian Anggraini (2006) menunjukkan profitabilitas dan size perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial. Temuan ini sejalan dengan hasil yang diperoleh Hackston dan Milne (1996) yang tidak berhasil menemukan hubungan profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi sosial perusahaan mereka, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen & Meckling, 1976). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. Penelitian Sembiring (2005) menunjukkan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan data perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena merupakan sektor penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mempunyai peranan penting dalam memicu pertumbuhan ekonomi Negara sehingga diharapkan dapat melaksanakan corporate social responsibility dengan baik. Tahun pengamatan pada penelitian ini menggunakan periode selama lima tahun, yaitu tahun 2012-2016. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu karakteristik corporate governance yang diproksikan dengan ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen, komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan asing dan kepemilikan publik serta ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage sebagai

variabel kontrol dalam mendeteksi pengaruhnya terhadap pengungkapan corporate social responsibility (CSR). Diharapkan dengan penelitian yang dilakukan dapat menunjukkan hasil yang maksimal untuk mendeteksi adanya pengaruh variabelvariabel tersebut terhadap pengungkapan CSR pada perusahaan yang diteliti. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah komposisi dewan yang terdiri dari ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen dan komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility? 2. Apakah struktur kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan asing dan kepemilikan publik berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh komposisi dewan yang terdiri dari ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen dan komite audit terhadap pengungkapan corporate social responsibility. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh struktur kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan asing dan kepemilikan publik terhadap pengungkapan corporate social responsibility.

1.4 Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan peneliti mengenai karakteristik corporate governance dan pengungkapan corporate social responsibility yang dilakukan oleh perusahaan. 2. Bagi peneliti berikutnya, yang akan melakukan penelitian sejenis diharapkan dapat menjadi bahan referensi. 3. Bagi perusahaan, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan mengenai pengungkapan corporate social responsibility dan sebagai bahan referensi bagi pemilik perusahaan, manager, dan investor dalam pengambilan keputusan. 1.5 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 bab. Bab pertama yaitu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua akan memuat landasan teori yang digunakan, penelitian-penelitian yang berhubungan, kerangka pemikiran, serta hipotesis dari penelitian ini. Kemudian bab ketiga tentang metodologi penelitian yang terdiri dari ruang lingkup penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data yang diperoleh, variabel penelitian, metode analisis data dengan uji hipotesis. Bab keempat tentang hasil penelitian dan pembahasan ini berisi mengenai deskripsi sampel penelitian yang terdiri dari gambaran umum tentang pengumpulan data, deskripsi variabel penelitian, hasil analisis data, serta

pembahasan. Terahir bab kelima ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran dari penelitian ini.