BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan kajian pengaruh variasi massa antara PCBM dan P3HT terhadap sel surya organik. penelitian ini meliputi pembuatan bahan aktif PCBM dan P3HT beserta karakterisasinya, fabrikasi sel surya organik dengan struktur FTO/PEDOT:PSS/P3HT:PCBM/Al beserta karakterisasinya. 4.1 Pembuatan Bahan Aktif P3HT:PCBM PCBM dan P3HT dibuat dengan variasi rasio massa dengan konsentrasi tetap yaitu 1%. Variasi rasio massa PCBM:P3HT yang digunakan yaitu 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dan 1:5. Variasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan rasio massa P3HT terhadap karakterisasi bahan aktif sel surya organik. Pembuatan PCBM:P3HT dengan pencampuran serbuk PCBM dan P3HT dengan menggunakan persamaan 3.1. Pada proses pencampuran botol yang digunakan ditutup menggunakan alumunium foil supaya terhindar kontak dengan cahaya dari luar. Serbuk PCBM dan P3HT yang telah tercampur dilarutkan menggunakan chlorobenzena. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan getaran dari ultrasonic cleaner hingga homogen. 4.2 Karakterisasi Optik PCBM:P3HT Absorbansi merupakan kemampuan akan suatu material dalam menyerap cahaya. Material organik yang memiliki kemampuan menyerap cahaya terdapat elektron valensi dimana elektron tersebut dapat tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Material tersebut diantaranya P3HT dan PCBM. P3HT memiliki kemampuan penyerapan pada panjang gelombang 450 hingga 600 nm seperti pada grafik (a) Gambar 4.1 dan PCBM memiliki penyerapan dari 350 hingga 400 nm seperti pada grafik (b) pada Gambar 4.1. 22
23 (a) (b) Gambar 4.1. Spektrum absorbansi (a) P3HT (b) PCBM Larutan P3HT:PCBM dideposisikan pada kaca preparat menggunakan spin coating. Lapisan tipis yang terbentuk diuji kemampuan absorbansinya menggunakan UV-Visible Spectrometer Lambda 25 pada rentang panjang gelombang sinar tampak dan ultra violet yaitu 300-800 nm. Hasil pengujian absorbansi ditunjukkan pada gambar 4.2. 0.25 0.23 0.20 Absorbansi 0.18 0.15 0.13 0.10 PCBM:P3HT (1:1) PCBM:P3HT (1:2) PCBM:P3HT (1:3) PCBM:P3HT (1:4) PCBM:P3HT (1:5) 0.08 0.05 0.03 0.00 200 300 400 500 600 700 800 900 Panjang Gelombang (nm) Gambar 4.2. Spektrum absorbansi P3HT:PCBM
24 Dari hasil karakterisasi yang ditunjukkan oleh gambar 4.2 grafik yang terbentuk memiliki dua puncak yaitu puncak pertama dan kedua pada rentang panjang gelombang 300 sampai 350nm dan 450 sampai 600nm. Rentang panjang gelombang pada puncak pertama merupakan serapan dari PCBM dan pada puncak kedua merupakan wilayah serapan dari P3HT. Jadi dapat dikatakan bahwa serapan P3HT pada panjang gelombang sinar tampak dan PCBM pada sinar ultraviolet (UV). Pada sampel 1:1 memiliki absorbansi paling kecil yaitu absorbansi maksimum sebesar 0,06 dan sampel 1:5 memiliki nilai absorbansi paling tinggi sebesar 0,23. puncak pertama dan kedua pada perbandingan 1:1 memiliki tinggi puncak yang relatif sama. Pada perbandingan 1:2 puncak kedua memiliki nilai absorbansi lebih tinggi dibandingkan dengan puncak pertama begitu juga pada perbandingan 1:3, 1:4 dan 1:5. Sedangkan puncak pertama memiliki nilai absorbansi yang relatif tetap. Puncak kedua mengalami kenaikan seiring bertambahnya rasio massa pada P3HT dan puncak pertama dari kelima sampel memiliki nilai absorbansi yang relatif sama. Penambahan rasio massa P3HT menyebabkan bertambahnya nilai absorbansi pada puncak kedua dimana terjadi penyerapan pada sinar tampak. Absorbansi yang dihasilkan dari uji tersebut dapat digunakan untuk menghitung energi celah pita (Eg) pada P3HT:PCBM. Untuk menentukan energi gap ini menggunakan metode tauc plot. Metode ini dilakukan dengan cara menarik garis singgung pada saat grafik mengalami kenaikan yang tinggi dan nilai ( ) adalah nol. Berikut adalah grafik celah energi pita atau energi gap Gambar 4.3. Perhitungan dapat dilihat di lampiran 2.
(a) (b) (c)
(d) (e) Gambar 4.3. Kurva terhadap ( ) 2 variasi rasio massa dengan perbandingan PCBM:P3HT (a) 1:1 (b) 1:2 (c) 1:3 (d) 1:3) dan (e) 1:5
27 Dari grafik pada Gambar 4.3 dapat diketahui energi gap yang terhitung sebesar 2,1 ev. Energi gap tersebut mendekati dengan energi gap dari P3HT dimana energi gap P3HT sebesar 1,9 hingga 2,0eV. Dari kelima grafik nilai energi gap yang dihasilkan juga relatif tetap yaitu dari 2,0 sampai 2,1 sehingga dapat dikatakan penambahan rasio massa tidak menyebabkan perubahan dari energi gap. Energi gap yang dihasilkan juga mendekati dengan energi gap dari material yang mengalami penambahan dalam hal ini P3HT. Besarnya energi gap dipengaruhi oleh konsentrasi serta ketebalan dari material yang digunakan. Akan tetapi, pada kelima sampel ini memiliki konsentrasi yang sama dan tebal yang relatif sama dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Energi gap PCBM:P3HT dengan variasi rasio massa PCBM:P3HT d ( 10-7 m) Eg (ev) 1:1 7,69 2,09 0,09 1:2 7,34 1,93 0,08 1:3 6,89 2,09 0,08 1:4 5,13 2,08 0,09 1:5 5,72 2,07 0,09 4.3 Karakterisasi I-V Sel Surya Organik Untuk mengetahui kurva I-V dari sel surya organik pada keadaan gelap dan terang digunakan seperangkat alat Keithley 2602A. Dari grafik kurva I-V dapat ditentukan besarnya V oc yaitu tegangan terbuka, I sc yaitu arus saat hubungan pendek, fill factor (FF) serta effisiensi dari sel surya organik. Efisiensi merupakan perbandingan dari daya maksimum yang dihasilkan (P out ) dengan daya yang diterima oleh sel surya organik. Variasi yang digunakan pada sel surya ini adalah variasi rasio massa. Perbandingan rasio massa yang digunakan antara PCBM:P3HT adalah 1:1, 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5. Bahan aktif sel surya dibuat dengan cara blending atau
28 campuran. Proses pencampuran diharapkan menghasikan interface antara donor dan akseptor lebih banyak. Sel surya organik dibuat dengan struktur FTO/Pedot:PSS/P3HT:PCBM/Al. Grafik karakteristik I-V dilakukan dalam keadaan gelap dan terang. Pada keadaan terang dilakukan penyinaran menggunakan lampu xenon dengan intensitas 1000 W/m 2. Luasan sel surya organik yang dibuat sebesar 10 mm 2. Grafik hasil uji keithley perbandingan gelap dengan terang seperti pada Gambar 4.4. Gambar 4.4. Grafik kurva I-V gelap terang perbandingan 1:1 Dari Gambar 4.4 kurva yang terbentuk pada keadaan gelap berada diatas sedangkan kurva pada keadaan terang berada dibawah. Pada keadaan gelap arus yang keluar tidak ada sehingga kurva pada kuadran 4 tidak terbentuk. Pada saat terang arus pada kuadran 4 terlihat, ini menyatakan bahwa sel surya organik mampu mengalirkan arus pada kondisi terang. Kinerja dari sel surya organik dapat diketahui dari pergeseran kurva I-V pada keadaan gelap dengan terang. Kurva terang yang berada dibawah kurva gelap yaitu pada kuadran IV dapat untuk menentukan effisiensinya. Skema penentuan effisiensi dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut.
29 Gambar 4.5. Skema Penentuan,,, dan dari Kurva I-V Jika nilai dari V max serta I max diketahui maka nilai dari effisiensi pun dapat ditentukan. Hasil dari kelima sampel tersebut seperti pada Gambar 4.6. Dari grafik dapat diketahui bahwa nilai I sc yang dihasilkan meningkat. Sedangkan V oc yang terhitung berkurang. I sc terjadi pada saat tegangan sama dengan nol dan V oc terjadi pada saat arus bernilai nol. Nilai dari effisiensi dipengaruhi oleh V max dan I max yang dihasilkan oleh sel surya tesebut. V max merupakan tegangan maksimum sedangkan I max merupakan arus maksimum. Sesuai dengan sketsa pada Gambar 4.5 nilai V max dan I max berada pada V oc dan I sc. Nilai V max dan I max sesuai dengan tabel 4.2. Dari tabel 4,2 dapat diketahui bahwa effisiensi yang dihasilkan dari kelima sampel berbeda. Seiring bertambahnya P3HT maka effisiensinya pun bertambah, Hal ini dikarenakan P3HT memiliki kemampuan serapan pada rentang panjang gelombang sinar tampak sehingga elektron yang terbentuk semakin banyak dan effisiensi yang dihasilkan pun meningkat.
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 4.6. Grafik karakteristik I-V sel surya organik variasi rasio massa PCBM:P3HT dengan intensitas 1000 W/m 2 (a) rasio 1:1 (b) rasio 1:2 (c) rasio 1:3 (d) rasio 1:4
31 I max (x10-2 PCBM:P3HT ma) Tabel 4.2. Hasil karakterisasi I-V variasi rasio massa V max I sc (x10-2 (V) ma) Eff (x10 - V oc (V) FF 2 %) 1:1 1,75 0,32 0,98 0,34 0,17 5,8 1:2 2,59 0,25 1,00 0,29 0,21 6,4 1:3 5,94 0,13 1,03 0,25 0,32 7,7 1:4 5,14 0,15 1,06 0,24 0,35 8,2 1:5 6,68 0,14 1,07 0,23 0,36 9,8 Berdasarkan Tabel 4.2 dibuat perbandingan antara V oc, I sc, Fill Factor (FF), dan efisiensi dengan rasio massa. Perbandingan tersebut ditunjukkan dengan grafik pada Gambar 4.7 Gambar 4.7. Grafik perbandingan rasio massa PCBM:P3HT terhadap I sc, V oc, fill factor (FF) dan efisiensi
Pada Gambar 4.7 menunjukkan nilai dari I sc bertambah seiring penambahan rasio polimer P3HT. Hal ini disebabkan kemampuan absorbansi dari P3HT berada pada sinar tampak. Absorbansi ini memiliki pengaruh terhadap banyaknya foton yang diserap oleh sel surya organik. Semakin banyak foton yang terserap maka elektron yang dihasilkan pun semakin banyak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khlyabich (2013) mengenai material donor. Nilai V oc grafik Gambar 4.7 berkurang hal ini disebabkan bertambahnya material donor dalam bahan aktif. Pada Gambar 4.8 menunjukkan bahwa nilai V oc bergantung pada nilai HOMO material donor dan LUMO akseptor. Gambar 4.8. Batas untuk V oc pada donor-akseptor (Khlyabich et al., 2013) Nilai fill factor dipengaruhi oleh I sc dan V oc. pada grafik Gambar 4.7 menunjukkan nilainya bertambah. Semakin besar nilai fill factor maka rekombinasi antara hole dan elektron semakin kecil karena proses transport muatan bebas (free charge) berjalan secara lancar. Effisiensi yang dihasilkan dengan penambahan rasio massa dari material P3HT meningkat karena nilai I sc yang dihasilkan pun meningkat.